16
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. BAHAN DAN ALAT
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras varietas Cisadane dan daun mindi, serta bahan-bahan kimia seperti air sulingaquades, n-heksana p.a., metanol p.a., metanol
teknis, kloroform p.a., alkyl benzene sulfonat ABS, NaOH 0,1 N, etanol 95, dan phenolftalin. Sampel beras yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras pecah kulit BPK. Sampel
tersebut diperoleh dengan memasukkan gabah ke dalam mesin pemecah kulit rice huller untuk memecah sekam dari gabahnya. Daun mindi sebagai bahan utama penelitian diperoleh dari
BALITRO Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Bogor. Serangga uji yang digunakan adalah Sitophilus zeamais Motschulsky yang diperoleh dari BIOTROP, Bogor.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin pemecah kulit rice huller, gelas plastik, kain blacu, karet gelang, penghancur blender, buret, desikator, timbangan analitik,
oven, ayakan 60 mesh, corong buchner, pompa rotary, rotary evaporator, shaker, sonikator, heater, kertas saring, gelas piala, erlenmeyer, corong gelas, sudip, gelas ukur, dan pipet tetes.
3.2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini meliputi tahap persiapan, penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Tahap persiapan terdiri dari pembiakan serangga S. zeamais, dan pembuatan ekstrak bahan nabati.
Penelitian pendahuluan terdiri dari penentuan volume insektisida nabati yang disemprotkan dan pembuatan konsentrasi formula larutan stok emulsifiable concetrate EC. Penelitian utama terdiri
dari uji retensi formula emulsifiable concentrate EC dan aplikasi pada beras.
3.2.1. Tahap Persiapan
3.2.1.1. Pembiakan Serangga S. zeamais stock culture
Serangga S. zeamais diperoleh dari BIOTROP yang sudah dewasa. Serangga kemudian ditempatkan dalam wadah yang telah diberi jagung fumigasi sebagai makanan dan tempat
berkembang biak. Jagung fumigasi ini dapat diperoleh dengan cara pipilan jagung dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 50
C dalam waktu 1 jam. Tujuan dari pengovenan ini yaitu untuk mematikan serangga yang hidup yang mungkin ada pada media jagung pipil. Jagung ini harus
diganti dengan yang baru setiap dua minggu agar serangga dapat berkembang biak dengan baik. Serangga ini dijadikan sebagai stock culture untuk penelitian tanpa harus meminta lagi dari
BIOTROP.
3.2.1.2. Pembuatan Ekstrak Bahan Nabati
Pada pembuatan ekstrak, daun mindi dikeringkan terlebih dahulu dalam oven pada suhu 60
o
C selama 1 jam. Setelah bahan menjadi kering kemudian diblender untuk menghancurkan bahan nabati tersebut. Bahan nabati yang telah dihancurkan kemudian disaring dengan ayakan 60 mesh.
Proses ekstraksi dimulai dengan mencampur 50 gram bagian tepung bahan nabati dengan 250 ml
17
heksana, kemudian diletakkan dalam alat shaker dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian setelah selesai, filtrat tersebut disaring dengan kertas saring dengan menggunakan peyaring vakum. Filtrat
yang diperoleh dievaporasi dengan rotary evaporator pada suhu 55 C Samiwahyufiranalah
1998, sehingga diperoleh pekatan yang menyerupai minyak. Pekatan menyerupai minyak inilah yang digunakan sebagai ekstrak. Pembuatan ekstrak bahan nabati ini mengacu pada penelitian
yang dilakukan oleh Sonyaratri 2006 terhadap daun mindi dan daun mimba, serta penelitian yang dilakukan oleh Setiawan 2010 untuk mengkaji daya insektisida pada daun mimba. Ekstrak daun
mindi dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Ekstrak Daun Mindi
3.2.2. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan ini terdiri atas dua tahap yaitu tahap pertama menentukan banyaknya volume cairan yang disemprotkan pada beras dan tahap kedua yaitu tahapan untuk
mendapatkan konsentrasi formulasi dari bahan nabati dalam bentuk emulsifiable concentrate EC. Untuk tahap pertama, cara yang dilakukan yaitu dengan menyemprotkan cairan emulsi pada
sampel beras yang ditempatkan pada gelas plastik dengan bobot 100 gram. Variasi volume yang disemprotkan adalah
2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml, 10 ml, dan 12 ml dan dilihat secara visual persebaran dari cairan tersebut pada beras.
