Kualitas Air Tingkat pencemaran perairan Waduk Cirata, Jawa Barat: pengaruh sungai dan keramba jaring apung (KJA)

6

2.2. Kualitas Air

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.20 Tahun 1990 menyatakan bahwa “kualitas air adalah sifat dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu fisika suhu, kekeruhan, padatan, dan sebagainya, parameter kimia pH, DO, BOD, kadar logam, dan sebagainya, parameter biologi keberadaan plankton, bakteri dan sebagainya ”. Air merupakan sumberdaya alam yang diperlukan untuk menunjang kehidupan. Oleh karena itu, sumberdaya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh semua mahkluk hidup Effendi 2003. Salah satu sumberdaya air yang perlu di perhatikan kelestariannya adalah Daerah Aliran Sungai DAS. DAS Citarum terletak di Jawa Barat melintasi 10 kabupatenkota dengan panjang sungai sekitar 350 km yang mengalir dari Gunung Wayang dan bermuara di pantai utara Jawa. Sungai Citarum berperan penting bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat Jawa Barat dan DKI Jakarta untuk sumber baku air minum, irigasi pertanian, perikanan, dan PLTA Bappenas 2010. Saat ini DAS Citarum telah mengalami degradasi yang sangat serius, menurunnya kualitas dan kuantitas air disertai dengan meningkatnya pencemaran. Pencemaran berasal dari industri, pemukiman, pertanian dan peternakan. Selain pencemaran dari luar, Sungai Citarum juga mendapatkan limbah organik yang berasal dari aktivitas KJA dari waduk Saguling, Cirata, dan Djuanda Garno 2001. Pasokan air Waduk Cirata sebagian besar diperoleh dari DAS Citarum yang juga dimanfaatkan sebagai sumber pembuangan limbah dari berbagai kegiatan pertanian, industri, dan pemukiman BPWC 2011. Hasil evaluasi kondisi kualitas air Waduk Cirata selama periode 2000- 2004 menggunakan indeks STORET, status mutu air berada pada kisaran status tercemar sedang sampai tercemar buruk. Penelitian tersebut menggunakan 17 parameter kualitas air fisika dan kimia. Nilai indeks STORET menurut baku mutu Peraturan Daerah Jawa Barat No.39 Tahun 2000 Golongan C peruntukan perikanan berada pada kisaran tercemar sedang hingga tercemar berat. Nilai tertinggi sebesar -28 status tercemar sedang pada tahun 2001 dan skor terendah sebesar -52 status tercemar buruk pada tahun 2004. Parameter-parameter 7 kualitas air yang melampaui baku mutu secara umum adalah BOD, COD, TSS, sulfida, amonia, merkuri, kadmium, tembaga, dan timbal Feriningtyas 2005. Penelitian kualitas air lain yang dilakukan di Waduk Cirata terhadap jumlah KJA yang telah melebihi daya dukung, menyimpukan adanya pencemaran bahan organik yang disebabkan oleh aktivitas KJA Oktaviana 2007. Waduk Cirata telah mengalami eutrofikasi karena tercemar oleh nutrien dari berbagai sumber seperti pemukiman, industri, pertanian, dan perikanan. Komunitas plankton perairan Waduk Cirata didominasi oleh Cyanophyceae terutama Mycrocytstis sp. dan Oscillatoria sp., yakni jenis fitoplankton yang selalu mendominasi perairan yang tercemar nutrien Garno 2002. Tingkat kesuburan perairan berdasarkan konsentrasi fosfat, perairan Waduk Cirata telah mencapai tingkat kesuburan eutrofik hingga hipereutrofik, hal ini disebabkan oleh tingginya pencemaran organik dari KJA Purnamaningtyas dan Tjahjo 2008. Tingginya nilai konsentrasi klorofil-a dan total N di perairan Waduk Cirata menyebabkan terganggunya pertumbuhan ikan Komarawidjaya et al. 2005. Analisis kualitas air di Waduk Ir.H. Djuanda pada tahun 2007 menunjukkan adanya pencemaran karena beberapa parameter kualitas air sudah tidak memenuhi baku mutu untuk air golongan B bahan baku air minum dan C perikanan. Rendahnya kualitas air di Waduk Ir.H. Djuanda diduga berasal dari tercemarnya perairan Waduk Cirata yang menjadi sumber masukan air untuk Waduk Ir.H. Djuanda Rikardi 2008.

2.3. Kriteria dan Baku Mutu Air