21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN
Tanaman mindi dipilih untuk dijadikan dalam bentuk emulsifiable concentrate EC ini karena adanya komponen aktif yang terkandung dalam bahan tersebut yang berpotensi sebagai
insektisida yaitu senyawa golongan azadirachtin, flavonoid, polifenol, saponin dan alkaloid Astuti et al. 2006. Banyak penelitian yang sudah dilakukan untuk mengkaji daya insektisida dari
daun mindi, salah satunya oleh Suyani 2003 dengan menggunakan formulasi tepung bahan nabati dan Sonyaratri 2006 dengan menggunakan ekstrak daun mindi dapat berfungsi efektif sebagai
insektisida dalam menghambat perkembangan serangga Sitophilus zeamais M. pada media oligidik. Selain itu, kerabat dekat dari tanaman ini yaitu mimba, sudah terlebih dahulu dibentuk
dalam EC. Berdasarkan hal tersebut, maka bahan nabati mindi memiliki potensi untuk dikembangkan dalam bentuk emulsifiable concentrate EC agar mudah dalam pengaplikasiannya
dan dapat memperkaya bahan nabati yang dapat dibentuk dalam bentuk EC. Beras yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas Cisadane karena dari laporan
Susetyorini 1985, beras ini memiliki tingkat kekerasan yang rendah sehingga sangat peka terhadap serangan Sitophiulus zeamais. Tingkat kekerasan beras mempengaruhi peletakan telur
oleh Sitophilus zeamais. Hal ini disebabkan sebelum menyusup, Sitophilus zeamais betina akan membuat lubang dengan mencungkil permukaan biji dengan menggunakan rostrum-nya dan
meletakkan telurnya pada lubang tersebut. Oleh karena itu, beras varietas ini dipilih agar dapat melihat bahwa ekstrak bahan nabatilah yang mencegah peneluran serangga dan bukan tingkat
kekerasan beras yang digunakan sebagai media. Pada penelitian ini tidak mengamati mortalitas paretal atau turunan dari Sitophilus zeamais karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengkaji efek insektisida nabati atau daya hambat dari bahan nabati terhadap perkembangan S. zeamais dan bukan terhadap mortalitasnya serta adanya dugaan dugaan bahwa bahan nabati yang
diuji hanya mempunyai daya hambat berupa daya tolak repellent dan atau daya mengurangi selera makan anti feedant saja sehingga tidak akan memberikan efek kematian secara langsung.
Hal ini didukung oleh pendapat Wudianto 2008 yang menyatakan bahwa bahan nabati yang memiliki daya hambat umumnya disebabkan karena adanya daya tolak repellent dan daya
pencegah makan antifeedant. Proses pembuatan ekstrak dari daun mindi dilakukan dengan metode maserasi. Maserasi
merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut yang digunakan, pada temperatur ruangan. Metode maserasi dipilih karena metode ini murah dan mudah dilakukan Husnah 2009, selain itu
umumnya metode ini digunakan untuk pembuatan insektisida nabati dalam bentuk EC. Pelarut yang digunakan yaitu heksana yang memiliki karakteristik sangat tidak polar, volatil, dan
mempunyai bau khas yang dapat menyebabkan pingsan Scheflan dan Mossses 1983. Menurut
Asih et al. 2010 salah satu komponen yang dapat terekstrak dengan pelarut heksana adalah senyawa golongan triterpenoid yaitu senyawa yang terdapat pada daun mindi dan berfungsi
sebagai insektisida. Senyawa dalam daun mindi yag tergolong dalam golongan triterpenoid yang dapat berfungsi sebagai insektisida yaitu meliacarpin C
35
H
44
O
16
Ghany et al. 2012. Selain itu, metode ini juga dilakukan oleh Setiawan 2010 untuk mengkaji daya insektisida pada daun
mimba dan Sonyaratri 2006 yang mengkaji daya insektisida pada daun mindi dan mimba. Hasil dari kedua penelitian tersebut adalah kedua ekstrak daun yang di ekstrak dengan metode maserasi
menggunakan pelarut heksana dapat bekerja efektif untuk menghambat perkembangan dari
22
serangga hama gudang. Oleh karena itu, metode maserasi dengan pelarut heksana dipilih dalam penelitian ini dan diharapkan hasilnya sesuai dengan penelitian terdahulu.