Pada tahap kedua untuk membuat suatu insektisida nabati dalam bentuk emulsifiable concentrate bahan-bahan yang diperlukan adalah ekstrak bahan nabati, bahan pembawa, dan bahan
pengemulsi. Konsentrasi ekstrak bahan nabati yang ditambahkan bervariasi yaitu 20, 25, 30, 35, dan 40. Bahan pembawa yang digunakan adalah metanol dan bahan pengemulsi yang
digunakan adalah Alkyl Benzene Sulfonat dengan variasi konsentrasi yang disesuaikan dengan perbandingan 5:1. Analisis terhadap formula dilakukan untuk menentukan stabilitas emulsi.
Perbandingan konsentrasi ekstrak bahan nabati, bahan pembawa dan bahan pengemulsi dapat dilihat pada Tabel 4.
18
Tabel 4. Perbandingan konsentrasi ekstrak bahan nabati, bahan pembawa, dan bahan pengemulsi
3.2.3. Penelitian Utama
3.2.3.1. Uji Retensi Formula Emulsifiable Concentrate EC
Uji retensi formula emulsifiable concentrate EC dilakukan untuk mengetahui retensi dalam hitungan hari insektisida nabati yang efektif dalam menghambat serangan serangga setelah
penyemprotan. Beras sebanyak 100 gram ditempatkan dalam suatu wadah plastik. Variasi konsentrasi yang disemprotkan adalah 0 tanpa ekstrak bahan nabati, 8 , dan 16 . Sampel
didiamkan dalam suhu ruang selama waktu yang ditentukan yaitu 1 hari, 3 hari, 5 hari, 7 hari, dan 9 hari. Setelah waktu ujinya tiba, sebanyak 100 ekor S.zeamais diinfestasikan ke dalam beras
tersebut dan pada hari berikutnya dihitung berapa banyak yang mati.
3.2.3.2. Aplikasi pada Beras
Beras sebanyak 100 gram ditempatkan dalam suatu gelas plastik. Ektrak bahan nabati yang sudah berbentuk emulsifiable concentrate disemprotkan ke dalam wadah tersebut dengan variasi
konsentrasi 0, 4, 8, 12 dan 16. Sebanyak 25 ekor serangga S. zeamais dewasa diinfestasikan ke dalam sampel beras. Selanjutnya sampel diinkubasi pada suhu dan kelembaban
ruang selama 5 minggu. Setelah itu dilakukan pengayakan untuk menghitung populasi S. zeamais Motsch. Pengujian untuk setiap konsentrasi dilakukan sebanyak tiga ulangan.
3.3. ANALISIS DAN PENGAMATAN
3.3.1. Jumlah Total Populasi Serangga Nt
Jumlah total populasi serangga dari masing-masing ulangan untuk tiap konsentrasi dihitung dengan cara mengayak beras yang telah disimpan untuk memudahkan menghitung serangga.
