Kriteria dan Baku Mutu Air Pencemaran Air

7 kualitas air yang melampaui baku mutu secara umum adalah BOD, COD, TSS, sulfida, amonia, merkuri, kadmium, tembaga, dan timbal Feriningtyas 2005. Penelitian kualitas air lain yang dilakukan di Waduk Cirata terhadap jumlah KJA yang telah melebihi daya dukung, menyimpukan adanya pencemaran bahan organik yang disebabkan oleh aktivitas KJA Oktaviana 2007. Waduk Cirata telah mengalami eutrofikasi karena tercemar oleh nutrien dari berbagai sumber seperti pemukiman, industri, pertanian, dan perikanan. Komunitas plankton perairan Waduk Cirata didominasi oleh Cyanophyceae terutama Mycrocytstis sp. dan Oscillatoria sp., yakni jenis fitoplankton yang selalu mendominasi perairan yang tercemar nutrien Garno 2002. Tingkat kesuburan perairan berdasarkan konsentrasi fosfat, perairan Waduk Cirata telah mencapai tingkat kesuburan eutrofik hingga hipereutrofik, hal ini disebabkan oleh tingginya pencemaran organik dari KJA Purnamaningtyas dan Tjahjo 2008. Tingginya nilai konsentrasi klorofil-a dan total N di perairan Waduk Cirata menyebabkan terganggunya pertumbuhan ikan Komarawidjaya et al. 2005. Analisis kualitas air di Waduk Ir.H. Djuanda pada tahun 2007 menunjukkan adanya pencemaran karena beberapa parameter kualitas air sudah tidak memenuhi baku mutu untuk air golongan B bahan baku air minum dan C perikanan. Rendahnya kualitas air di Waduk Ir.H. Djuanda diduga berasal dari tercemarnya perairan Waduk Cirata yang menjadi sumber masukan air untuk Waduk Ir.H. Djuanda Rikardi 2008.

2.3. Kriteria dan Baku Mutu Air

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, pasal 1 butir 9 menyebutkan bahwa baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaaanya di dalam air. Selanjutnya pasal 8 dari peraturan tersebut menetapkan klasifikasi mutu air menjadi empat kelas, yaitu sebagai berikut. 8 a Kelas I, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. b Kelas II, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasaranasarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. c Kelas III, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. d Kelas IV, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Berdasarkan Peraturan Daerah Jawa Barat No.39 Tahun 2000 tentang peruntukan air dan baku mutu air pada Sungai Citarum dan anak-anak sungainya di Jawa Barat, terdapat penggolongan mutu air sebagai berikut. a Golongan A, air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu. b Golongan B, air yang dapat digunakan sebagai baku air minum. c Golongan C, air yang dapat digunakan untuk perikanan dan peternakan. d Golongan D, air yang digunakan untuk pertanian dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, dan PLTA.

2.4. Pencemaran Air

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001, pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahkluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air menurun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar polutan yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut, 9 dan partikulat. Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah, limpasan run off pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri, dan lain-lain Wardhana 2004. Sumber-sumber pencemaran secara umum dapat dikategorikan menjadi point dan non-point source. Sumber pencemaran yang termasuk kategori point source terpenting berasal dari kegiatan industri, namun jenis dan jumlah bahan pencemar yang dibuang ditentukan oleh jenis kegiatannya. Point source relatif lebih mudah dikendalikan karena limbah yang dihasilkan dapat ditampung terlebih dahulu, dilakukan pengolahan kemudian di buang. Sumber pencemaran non-point source tidak mudah diidentifikasi karena berasal dari bebagai sumber aliran kecil, sehingga limbah yang mengalir dari permukaan perkotaan maupun pedesaan seperti kegiatan pertanian dalam praktiknya lebih sulit untuk ditampung dan diolah terlebih dahulu Effendi 2003. Secara garis besar terdapat dua cara masuknya pencemaran kedalam perairan yaitu secara alami dan melalui kegiatan manusia. Sebagian besar pencemaran yang disebabkan oleh kegiatan manusia terjadi di dalam atau dekat daerah pemukiman atau area industri Mukhtasor 2007. Polutan antropogenik adalah polutan yang masuk ke badan air akibat aktivitas manusia, misalnya kegiatan domestik, kegiatan urban, maupun kegiatan industri Effendi 2003. Industri tekstil menghasilkan limbah cair berwarna yang dapat menyebabkan pencemaran dan bersifat racun bagi biota perairan. Selain itu limbah tekstil juga menyebabkan meningkatnya konsentrasi COD dan amonia bebas Pratiwi 2010. Secara spesifik terdapat lima jenis bahan yang berpotensial sebagai bahan pencemar bagi perairan, yaitu bahan organik, bahan anorganik, mikroorganisme patogen, substansi radio aktif, dan limbah panas Mukhtasor 2007. Jenis pencemaran air yang paling banyak ditemukan biasanya pencemaran mikroorganisme, bahan anorganik dari nutrisi tanaman, limbah organik, bahan pencemar kimia anorganik, bahan pencemar kimia organik, sedimen dan bahan tersuspensi, serta substansi radio aktif Darmono 2001. 10

2.6. Upaya pengendalian pencemaran