Deskripsi Lokasi Penelitian Peralatan yang dibutuhkan Diagram alir tahapan penelitian

commit to user 26

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1. Metode Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan beberapa metode penelitian yang digunakan agar proses penyusunan skripsi dapat berjalan dengan lancer. Beberapa metode yang dipakai dalam pengumpulan data antara lain:

4.1.1. Studi Pustaka

Tahapan studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan landasan teori masalah yang akan dibahas dengan cara membaca buku-buku literatur, jurnal-jurnal ilmiah, serta mencari informasi dari internet dengan tujuan agar penelitian memiliki dasar yang kuat.

4.1.2. Metode Survei Lapangan

Survei lapangan dilakukan untuk mendapatkan data koordinat stasiun hujan di Sub-DAS Keduang pada tanggal 3 Juli 2010.

4.1.3. Metode Interview Diskusi

Interview dilakukan dengan melakukan tanya jawab dengan instansi yang berkaitan dengan topik pembahasan skripsi yaitu Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo dan Balai Penelitian Kehutanan Surakarta.

4.2. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil kokasi di sub-DAS Keduang –salah satu sub-DAS Sungai Bengawan Solo yang terletak di sebelah timur Kabupaten Wonogiri. Sub- DAS Keduang adalah sub-DAS terbesar di wilayah hulu Sungai Bengawan Solo. Pada sub-DAS Keduang terdapat satu sungai utama, yaitu Sungai Keduang. Pada sub-DAS Keduang terdapat satu alat pengukur debit AWLR yang dikelola Dinas Kehutanan dan sepuluh stasiun hujan manual yang dikelola oleh commit to user Dinas Pengairan serta satu stasiun otomatis yang dikelola Dinas Kehutanan. Koordinat masing-masing stasiun hujan dapat dilihat pada Tabel 4.1. Gambar 4.1. Lokasi Sub-DAS Keduang pada DAS Bengawan Solo Hulu Tabel 4.1 Koordinat stasiun hujan No Nama Sta. No. Sta S E ° ‘ “ ° ‘ “ 1 Girimarto SKT 27 07 46,301 00 111 05,503 00 2 Girimarto PP 125B 07 47,276 00 111 04,933 00 3 Sidoharjo 125C 07 49,340 00 111 03,989 00 4 Ngadirojo 125F 07 49,044 00 110 59,713 00 5 Jatipurno 130B 07 48,113 00 111 08,047 00 6 Jatisrono 131 07 49,805 00 111 07,653 00 X Y 7 Slogohimo 131B 519103,541 9134759,129 8 Jatiroto 130B 511604,216 9128331,136 9 Jr Kemukus Peng SKT 33 Tidak terdapat data koordinat 10 Bulukerto 130A Tidak terdapat data koordinat 11 AWLR Keduang - Tidak terdapat data koordinat commit to user

4.3. Data yang Dibutuhkan

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diantaranya:

4.3.1 Data debit

Data debit diperoleh dari hasil olahan tinggi muka air yang tercatat pada AWLR Automatic Water Level Recorder. Data bacaan AWLR dibutuhkan dalam proses kalibrasi model.

4.3.2 Data hujan harian

Data hujan harian diperoleh dari stasiun hujan manual dari tahun 2000- 2009. Data hujan diperlukan untuk proses simulasi transformasi hujan menjadi aliran untuk mengetahui debit yang terjadi.

4.3.3 Data Peta

Data peta yang dibutuhkan antara lain 1 Peta Rupa Bumi RBI skala 1:25.000, 2 Peta tanah skala 1:250.000, 3 Peta hidrogeologi Indonesia skala 1:250.000. Data peta diperlukan untuk mengetahui batas wilayah kajian, parameter fisik DAS, jenis tanah, kemiringan lereng slope, penggunaan lahan, dan lokasi wilayah kajian. Semua data yang dipakai dalam penelitian ini diperoleh dari Balai Konservasi Hutan, Surakarta.

