Hasil 1. Kondisi Umum Waduk Cirata

18

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi Umum Waduk Cirata Waduk Cirata merupakan salah satu waduk dari kaskade tiga waduk Daerah Aliran Sungai DAS Citarum. Waduk Cirata terletak diantara dua waduk lainnya, yaitu Waduk Saguling di bagian hulu dan Waduk Jatiluhur di bagian hilir. Secara geografis, Waduk Cirata terletak pada koordinat 107 o 14’15” LS – 107 o 22’03” LS dan 06 o 41’30” BT – 06 o 48’07” BT. Secara administratif Waduk Cirata termasuk ke dalam tiga kabupaten di wilayah Jawa Barat, yaitu Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten Cianjur. Waduk Cirata dibangun pada tahun 1987 yang diawali dengan proses penggenangan selama satu tahun. Sumber masukan air berasal dari outlet Waduk Saguling Sungai Citarum dan 14 sungai lainnya seperti Cisokan, Cibalagung, Cikundul, Gado Bangkong, Cilagkap, Cicendo, Cilandak, Cibakom, Cinangsi, Cimareuwah, Cimeta, Cihujang, Cihea, dan Cibodas. Waduk Cirata memiliki luas area sebesar 7.111 ha dengan luas genangan 6.200 ha dan daya tampung sebesar 2.165 juta m 3 air dengan elevasi maksimum pada ketinggian 221 m dpl BPWC 2011. Beberapa data morfometri Waduk Cirata dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Data morfometri Waduk Cirata No Dimensi Nilai 1 Tinggi Bendungan 125 m 2 Panjang Bendungan 453,5 m 3 Elevasi muka air normal 220 m 4 Luas Permukaan 6.200 ha 5 Panjang Maksimum 14,3 km 6 Lebar Rata-rata 4,3 km 7 Kedalaman Maksimum 106 m 8 Kedalaman rata-rata 34,9 m 9 Keliling garis Pantai 181 km 10 Volume air maksimum 2,165 x 10 6 m 3 Sumber : Unit Pembangkitan Cirata UP Cirata Waduk Cirata termasuk ke dalam jenis waduk serbaguna. Tujuan utama pembangunan Waduk Cirata adalah sebagai Pembagkit Listrik Tenaga Air 19 PLTA untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di pulau Jawa dan Bali dengan kapasitas pembangkit daya terpasang sebesar 1.008 MW. Namun saat ini pemanfaatan waduk terus berkembang mulai dari kegiatan perikanan budidaya, perikanan tangkap, restoran apung, dan pariwisata. Perkembangan perikanan budidaya dengan sistem Keramba Jaring Apung KJA di Waduk Cirata mengalami peningkatan jumlah setiap tahunnya. Berdasarkan sensus yang dilakukan BPWC tahun 2011 jumlah KJA adalah 53.031 petak. Sementara batas maksimal yang diperbolehkan adalah sebanyak 12.000 petak sesuai SK Gub. Jawa Barat No. 41 Tahun 2002. Grafik perkembangan jumlah KJA dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Grafik perkembangan jumlah KJA tahun 1988-2011 Sumber: Gunawan et al. 2007 Berdasarkan Gambar 4 terlihat adanya penambahan jumlah KJA dari tahun 1988 hingga tahun 2011. Pada tahun 1988 hingga tahun 1995, jumlah KJA masih di bawah jumlah maksimum yaitu hanya berkisar antara 74-7.690 petak, namun pada tahun 1996 hingga tahun 2011 tercatat bahwa jumlah KJA yang ada di Waduk Cirata telah melebihi angka maksimum yang di perbolehkan. Jumlah KJA berkurang dari tahun 1997 sebanyak 25.558 petak menjadi 17.447 petak pada 20 tahun 1998, hal ini disebabkan oleh adanya krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1998. Anggaran belanja negara tahun 19981999 terdapat defisit anggaran yang besar, kondisi ini disebabkan oleh terpuruknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Tarmidi 1999. Peristiwa ini berdampak kepada pengusaha-pengusaha KJA yang ada di Waduk Cirata selama krisis moneter terjadi, namun dari pada itu setelah situasi ekonomi mulai membaik pada tahun 2001 hingga 2007 terjadi peningkatan jumlah KJA yang sangat pesat dari 30.429 petak menjadi 51.418 petak. Sementara itu pada tahun 2007 hingga 2011 peningkatan jumlah KJA tidak terlalu signifikan. Semakin bertambahnya jumlah petak KJA ternyata tidak selalu berbanding lurus dengan produksi ikan budidaya yang dihasilkan. Pada tahun 1988-1996 terlihat adanya peningkatan volume produksi seiring dengan bertambahnya petak KJA, namun pada tahun 1997-2000 terlihat adanya penurunan volume produksi yang disertai penambahan jumlah KJA. Menurut Komarwidjaja et al. 2005 pertumbuhan ikan budidaya di Waduk Cirata di kategorikan allometrik negatif yang artinya ikan lebih cepat panjang di bandingkan beratnya. Kondisi seperti ini kurang menguntukan apabila digunakan untuk tujuan budidaya. Pertumbuhan ikan terhambat karena fisiologis ikan terganggu, nafsu makan turun, dan sakit. Kondisi ini diduga timbul dari lingkungan yang tercemar bahan organik. Bahkan apabila pencemaran yang terjadi lebih berat dan toksik tidak menutup kemungkinan terjadinya kematian masal ikan. Jumlah KJA yang semakin meningkat akan memberikan pencemaran terhadap lingkungan perairan yang ada di sekitarnya. Pencemaran dari budidaya ikan dapat meningkatkan jumlah dan konsentrasi fosfor sebagai akibatnya akan menyebabkan eutrofikasi perairan Kibria et al. 1996.

4.1.2. Status mutu air tiap stasiun berdasarkan Indek STORET

Indeks STORET dapat menggambarkan secara menyeluruh tentang kondisi umum kualitas air pada setiap stasiun. Data yang digunakan untuk menentukan nilai indeks STORET adalah data parameter fisika dan kimia dari tahun 2007- 2012. Data parameter kualitas air hasil pengamatan dibandingkan dengan baku mutu peruntukan perikanan dan peruntukan PLTA. Baik buruknya kualitas 21 perairan dapat diketahui dengan melihat parameter-parameter apa saja yang tidak memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan. Beberapa parameter kualitas air seperti fecal coliform dan total coliform tidak diikutsertakan dalam perhitungan karena data yang diperoleh kurang lengkap. Evaluasi kualitas air menggunakan indeks STORET setiap stasiunnya sebagai berikut.

a. Stasiun 1A Muara Sungai Citarum