Pada penelitian pendahuluan, volume yang efektif untuk disemprotkan adalah 6 ml. Pada volume ini, beras yang disemprot dalam wadah gelas plastik tidak terlalu banyak ataupun terlalu
sedikit. Apabila volumenya di atas itu maka akan lebih banyak cairan emulsi dibandingkan beras yang ada sehingga akan menyebabkan beras tersebut menjadi basah dan akan lebih mudah
mengalami kerusakan karena terserang kapang. Apabila volumenya di bawah 6 ml, cairan emulsi yang disemprotkan tidak merata sehingga dapat menyebabkan tidak efektifnya ekstrak bahan
nabati. Untuk pembuatan emulsifiable concentrate. EC, bahan-bahan yang diperlukan yaitu
ekstrak bahan nabati, bahan pembawa, dan bahan pengemulsi Wudianto 2008. Bahan pembawa yang digunakan adalah metanol. Metanol dipilih karena sifatnya yang polar dan memiliki
kelarutan yang tinggi dalam air serta mudah ditemukan dan harganya ekonomis Lestari et al. 2011. Bahan pengemulsi yang digunakan adalah Alkyl Benzene Sulfonat ABS. Sifat-sifat dari
Alkyl Benzene Sulfonat ABS antara lain adalah titik didihnya 327,61 C, titik lelehnya 2,78
C, densitasnya 855,065 Kgm
3
,dan memiliki wujud yang cair Kirk dan Othmer 1981. Pemilihan metanol dan alkyl benzene sulfonat dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian yang telah
dilakukan oleh Dwiningsih 2003 tentang pembuatan emulsifiable concentrate EC dari biji dan bungkil mimba. Pada penelitian tersebut, bahan pengemulsi yang efektif untuk pembuatan EC
adalah alkyl benzene sulfonat karena stabil selama pengamatan dibandingkan dengan pengemulsi lain seperti latron. Selain itu, penentuan konsentrasi bahan pembawa dan pengemulsi ini juga
didasarkan pada penelitian Dwiningsih 2003. Konsentrasi yang efektif untuk bahan pembawa adalah 70 dan untuk bahan pengemulsi adalah 10-15. Perbandingan metanol dan alkyl
benzene sulfonat yang ditambahkan adalah sebesar 5:1 Prijono 2011. Untuk konsentrasi bahan nabati yang efektif untuk dijadikan sebagai larutan stok adalah 20 . Penampakan dari larutan
stok tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Konsentrasi Larutan Stok 20 Konsentrasi 20 tersebut didapatkan dari uji beberapa variasi konsentrasi yang
ditambahkan yaitu 20 , 25 , 30 , 35 dan 40. Konsentrasi tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prijono 2011 bahwa untuk penambahan ekstrak bahan nabati
pada EC tidak boleh lebih dari 20 karena akan menyebabkan emulsi yang terbentuk tidak stabil. Untuk konsentrasi di atas 20 akan terjadi pemisahan antara ekstrak dengan bahan pembawa dan
bahan pengemulsi. Hal itu dapat terjadi diduga karena semakin meningkatnya konsentrasi bahan nabati maka konsentrasi bahan pengemulsi yang ditambahkan semakin menurun. Perbandingan
23
konsentrasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Dengan menurunnya konsentrasi bahan pengemulsi ini, maka akan menurunkan kestabilan dari emulsi yang terbentuk. Bahan pengemulsi
atau emulsifier ini berfungsi sebagai surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan antar muka minyak-air dan membentuk lapisan antar muka yang viscous sehingga mencegah terjadinya
pembentukan emulsi yang tidak sempurna terbentuknya droplet berukuran besar. Terbentuknya droplet-droplet besar dan sifatnya irreversibel adalah sistem emulsi yang tidak dapat terbentuk
kembali menjadi sistem emulsi seperti yang dijelaskan Issacs dan Chow 1992. Gambar dari formulasi EC yang tidak stabil dapat dilihat pada Lampiran 11.
Setelah konsentrasi larutan stok diperoleh, dilanjutkan dengan pembuatan konsentrasi yang akan disemprotkan yaitu 0 , 4 , 8 , 12 , dan 16 . Konsentrasi terendah 4 pada variasi
konsentrasi yang disemprotkan didasarkan pada penelitian tentang kajian insektisida daun mindi yang dilakukan oleh Sonyaratri 2006. Konsentrasi tersebut sangat efektif untuk menghambat
perkembangan serangga pada media oligidik. Variasi konsentrasi seterusnya merupakan kelipatannya agar konsentrasi yang diterapkan seragam. Konsentrasi tersebut diperoleh dari larutan
stok dengan prinsip pengenceran. Volume yang disemprotkan sebanyak 6 ml didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Untuk penampakan dari larutan emulsi dengan
konsentrasi 4 yang siap disemprotkan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Larutan Emulsi Konsentrasi 4
4.2. PENELITIAN UTAMA