3.4.2 Jenis data :
Data yang dikumpulkan tediri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam kepada petani pemilik lahan,
petani penggarap, tokoh desa, ahli ritual dan pengamatan langsung kelapangan untuk mendapatkan informasi yang lebih detail.
Data primer merupakan data yang didapatkan dari sumber informan pertama yaitu individu atau perseorangan seperti hasil wawancara yang dilakukan
oleh Peneliti. Data primer terdiri dari: 1.
Data umum kepala keluarga, meliputi nama, umur, pekerjaan tetap dan pekerjaan sampingan.
2. Data usaha tani meliputi luas lahan garapan, jenis tanaman yang
diusahakan, pengetahuan dan pengalaman pada setiap tahapan pengelolaan lahan.
Data sekunder merupakan data primer yang sudah diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pihak pengumpul data primer atau pihak lain, misalnya dalam
bentuk tabel dan diagram. Data ini digunakan untuk mendukung informasi primer yang diperoleh baik dari dokumen maupun dari observasi langsung ke lapangan.
Data sekunder diperoleh melalui studi literatur, baik data pokok ataupun data penunjang. Data sekunder terdiri dari:
1. Kondisi umum lokasi penelitian meliputi: letak dan keadaan fisik
lingkungan. 2.
Data umum penduduk meliputi: Monografi masing-masing desa, jumlah penduduk, struktur umur, tingkat pendidikan masyarakat dan mata
pencaharian. 3.
Data potensial lahan.
3.5 Metode pengumpulan data:
Metode pengumpulan data 1.
Teknik wawancara mendalam in-depth Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden.
Wawancara mendalam adalah tekhnik pengumpulan data yang didasarkan pada percakapan secara intensif dengan suatu tujuan tertentu. Wawancara
dilakukan untuk mendapat berbagai informasi menyangkut masalah yang diajukan dalam penelitian. Wawancara dilakukan kepada responden yang
dianggap menguasai masalah penelitian. 2.
Teknik observasi Data dikumpulkan dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap
objek yang diteliti, dengan metode ini diharapkan peneliti mampu melihat, merasakan dan memaknai gejala sosial yang ditelitinya dan bersama-sama
membentuk dan mendapatkan pengetahuan dari objek penelitiannya. 3.
Teknik pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data sekunder yang mendukung penelitian dilakukan dengan
pencatatan data atau laporan dari desa, kecamatan, Dinas PKT, BPS dan instansi lainnya.
3.6 Metode pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis secara deskriptif dan dituangkan dalam bentuk tabel, teks narasi atau berbentuk bagan. Untuk
menganalisis penelitian ini, maka dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengumpulan informasi hasil wawancara maupun observasi langsung.
2. Reduksi.
Langkah ini digunakan untuk memilih informasi mana yang sesuai dan tidak sesuai dengan masalah penelitian.
3. Penyajian.
Setelah informasi dipilih, kemudian disajikan dalam bentuk tabel ataupun uraian penjelasan.
4. Tahap akhir ialah penarikan kesimpulan.
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Keadaan Biofisik 4.1.1 Letak, Luas dan Aksesibilitas
Desa Cijagang dan Desa Sukamulya merupakan desa yang termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Cikalongkulon, tepatnya disebelah barat dari
Kecamatan Cikalongkulon. Jarak dari Desa Cijagang ke Kecamatan Cikalongkulon sejauh 5 km sedangkan jarak ke ibukota kabupaten sejauh 22 km.
Jarak dari Desa Sukamulya ke Kecamatan Cikalongkulon sejauh 4 km sedangkan jarak ke ibukota kabupaten sejauh 21 km.
Batas-batas Desa Cijagang ialah sebagai berikut: 1.
Sebelah utara berbatasan dengan wilayah Desa Mekarsari dan Desa Mekarjaya.
2. Sebelah barat berbatasan dengan wilayah Desa Mekarjaya dan Kecamatan
Sukaresmi. 3.
Sebelah selatan berbatasan dengan wilayah Desa Majalaya. 4.
Sebelah timur berbatasan dengan wilayah Desa Sukamulya. Batas-batas Desa Sukamulya ialah sebagai berikut:
1. Sebelah utara berbatasan dengan wilayah Desa Mekargalih.
2. Sebelah barat berbatasan dengan wilayah Desa Cijagang
3. Sebelah selatan berbatasan dengan wilayah Desa Majalaya.
4. Sebelah timur berbatasan dengan wilayah Desa Mekargalih
Kondisi jalan Desa Cijagang dan Desa Sukamulya cukup baik dan terdiri dari jalan yang menghubungkan desa dan kecamatan berupa jalan yang sudah
diaspal sedangkan jalan antar kampung berupa jalan tanah. Di Desa Cijagang terdapat 560 m jalan desa, 4 km jalan antar desa kecamatan. Kendaraan yang
sering dipergunakan ialah ojeg dan truk umum, akan tetapi ke Desa Cijagang banyak sekali kendaraan pribadi lainnya yang masuk dengan tujuan untuk
berjiarah ke makam keramat leluhur cianjur. Di Desa Sukamulya kendaraan yang sering dipergunakan ialah ojeg dan truk umum yang mengangkut getah karet
karena di Desa Sukamulya terdapat sentra penampung getah karet.
Waktu tempuh dari Desa Cijagang ke Kecamatan Cikalongkulon selama 0,15 jam sedangkan waktu tempuh ke ibukota kabupaten selama 0,5 jam. Waktu
tempuh dari Desa Sukamulya ke Kecamatan Cikalongkulon selama 0,25 jam sedangkan waktu tempuh ke ibukota kabupaten selama 0,6 jam.
Tabel. 4 Luas Wilayah Desa Cijagang dan Desa Sukamulya menurut penggunaannya
No Penggunaan
Desa Cijagang Desa Sukamulya
Luas Ha Persentase
Luas Ha Persentase
1 Sawah irigasi
teknis Sawah irigasi
½ teknis 116,1
14,0 8,5
86,9 1,0
10,5 2
Tegal ladang 195,2
23,5 250,7
30,2 3
Pemukiman 20,5
2,5 15,0
1,8 4
Kas desa
Perkantoran pemerintah dan
Lapangan 19,3
2,3 2,8
0,3
5 Kehutanan
Hutan adat Perhutani
168,2 195,2
20,3 23,5
300,0 36,1
6 lainnya
115,5 13,9
167,1 20,1
jumlah 830,0
100,0 831,0
100,0 Sumber: Daftar Isian Potensi Desa Cijagang dan Desa Sukamulya 2006
Luas wilayah Desa Cijagang ialah 830,0 Ha lihat Tabel 4 yang dimanfaatkan untuk sawah irigasi teknis seluas 116,1 Ha 14,0, Tegal ladang
seluas 195,2 Ha 23,5, Pemukiman seluas 20,5 Ha 2,3, Hutan adat seluas 168,2 Ha 20,3, Perhutani seluas 195,2 Ha 23,5 dan lainnya dengan luas
mencapai 115,5 Ha 13,9. Desa Sukamulya memiliki luas wilayah 831,0 Ha lihat Tabel 4 yang dimanfaatkan untuk sawah irigasi teknis seluas 8,5 Ha
1,0, sawah irigasi ½ teknis seluas 86,9 10,5, Tegal ladang seluas 250,7 Ha 30,2, Pemukiman seluas 15,0 Ha 1,8, Kehutanan seluas 300,0 Ha
36,1 dan lainnya dengan luas mencapai 167,1 Ha 20,1.
4.1.2 Pola Penggunaan Lahan dan Topografi
Fokus perhatian pada penelitian ini adalah pengetahuan lokal dalam pengelolaan lahan kering yang digolongkan sebagai tegalan dan perladangan atau
kebon yang ditanami dengan pohon berkayu beserta tanaman pertanian lainnya.
Pola penggunaan lahan kering tersebut lebih dikenal oleh petani sebagai hutan rakyat.
Menurut data BPS 2006 jenis tanah di Desa Cijagang dan Desa Sukamulya berdasarkan sistem DS berupa tanah latosol, grumusol, ragosol dan
aluvial dengan tekstur sedang dan kedalaman efektif lebih besar dari 90 cm. Jenis dan kesuburan tanah dapat dilihat dari warna tanah. Warna tanah didesa Cijagang
berwarna merah agak kehitaman dengan tekstur pasir. Desa Cijagang dilalui sungai yang berasal dari DAS Citarum dan sub das Cikundul. Jenis tanah menurut
sistem DS berupa tanah latosol, grumusol, ragosol dan aluvial dengan tekstur sedang dan kedalaman efektif lebih besar dari 90 cm.
Pola penggunaan lahan di Desa Cijagang dan Desa Sukamulya terbagi- bagi menjadi beberapa jenis. Jenis penggunaan lahan tersebut ialah berupa sawah
irigasi teknis yaitu sawah yang sumber airnya diperoleh melalui saluran irigasi yang permanen dengan menggunakan semen dan pasir. Saluran irigasi ini disebut
dengan cekdam atau dawuan sedangkan sawah irigasi ½ teknis yaitu sawah yang sumber airnya berasal dari irigasi yang dibuat dengan sederhana atau secara
tradisional. Saluran irigasi yang dibuat dengan sistem ini disebut dengan babadak. Pola penggunaan lahan lainnya berupa tanah kas desa yaitu tanah yang
dimilki oleh desa yang pembayaran pajaknya dibayar oleh desa dan diusahakan oleh masyarakat, serta hasil dari panennya diatur sesuai kesepakatan. Daerah
Sukamulya menentukan besarnya bagi hasil ditetapkan sebesar 50:50 antara pemilik lahan dengan desa. Pemukiman yaitu lahan yang dipergunakan untuk
tempat tinggal masyarakat. Perkantoran pemerintah yaitu lahan yang dimanfaatkan untuk mendirikan gedung pemerintahan berupa sekertariat desa
ataupun instansi pemerintah lainnya yang ada di desa. Hutan adat yaitu hutan yang kepemilikannya oleh perorangan yaitu masyarakat desa, dimana pemanfaatan dan
pengelolaannya diusahakan oleh masyarakat tanpa campur tangan pemerintah. Perhutani yaitu suatu badan hukum milik pemerintah yang mengelola dan
memanfaatkan hutan yang berupa hutan produksi selain hutan adat dan hutan lindung.
Desa Cijagang terletak pada ketinggian 250 mdpl dengan suhu rata-rata harian 35
˚C dan curah hujan 2.000 mmtahun dengan jumlah bulan hujan 6 bulan.
Topografi desa Cijagang berupa daerah yang berbukit dan berombak. Desa Sukamulya terletak pada ketinggian 400 mdpl dengan suhu rata-rata harian 30
˚C dan curah hujan 3.000 mmtahun dengan jumlah bulan hujan 4 bulan. Topografi
desa Sukamulya berupa daerah yang berbukit dan berombak.
4.2 Keadaan Sosial dan Ekonomi 4.2.1 Administrasi Pemerintahan
Desa Cijagang terbagi ke dalam empat kampung, yaitu Kampung Majalaya, Parasu, Cilalay dan Jamisata. Desa di bagi ke dalam 3 buah dusun, 5
RW dan 14 RW sedangkan Desa Sukamulya terbagi ke 10 dalam Kampung, yaitu Kampung
Pangkalan, Tugaran,
Cibarengkok, Sodong,
Babakanceuri, Kawunggading, Malongpong, Muhara, Sukamulya dan Cipeujeuh. Desa
Sukamulya di bagi ke dalam 3 buah dusun, 3 RW dan 13 RT, masing-masing dusun, RT maupun RW dipimpin oleh seorang ketua.
Pemerintahan di Desa Cijagang dan Desa sukamulya dipimpin oleh seorang Kepala Desa. Pelaksanaan pembangunan di kedua desa tersebut dibantu
oleh beberapa perangkat desa. Di Desa Cijagang seorang kepala desa dibantu oleh 10 perangkat desa sedangkan Di Desa sukamulya dibantu oleh 8 perangkat desa.