3.3.2. Persen Biji Berlubang BB
Biji yang berlubang merupakan parameter kerusakan karena biji tersebut dapat berlubang karena digunakan oleh serangga sebagai tempat berkembang biak dan sumber makanannya. Beras
yang telah melalui masa simpan, di screening secara manual untuk memisahkan biji yang masih utuh dan biji yang berlubang. Biji yang berlubang dapat mudah teramati secara visual sehingga
Ekstrak bahan Nabati Bahan Pembawa
Bahan Pengemulsi
20 66,67
13,33 25
62,50 12,50
30 58,33
11,67 35
54,67 10,83
40 33,33
10,00
19
dapat mudah dipisahkan dari biji yang masih utuh. Biji yang sudah berlubang kemudian dihitung jumlahnya dan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
BB = NdN x 100
3.3.3. Persen Kehilangan Bobot KB
Pada biji yang telah disimpan dan diinvestasi akan mengalami penurunan bobot karena selama masa simpan serangga menggunakan beras tersebut sebagai sumber makanannya dan
tempat berkembang biak. Kehilangan bobot ini dapat dihitung dengan memisahkan anatara biji yang masih utuh dan biji yang sudah berlubang kemudian ditimbang masing-masing bobotnya.
Setelah didapatkan data tersebut maka dapat dilanjutkan menghitung persen kehilangan bobot dengan rumus sebagai berikut :
KB = x 100
Keterangan : U = bobot fraksi biji utuh
D = bobot fraksi biji berlubang Nu = jumlah fraksi biji utuh
Nd = jumlah fraksi biji berlubang N = jumlah biji dalam sampel Nu + Nd
3.3.4. Persen Fraksi Bubuk yang Timbul Frass
Bubuk yang timbul ini merupakan hasil samping dari beras yang sudah mengalami kerusakan berlubang akibat dari kegiatan serangga memakan beras tersebut. Untuk menghitung
bubuk yang timbul, masing-masing sampel beras diayak dengan saringan untuk memisahkan antara beras dan bubuk yang ada. Kemudian sampel beras awal sebelum diinvestasi ditimbang dan
dibandingkan dengan berat bubuk yang timbul dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
frass = berat fraksi bubukberat beras awal x 100
3.3.5. Analisis Kadar Air AOAC 1995
Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Langkah awal pengukuran kadar air adalah dengan mengeringkan cawan alumunium pada suhu 100
C selama 15 menit, kemudian didinginkan di dalam desikator selama 10 menit. Cawan alumunium kemudian
ditimbang dengan menggunakan neraca analitik a gram. Sebanyak 2-10 gram x gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot kosongnya. Kemudian dikeringkan
dalam oven 105 C selama 5 jam, lalu di dinginkan di dalam desikator dan ditimbang sampai
diperoleh bobot konstan y gram. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus :
20
3.3.6. Analisis Asam Lemak Bebas AOAC 1995
Sebelum dianalisis asam lemak bebasnya, masing-masing sampel diekstrak lemaknya dengan menggunakan metode Folch Folch et al. 1957 diacu dalam
Sudarmadji et al. 2008 yang dimodifikasi. Tujuan dari pengekstrakkan lemak dengan metode tersebut yaitu agar menghasilkan
lipid yield recovery yang tinggi sehingga lemaknya bisa digunakan untuk analisis asam lemak bebas Saeid 2011. Metode tersebut dapat dilihat di Lampiran 9. Sampel lemak yang telah didapat
ditambahkan 15 ml etanol 95 netral sambil dipanaskan agar cepat larut lalu ditambahkan 2 tetes indikator phenolftalin. Goyang-goyang agar tercampur homogen. Sampel dititrasi menggunakan
NaOH 0,1 N sambil digoyang kuat sampai warna pink permanen selama 30 detik.
