Tim Produksi GAMBARAN UMUM FILM

39

BAB IV TELAAH SEMIOTIKA TENTANG KEPEDULIAN TERHADAP

KONFLIK SOSIAL DALAM FILM A THOUSAND TIMES GOOD NIGHT Film A Thousand Times Good Night merupakan film yang bergenre drama. Film tersebut menceritakan tentang seorang wanita yang berprofesi sebagai fotografer konflik dan harus dihadapkan pada pilhan antara keluarga atau karirnya yang membahayakan dirinya sendiri. Film ini diangkat dari pengalaman pribadi sutradara dan penulis naskah yaitu Eric Poppe, Ia mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa: “I took my own story, straight from my life, and made it as the film’s story, It was very personal, the whole film is telling a story that’s almost autobiographical. It’s almost from my diary…”. 1 Artinya: “Saya mengambil cerita pribadi saya, langsung dari hidup saya, dan membuatnya menjadi cerita film, hal itu sangat pribadi, keseluruhan film memberitahukan cerita yang hampir autobiografi. Cerita tersebut dari buku harian saya…” Karena film tersebut merupakan kisahnya sendiri, bahkan Poppe menunjukkan filmnya kepada anak dan istrinya sebelum dirilis. Ia merasa perlu menanyakan pendapat anak dan istrinya bagian-bagian mana saja yag perlu ditampilkan ataupun tidak. Selain film ini merupakan autobiografi, hal lain yang menarik dalam film ini adalah bahwa pemeran utamanya seorang wanita yang bernama Rebecca. Eric Poppe juga menjelaskan mengapa ia memilih peran wanita dalam film yang 1 Stefan Pape, “The HeyUGuys Interview: “It’s almost from my diary” – Erik Poppe on A Thousand Times Good Night”, artikel diakses pada 1 Agustus 2016 dari http:www.heyuguys.cominterview-erik-poppe-a-thousand-times-good-night mengangkat kisahnya tersebut. Menurut Poppe, ia merubah dirinya menjadi seorang wanita untuk menegaskan dan membuat topik cerita lebih penting dan mudah bagi penonton memahaminya. Penonton akan sulit melihat dan menerimanya hanya karena ia adalah seorang ibu yang memiliki pekerjaan berat dan memiliki dua orang anak yang masih kecil. 2 Poppe mengatakan: “The female perspective in our story is all about how a woman photographer in particular is better able to portray the totality of war. She is in the same place men are, and is covering the same situations, but in the Muslim world she also had access to areas from which male journalists are excluded. 3 Artinya: “Perspektif perempuan dalam cerita kita semua tentang bagaimana fotografer perempuan secara khusus lebih mampu menggambarkan keseluruhan perang. Dia berada di tempat yang sama dengan laki-laki, dan meliput keadaan yang sama, tetapi dalam dunia Muslim perempuan memiliki akses ke daerah-daerah dimana laki-laki tidak diperbolehkan.” Jadi menurutnya jurnalis wanita memiliki akses lebih dalam peliputan di daerah perang terutama dalam dunia Muslim dimana jurnalis laki-laki tidak diperkenankan untuk meliput. Adapun penelitian dari penelitian ini ditemukan lima scene yang menunjukkan kepedulian terhadap konflik sosial yang diantaranya: a. Memberitahu adanya ancaman bom b. Menolong para korban bom bunuh diri c. Mengenang para korban konflik d. Perjuangan menerbitkan berita konflik di media e. Memberikan bantuan keamanan di Kenya 2 Pape, “The HeyUGuys Interview: “It’s almost from my diary” – Erik Poppe on A Thousand Times Good Night”. 3 Risky, “Menjadi Fotografer Konflik”, artkel diakses pada 1 Agustus 2016 dari http:www.terlalurisky.com201501ketika-fotografer-konflik-menghadapi.html