Jabatan perangkat desa tersebut yaitu: sekertaris desa, bendahara desa, kepala urusan kaur pemerintahan, kaur pembangunan, kaur kesejahteraan rakyat, kaur
keuangan dan kaur umum beserta anggotanya.
4.2.2 Demografi
Jumlah penduduk Desa Cijagang yang tercatat di buku Daftar isian potensi desa pada akhir tahun 2006 sebanyak 4.463 jiwa lihat Tabel 5 hal. 24yang terdiri
dari 2.236 jiwa laki-laki 50,1 dan 2.227 jiwa perempuan 49,9. Rasio penduduk perempuan terhadap adalah 99 orang perempuan perseratus orang laki-
laki. Luas lahan Desa Cijagang sebesar 8,3 km² dan jumlah penduduknya 4.663 jiwa, maka kepadatan penduduk desa ini adalah sebesar 537,7 jiwakm². Jumlah
penduduk Desa Sukamulya yang tercatat di buku Daftar isian potensi desa pada akhir tahun 2006 sebanyak 2.883 jiwa yang terdiri dari 1.464 jiwa laki-laki
50,8 dan 1.419 jiwa perempuan 49,2. Rasio penduduk perempuan terhadap
laki-laki adalah 97 orang perempuan perseratus orang laki-laki. Luas lahan Desa Sukamulya sebesar 8,31 km² dan jumlah penduduknya 2.883 jiwa, maka
kepadatan penduduk desa ini adalah sebesar 346,5 jiwakm². Pembagian umur masyarakat terbagi kedalam beberapa macam
berdasarkan golongan umurnya. Umur 0-5 tahun digolongkan kedalam kriteria bayi dan balita, yaitu anak-anak yang masih kecil dan memerlukan perawatan dari
orangtuanya. Umur 6-14 yaitu masa anak-anak dan yang masih sekolah. Umur 15- 55 tahun yaitu umur produktif manusia yaitu yang termasuk angkatan kerja dan
umur 56 keatas ialah umur para lansia, dimana mereka sudah tidak produktif lagi untuk bekerja. Di Desa Cijagang terdapat 1.866 jiwa penduduk yang tidak
produktif dan 2.597 jiwa penduduk yang produktif lihat tabel 5. Rasio jumlah penduduk produktif terhadap penduduk yang tidak produktif sebesar 139, artinya
penduduk yang berusia produktif berjumlah 139 orang per 100 orang penduduk yang tidak produktif. Di Desa Sukamulya terdapat 1.094 jiwa penduduk yang
tidak produktif dan 1.789 jiwa penduduk yang produktif lihat Tabel 5. Rasio jumlah penduduk produktif terhadap penduduk yang tidak produktif sebesar 163,
artinya penduduk yang berusia produktif berjumlah 163 orang per 100 orang penduduk yang tidak produktif.
Tabel 5 Jumlah Penduduk Desa Cijagang dan Desa Sukamulya berdasarkan
kelompok umur
No Kelompok Umur
tahun Desa Cijagang
Desa Sukamulya Jumlah
jiwa Persentase
Jumlah jiwa
Persentase
1 0-4
480 10,8
176 6,1
2 5-9
357 8,0
350 12,1
3 10-14
375 8,4
385 13,4
4 15 -19
484 10,8
356 12,4
5 20 - 24
383 8,6
199 6,k9
6 25 - 29
333 7,3
106 3,7
7 30 - 34
379 8,5
252 8,7
8 35 - 39
191 4,3
321 11,1
9 40 - 44
328 7,3
217 7,5
10 45 - 49
198 4,4
191 6,6
11 50 - 54
251 5,6
94 3,3
12 55 - 58
200 4,5
153 5,3
13 lebih dari 59
504 11,3
83 2,5
Jumlah 4.463
100,0 2.283
100,0 Sumber: Daftar Isian Potensi Desa Cijagang dan Desa Sukamulya 2006
Pertumbuhan penduduk di Desa Cijagang dari tahun 2006-2007 sebesar 1,2, hal ini terjadi karena adanya pertambahan jumlah penduduk setelah
dikurangi angka kematian dan penduduk yang keluar. Penduduk yang lahir pada
tahun 2006-2007 sebanyak 20 orang dan yang meninggal sebanyak 23 orang, penduduk yang datang sebanyak 35 orang dan yang keluar 2 orang. Pertumbuhan
penduduk di Desa Sukamulya dari tahun 2006-2007 sebesar 2,1, hal ini terjadi karena adanya pertambahan jumlah penduduk setelah dikurangi angka kematian
dan penduduk yang keluar. bayi yang lahir pada tahun 2006-2007 sebanyak 55 orang dan yang meninggal sebanyak 6 orang, penduduk yang datang sebanyak 3
orang dan yang keluar 4 orang.
4.2.3. Agama
Cijagang merupakan cikal bakal Kabupaten Cianjur. Berdasarkan Buku Sejarah Lokal Cianjur, Desa Cijagang ini merupakan Ibukota Cianjur sebelum
dipindahkan ke Kota Cianjur sekarang. Desa Sukamulya merupakan bagian dari Desa Cijagang yang kemudian dimekarkan sehingga wilayahnya termasuk cikal
bakal Kota Cianjur. Pemekaran terjadi pada tahun 1989 pada saat akan dibangun
Waduk Cirata.
Didaerah ini R. Wiratanu datar membuka pemerintahan dan menyebarkan agam islam dengan mendirikan pesantren sehingga sampai sekarang hampir
sembilan puluh sembilan persen penduduk Desa Cijagang menganut agama islam yaitu sekitar 4458 jiwa dan hanya satu persen saja yang beragama kristen yaitu
berjumlah lima orang. Penduduk yang beragama non islam ini merupakan warga pendatang. Sedangkan di Desa Sukamulya 100 merupakan penganut agama
islam.
Sarana ibadah di Desa Cijagang terdiri dari lima buah mesjid, 18 langgar, empat mubaligh, satu diniyah dan satu pondok pesantren sedangkan di Desa
Sukamulya Sarana ibadah terdiri dari 13 buah mesjid dan 9 langgar.
4.2.4 Pendidikan
Tingkat ekonomi sebagian besar masyarakat yang hanya mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari berpengaruh terhadap jumlah masyarakat yang mampu
mengenyam pendidikan hingga kejenjang yang lebih tinggi. Keberadaan gedung sekolah SLTP ataupun SLTA yang jauh di ibukota kecamatan merupakan
penyebab lainnya sebagian penduduk Desa Sukamulya dan Desa Cijagang tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Tabel 6 Jumlah penduduk Desa Cijagang dan Desa Sukamulya menurut tingkat
pendidikan
No Tingkat
Pendidikan Desa Cijagang
Desa Sukamulya Jumlah
orang Persentase
Jumlah orang
Persentase
1 Belum
sekolah 86
21,0 700
25,9 2
Tamat SD sederajat
80 19,6
1.514 56,0
3 Tamat SLTP
sederajat 70
17,1 295
10,9 4
Tamat SLTA sederajat
130 31,8
186 6,8
5 Diploma 1,2
dan 3 22
5,4 8
0,3 6
Strata 1, 2 dan 3
21 5,1
3 0,1
Jumlah 409
100,0 2.706
100,0 Sumber: Daftar Isian Potensi Desa Cijagang dan Desa Sukamulya 2006
Dari Tabel 6 dapat dilihat jumlah penduduk di Desa Cijagang yang belum sekolah sebesar 86 21,0. Penduduk yang mampu menamatkan pendidikannya
di tingkat SD sebesar 80 19,6, tingkat SLTP sebesar 70 17,1, tingkat SLTA sebesar 130 31,8, adapun penduduk yang mampu menyelesaikan
pendidikan hingga ke perguruan tinggi atau sederajat dengan jenjang diploma 1, 2
dan 3 sebanyak 22 5,4 dan jenjang strata 1, 2 dan 3 sebanyak 21 5,1.
Jumlah penduduk di Desa Sukamulya yang belum sekolah sebesar 700 orang 25,9 . Penduduk yang mampu menamatkan pendidikannya di tingkat SD
sebesar 1.514 56,0, tingkat SLTP sebesar 295 10,9, tingkat SLTA sebesar 186 6,9 , adapun penduduk yang mampu menyelesaikan pendidikan hingga ke
perguruan tinggi atau sederajat dengan jenjang diploma 1, 2 dan 3 sebanyak 8 0,3 dan jenjang strata 1, 2 dan 3 sebanyak 3 0,1.
Jumlah SD di Desa Cijagang sebanyak satu buah dengan jumlah guru delapan orang dan muridnya sebanyak 437 orang. Prasarana pendidikan formal di
Desa Cijagang yaitu satu buah gedung SLTP, empat buah gedung SD, satu buah gedung TK, dua buah TPA, tiga buah lembaga pendidikan agama dan satu buah
perpustakaan. Prasarana pendidikan formal yang ada Di Desa Sukamulya adalah satu buah gedung SD.
4.2.5 Angkatan Kerja, Mata Pencaharian dan Perekonomian Masyarakat
Berdasarkan daftar isian potensi Desa Cijagang pada tahun 2006 penduduk usia 15-55 tahun yang merupakan angkatan kerja yaitu 2.597 jiwa yang terbagi
dalam tiga kategori yaitu yang berstatus bekerja penuh sebanyak 1.046 jiwa, bekerja dengan status bekerja tidak tentu sebanyak 1.006 jiwa dan yang berstatus
pengangguran sebanyak 545 jiwa lihat Tabel 7. Di Desa Sukamulya Penduduk yang berusia 15 sampai dengan 55 tahun sebanyak 1.789 jiwa yaitu yang berstatus
bekerja penuh sebanyak 375 jiwa, bekerja dengan status bekerja tidak tentu sebanyak 566 jiwa. Dan yang berstatus pengangguran sebanyak 848 jiwa.
Tabel 7 Jumlah tenaga kerja di Desa Cijagang dan Desa Sukamulya menurut jenis pekerjaan
No Jenis Pekerjaan
Desa Cijagang Desa Sukamulya
Jumlah orang
Persentase Jumlah
orang Persentase
1 Petani
400 55,0
568 80,3
2 Buruh
205 28,2
15 2,1
3 Pegawai negeri sipil
30 4,1
16 2,3
4 Perdagangan
27 3,4
46 6,5
5 Jasa
4 0,8
4 0,6
6 Transportasi
56 7,8
56 7,9
7 TNI Polri
5 0,7
2 0,3
Jumlah 727
100,0 707
100,0 Sumber: Daftar Isian Potensi Desa Cijagang dan Desa Sukamulya 2006
Sebagian besar penduduk Desa Cijagang mempunyai mata pencaharian sebagai petani yaitu sebanyak 55,0 , buruh sebanyak 28,2, transportasi 7,7,
Pegawai negeri sipil sebanyak 4,1, perdagangan sebanyak 3,4, jasa sebanyak 1,6 , dan TNIPOLRI sebanyak 0,7. Dengan demikian tiga sektor pekerjaan
yang terbesar di desa Cijagang ialah sektor pertanian yang merupakan sektor terbesar sebanyak 55,0 kemudian buruh 28,2 dan transportasi 6,9. Hal ini
disebabkan karena luasnya lahan di Desa Cijagang yang dapat dimanfaatkan untuk lahan pertanian selain itu juga tanahnya subur dan air yang selalu
melimpah. Sektor buruh menempati posisi kedua, karena sebagian masyarakat
sebagian cenderung memilih bekerja di kota dan adapula yang ke luar negeri menjadi TKW dengan harapan mendapat gaji yang besar. Sektor transportasi
menempati posisi ke tiga, hal ini karena kendaraan khususnya motor harganya relatif terjangkau oleh masyarakat dan dapat membantu kegiatan perekonomian
masyarakat. Petani di Desa Cijagang setelah pulang dari ladang kemudian mencari tambahan nafkah dengan menjadi petugas pengambil tiket masuk kemakam
Eyang Cikundul lihat Gambar 1 dan sebagian lagi sebagai juru kunci makam. Makam keramat tersebut dapat membawa berkah terhadap masyarakat desa
sekitar dengan menjual jasa kepada para pengunjung yang jumlahnya selalu banyak terutama pada saat malam jum at kliwon dibulan mulud dan rajab.