Kadar asam lemak bebas = Keterangan : V
= Volume NaOH ml N = Normalitas NaOH hasil standarisasi
M = Berat molekul contoh sesuai dengan jenis lemak dominan contoh
W = Berat sampel beras g
3.4. RANCANGAN PERCOBAAN
Rancangan percobaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap sederhana dengan 3 kali ulangan untuk setiap tingkat konsentrasi bahan nabati. Model matematika
rancangan acak lengkap sederhana adalah: Yij =
+ Ai + ij dimana
Yij = nilai pengamatan
= nilai rata-rata umum
Ai = pengaruh taraf perlakuan ke-i
ij = galat percobaan
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN
Tanaman mindi dipilih untuk dijadikan dalam bentuk emulsifiable concentrate EC ini karena adanya komponen aktif yang terkandung dalam bahan tersebut yang berpotensi sebagai
insektisida yaitu senyawa golongan azadirachtin, flavonoid, polifenol, saponin dan alkaloid Astuti et al. 2006. Banyak penelitian yang sudah dilakukan untuk mengkaji daya insektisida dari
daun mindi, salah satunya oleh Suyani 2003 dengan menggunakan formulasi tepung bahan nabati dan Sonyaratri 2006 dengan menggunakan ekstrak daun mindi dapat berfungsi efektif sebagai
insektisida dalam menghambat perkembangan serangga Sitophilus zeamais M. pada media oligidik. Selain itu, kerabat dekat dari tanaman ini yaitu mimba, sudah terlebih dahulu dibentuk
dalam EC. Berdasarkan hal tersebut, maka bahan nabati mindi memiliki potensi untuk dikembangkan dalam bentuk emulsifiable concentrate EC agar mudah dalam pengaplikasiannya
dan dapat memperkaya bahan nabati yang dapat dibentuk dalam bentuk EC. Beras yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas Cisadane karena dari laporan
Susetyorini 1985, beras ini memiliki tingkat kekerasan yang rendah sehingga sangat peka terhadap serangan Sitophiulus zeamais. Tingkat kekerasan beras mempengaruhi peletakan telur
oleh Sitophilus zeamais. Hal ini disebabkan sebelum menyusup, Sitophilus zeamais betina akan membuat lubang dengan mencungkil permukaan biji dengan menggunakan rostrum-nya dan
meletakkan telurnya pada lubang tersebut. Oleh karena itu, beras varietas ini dipilih agar dapat melihat bahwa ekstrak bahan nabatilah yang mencegah peneluran serangga dan bukan tingkat
kekerasan beras yang digunakan sebagai media. Pada penelitian ini tidak mengamati mortalitas paretal atau turunan dari Sitophilus zeamais karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengkaji efek insektisida nabati atau daya hambat dari bahan nabati terhadap perkembangan S. zeamais dan bukan terhadap mortalitasnya serta adanya dugaan dugaan bahwa bahan nabati yang
diuji hanya mempunyai daya hambat berupa daya tolak repellent dan atau daya mengurangi selera makan anti feedant saja sehingga tidak akan memberikan efek kematian secara langsung.
Hal ini didukung oleh pendapat Wudianto 2008 yang menyatakan bahwa bahan nabati yang memiliki daya hambat umumnya disebabkan karena adanya daya tolak repellent dan daya
pencegah makan antifeedant. Proses pembuatan ekstrak dari daun mindi dilakukan dengan metode maserasi. Maserasi
merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut yang digunakan, pada temperatur ruangan. Metode maserasi dipilih karena metode ini murah dan mudah dilakukan Husnah 2009, selain itu
umumnya metode ini digunakan untuk pembuatan insektisida nabati dalam bentuk EC. Pelarut yang digunakan yaitu heksana yang memiliki karakteristik sangat tidak polar, volatil, dan
mempunyai bau khas yang dapat menyebabkan pingsan Scheflan dan Mossses 1983. Menurut
Asih et al. 2010 salah satu komponen yang dapat terekstrak dengan pelarut heksana adalah senyawa golongan triterpenoid yaitu senyawa yang terdapat pada daun mindi dan berfungsi
sebagai insektisida. Senyawa dalam daun mindi yag tergolong dalam golongan triterpenoid yang dapat berfungsi sebagai insektisida yaitu meliacarpin C
35
H
44
O
16
Ghany et al. 2012. Selain itu, metode ini juga dilakukan oleh Setiawan 2010 untuk mengkaji daya insektisida pada daun
mimba dan Sonyaratri 2006 yang mengkaji daya insektisida pada daun mindi dan mimba. Hasil dari kedua penelitian tersebut adalah kedua ekstrak daun yang di ekstrak dengan metode maserasi
menggunakan pelarut heksana dapat bekerja efektif untuk menghambat perkembangan dari