4.4. Peralatan yang dibutuhkan

Alat bantu yang dipakai dalam penelitian ini adalah: 1. Perangkat lunak ArcGIS yang dibutuhkan untuk mendigitasi peta dasar menjadi peta berbentuk grid. 2. Perangkat lunak Microsoft Excel untuk uji data hujan. 3. Perangkat lunak Model Pengelolaan Aliran Rendah MPAR untuk analisis hujan-aliran. commit to user

4.5. Uji Data

4.5.1. Uji jaringan stasiun hujan

Jumlah dan agihan sebaran stasiun hujan yang akan digunakan ditetapkan berdasarkan ketersediaan data dan hasil analisis jaringan stasiun hujan. Pengujian jaringan dilakukan menggunakan cara Kagan dengan prosedur seperti yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya menggunakan Persamaan 3.4 sampai 3.7.

4.5.2. Uji kepanggahan data hujan

Data dari stasiun hujan yang dipilih kemudian diuji kepanggahannya dengan cara RAPS seperti dijelaskan pada bab sebelumnya. Bila n Q RAPS yang didapat lebih kecil dari nilai kritik dan confidence level yang sesuai, maka data dinyatakan panggah. Uji kepanggahan dilakukan menggunakan Persamaan 3.8 hingga Persamaan 3.13 dan Tabel 3.1.

4.6. Persiapan Analisis

Sebelum proses analisis dilakukan, ditetapkan periode waktu pengamatannya. Semua deret data yang akan digunakan dalam analisis disesuaikan periode waktunya.

4.6.1. Data debit

Data debit diperoleh dari hasil pengolahan data tinggi muka air. Data aliran sungai digunakan dalam analisis penelusuran aliran sungai dan proses kalibrasi.

4.6.2. Data hujan

Data hujan harian digunakan untuk memperkirakan pola agihan hujan jam- jaman. Data dari stasiun hujan biasa digunakan untuk hujan grid. Untuk keperluan analisis, digunakan stasiun hujan yang pada periode yang sama memiliki data hujan yang lengkap. Data hujan untuk masing-masing grid diagihkan ke satuan jam-jaman sesuai pola agihan hujan yang telah ditetapkan. commit to user

4.6.3. Data peta

Semua data peta yang didapat didigitasi untuk kemudian diseragamkan skalanya sehingga peta dapat disuperposisi menjadi lapisan-lapisan layer tersendiri yang memuat informasi-informasi tertentu yang disebut sebagai peta dasar.

4.6.4. Penyusunan grid

MPAR merupakan model semi teragih semi distributed. Model ini mengharuskan DAS dan Sub DAS ditransformasikan dalam bentuk grid sebagai bentuk penyederhanaan. Grid terbentuk dari garis-garis horisontal dan vertikal dengan arah garis Utara-Selatan dan Timur-Barat. Peta dasar yang terdiri dari lapis batas DAS, lapisan jaringan sungai, lapis kemiringan lahan, lapis penggunaan lahan, lapis jenis tanah, dan lapis poligon Thiessen kemudian disusun membentuk grid-grid dengan ukuran 1x1 km. Kemudian tiap-tiap grid diberi ID grid sesuai dengan informasi yang ada pada grid tersebut. Informasi pada tiap grid bisa sama atau berbeda dengan grid yang lain. Luasan yang menempati setengah atau lebih dari luas grid dianggap sama dengan luas grid, sementara yang menempati kurang dari setengah luas grid dianggap nol. Alur sungai disederhanakan mengikuti garis-garis grid yang berada pada jarak paling pendek terhadap sungai tersebut. Arah aliran permukaan ditentukan berdasarkan kemiringan permukaan lahan sampai akhirnya aliran tersebut terkonsentrasi di saluran alam. Arah aliran pada setiap grid ditentukan dari bagian tertinggi menuju bagian yang lebih rendah dengan arah vertikal maupun horisontal tidak ada arah diagonal maupun pindah jalur. Transformasi peta grid diilustrasikan pada Gambar 4.2. commit to user Keterangan: : Batas DAS : Alur sungai : Grid dipakai ≥ 0,5 luas grid terisi : Grid tidak dipakai 0,5 luas grid terisi : Arah aliran pada grid : Alur sungai penyesuaian dengan grid Gambar 4.2. Penyusunan grid ilustrasi Sistem koordinat yang digunakan pada peta adalah koordinat lokal, dengan titik 0,0 ada di ujung kiri bawah peta grid. Grid diberi nomor sesuai dengan koordinat titik beratnya. Grid dengan nomor 03.20 berarti titik berat grid tersebut ada pada koordinat 3000,20000.