Gambar 1 Makam Keramat Eyang Cikundul Berdasarkan Tabel 7 hal. 27, Penduduk Desa Sukamulya sebagian besar
mempunyai mata pencaharian sebagai petani yaitu sebanyak 80,3, buruh sebanyak 2,1, transportasi 7,92 , Pegawai negeri sipil sebanyak 2,3 ,
perdagangan sebanyak 6,5, jasa sebanyak 0,6, dan TNIPOLRI sebanyak 0,3. Tiga sektor pekerjaan yang terbesar di Desa Sukamulya ialah sektor
Pertanian yang merupakan sektor terbesar sebanyak 80,3 kemudian transportasi 7,9 dan perdagangan 6,5, hal ini disebabkan karena lahan pertanian di desa
Kurang luas sehingga petani lebih banyak menjadi buruh tani baik yang ada di Desa Sukamulya maupun diluar Desa Sukamulya. Sektor transportasi menempati
posisi ke tiga hal ini karena kendaraan khususnya motor harganya relatif terjangkau oleh masyarakat dan dapat membantu kegiatan perekonomian
masyarakat.
Komoditas pertanian yang dihasilkan dari Desa Cijagang berupa tanaman padi. Pada tahun ini padi yang dihasilkan menghasilkan uang sebanyak
Rp.16.000.000. dari luas lahan yang ditanami padi 116,10 ha. Jumlah komoditas buah-buahan yang berasal dari pisang yang dibudidayakan sebanyak 15 ha dan
menghasilkan 10 ton. Dari hutan rakyat diperoleh hasil getah karet 1,5 ton dari lahan yang diusahakan seluas 30 ha. Hasil hutan lainnya yaitu bambu sebanyak
1000 batang tahun. Komoditas pertanian yang dihasilkan dari Desa Sukamulya berupa tanaman padi. Pada tahun ini padi yang dihasilkan sebanyak 179 ton Ha
dari luas lahan yang ditanami padi 25 ha, kemudian mentimun dengan luas lahan yang ditanami 3 Ha menghasilkan 5 ton Ha. Jumlah komoditas buah-buahan yang
berasal dari pisang yang dibudidayakan sebanyak 4 ha dan menghasilkan 8 ton. Komoditas pertanian seperti pisang, singkong dan mentimun melebihi kebutuhan
konsumsi masyarakat setempat, sehingga sebagian besar dipasarkan ke luar daerah.
Kepemilikan lahan pertanian tanaman pangan sebagai berikut: Jumlah rumah tangga yang memiliki tanah pertanian 650 RTP dengan rincian yang
memiliki kurang dari 0,5 ha sebanyak 800 RTP, yang memiliki antara 0,5-1.0 ha sebanyak 150 RTP, yang memiliki lebih dari 1,0 ha sebanyak 175 RTP. Jenis
komoditas buah-buahan yang dibudidayakan berupa pisang sebanyak 150 ha dan menghasilkan pisang 10 ton ha, sedangkan kepemilikan lahan pertanian di Desa
Sukamulya berupa tanaman pangan sebagai berikut: Jumlah rumah tangga memiliki tanah pertanian 718 RTP dengan rincian yang memiliki kurang dari 0,5
ha sebanyak 353 RTP, yang memiliki antara 0,5-1,0 ha sebanyak 233 RTP, yang memiliki lebih dari 1,0 ha sebanyak 132 RTP. Sektor peternakan berupa
pembudidayaan kerbau sebanyak 18 ekor yang berfungsi sebagai hewan peliharaan juga dapat dimanfaatkan tenaganya untuk membantu petani membajak
sawahnya. Ayam sebanyak 1.875 ekor, bebek 175 ekor dan kambing 275 ekor. Bahan galian yang diusahakan berupa galian pasir.
Luas dan hasil perkebunan di Desa Cijagang menurut jenisnya berupa kelapa yang diusahakan rakyat seluas 5 ha menghasilkan kelapa 5 tonha. Karet
yang diusahakan oleh rakyat seluas 30 ha menghasilkan 1,5 tonha. Kepemilikan lahan perkebunan yaitu Jumlah rumah tangga pemiliki perkebunan 1.125 RTP
dengan rincian yang memiliki kurang dari 0,5 ha sebanyak 700 RTP, yang memiliki antara 0,5-1,0 ha sebanyak 115 RTP, yang memiliki lebih dari 1,0 ha
sebanyak 330 RTP. Luas menurut pemilikan hutan 363,41 yang terbagi ke dalam dua yaitu hutan milik adat masyarakat adat yang diusahakan oleh masyarakat
seluas 195,23 ha sedangkan yang dikelola oleh Perhutani seluas 168,19 ha. Luas lahan penggembalaan ialah 5 ha, sedangkan bahan galian berupa batu sebanyak
100 ton tahun.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Kebon campuran yaitu kebon yang ditanami dengan berbagai kombinasi tanaman yaitu tanaman utama berupa karet, tanaman kombinasinya yaitu padi,
pisang dan tanaman pertanian. Di sisi lahannya petani memanfaatkannya dengan menanam beberapa pohon jengjen ataupun buah-buahan. Sedangkan kebon
monokultur yaitu kebon yang ditanami satu jenis tanaman yaitu karet ataupun jengjen. Petani lebih banyak menggunakan sistem kebun campuran karena
hasilnya lebih banyak yaitu adanya hasil sementara dari tanaman kombinasi sebelum tanaman utama dipanen.
Kepemilikan tanah yang digunakan untuk kebon yaitu tanah milik dan tanah kas desa tanah gege. Penggarapan tanahnya ada yang dilakukan oleh
pemilik lahan dan adapula yang menggunakan jasa buruh tani. Petani yang mempunyai lahan cukup luas memberikan kesempatan kepada petani yang tidak
mempunyai lahan untuk menanam tanaman pertanian di lahan miliknya yang ditanami karet dengan syarat lahan tersebut harus dipelihara. Pembagian hasil
pertanian tidak ditetapkan besarnya tetapi secara sukarela. Luas lahan rata-rata yang dimiliki oleh petani berkisar antara 1-3 hektar orang.
Menurut Geertz dalam Iskandar 2001, praktek berladang atau kebon memberikan keuntungan antara lain memberikan hasil yang berkelanjutan, adanya
keanekaragaman bahan pangan yang dihasilkan sepanjang tahun, terhindar dari bahaya kegagalan panen karena hama, mereduksi tumbuhan pengganggu, efisien
dalam penggunan energi, menjaga unsur hara tanah dan konservasi keanekaragaman genetik.
5.1 Pengetahuan dalam Pengelolaan Kebon
Pengelolaan kebon dapat dirinci ke dalam berbagai kegiatan yaitu persiapan lahan, persiapan bibit, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan.
1. Persiapan Lahan
Kegiatan dalam persiapan lahan antara lain upacara penumbalan atau ritual, membersihkan lahan nyacar, membakar ngadurukan, menggali tunggul
kayu ngarangrang, dan membersihkan lahan dari tanaman yang baru tumbuh ngesrik.
Secara umum kegiatan pertama yang dilakukan dalam sistem pengelolaan kebon di Desa Cijagang dan Desa Sukamulya adalah ritual pembukaan lahan atau
penumbalan. Kegiatan ritual masih digunakan oleh sebagian petani dan petani lainnya tidak menggunakannya, hal ini sangat tergantung kepada keyakinan
masyarakat dan keadaan lahannya itu sendiri.
Gambar 2 Seorang “Ahli Ritual” sedang melakukan ritual
sebelum pembukaan lahan Ritual merupakan permohonan izin kepada Allah SWT agar penghuni
daerah tersebut tidak merasa terganggu dengan aktivitas yang dilakukan dalam pengelolaan kebon yang akan dibuka. Bentuk pengucapan mantra pada saat ritual
seperti yang diucapkan oleh bapa BM ialah sebagai berikut: “Berkah salamet babadna, tanahna, nitipkeun masalah baralana.
Sanes nyingkirkeun tapi merenahkeun ” artinya: “Semua orang
yang bekerja dalam kegiatan pembukaan lahan selamat, serta kegiatan tersebut mejadi berkah dan tanahnya gembur. Saya
titipkan masalahnya, saya tidak bermaksud mengusir tapi memindahkan pada tempat yang seharusnya
”
Mantra ditujukan kepada mahluk yang tinggal ditempat yang akan digarap, fungsi pembacaan mantra supaya mahluk penghuni lahan tidak mengganggu para
pekerja dan untuk meminta tolong untuk menjaga tanamannya agar tidak terserang hama penyakit. Hewan yang berbahaya harus dipindahkan ke tempat
yang selayaknya, sehingga hewan tersebut tidak akan terganggu kehidupannya. Petani lainnya melakukan ritual dengan bentuk ritual berupa pembacaan
basmalah, ayat kursi kemudian membaca doa salamun alaa nuhi wal-mursaliin kemudian membakar kemenyan setelah itu mengikat alang-alang.
Tabel 8 Jumlah Informan yang melaksanakan kegiatan ritual
No Pelaksanaan
Ritual Kegiatan Ritual
Jumlah Informan orang Desa Cijagang
Desa Sukamulya
1 selalu
dilakukan seluruhnya
a. Dengan memberikan sesajen
berupa rokok, kopi dan lain- lain. Ditujukan kepada leluhur
yang berada di daerah tersebut. b.
Dengan menggunakan garam. Kegiatan ini bertujuan untuk
mengusir ular. c.
Dengan doa
saja yang
ditujukan kepada Allah SWT berupa ayat kursi dan doa Nabi
Sulaiman. 20
14
2 Kadang-
kadang sebagian
a. Dengan memberikan sesajen
berupa rokok, kopi dan lain- lain. Ditujukan kepada leluhur
yang berada di daerah tersebut b.
Dengan menggunakan garam. Kegiatan ini bertujuan untuk
mengusir ular. 2
9
3 Tidak
Tidak ada 8
7 Total
30 30
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui kondisi umum masyarakat Desa Cijagang dan Desa Sukamulya terdiri dari berbagai karakteristik masyarakat, ada
yang berasal dari pesantren beserta santri-santrinya, adapula yang berasal dari masyarakat yang masih memegang teguh aturan yang berasal dari nenek
moyangnya sehingga mereka masih menggunakan ritual-ritual.
Masyarakat lainnya mempunyai pengetahuan akademis cukup tinggi, sehingga dalam bentuk ritual ada yang masih menggunakan dan ada pula yang
tidak menggunakannya lagi. Masyarakat Cijagang dan Sukamulya terdiri dari berbagai golongan, tetapi tidak pernah ada perselisihan diantara mereka, hal ini
disebabkan karena diantara masyarakat tersebut masih memegang teguh nilai-nilai saling menghormati dan menghargai antara satu dengan lainnya. Ritual hanya
merupakan upaya yang dilakukan bukan suatu kemutlakan, sehingga walaupun ritual selalu dilakukan, tanaman tidak selalu berhasil sesuai harapan petani.
Petani yang menggunakan ritual atau tumbal dengan menggunakan garam bertujuan agar ular yang berada di lahan tersebut menyingkir dan tidak
mengganggu para pekerjanya. Alasan petani menggunakan ritual dengan garam karena ular sangat sensitif terhadap garam. Petani tidak membunuh ular tersebut
melainkan hanya menggerakkannya agar pindah ke lokasi yang lain. Nilai-nilai yang terkandung di sini ialah bahwa antar sesama mahluk Tuhan tidak boleh
saling mengganggu, mereka menganggap bahwa ular juga berhak untuk hidup selama tidak mengganggu dilarang untuk dibunuh. Golongan petani ini
menganggap ritual dengan menggunakan garam saja sudah cukup dan yakin tidak perlu menggunakan sesajen lainnya.
Petani yang menggunakan ritual berupa pembacaan doa-doa yang ditujukan kepada Allah tanpa menggunakan sesajen hanya do´a saja yang berupa
surat alfatihah, ayat kursi dan juga do´a Nabi Sulaiman yang dilakukan sebelum kegiatan nyacar. Setiap akan melakukan kegiatan pengelolaan lahan selalu
diawali dengan membaca Basmalah ”. Petani yang melakukan ritual dengan doa
berasal dari pesantren dan orang-orang yang menjadikan segala tindakannya bersumber dari agama lihat Tabel 8 hal. 33.
