41
Gambar 16. Grafik BOD rata-rata secara spasial –
baku mutu, I
rentang Berdasarkan Gambar 16 terlihat adanya perbedaan selang nilai konsentrasi
BOD antara Stasiun 3 dengan stasiun lainnya. Tingginya konsentrasi BOD di stasiun 3 diduga berasal dari limbah organik aktivitas KJA. Limbah organik yang
dihasilkan oleh budidaya ikan KJA sekitar 148.782 tontahun atau 425 tonhari Garno 2001. Tingginya rata-rata konsentrasi BOD di Stasiun 3 disebabkan
konsentrasi BOD yang berada pada lapisan dasar.
h. Tembaga Cu
Secara parsial rata-rata konsentrasi tembaga Cu di perairan Waduk Cirata dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 0,033 mgl. Nilai tertinggi terdapat pada
stasiun 4 sebesar
0,038
mgl dan nilai terendah terdapat pada stasiun 1A sebesar
0,030
mgl. Berdasarkan Gambar 17 terlihat adanya peningkatan nilai tembaga baik dari muara Sungai Citarum maupaun Sungai Cisokan ke arah tegah dan terus
meningkat pada outlet waduk.
Gambar 17. Grafik tembaga rata-rata secara spasial –
baku mutu, I
rentang
42
i. Seng Zn
Secara parsial rata-rata konsentrasi seng Zn di perairan Waduk Cirata dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 0,034 mgl. Nilai tertinggi terdapat pada
stasiun 1B sebesar
0,022
mgl dan nilai terendah terdapat pada stasiun 2 sebesar
0,045
mgl. Berdasarkan Gambar 18 terlihat adanya sedikit peningkatan konsentrasi seng dari muara Sungai Citarum, sedangkan dari muara Sungai
Cisokan terlihat peningkatan konsentrasi seng yang cukup signifikan ke arah tengah, namun kembali menurun ke arah outlet waduk. Tingginya konsentrasi
seng di Stasiun 1A diduga berasal dari limbah industri yang berada di hulu Sungai Citarum.
Gambar 18. Grafik seng rata-rata secara spasial –
baku mutu, I
rentang
j. Timbal Pb
Secara parsial rata-rata konsentrasi timbal Pb di perairan Waduk Cirata dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 0,021 mgl. Nilai tertinggi terdapat pada
stasiun 1B sebesar
0,033
mgl dan nilai terendah terdapat pada stasiun 2 sebesar
0,018
mgl. Berdasarkan Gambar 19 terlihat nilai konsentrasi timbal dari muara Sungai Citarum hingga outlet terjadi fluktuasi namun tidak terlalu besar.
Sedangkan dari muara Sungai Cisokan terlihat penurunan konsentrasi hingga tengah dan kembali sedikit meningkat ke arah outlet waduk.
43
Gambar 19. Grafik timbal rata-rata secara spasial –
baku mutu, I
rentang
4.1.4. Status mutu air dengan dan tanpa parameter mikrobiologi
Pada perhitungan nilai indeks STORET sebelumnya tidak disertakan parameter-paremeter mikrobiologi seperti fecal colifom dan total coliform. Hal
ini kurang sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tentang pengolahan kualitas air dan pengendalian limbah
perairan. Menurut peraturan tersebut, parameter mikrobiologi memiliki bobot nilai indeks STORET yang lebih besar dari pada parameter fisika dan kimia. Alasan
tidak disertakannya parameter biologi dalam perhitungan sebelumnya karena parameter mikrobiologi tidak tersedianya data parameter mikrobiologi pada setiap
kedalaman. Data parameter mikrobiologi hanya ada pada lapisan permukaan. Perhitungan nilai indeks STORET pada setiap lapisan kedalaman tidak
disertakan parameter mikrobiologi. Apabila parameter mikrobiologi disertakan dalam perhitungan, maka hasil nilai indeks STORET pada lapisan permukaan
akan memiliki nilai yang lebih rendah disebabkan jumlah parameter yang disertakan dalam perhitungan lebih banyak. Berdasarkan informasi tersebut maka
lapisan permukaan tidak bisa dibandingkan dengan lapisan kedalaman 5 meter dan kedalaman dekat dasar. Tabel 15 ditampilkan perbedaan hasil perhitungan
nilai indeks STORET dengan dan tanpa parameter mikrobiologi.
44 Tabel 15. Nilai indeks STORET dengan dan tanpa parameter mikrobiologi
Stasiun Baku Mutu
Dengan PM Tanpa PM
C D
C D
1A -166
-52 -116
-20 1B
-140 -52
-120 -8
2 -132
-52 -112
-8 3
-136 -52
-120 -8
4 -140
-10 -124
-8 Keterangan :
Parameter Mikrobiologi Baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 tahun 2000
Baik sekali memenuhi baku mutu -1 s.d. -10
Baik cemar ringan
-11 s.d. -30 Sedang
cemar sedang -31
Buruk cemar berat
Berdasarkan Tabel 15 terlihat adanya perbedaan antara perhitungan nilai indeks STORET yang menggunakan dan tanpa parameter biologi. Nilai indeks
STORET golongan D yang tidak menggunakan parameter biologi memiliki status cemar ringan, tetapi apabila ditambahkan parameter biologi dalam perhitungan
nilai indeks STORET, statusnya berubah menjadi cemar berat. Perbedaan nilai ini dikarenakan oleh bobot nilai parameter biologi lebih tinggi dibandingkan dengan
parameter fisika dan kimia PPRI 2001. Selain itu jumlah pengamatan terhadap stasiun pengamatan juga mempengaruhi nilai indeks STORET. Pada perhitungan
Tabel 15 digunakan data dari tahun 2007-2012 sebanyak 21 data sehingga nilainya dua kali lipat lebih besar dalam perhitungan-perhitungan sebelumnya.
Bobot nilai tiap parameter dapat dilihat pada Tabel 3.
4.2. Pembahasan