4.6.5. Tabulasi data

Setelah penyusunan grid selesai dilakukan, data fisik DAS, data hujan, dan data debit disusun dalam bentuk tabel. MPAR menyediakan format tabel dalam bentuk spreadsheet untuk memudahkan user melakukan tabulasi data. MPAR menggunakan sistem indeks untuk menentukan ID tiap grid. Angka ID digunakan untuk membedakan jenis informasi yang satu dengan yang lain. Indeks yang digunakan dalam MPAR ditunjukkan dalam Tabel 4.2. commit to user Tabel 4.2. Indeks parameter Jenis Tanah ID- JT Jenis penggunaan lahan ID- PL Slope lahan ID- KL Clay 1 Air tawar 1 4.00 1 Sandy clay 2 Belukarsemak 2 11.50 2 Sand 3 Gedung 3 20.00 3 Sandy Loam 4 Hutan 4 32.50 4 Silty clay 5 Kebun 5 40.00 5 Loam 6 Pasir darat 6 Clay loam 7 Pemukiman 7 Rumput 8 Sawah irigasi 9 Sawah tdh hujan 10 Tegalan 11 Sumber: Mamok Suprapto, 2008 keterangan ID-JT = identitas jenis tanah ID-PL = identitas penggunaan lahan ID-KL = identitas kemiringan lahan

4.7. Analisis Data

4.7.1. Hujan grid

Thiessen menganggap bahwa setiap titik di suatu wilayah memiliki ketebalan hujan yang sama dengan data yang tercatat pada stasiun pencatat hujan terdekat. Dengan demikian, jumlah hujan yang tercatat pada suatu stasiun pencatat dapat digunakan atau dapat mewakili ketebalan hujan pada kawasan sampai dengan setengah jarak dari stasiun berikutnya. Hujan pada grid ditentukan dengan prinsip Thiessen yang dihitung menggunakan Persamaan 3.2 dan 3.3.

4.7.2. Agihan hujan jam-jaman

Pola agihan hujan jam-jaman ditetapkan berdasarkan data hujan jam-jaman yang tersedia dari stasiun hujan otomatik. Dengan menghitung frekuensi hujan, durasi hujan dapat diketahui. Berdasarkan durasi hujan dan pola agihan hujan Tadashi Tanimoto dalam Tabel 3.2, pola agihan hujan jam-jaman dapat ditetapkan. commit to user

4.7.3. Resapan

Resapan dihitung menggunakan teori Green-Ampt menggunakan Persamaan 3.17 sampai dengan Persamaan 3.23.

4.7.4. Aliran permukaan Overland flow

Overland flow dihitung sesuai teori Chow, dkk 1988 yakni berdasarkan persamaan Manning yang ditunjukkan dalam persamaan 3.24 sampai Persamaan 3.35.

4.7.5. Penelusuran Overland flow

Penelusuran aliran di saluran alam diperkirakan sesuai teori Barre de Saint- Vennant berdasarkan Persamaan 3.36 sampai Persamaan 3.38.

4.7.6. Channel flow

Besaran, kecepatan, dan kedalaman aliran di saluran alam maupun buatan dapat diperkirakan dengan menggunakan teori Manning sesuai Persamaan 3.24 dan Persamaan 3.35.

4.7.7. Penelusuran channel flow

Penelusuran aliran di sungai diperkirakan sesuai teori Barre de Saint- Vennant berdasarkan Persamaan 3.36 sampai Persamaan 3.38.

4.7.8. Kalibrasi

Proses kalibrasi dilakukan untuk menghasilkan keluaran model yang mendekati dengan hasil pengamatan. Proses kalibrasi menggunakan Persamaan 3.39 sampai Persamaan 3.40, dengan menetapkan nilai keseimbangan massa MB ≤ 0.1. Bila ukuran statistik yang dihasilkan tidak sesuai dengan ukuran yang ditetapkan, dilakukan perubahan nilai parameter yang terkait dalam proses kalibrasi. commit to user