Petani yang terkadang menggunakan ritual dan terkadang tidak, beralasan bahwa lahan yang mereka garap pernah ditumbal sebelumnya sehingga tidak
perlu ditumbal ulang lihat Tabel 8 hal. 33. Petani yang tidak menggunakan ritual atau tumbal sama sekali alasannya
karena mereka menganggap lahan yang digarap tidak terlalu angker sehingga tidak ditumbal terlebih dahulu dan sebagian lagi menganggap semua itu tidak
perlu karena jika ingin berhasil maka mereka berfikiran keberhasilan itu didapat
dengan kerja keras, menggunakan teknologi yang mutakhir, dan cara yang digunakannya benar secara ilmiah lihat Tabel 8 hal. 33.
Salah satu nilai yang berlaku dalam masyarakat ialah nilai saling menghormati dan menghargai antar sesama mahluk hidup, sehingga apabila akan
melakukan sesuatu hal maka petani harus izin terlebih dahulu kepada penghuni tempat tersebut begitu pula dalam kegiatan pembukaan lahan, maka petani harus
izin terlebih dahulu kepada makhluk penghuni tempat tersebut. Ritual juga merupakan penghubung antara dunia nyata dengan alam ghaib.
Gambar 3 Sesajen yang digunakan dalam upacara ritual Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan ritual atau tumbal ialah sesajen
yang berupa berbagai tanaman seperti hanjuang merah dan tamiang ukur bambu. Sesajen dari makanan berupa kunyit, kemiri, kencur, bawang merah,
bawah putih, pisang manggala, macam-macam kopi kopi pahit, kopi manis, air putih, dan air susu. Sedangkan yang dibakar berupa dukur, kemenyan dan rokok.
Penanaman pohon berkayu setelah lahan dihumaan terlebih dahulu maka sesajennya ditambah dengan nasi tumpeng, panggang ayam dan 5 atau tujuh jenis
rujak-rujakan. Kegiatan kedua ialah nyacar, yaitu kegiatan membersihkan lahan dengan
memotong ranting, membersihkan semak belukar dan rumput yang akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Kegiatan nyacar memerlukan waktu
seminggu sampai sebulan tergantung luas lahan dan jumlah pekerjanya, biasanya dilakukan pada bulan Juli sampai Desember yaitu pada saat musim kemarau,
tetapi rata-rata petani melakukan kegiatan nyacar pada bulan Juli. Sebelum dilakukan penyacaran ada juga petani yang menggunakan pestisida tujuannya
untuk mempermudah dalam mencabut rumput-rumputan dan tanaman bawah lainnya. Petani yang menggunakan pestisida tidak membakar rumput-rumput yang
dicacar tetapi hanya mengumpulkannya di sebelah sisi lahan miliknya. Penggunaan pestisida memerlukan biaya yang besar sehingga hanya petani yang
mempunyai modal cukup besar yang menggunakannya. Nyacar dilakukan dengan dua metode, yang pertama nyacar yang dilakukan pada semua lahan, yang kedua
nyacar yang dilakukan dengan cara disalur, yaitu nyacar sebagian lahan dengan pembersihan lahan yang akan ditanami karet saja. Petani melakukan nyacar
dengan salur alasannya ialah untuk menghemat biaya dan sistem ini biasanya dilakukan oleh petani yang tidak menanami lahannya terlebih dahulu dengan padi
tetapi langsung ditanami dengan karet. Kegiatan selanjutnya yaitu Ngadurukan yang merupakan kegiatan untuk
membuka lahan dengan cara membakar semak belukar, ranting dan rumput yang sudah dicacar. Cara menghindari menjalarnya api ke lahan milik orang lain
dengan membersihkan lahan yang berbatasan dengan lahan orang lain dengan lebar lahan yang dibersihkan ialah 2 m. Teknik pembakaran yang baik ialah
dengan cara membakar rumput yang telah dikumpulkan pada bagian ujungnya. Lokasi pembakaran berupa tebing teknik pembakaran dari sebelah atas kemudian
api akan menjalar ke bawah. Nilai-nilai yang terdapat dalam kegiatan ngadurukan ialah kebersamaan antar petani yang terlihat dari kegiatan ngadurukan yang
dilakukan secara bersama-sama. Nilai-nilai lainnya yaitu sikap saling menghargai antar petani, hal ini terlihat dari kegiatan ngadurukan yang dilakukan secara hati-
hati agar tidak menyebabkan kebakaran pada lahan milik orang lain. Ngadurukan dilakukan dengan memperhatikan arah dan kecepatan angin, jika angin berhembus
dengan sangat kencang, maka sebaiknya tidak melakukan kegiatan ngadurukan. Kegiatan selanjutnya ialah ngarangrang dan ngesrik yaitu kegiatan
membersihkan tunggul-tunggul kayu dan tanaman pendek berupa rerumputan yang baru tumbuh. Waktu ngarangrang ini berbeda-beda, untuk sisa-sisa kayu
besar yang berupa tunggul setelah satu bulan dirangrang kemudian dibakar sedangkan untuk sisa-sisa kayu kecil yang berupa ranting-ranting setelah 20 hari
kemudian dikumpulkan dan dibakar. Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan nyacar ini masih tergolong
sederhana seperti parang, golok, sara dan cangkul. Alat-alat yang digunakan
dalam kegiatan ngadurukan ialah sara dan korek api. Alat-alat dalam kegiatan ngesrik dan ngarangrang yaitu parang dan golok.
Penggunaan alat-alat tersebut alasannya karena mudah diperoleh, harganya terjangkau dan mudah pengoperasiannya. Parang fungsinya untuk memotong
tanaman perdu, membersihkan rumput dan tanaman menjalar yang tumbuh disekitar lahan. Cangkul digunakan untuk membalikkan tanah dan mengangkat
tunggul pohon dan akar-akar tumbuhan. Sara untuk mengumpulkan rumput dan semak belukar yang sudah dicacar sedangkan golok untuk memotong ranting.
Kegiatan ritual atau tumbal, nyacar, dan ngadurukan ini dilakukan oleh laki-laki, sedangkan perempuannya membantu mengumpulkan rumput dan semak
belukar yang sudah dicacar, ngesrik dan ngarangrang. Penumbalan dilakukan langsung oleh pemilik lahan, tetapi ada pula yang
meminta bantuan orang yang ahli dalam penumbalan. Kegiatan ritual yang dilakukan sendiri oleh pemilik lahan ritualnya berupa pembacaan doa-doa. Ritual
yang dilakukan oleh orang yang ahli ialah ritual yang menggunakan sesajen karena tidak semua orang dapat melakukan kegiatan tersebut. Nyacar dilakukan
oleh pemilik lahan beserta keluarganya dan ada pula yang diburuhkan kepada orang lain.
Tabel 9 Jumlah Informan yang melaksanakan kegiatan pembukaan lahan
No Nama Kegiatan
Jumlah informan Desa Cijagang
Desa Sukamulya Melakukan
Tidak Melakukan
Tidak
1. Nyacar
membersihkan lahan
30 30
2. Ngadurukan membakar
20 10
16 14
3. Ngesrik dan ngarangrang
pembersihan paska
pembakaran 20
10 16
14
Dari 30 orang Informan yang diwawancarai di Desa Cijagang, yang melakukan kegiatan nyacar sebanyak 30 orang 100. yang melakukan kegiatan
ngadurukan, ngesrik dan ngarangrang sebanyak 20 orang 66,7 dan 10 orang petani 33,3 tidak melakukan kegiatan ngadurukan, ngesrik dan ngarangrang.
Berdasarkan hasil wawancara di Desa Sukamulya, dari 30 orang petani yang diwawancarai, petani yang melakukan kegiatan nyacar sebanyak 30 orang
100. Petani yang melakukan kegiatan ngadurukan, ngesrik dan ngarangrang sebanyak 16 orang 53,3. dan 14 orang petani 46,7 tidak melakukan
kegiatan tersebut. Kegiatan yang dilakukan oleh laki-laki termasuk pekerjaan yang berat dan
memerlukan tenaga besar, sedangkan perempuan turut serta dalam kegiatan yang memerlukan tenaga kecil, dan ketekunan. Perempuan hanya sedikit yang terlibat
dalam kegiatan ini karena masyarakat masih menganggap bahwa perempuan itu sebaiknya bekerja dirumah mengurus rumah tangga.
Petani yang yang melakukan kegiatan ngadurukan ialah petani yang menanami lahannya dengan padi sebelum ditanami tanaman berkayu, dengan
dibakar terlebih dahulu maka tanah menjadi subur hal ini ditandai dengan munculnya petetan tanaman kayu dari sisa pembakaran. Sisa pembakaran baik
untuk pertumbuhan tanaman padi selain itu juga untuk membunuh hama dan penyakit yang ada ditanah, sedangkan petani yang tidak melakukan kegiatan
ngadurukan alasannya karena tanah yang mereka garap tidak ditanami dengan padi terlebih dahulu. Seorang petani yang diwawancarai mengatakan tidak
melakukan kegiatan ngadurukan karena jika lahan dibakar maka tanahnya menjadi kering.
Menurut Nugraha 2005, tujuan pembakaran secara umum adalah sebagai berikut:
1. Mengubah tumbuh-tumbuhan yang telah ditebas dan ditebang menjadi
abu, sehingga akan mudah diserap oleh akar-akar tanaman ladang. 2.
Mematikan tumbuhan yang masih hidup diladang termasuk pohon-pohon yang sulit ditebang pada saat nyacar.
3. Mencegah tumbuhnya pohon-pohon baru sehingga menghilangkan
persaingan bagi tanaman padi ladang untuk mendapatkan sinar matahari, embun dan zat besi.
Petani yang melakukan kegiatan ngesrik dan ngarangrang tujuannya agar memudahkan dalam kegiatan penanaman dan untuk mengantisipasi terjangkitnya
tanaman oleh hama dan penyakit. Lahan yang banyak ditumbuhi gulma
mengakibatkan tanaman pokok yang baru tumbuh rentan terhadap serangan hama dan penyakit selain itu pertumbuhannya juga kurang cepat, karena kalah dalam
persaingan makanan. Petani yang tidak melakukan kegiatan ngesrik dan ngarangrang alasannya untuk menghemat biaya.
Selama kegiatan persiapan lahan pantrangannya tidak ada, tetapi bagi sebagian petani pada hari jumat pagi sampai siang mereka tidak melakukan
aktivitas dilahannya karena mengingat waktu yang sempit terkait dengan ibadah shalat jumat. Hari jumat merupakan hari yang suci, sehingga tidak boleh
dilewatkan tanpa beribadah kepada Allah. Sebagian petani sudah tidak mengindahkan hal tersebut karena sudut pandangnya sudah berubah lebih ke arah
materi. Petani yang sudah tidak mengindahkan larangan tersebut tetap bekerja pada hari jumat pagi karena bagi mereka setiap hari harus dimanfaatkan untuk
bertani.
2. Persiapan bibit
Persiapan bibit karet dimulai dengan mencari biji dari pohon yang bagus yaitu pohon yang getahnya banyak lalu diipuk atau dengan membuat persemaian.
Setelah tinggi tanaman kira-kira 4 meter kemudian distum dipangkas daunnya. Kegiatan penyetuman dilakukan pada bulan Oktober sampai November, jika
melebihi waktu tersebut hasilnya kurang baik. Sumber bibit karet yang digunakan dalam penanaman bermacam-macam ada yang berasal dari ipukan, persemaian
atau bumbungan dan dari langsung ditanam dari bijinya. Khusus untuk tanaman jengjen bibit dapat diperoleh dari tunas yang baru tumbuh dari tunggul pohon
yang sudah ditebang. Rangkaian kegiatan penanaman dimulai dengan mempersiapkan bibit terlebih dahulu. Pada saat melakukan persiapan lahan
dilakukan juga persiapan bibit. Kegiatan persiapan bibit adalah dengan membuat persemaian atau ipukan terlebih dahulu.
