Semiotika Roland Barthes Semiotika

digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan makna konotasi adalah bagaimana cara menggambarkanya. 13 Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos myth. Dalam pemahaman Barthes, mitos merupakan pengkodean makna dan nilai-nilai sosial yang dianggap alamiah. 14 Menurut Barthes mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. 15 Sebuah mitos dapat menjadi sebuah ideologi atau sebuah paradigma ketika sudah berakar lama, digunakan sebagai acuan hidup dan menyentuh ranah norma sosial yang berlaku di masyarakat. 16

B. Perspektif Islam

Perspektif adalah cara melukiskan suatu benda pada permukaan yang mendatar, sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi panjang, lebar, dan tingginya. Di samping itu pula perspektif bermakna sudut pandang atau pandangan. Dengan demikian perspektif adalah suatu pandangan seseorang terhadap suatu persoalan. 17 13 Wibowo, Semiotika Komunikasi, h. 22. 14 Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika: Kode , Gaya dan Matinya Makna, h. 305. 15 Wibowo, Semiotika Komunikasi, h. 22. 16 Benny Hoed, Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya, Jakarta: Komunitas Bambu, 2011, h. 59. 17 Faisol, Pendidikan Islam Perspektif, Jakarta: Ar-ruzz M edia, 2013 , h. 49. Sedangkan pengertian Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan kepada manusia melalui nabi Muhammad SAW sebagai Rasul. 18 Islam pada hakekatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari aspek kehidupan manusia yang bersumber dari ajaran-ajaran yang mengambil berbagai aspek yaitu Al- Qur’an dan hadist. Nama Islam berasal dari kata Salam yang terutama berarti “damai” dan juga berarti “menyerahkan diri”. Tertuang dalam ayat berikut : ُﻢﯿِﻠَﻌْﻟا ُﻊﯿِﻤﱠﺴﻟا َﻮُھ ۥُﮫﱠﻧِإ ۚ ِﮫﱠﻠﻟا ﻰَﻠَﻋ ْﻞﱠﻛَﻮَﺗَو ﺎَﮭَﻟ ْﺢَﻨْﺟﺎَﻓ ِﻢْﻠﱠﺴﻠِﻟ ۟اﻮُﺤَﻨَﺟ نِإَو Artinya: “dan jika mereka condong kepada perdamian, maka condonglah kepadanya dan bertawakalah kepada Allah. Sesungguuhnya Dialah yang maha mendengar lagi maha mengetahui”.QS. Al-anfal: 61 Maka keseluruhan pengertian yang dikandung nama ini adalah “kedamaian sempurna yang terwujud jika hidup sudah diserahkan kepada Allah”. 19 Tuhan dalam agama Islam adalah Allah SWT, kitab yang dianut umat islam adalah Al-Qur’an. Al-Quran merupakan mukzijat yang diberikan kepada nabi Muhammad SAW, yang dipercayai umat Islam sebagai nabi akhir zaman yang membawa cahaya bagi umat manusia. Pengertian Islam menurut KH. M. Syafi’I Hadzami adalah tunduk dan patuh terhadap apa yang diberitakan oleh Rasulullah. 20 Dalam pengertian 18 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, Jakarta: Universitas, 1985, h. 24. 19 Huston Smith, Agama-agama Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008, h. 254. 20 M. Syafi’I Hadzami, Tauhid Adilah, Jakarta: PT. Alwx Media Komputindo, 2010, h. 7. agama, kata Islam berarti kepatuhan kepada kehendak dan kemauan Allah, serta taat kepada hukum-Nya. 21 Dari segi bahasa, kata Islam berasal dari bahasa arab yang terambil dari akar kata salima. Dalam bahasa Indonesia kata tersebut diartikan dengan “selamat”. Dari akar kata salima tadi dibentuk kata aslama,yaitu salam yang artinya keselamatan, taslim yang artinya perdamaian. 22 Pengertian Islam secara umum berarti ketundukan dan ketaatan semua makhluk terhadap hukum-hukum yang telah ditetapkan Tuhan sang pencipta. Arah ketundukan terhadap hukum-hukum alam dan ketundukan terhadap ketentuan-ketentuan agama. 23 Jadi yang dimaksud dengan perspektif Islam adalah suatu pandangan seseorang terhadap hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah SWT.

C. Konflik Sosial

1. Pengertian Konflik Sosial

Konflik merupakan proses sosial yang pasti terjadi di tengah-tengah masyarakat yang dinamis. Konflik terjadi karena adanya perbedaan atau kesalahpahaman antara individu atau kelompok masyarakat yang satu dan individu atau kelompok masyarakat lainnya. 24 21 Abdalati hammudah, Islam Suatu Kepastian, Jakarta: Media Dakwah, 2008, h. 13. 22 Jam’annuri, Agama Kita Perspektif Sejarah Agama-agama Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2000, h. 107-108. 23 Jam’annuri, Agama Kita Perspektif Sejarah Agama-agama, h. 111. 24 Bagia Waluya, Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat, Bandung: PT Setia Purna Inves, 2007, h. 33. Untuk mendapatkan gambaran lebih luas tentang pengertian konflik, beberapa ahli mengemukakan pendapatnya mengenai definisi konflik. “Robert M.Z. Lawang, mengatakan bahwa konflik diartikan sebagai perjuangan untuk memperoleh hal-hal langka, seperti nilai, status, kekuasaan, dan sebagainya, yang tujuan mereka berkonflik itu tidak hanya memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan pesaingnya. Konflik dapat diartikan sebagai benturan kekuatan dan kepentingan antara satu kelompok dan kelompok lain dalam proses perebutan sumber-sumber kemasyarakatan ekonomi, politik, sosial, dan budaya yang relatif terbatas.” Sedangkan definisi lain mengenai konflik dijelaskan oleh Peter Harris dan Ben Relly 1998. Peter Harris dan Ben Relly 1998, berpendapat bahwa sifat konflik yang tajam di dunia telah berubah dalam suatu dekade terakhir, baik dalam inti permasalahan maupun dalam bentuk pengekpresiannya. Salah satu perubahan yang paling dramatis adalah pergeseran dari konflik antarnegara yang tradisional perang antarnegara berdaulat menuju konflik dalam negara. Konflik-konflik yang paling kejam sepanjang abad ke-20 adalah konflik antarnegara. Akan tetapi, pada tahun 1990-an hampir semua konflik besar di dunia terjadi dalam negara atau konflik internal, misalnya perang saudara, pemberontakan bersenjata, gerakan separatis dengan kekerasan, dan peperangan domestik lainnya. 25 Dalam konflik pasti ada perselisihan dan pertentangan di antara pihak- pihak berkonflik. Konflik bisa dialami oleh siapa saja pada berbagai lapisan masyarakat. Konflik bisa dimulai dari keluarga, masyarakat sekitar, nasional, dan global. 26 25 Waluya, Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat, h. 33. 26 Waluya, Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat, h. 33.