4.7.9. Simulasi perubahan penutup lahan

Simulasi perubahan penutup lahan dilakukan dengan cara membagi zona DAS dalam tiga wilayah hulu, tengah, dan hilir dengan dasar pembagian wilayah adalah panjang sungai. Setelah dilakukan zonasi, kemudian dilakukan simulasi dengan cara merubah penutup lahan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Seluruh penutup lahan eksisting diubah menjadi hutan. 2. Penutup lahan di zone hulu diubah menjadi hutan. 3. Penutup lahan di zone tengah diubah menjadi hutan. 4. Penutup lahan di zone hilir diubah menjadi hutan. 5. Penutup lahan di zone hulu diubah menjadi tegalan. 6. Penutup lahan di zone tengah diubah menjadi daerah bisnis dan pemukiman. 7. Penutup lahan di zone hilir diubah menjadi daerah bisnis dan pemukiman. 8. Seluruh penutup lahan eksisting diubah penutup lahannya sesuai dengan poin 5, 6, dan 7. Ilustrasi pembagian zone sub-DAS Keduang dan diagram alir penelitian ditunjukkan pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4. Gambar 4.3. Pembagian wilayah DAS Hasil simulasi penutup lahan kemudian dibandingkan untuk mengetahui seberapa besar perubahan debit yang terjadi. Hulu Hilir Tengah commit to user

4.8. Diagram alir tahapan penelitian

Gambar 4.4. Bagan alir penelitian Data hujan dari Sta manual Uji: Jaringan Kepanggahan Kelengkapan data Plot stasiun hujan Polygon thiessen Mulai Data hujan dari Sta otomatik Hujan wilayah dan agihan hujan rendah Luas lahan, jenis tanah, kelengkungan ∆hL, kekasaran, penutupan lahan Peta grid Selesai Model Daerah Aliran Sungai Komparasi debit yang terjadi Menarik kesimpulan Simulasi: 1. Hulu hutan. 2. Tengah hutan 3. Hilir hutan 4. Total hutan Simulasi: 1. Hulu gundul 2. Tengah gundul 3. Hilir gundul 4. Total gundul MPAR MB 0,1 MPAR YA TIDAK commit to user 36

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1. Uji Data

Uji konsistensi dilakukan untuk menentukan data yang baik untuk dipakai dalam analisis. Uji dilakukan terhadap data hujan tahunan. Apabila terdapat data hujan yang dicurigai error atau rusak, maka data pada tahun tersebut tidak dimasukkan dalam uji konsistensi. Data yang dipilih kemudian dicari rerata dan standar deviasinya untuk diselisihkan dengan nilai hujan masing-masing tahun. Selisih data tersebut kemudian dibagi dengan standar deviasi untuk menentukan nilai Q. Nilai Q yang diperoleh kemudian dibagi dengan akar kuadrat dari jumlah data untuk kemudian dibandingkan dengan nilai kritik yang ada. Hasil uji konsistensi data hujan ditampilkan dalam Tabel 5.1. Tabel 5.1. Hasil uji data hujan tahunan No Nama Sta. Hjn Q Abs QsqrtN Q kritik Konsistensi 1 Girimarto SKT 27 3,18 1,01 1,14 Panggah 2 Girimarto PP 125B 3,09 0,98 1,14 Panggah 3 Sidoharjo 125C 4,11 1,30 1,14 Tidak panggah 4 Ngadirojo 125F 3,24 1,03 1,14 Panggah 5 Jatipurno 130B 3,27 1,03 1,14 Panggah 6 Jatiroto 130B 3,27 1,03 1,14 Panggah 7 Jatisrono 131 1,58 0,50 1,14 Panggah 8 Slogohimo 131B 2,75 0,87 1,14 Panggah 9 Jr Kemukus Peng SKT 33 3,71 1,17 1,14 Tidak panggah 10 Bulukerto 130A 2,62 0,83 1,14 Panggah Berdasarkan hasil uji, maka data hujan dari stasiun Sidoharjo 125C dan Jr Kemukus Peng SKT 33 tidak panggah. Data hujan dari stasiun Girimarto SKT 27, Girimarto PP 125B, Ngadirojo 125F, Jatipurno 130B, Jatiroto 130B, Jatisrono 131, Slogohimo 131B, dan Bulukerto 130A dinyatakan panggah pada data hujan tahun 1994, 1995, 1996, 1997, 1999, 2000, 2001, 2003, 2005, dan 2006. Perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.