Kegiatan yang dilakukan dalam membuat persemaian terdiri dari persiapan lahan, perlakuan terhadap biji dan proses penanaman. Persiapan lahan yang
dilakukan untuk membuat persemaian ialah dengan memperhatikan kondisi lahannya. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam membuat persemaian yaitu
dalam pemilihan tempat dan pengkondisian lingkungan. Menurut kepercayaan
masyarakat tempat untuk membuat persemaian harus menghadap ke Wetan , tanahnya harus gembur, dekat dengan sumber mata air, lokasi yang strategis
sehingga mempermudah dalam proses transportasi. Jarak yang terlalu jauh akan menyebabkan menurunnya kualitas bibit.
Pemilihan tanah yang bagus biasanya yang berada dibawah rumpun bambu karena pada daerah tersebut mengandung
pupuk yang berasal dari serasah daun bambu. Tanah yang subur biasanya tanah yang berwarna merah. Arah Wetan merupakan arah terbit matahari sehingga
tanaman dapat tersinari sepanjang hari yang dapat mengakibatkan tanaman yang tergenang air menjadi cepat kering. Tanaman yang kering dapat terhindar dari
serangan hama dan penyakit sehingga pertumbuhannya baik. Cara pembukaan lahan untuk pembuatan persemaian ialah dengan
membabat terlebih dahulu lahannya jika banyak ditumbuhi oleh rerumputan dan tanaman bawah lainnya. Setelah tanahnya bersih dicangkul dan digemburkan
dengan garpu, kemudian masukkan tanah beserta media lainnnya yang berupa bekatul, kompos dan pupuk kandang
. Setelah itu membuat bedengan dan barisan
yang sejajar. Polibag biasanya diganti dengan plastik berukuran 0.25 kg yang transparan tetapi yang lebih bagus plastik yang berukuran 0.5 kg transparan.
Setelah lahan siap, tahap selanjutnya ialah memberikan perlakuan terhadap biji yang akan ditanam. Kegiatan persiapan biji yang akan ditanam ialah menjemur
biji, setelah kering kemudian rendam dengan air hangat setelah itu tiriskan dalam ayakan saringan setelah itu ditogekeun atau dibiarkan sampai menjadi kecambah.
Biji dimasukkan ke dalam bumbung dan atur barisannya agar rapi serta mudah dalam pemeliharaan. Setelah satu minggu kemudian disiram. Bibit berada dalam
bumbungan selama tiga bulan sampai akhirnya dipindahkan ke lahan yang akan ditanami atau dijual kepada yang membutuhkan.
Dari satu sendok biji dapat diperoleh tanaman berjumlah 200-300 pohon, bahkan dari 1 cangkir dapat
ditanami ribuan pohon. Ciri-ciri benih yang bagus ialah benih yang tidak mengambang saat direndam dengan air dan warnanya kebiru-biruan.
Penanaman bibit persemaian dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus yaitu pada saat musim kemarau.
Dalam 100 m dapat ditanami 10000 bibit. Sumber bibit diperoleh dengan membeli biji dari toko pertanian.
Persemaian harus benar-benar pemeliharaannya agar bibit yang dihasilkan bagus. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bibit yaitu pemeliharaan
bibit yang berasal dari biji atau benih yang bagus dan tidak rentan terhadap penyakit, selain itu pemilihan lokasi harus benar-benar cocok dengan bibit yang
akan disemaikan. Apabila bibitnya baik maka getah karet yang dihasilkanpun baik sehingga pelanggan puas dan akan kembali memesan untuk periode penanaman
berikutnya. Pemeliharaan dilakukan dengan menyiram bumbung setiap hari pada pagi dan sore hari bahkan adapula yang melakukan penyiraman pada jam 5 pagi.
Sebelah sisi bumbungan ditahan dengan mengunakan bambu agar tidak roboh, selain itu juga harus diperhatikan jika ada tanaman merambat yang dapat
menyebabkan tanaman patah. Hama yang menyerang tanaman jengjen berupa ulat dan kutu yang berasal
dari pupuk kotoran ayam. Khusus untuk tanaman jengjen jika menggunakan campuran media tanah dengan pupuk kotoran ayam kurang bagus hasilnya.
Pemberantasan hama dengan disemprot cairan obat pembasmi hama. Takaran untuk ½ teng semprotan berisi air dicampur dengan ½ tutup obat. Tanaman yang
terserang hama ulat yaitu pada saat tanaman besarnya mencapai 30 cm. Lamanya bibit berada dalam bumbungan kira-kira tiga bulan atau dilihat besarnya jika
kelilingnya sudah mencapai 40 cm maka sudah siap untuk dipindahkan. Bumbung yang diusahakan sebanyak 1.000 bumbung dan yang laku terjual
sebanyak 800 pohon. Penjualan bibit tidak terlalu sulit, pembeli biasanya langsung datang sendiri ketempat persemaian. Pembeli ini baik perorangan
maupun pemborong atau kelompok, dahulu harganya bibit Rp 500 rad. Persemaian harus sering disiiram karena pembuatan persemaian dilakukan saat
musim kemarau, hal ini disesuaikan dengan penanaman di lahan yang biasanya dilakukan pada bulan Januari atau pada saat musim hujan sehingga bibit harus
siap sebelum musim tanam, selain itu jika terlalu banyak air akibat hujan justru berakibat kurang baik bagi tanaman yang disemaikan. Cara-cara membuat ipukan
diawali dengan mencangkul tanah kemudian ditambah dengan pupuk kandang supaya lebih gembur tanahnya. Jarak tanam antar bibit ialah 25 cm sedangkan
tanah yang dijadikan lokasi ipukan lebarnya 1 meter dan panjangnya tidak tentu sesuai dengan kebutuhan akan bibit. Pembuatan parit dilakukan dengan tujuan
agar air mengalir, selain itu juga untuk memudahkan dalam pengontrolan dan pemeliharaan hasil ipukan tersebut. Setelah bibit tumbuh dan besarnya mencapai
sebesar pergelangan tangan kemudian dipindahkan ke lahan yang akan ditanami. Pengambilan bibit atau pancer tidak boleh dicabut melainkan dibongkar agar
akarnya tidak pecah, sebab apabila akarnya pecah akan mengakibatkan pertumbuhan yang kurang baik bahkan mati, selain itu akar menjadi kering
sehingga rentan terhadap serangan hama yang berupa jamur dan rayap. Kegiatan ngipuk dilakukan pada bulan Desember. Jumlah pohon dalam satu hektar sekitar
600 pohon. Jarak tanam dalam ipukan kira-kira 25 cm, sehingga dalam satu meter ada empat pohon dengan panjang bedengan yang tidak terbatas sesuai lahan yang
dimiliki oleh petani. Benih yang berasal dari persemaian biasanya lebih bagus karena akarnya tidak pecah. Tanaman yang diambil dari kongkoak lihat Gambar
4 akan pecah akar sehingga tanaman menjadi kering. Jengjen tidak perlu diluju karena akarnya mayang atau menyebar. Karet yang ditanam ialah karet yang
sudah cumileuh atau ada matanya. Dalam sehari para pekerja mampu menanam sekitar 25 pohon. Sifat bibit bumbung biasanya lebih jelek dari bibit ipuk, hal ini
dapat terjadi karena akar tanaman agak rusak pada saat plastik pembungkusnya di buka waktu penanaman.
Gambar 4 Kongkoak yang sudah siap ditanam. Petani yang sumber bibitnya berasal dari usaha sendiri terbagi menjadi tiga
macam berdasarkan biji karet yang ditanamnya yaitu biji yang berasal dari bibit lokal atau bibit kampung selling, biji yang berasal dari bibit yang diberikan dari
penyuluh pertanian biasanya merupakan bibit yang sudah disilangkan petani menyebutnya bibit kawinan, dan bibit yang berasal dari perkebunan. Di Desa
Cijagang petani yang sumber bibitnya berasal dari bibit lokal sebanyak 9 orang, bentuk persiapan bibitnya ialah dengan membuat ipukan dari biji yang berjatuhan
yang berasal dari pohon yang getahnya banyak atau yang berasal dari kongkoak yang kemudian dipindahkan ketempat khusus kemudian dirawat sampai siap
untuk dipindahkan ke lahan yang akan ditanami dan hanya satu orang saja yang sumber bibitnya berasal dari persemaian. Petani yang sumber bibitnya berasal dari
penyuluh pertanian sebanyak 4 orang dan bentuk persiapan bibitnya berupa persemaian atau ipukan. Petani yang menggunakan bibit dari perkebunan
sebanyak 4 orang bertuk persiapan bibitnya dengan membuat ipukan. Petani yang menggunakan sumber bibit dengan membeli dari orang yang membuat persemaian
atau ipukan sebanyak 13 orang, sedangkan di Desa Sukamulya petani yang sumber bibitnya berasal dari bibit lokal sebanyak 20 orang, bentuk persiapan
bibitnya ialah dengan membuat ipukan dari biji yang berjatuhan yang berasal dari pohon yang getahnya banyak atau yang berasal dari kongkoak yang kemudian
dipindahkan ketempat khusus kemudian dirawat sampai siap untuk dipindahkan ke lahan yang akan ditanami. Petani yang sumber bibitnya berasal dari penyuluh
pertanian sebanyak 2 orang dan bentuk persiapan bibitnya berupa ipukan dengan biji yang berasal dari pohon yang diberikan oleh penyuluh pertanian dan yang
terakhir petani menggunakan bibit dengan cara membeli sebanyak 8 orang, bentuk persiapan bibitnya dengan membuat ipukan dan persemaian Lihat Tabel 10.
Tabel 10 Jumlah Informan menurut bentuk persiapan bibit yang dilakukannya
No Bentuk Persiapan
Bibit Jumlah Informan jiwa
Desa Cijagang Desa Sukamulya
1 Kongkoak dan ipukan 9
20 2 persemaian dan ipukan
4 2
3 Ipukan 4
- 4 Membeli bibit jadi
13 8
Total 30
30
Orang yang bekerja pada saat memasukkan tanah ke dalam kantung plastik dilakukan oleh anak-anak dan ibu-ibu, mereka melakukan pekerjaan ini setelah
pekerjaan dirumah selesai dan anak-anak setelah pulang sekolah dengan upah
RP 50 plastik, sehingga sambil mengisi waktu luang sambil mencari uang. Bagi pemilik persemaian merupakan suatu kesenangan karena dapat menyediakan
lapangan pekerjaan baru bagi orang lain dan jika dikerjakan sendiri maka waktunya lama. Fungsi pembuatan persemaian adalah untuk menciptakan
kebersamaan diantara para pekerja. Perlakuan biji dilakukan oleh ibu-ibu tetapi sebagian besar kegiatan pembuatan persemaian dilakukan oleh laki-laki.
Petani yang membuat persemaian sebanyak lima orang tetapi hanya seorang saja yang membuatnya dengan tujuan untuk menjualnya sementara empat
orang lainnya membuat persemaian untuk memenuhi kebutuhan akan bibit untuk lahannya sendiri.
Alat-alat yang digunakan dalam membuat persemaian ialah parang yang gagangnya terbuat dari kayu dan parangnya dari baja, fungsinya untuk
membersihkan lahan saat ngored. Cangkul untuk menggemburkan tanah terbuat dari kayu dan baja, golok untuk membelah bambu sebagai penahan bumbungan,
mangkok untuk merendam biji terbuat dari plastik yang tahan panas, emrat terbuat dari alumunium untuk menyiram tanaman, teng semprotan fungsinya untuk
menyemprot tanaman terbuat dari alumunium, plastik atau polibag berukuran 0,25 atau 0,5 untuk memasukkan media tanah dan campuran lainnya.
3. Penanaman
Penanaman terdiri dari berbagai kegiatan yaitu pembuatan ajir untuk mengukur jarak tanam, lombang atau lubang tanam, penanaman tanaman padi
ataupun tanaman pertanian lainnya dan penanaman pencer karet atau bibit jengjen.
Kegiatan pembuatan ajir dilakukan pada bulan Juli sampai September tetapi rata-rata petani melakukannya pada bulan September. Ngalombang
dilakukan pada bulan Agustus sampai Oktober tetapi rata-rata petani melakukannya pada bulan September. Ngalombang dilakukan pada saat musim
hujan akan segera datang. Penanaman dilakukan pada bulan November sampai bulan April untuk penanaman tanaman pokok yang berupa karet dan jengjen,
sedangkan untuk penanaman tanaman jarak pendek dilakukan pada bulan Oktober
sampai November, akan tetapi rata-rata petani melakukan penanaman pada bulan Januari yaitu pada saat awal musim hujan.
Pembuatan ajir bertujuan untuk mengatur jarak tanam. Jarak tanam yang dibuat oleh petani di Desa Cijagang dan Desa Sukamulya bermacam-macam dan
sumbernyapun bermacam-macam. Sebagian petani menganggap bahwa jarak tanam harus disesuaikan dengan yang telah diajarkan oleh penyuluh pertanian
tetapi sebagian besar membuat jarak tanam sesuai dengan pengalaman mereka selama bertani atau dari orang-orang terdahulu. Petani lainnya sama sekali tidak
menggunakan jarak tanam, baginya setiap jengkal tanah harus dimanfaatkan seoptimal mungkin tidak boleh dibiarkan kosong.
Jarak tanam untuk tanaman karet ialah sebagai berikut: 2x4 m; 2x7 m; 3x5 m; 3x4 m; 3x6 m; 3x7 m; 4x4 m; 4x7m; 6x4 m. Tanaman jengjen lebih rapat lagi
yaitu: 2x2 m; 2x3 m; 2x4 m; 2.5x3 m; 2.5x4 m; 3x3 m. Jarak tanam yang
digunakan oleh petani hutan rakyat secara umum tidak beraturan, sedangkan jarak tanam yang dibuat oleh petani di lahan PHBM milik Perum Perhutani cukup
teratur.
Gambar 5 Jarak tanam pohon karet. Ket: A Pada lahan Milik Petani; B Pada lahan Milik Perum Perhutani.
Lokasi yang digunakan sebagai hutan rakyat cukup luas maka jarak tanamnya lebar, tetapi jika sedikit maka jarak tanamnya berdekatan. Jarak tanam
pada bagian lebarnya 4 meter harus menghadap sinar matahari agar cukup tersinari dan sesudah musim hujan maka pohon akan cepat mengering sehingga
tidak lembab, agar tidak mudah terserang hama dan penyakit. Dari luasan tanah satu hektar dengan jarak tanam yang bermacam-macam di atas maka dapat
ditanami dengan pohon jengjen ataupun karet berkisar antara 300-1000 pohon untuk karet. Jengjen jarak tanamnya lebih rapat maka dalam luasan lahan satu
hektar dapat ditanami pohon dengan jumlah berkisar antara 600-1500 pohon.
Pembuatan lombang atau lubang tanam. Pada saat akan ditanam terlebih dahulu diberi pupuk kandang. Penanaman dengan mengunakan luju agar pancer
tidak goyah. jengjen akarnya berupa akar serabut sehingga tidak perlu terlalu padat tanahnya, sedangkan penanaman karet yang berasal dari bumbungan maka
dalam lombang dikoer untuk tempat menyimpan bibit seukuran dengan besarnya bumbungan. Bibit yang sudah siap tanam dipindahkan ke lahan yang akan
ditanam, ada pula yang memasukkan apu atau kapur ke dalam lombang untuk menjaga agar tanaman terhindar dari serangan hama akar yang berupa jamur dan
rayap pada tanaman karet. Lombang dibiarkan terlebih dahulu sebelum ditanami bibit agar tanah tidak asam dan bakterinya mati atau yang sering disebut dengan
“Ditiiskeun”. Petani yang memasukkan kapur ke dalam lombang untuk menjaga agar tanaman yang ditanam terhindar dari serangan hama akar yang berupa jamur
dan rayap yang suka menyerang tanaman karet. Teknik pembuatan lombang pada tanaman karet yaitu dengan teknik
menimbun tanah menggunakan dua kali tahap penimbunan. Pertama lombang ditimbun dengan tanah sampai tengah lombangnya kemudian padatkan setelah itu
lombang ditimbun lagi dengan tanah tetapi tidak boleh terlalu padat. Cara seperti ini dilakukan untuk mengantisipasi pecahnya tanah yang dapat berakibat pada
pecahnya akar yang dapat mengakibatkan pertumbuhan karet terhambat. Pada saat musim kemarau tanah menjadi kering tetapi jika tanah bagian atas tidak terlalu
padat atau gembur maka tanah tidak mudah pecah. Para pekerja dalam kegiatan ngalombang ini ialah laki-laki karena kegiatan ini membutuhkan tenaga yang
besar. Pekerja dalam kegiatan ini adalah pemilik lahan beserta keluarganya. Petani yang mengolah lahannya dengan menggunakan jasa buruh tani biasanya lebih
diutamakan orang-orang yang berada di desanya terlebih dahulu. Upah petani sebesar Rp.25.000 dengan jam kerja dari jam 7.00 wib sampai jam 12.00 wib.
Menurut penuturan Bapa DS pengerukan tanah untuk lombang yang baik harus dipisahkan antara yang lebar 30 cm pertama disimpan sebelah kanan
sedangkan 30 cm yang dalamnya disimpan di sebelah kiri. Pengurugan tanah dilakukan dengan memasukkan tanah yang ada di sebelah kanan dahulu yang
berasal dari permukaan baru kemudian yang sebelah kiri yang berasal dari tanah dalamnya.
Dari 30 Informan yang diwawancarai di Desa Cijagang 20 orang diantaranya melakukan kegiatan ngalombang yaitu membuat lubang untuk
tanaman karet ataupun jengjen dan 10 orang tidak melakukan kegiatan tersebut sedangkan di Desa Sukamulya semuanya melakukan kegiatan ngalombang yaitu
membuat lubang untuk ditanami karet ataupun jengjen. Ukuran lombang bermacam-macam tergantung pengalaman petani dalam menanam, ukuran
lombangnya ialah sebagai berikut: 30 cm x 30 cm x 30 cm, 30 cm x 30 cm x 40 cm, 30 cm x 30 cm x 50 cm, 50 cm x 50 cm x 40 cm; 50 cm x 50 cm x 50 cm60
cm x 60 cm x 40 cm; 70 cm x 70 cm x 40 cm. Ukuran lombang yang banyak digunakan ialah 50 cm x 50 cm x 50 cm.
Setelah distum pancer dibiarkan selama 15-20 hari sampai keluar bakal tunas kemudian ditanam, jika langsung ditanam setelah distum maka hasilnyapun
kurang baik. Penanaman jengjen tidak boleh dimasukkan terlalu dalam karena menurut salah seorang petani masuknya akar dengan bantuan sinar matahari. Hal
ini sangat berbeda dengan tanaman karet, dimana karet yang ditanam pada lubang yang dalam. Tujuannya adalah agar akarnya kuat menyangga batangnya. Lubang
tanam yang kurang dalam mengakibatkan batang jengjen mudah roboh jika terkena angin yang kencang. Setelah jengjen ditebang habis kemudian lahan
ditanami dengan tanaman buah-buahan seperti mangga dan kecapi. Bibit jengjen yang ditanam dapat menggunakan tunas yang tumbuh dari pohon yang sudah
ditebang, kemudian tunggulnya dibiarkan dan tunas yang baru tumbuhnya dipelihara. Jika tunas yang tumbuh lebih dari satu maka yang tetap dipelihara
maksimal dua tunas. Penanaman langsung dari biji tumbuhnya lebih lama dan prosesnya lebih sulit.
Tanaman-tanaman jarak pendek tersebut dikombinasikan dengan tanaman jengjen dan karet karena tidak mengganggu pertumbuhan tanaman karet bahkan
dengan dilakukannya pengkombinasian tanaman tersebut ketika dilakukan pemeliharaan terhadap tanaman jarak pendek dan menengah maka tanaman
jangka panjangnya ikut terpelihara. Tanaman jarak pendek dan tanaman jarak menengah tidak lagi ditanam setelah tanaman karet atau jengjen tumbuh tinggi
dan tajuknya semakin lebar karena pertumbuhannya kurang bagus akibat persaingan mineral tanah, air dan sinar matahari.
Tanaman yang dikombinasikan dengan tanaman karet ini adalah merupakan jenis yang berbeda-beda. Tanaman kombinasi yang merupakan
tanaman jarak panjang berupa pohon berkayu. Jenis-jenis tanaman berkayunya adalah sebagai berikut: jengjen, kayu afrika, cangkrik mindi sedangkan pohon
buah-buahan berupa durian dan kopi dan tanaman jarak menengah berupa padi dan pisang. Jenis-jenis padi yang ditanam di daerah Sukamulya yaitu yaitu pare
huma, jenisnya berupa pare hawara, bubuai, cere IR, dan sebagian lagi menanam padi ketan hitam dengan jenisnya berupa kutang dan mohai. Tanaman jarak
pendek berupa talas, kacang tanah dan jagung dan tanaman pagar berupa tanaman salak dan dadap cangkring. Khusus untuk tanaman jarak pendek dilakukan
penanaman sebelum karet atau jengjen ditanam. Setelah padi berusia 4 bulan kemudian karet, jengjen beserta tanaman jarak menengah ditanam. Pengambilan
keputusan untuk menanami lahan dengan tanaman pokok berupa karet ialah karena karet dapat tumbuh baik secara ekonomi hasilnya terus meningkat. Begitu
pula dengan jengjen secara ekologis tidak menyerap banyak air sehingga tidak merusak kesuburan lahan dan prospek pasar cukup menjanjikan.
Penanaman karet maupun jengjen menggunakan teknik yang berbeda. Sumber pengetahuan petani biasanya berdasarkan pengalaman mereka selama
bertani yang diperoleh melalui serangkaian uji coba hingga akhirnya mereka menemukan teknik yang tepat. Petani golongan ini berasal dari kaum bapa-bapa
atau orang yang sudah berusia lanjut sedangkan petani yang masih muda pengetahuan mereka berasal dari pengalaman orangtuanya. Petani tidak begitu
saja menerima pengalaman dari leluhurnya, tetapi mencoba juga teknik lainnya dalam rangka mencari teknik yang lebih baik lagi. Teknik penanaman karet dan
jengjen di kebon ialah penanaman tanpa melalui proses pengipukan dan persemaian, penanaman bibit yang melalui proses pengipukan serta penanaman
biji yang berasal dari persemaian. Petani melakukan teknik penanaman tanpa melalui proses pengipukan dan
persemaian dengan tujuan untuk menghemat biaya, mereka beralasan dengan membuat lombang terlebih dahulu, maka akan menambah biaya penanaman.
Penanaman dengan teknik ini membutuhkan waktu yang lama sampai menghasilkan getah karet, akan tetapi karet kampung usianya lebih panjang dari
pada karet yang berasal dari ipukan atau persemaian. Selain tanaman karet teknik penanaman seperti ini juga digunakan untuk penanaman jengjen.
Bibit yang berasal dari pengipukan harus dibongkar tidak boleh dicabut agar akarnya tidak rusak. Sebelum dibongkar bibit terlebih dahulu distum
kemudian dibiarkan selama 10-15 hari setelah keluar bakal tunas kemudian dibongkar lalu dipindahkan kelahan yang akan ditanami. Cara memindahkan bibit
dengan membongkarnya dari ipukan dan harus hati-hati agar tanahnya tidak pecah sehingga akarnya tidak rusak kemudian masukkan kedalam lombang yang sudah
disiapkan sebelumnya lalu diurug dengan tanah kemudian dinjak agar pancer kuat tidak goyah.
Bibit yang berasal dari persemaian berada dalam bumbungan, setelah cukup waktunya untuk dipindahkan maka karet tersebut distum kemudian
diamkan selama 7-15 hari setelah itu siap untuk dipindahkan. Cara memindahkannya bibit ialah dengan membuka polibagnya dan harus hati-hati agar
tanahnya tidak pecah sehingga akarnya tidak rusak kemudian lombang yang sudah disiapkan sebelumnya dikoer sesuai dengan besarnya ukuran tanah yang
membungkus akar tanaman tadi kemudian masukkan lalu diurug dengan tanah kemudian dinjak agar pancer kuat tidak goyah.
Orang-orang yang bekerja didominasi oleh laki-laki hanya pekerjaan tertentu saja yang melibatkan perempuan. Perempuan biasanya dilibatkan dalam
kegiatan penanaman tanaman jarak pendek yang dilakukan dengan teknik yang tidak menggunakan lombang tetapi langsung diluju. Ngaluju ini biasanya
dilakukan oleh satu-dua orang laki-laki kemudian beberapa perempuan memasukkan biji ke dalam lubang yang telah diluju. Kegiatan ini banyak
dilakukan pada saat penanaman jengjen dan tanaman jarak pendek. Penanaman dilakukan oleh pemilik lahannya beserta anggota keluarga dan beberapa buruh
tani, sehingga pada tahapan ini dapat menjadi sumber lapangan kerja bagi orang yang tidak mempunyai lahan.
Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan pembukaan lahan ini adalah parang, golok, sara, dan cangkul. Ukuran dari alat-alat tersebut standar. Bahan
yang digunakan untuk parang gagangnya terbuat dari kayu keras dan parangnya dari baja demikian pula dengan golok dan sara. Fungsi parang ialah untuk
membersihkan rumput, memotong dan mencungkil akarnya. Golok untuk memotong perdu yang sudah agak tingggi dan pohon yang agak besar. Sara untuk
mengumpulkan rumput dan ranting yang sudah dicacar agar terbawa semua sedangkan cangkul digunakan untuk mencabut akar-akar atau tunggul pohon yang
sudah ditebang sebelumnya. Cangkul terbuat dari baja dan mempunyai besarnya yang bermacam macam. Cangkul yang kecil digunakan disawah sedangkan yang
agak besar digunakan diladang atau lahan yang cukup keras dan berbatu selain itu cangkul ini juga tidak boleh terlalu tajam karena akan membahayakan petani itu
sendiri. Ritual dalam penanaman ada yang masih menggunakan dan ada yang
sudah tidak melakukannya lagi. Sebanyak 12 petani masih menggunakan ritual dan yang tidak melakukan ritual sebanyak 18 orang. Petani yang menggunakan
ritual ialah petani yang dalam proses penanamannya dihumaan terlebih dahulu sehingga memerlukan ritual yang diberi sesajen yang lebih lengkap. Petani yang
tidak menggunakan ritual ialah petani yang tidak melewati proses ngahuma terlebih dahulu. Petani menganggap ritual cukup sekali dilakukan sebelum nyacar
karena fungsi ritual cukup untuk satu kali periode penggarapan dari mulai membuka lahan sampai panen.
Nilai-nilai yang terkandung dalam kegiatan penanaman ini adalah nilai yang terjalin antara petani yang memiliki lahan luas memberikan kesempatan
kepada petani yang tidak mempunyai lahan untuk ikut menanami lahan miliknya dengan tanaman jarak pendek. Syarat yang diberlakukan oleh pemilik lahan yaitu
lahan yang dijadikan tempat menanam jarak pendek tidak boleh dibiarkan begitu saja tetapi harus dirawat agar bersih sehingga tidak mengganggu tanaman karet.
Tanaman karet yang lahannya penuh dengan rumput ataupun tanaman pengganggu lainnya dapat mengakibatkan berkembangnya hama dan penyakit
yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman karet dan getah yang dihasilkan kurang banyak. Sistem bagi hasil antara pemilik tanah dengan yang menumpang
tidak ditentukan besarnya akan tetapi ada bagian yang diberikan kepada pemilik lahan secara suka rela.
4. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan di Desa Cijagang ada tiga macam yaitu penanggulangan hama dan penyakit, ngored atau ngoyos dan pemupukan
dengan waktu pemeliharaan yang berbeda-beda tergantung modal yang dimiliki oleh petani dan tingkat kerajinan petani dalam memelihara tanamannya. Sebagian
dari petani tidak terlalu sering melakukan kegiatan pembersihan lahan yang berupa ngoyos atau ngored, karena mereka beranggapan bahwa tanaman seperti
karet ataupun jengjen ini tidak terlalu membutuhkan perawatan yang khusus walaupun dibiarkan saja dapat menghasilkan getah, sehingga tidak perlu
mengeluarkan biaya tambahan untuk pemeliharaan. Sebaliknya bagi petani yang rajin dan benar-benar dan menginginkan hasil maksimal dari tanaman karet serta
jengjen, mereka membersihkan lahan setiap kali tumbuh rumput atau tanaman pengganggu lainnya. Pemupukan dilakukan secara kontinyu baik dengan
menggunakan pupuk kandang maupun dengan pupuk kimia. Tetapi petani lebih mengutamakan pemakaian pupuk organik alasannya karena harganya lebih
terjangkau dan tidak merusak lingkungan. Pemeliharaan awal dilakukan pada saat tanaman berusia 4-5 bulan yaitu
setelah pancer yang ditanam mengeluarkan beberapa lembar daun baru kemudian tanah disekitar kebun karet dirorak dan diberi pupuk. Tanaman jarak pendek
dipupuk setelah tanaman berumur 20 hari, khusus untuk jagung pemeliharaan dimulai saat berusia 40 hari pucuk jagung diberi pestisida yang fungsinya untuk
mencegah hama ulat. Pada saat padi ataupun tanaman jarak pendek lainnya dipanen maka
pemupukan dilakukan setiap 6 bulan sekali bahkan beberapa petani melakukannya 3 kali dalam setahun agar hasilnya banyak dan cepat menghasilkan, setelah
tanaman berumur 2 tahun dibiarkan saja. Pemupukan mulai dilakukan saat tanaman berusia 2-3 tahun dan dilakukan pada ujung akar kemudian setelah ada
daun dirorak. Pemupukan ini tidak boleh terlalu dekat dan terlalu sering karena akan menyebabkan tanaman mati. Teknik pemupukan yang benar menurut petani
ialah dengan melihat lebar tajuk, kemudian dibuat parit sesuai lebar tajuk tersebut baru kemudian pupuk di masukkan ke dalam parit tersebut. Fungsi pembuatan
parit ini adalah sebagai penanda jarak pemupukan selain itu fungsinya sebagai
penahan jika hujan turun maka pupuk tidak akan mengalir kemana-mana. Penyemprotan dilakukan 3 kali dalam setahun.
Kegiatan pemeliharaan yaitu peremuian tanah setelah karet ditanam selama satu bulan kemudian diberi pupuk kcl, tsp, urea dan npk. Pemeliharaan
lanjutan berupa pembuatan parit tiap 3 bulan 1 kali. Pada awalnya karet ditanam di bawah tegakan pohon pisang yang telah tumbuh lebih dahulu tujuannya agar
membawa dingin. Pada saat musim kemarau tanah menjadi kering dan retak sehingga pertumbuhan karet terhambat jika ada pisang yang mengandung air
maka tanah tidak kering sehingga pertumbuhan karet pun menjadi bagus. Pemeliharaan lainnya dengan membuat petak tujuannya agar tidak cepat tumbuh
rumput. Tanaman yang baru ditanam rentan terhadap serangan hama dan penyakit
dari bawah, hal ini berbeda dengan kondisi ketika dalam persemaian dimana tanaman rentan terhadap serangan hama dan penyakit dari atas karena tanaman
dalam persemaian memakai polybag sehingga terlindung dari hama dan penyakit. Tanaman karet hamanya berupa jamur dan rayap dan bagian karet yang terserang
ialah akarnya. Hama seperti ini tidak terlihat secara langsung terkadang petani mengira tanaman karetnya baik-baik saja tetapi tiba-tiba roboh karena akarnya
habis. Usia karet yang terserang hama karet yang berusia tiga tahun ke atas. Obat untuk membasmi serangan hama jamur dan rayap belum ditemukan. Petani hanya
melakukan pencegahan saja terhadap karet yang terserang hama jamur dan rayap tersebut. Hama lainnya berupa buluk yang menyerang batang bekas sayatan pisau
sadap pada saat musim hujan. Penanganan buluk dengan menggunakan ter, apabila batang sudah diberi ter maka tidak boleh dilakukan penyadapan selama
satu hari. Batang atau ranting yang terserang uter pada pohon jengjen juga dicegah penularannya dengan cara memberikan ter, dengan pemberian ter maka kulit
bagian atas dan bawah akan tersambung kembali. Cara penanggulangan penyakit pada karet ialah dengan memberikan
pestisida atau membuat parit di sepanjang karet yang terkena hama untuk menghambat penyebaran terhadap karet yang masih bagus. Cara lain yang
dilakukan ialah menebang kemudian membakar karet yang terserang hama. Petani melakukan pencegahan hama dengan serangkaian uji coba untuk mencegah
menularnya hama. Salah seorang petani menggunakan deterjen, menurut pengakuannya eksperimennya itu telah terbukti cukup manjur. Petani ini
melakukan penyiraman terhadap tanaman karet ataupun jengjen dengan air deterjen sehingga rayap dan jamurnya mati, keberhasilannya itu ditandai dengan
tumbuh kembalinya daun-daun yang kering dan akarnya tumbuh lagi. Serangan hama pada jengjen ialah berupa uter, salah satu cara yang dapat
dilakukan ialah dengan menebang pohon yang terserang hama uter tersebut. Ciri- ciri batang yang terserang ialah batangnya menjadi lapuk lihat Gambar 6.
Sebagian petani melakukan pencegahan dengan menggunakan ter. Pencegahan terhadap serangan hama dan penyakit yang menyerang bagian bawah terutama
akar dilakukan jauh-jauh hari sebelum penanaman. Cara yang dilakukan untuk pencegahan tersebut ialah dengan membuat lombang, sebelum dimasukkan bibit
kedalam lombang tersebut diberi apu kapur atau belarang. Cara-cara untuk mengetahui ada atau tidaknya serangan hama uter ialah dengan memperhatikan
apakah dibawah pohon ada bekas kotorannya ataupun kayu yang lapuk dan jika ada petani langsung naik dan dilakukan penyopakan.
Hama yang menyerang tanaman jengjen lainnya ialah kutu loncat. Hama ini juga belum ditemukan obat yang manjur. Petani melakukan pencegahan
dengan cara ”nyopak” bagian kulit atau batang dengan menggunakan golok agar uter tidak semakin masuk ke dalam batang. Hama yang sudah mencapai batang
akan sulit untuk diatasi sehingga tidak ada cara lain selain ditebang. Uter sangat cepat sekali berkembang biak sehingga jika turun hujan telur-telurnya akan
menetas dan terbawa oleh air hujan menempel pada pohon lainnya. Pemberantasan kutu loncat belum ada karena penyebarannya sangat cepat.
Tanaman yang jarak tanamnya agak lebar maka kutu loncat ini tidak mudah menular. Jengjen yang terserang kutu loncat ditandai dengan daun yang berubah
warnanya menjadi merah dan semakin lama akan berguguran. Jengjen yang terserang uter ataupun kutu loncat pada saat berusia 2 tahun bahkan sampai tiba
masa panen.
Gambar 6 Batang jengjen yang terkena hama uter. Lahan yang berada didaerah Cijagang sebagian besar berupa lahan subur dan
cocok untuk ditanami karet dan jengjen, selain itu lahannya juga tidak rawan terhadap longsor. Tindakan yang dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya
longsor ialah dengan menanam tanaman berenuk atau jika tempatnya berupa tebing dipinggirannya ditanami haur atau bambu kuning. Tanah menjadi subur
dengan adanya tanaman tumpangsari. Jika bentuk lahan cekung pertumbuhan cepat dan pupuk yang digunakan sedikit. Sedangkan jika lahan berbentuk
cembung maka, akan terjadi sebaliknya. Lahan yang berada dipinggir aliran sungai dan rawan longsor diantisipasi dengan membuat babadak yang terbuat
dari bambu dan didalamnya diisi dengan batu. Babadak fungsinya untuk mengantisipasi banjir yang dapat mengakibatkan longsor. Untuk mengantisipasi
terjadinya kebakaran disepanjang lahan yang berbatasan dengan lahan milik orang lain dibersihkan sepanjang 2 m, sehingga jika lahan lain terjadi kebakaran maka
lahan kita akan terhindar dari api yang merambat. Lahan yang berada di daerah Sukamulya sebagian besar berupa lahan
subur dan cocok untuk ditanami karet dan jengjen, selain itu lahannya juga tidak rawan terhadap longsor. Tindakan yang dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya
longsor ialah dengan menanam tanaman berenuk lihat gambar 7 hal. 55, albasia dan dadap cangkring, jika tempatnya berupa tebing dipinggirannya ditanami haur
atau bambu kuning yang dipercaya oleh masyarakat mengandung unsur mistis yaitu ada penunggunya sehingga petani berhrap jika ada yang menungguinya
lahan tidak rawan terhadap longsor.
Gambar 7 Tanaman Berenuk Crescentia cujete L Sumber: Roya Botanic Garden.
Lahan yang berada disekitar aliran sungai dibuat babadak lihat Gambar 8 yang terbuat dari bambu dan didalamnya diisi dengan batu. Tanah yang digarap
subur dan tidak rawan longsor dan kebakaran. Tanahnya berupa tanah merah yang tidak rawan longsor, sedangkan tanah mudah longsor ialah tanah cadas berwarna
putih yang agak licin. Lahan yang agak miring dibuat sengkedan agar lombang dibuat pada tempat yang datar sehingga pertumbuhannya menjadi lurus.
Gambar 8 Babadak sebagai sistem penahan air penyebab erosi Gambar yang dilingkari.
Cara mengantisipasi terjadinya kebakaran disepanjang lahan yang berbatasan dengan lahan milik orang lain dibersihkan atau dirorak sepanjang 2 m,
sehingga jika lahan lain terjadi kebakaran maka lahan kita akan terhindar dari api yang merambat. Cara pembakarannya ialah dengan dibakar pada sebelah sisinya
terlebih dahulu kemudian api menjalar ketengah. Nilai terkandung disini ialah saling menghargai antar sesama petani dan
jangan sampai ulah kita menyebabkan kerusakan bagi orang lain. Gangguan dari hewan besar yang berupa babi hanya 1 petani saja yang mengalaminya. Petani
menyebut babi sebagai Munding karena mereka menganggap semua hewan pengganggu itu ada yang menggembalakannya sehingga hampir mirip dengan
Munding ″ atau kerbau. Adanya ritual yang ditujukan pada leluhur yang suka
menggembalakan Munding ″ maka menurut kepercayaan mereka Munding″
tersebut tidak akan mengganggu. Ritualnya dilakukan hanya pada saat sebelum nyacar akan tetapi fungsi ritual ini untuk satu kali periode penanaman. Selama
lima tahun di Desa Cijagang tidak pernah ada gangguan dari hewan perusak. Dahulu memang pernah ada kejadian dan cara untuk menanggulanginya ialah
masyarakat menginap digubug yang berada dilahannya dan melakukan ronda untuk mengusir Munding
″ agar tidak mengganggu tanaman. Masyarakat tidak membunuh Munding
″ tersebut hanya menyingkirkannya agar mencari makan di tempat lain.
Alat-alat yang digunakan ialah golok dan cangkul. Golok fungsinya untuk menyopak pohon yang terkena serangan uter terbuat dari kayu keras gagangnya
dan cangkulnya terbuat dari baja. Cangkul fungsinya untuk membuat parit ataupun petak terbuat dari kayu keras dan baja.
Pekerja yang melakukan pemeliharaan laki-laki dan perempuan dengan pembagian tugas. Untuk laki-laki melakukan kegiatan penyemprotan dan
pemupukan, sedangkan untuk perempuan mengerjakan kegiatan ngored dan ngoyos.
5. Pemanenan
Pemanenan terdiri dari beberapa kegiatan yaitu pemanenan dari hasil tanaman jangka pendek, tanaman jangka menengah dan jangka panjang.
Pemanenan tanaman jangka pendek dilakukan setelah tiga tahun tanam, tanaman jangka panjang setelah 6-12 bulan setelah tanam. Pemanenan jangka
panjang tergantung jenis tanaman yang ditanam. Untuk pohon karet pemanenan berupa penyadapan getah dan penebangan pada saat karet tidak menghasilkan
getah, pohon buah-buahan berupa panen buah dan penebangan setelah tidak menghasilkan buah sedangkan untuk pohon sengon pemanenan berupa
penebangan pohonnya. Petani mempunyai perencanaan dalam hal pemanenan. Setelah panen uang
tersebut tidak seluruhnya digunakan tetapi juga dianggarkan untuk penanaman berikutnya, hanya beberapa saja petani yang khusus menanami lahannya dengan
jengjen tanpa karet dan sebagian besar menanami lahannya dengan jengjen disebelah sisi saja karena pada proses penebangan akan merusak tanaman karet,
sedangkan karet sistem panennya panjang sehingga dikhawatirkan apabila ditebang jengjennya, maka karet menjadi rusak.
Waktu pemanenan tergantung pada pemeliharaan dan waktu pada saat memulai penanaman, jika dimulainya cepat dan terus dipelihara maka hasilnya
juga cepat. Jengjen 3-5 tahun sudah dapat dipanen akan tetapi semakin lama maka harga jualnya semakin tinggi sedangkan untuk karet masa panen berkisar antara 6-
10 tahun tetapi rata-rata petani menyadap karet setelah berusia 7 tahun. Penyadapan ini dilakukan pada saat musim penghujan dan penyadapannya
dilakukan dua kali sehari. Masa panen karet berkisar antara 7-15 tahun tetapi rata-rata petani
menyadap karet setelah berusia 7 tahun. Penyadapan dilakukan pada saat musim penghujan dengan intensitas penyadapan dua kali sehari. Jenis-jenis karet ialah
karet silang umurnya hanya 25 tahun dan selling tumbuh sendiri umurnya bisa mencapai 60-70 tahun. Karet dari hasil kawinan menghasilkan getah yang banyak.
Sistem pemanenan di Desa Cijagang dan Desa Sukamulya berlangsung dengan melibatkan tengkulak sebagai pihak pembeli pohon-pohon yang akan
ditebang, sedangkan petani hanya sampai pada proses menjual pohon yang masih berdiri. Penebangan hingga proses selanjutnya dilakukan oleh tengkulak. Sebelum
proses jual beli itu terjadi petani dan tengkulak terlebih dahulu negosiasi mengenai harga yang pantas untuk pohon dalam lahannya. Petani tidak
mengalami kesulitan dalam mencari orang yang akan membeli pohon jengjennya karena tengkulak pasti mengetahui petani yang memiliki pohon jengjen yang siap
panen akan tetapi harga yang ditetapkan oleh tengkulak dibawah harga pasar. Keuntungan pada saat panen pertama berkisar antara 7-15 juta rupiah, jika
umur jengjen lebih dari lima tahun harga jual satu pohon bisa mencapai 1 juta, tetapi kadang-kadang petani menebang pohon jengjen karena memerlukan biaya
mendadak misalnya untuk sekolah anaknya, ketika ada anggota keluarga sakit atau ketika akan mengadakan pesta pernikahan atau khitanan anaknya. Petani juga
menggunakan pohon jengjen ketika akan membuat rumah. Harga jengjen Rp 200.000-300.000 m³ kalau sudah menjadi bahan harganya mencapai 800.000 m³
jengjen dijual ketengkulak ataupun dijual ke sawmil.
Gambar 9 Tunas baru jengjen yang muncul setelah ditebang. Jengjen mengalami penjarangan 2 kali kemudian setelah 5 tahun dilakukan
tebang habis. Tanaman jengjen yang sudah ditebang pada periode 2 jumlahnya meningkat menjadi 700 pohon karena ada bibit baru yang berasal dari trubusan
yang muncul setelah penebangan pertama lihat gambar 9. Hasil dari penjualan tanaman jengjen meningkat terus karena semakin lama harganya semakin
meningkat. Dari 300 pohon yang dapat dijual hanya 250 pohon dan dihargai sebesar 7 juta. Sementara itu modal semakin lama semakin turun karena masih
ada sisa dari tebangan sebelumnya sehingga antara tahun 2003-2008 untuk 1 ha lahan yang dimiliki oleh petani diperkirakan harganya mencapaui 25 juta.
Harga
satu pohon jengjen tergantung pohonnya. Jika pohonnya tidak cacat harganya mahal serta semakin lama maka harga kayunya semakin mahal. Pada saat
pemanenan kulit kayu yang ditebang terkena serangan buluk sehingga tidak dapat dipanen untuk mengantisipasinya ialah dengan disopak kemudian biarkan dan
akan tumbuh kulit yang baru. Karet yang menghasilkan getah ialah karet yang bunganya sedikit
sedangkan apabila karet banyak bunganya maka getah yang dihasilkan sedikit, alasannya karena cadangan makanan digunakan untuk pertumbuhan bunga
sedangkan untuk produksi getah karet berkurang. Petani menyemprotkan obat pada saat karet berbunga sehingga bunganya mati dan getahnya banyak. Tetapi
sebagian bunganya dibiarkan untuk tumbuh agar ada biji yang akan dijadikan bibit untuk penanaman berikutnya. Hasil dari karet dari tahun ke tahun hampir
semuanya selalu meningkat. Pada saat musim kemarau daun gugur kemudian akan keluar tunas baru, biasanya pada fase ini pohon karet sedang banyak getahnya.
Pada saat daun mulai tua, maka getah yang dihasilkan akan meningkat kembali. Pengambilan getah karet dengan cara pengoakan kulit dengan arah menyamping
lihat Gambar 10.
Gambar 10 Cara Pengoakan pohon karet Getah karet dijual ke penampung ataupun ke pabrik langsung. Pada saat
itu harga getah karet mencapai Rp 8.000 kg, dalam luasan satu hektar biasanya petani mendapatkan getah berkisar antara 6-60 kg basah kemudian getah tersebut
dibawa ke penampung lalu dikeringkan kemudian ditimbang kembali. Dari 6 kg getah basah setelah dikeringkan menjadi 3 kg getah kering, Jadi setiap
dikeringkan beratnya menyusut menjadi setengahnya dari berat awal. Dalam satu
tahun ada masa 3 bulan dimana getah karet sedang surut, bahkan dalam satu tahun tersebut ada saat tidak dapat mengambil getah karena hujan yang turun secara
terus menerus sepanjang siang dan malam. Penyadapan dilakukan dua hari sekali atau selang sehari.
Sistem pembagian hasil panen karet ataupun jengjen bermacam-macam, jika modal yang digunakan dalam pengelolaan hutan rakyat diperoleh dari
koperasi, maka pada saat panen hasilnya dijual ke koperasi. Lahan yang ditanami karet merupakan lahan milik desa, maka dari hasil penyadapan ada sedikit bagian
yang diberikan kepada pihak desa secara sukarela dengan besaran yang tidak ditentukan. Getah yang disadap dengan sistem paro maka hasilnya dibagi dua
antara pemilik dengan yang memaro. Pekerja dalam kegiatan pemanenan ini adalah laki-laki semua mengingat
pekerjaan memanen adalah pekerjaan yang berat. Alat-alat yang digunakan dalam penyadapan ialah pisau sadap, badeng, rancatan, mangkok sebagian lagi ada yang
menggunakan batok kelapa. Pisau sadap berukuran kecil dan melengkung terbuat dari baja yang fungsinya untuk menguliti karet hingga keluar getahnya. Badeng
ialah untuk menampung getah yang didapat terbuat dari seng ukurannya sebesar ember. Rancatan ialah untuk memikul getah yang sudah dikumpulkan dalam
badeng. Rancatan terbuat dari kayu keras yang panjangnya kira-kira 0,5-0,75 m dengan sisi agak pipih. Mangkok ataupun batok untuk menampung getah
sementara dari pohonnya. Mangkok terbuat dari alumunium sedangkan batok dari bekas tempurung kelapa.
5.2 Proses Perubahan Pengetahuan Lokal