Mitos Menolong Para Korban Bom Bunuh Diri

Medium Shot MS, memperlihatkan tampilan seseorang dari batas pinggang keatas. Sumber gambar dan dialog berdasarkan film A Thousand Times Goodnight

1. Denotasi

Gambar pertama menampilkan sebuah ruangan yang terdiri dari beberapa ruang yang dikotakkan dan foto-foto yang memenuhi dinding. Gambar kedua menampilkan sebuah foto beberapa anak di dinding berwarna biru. 20

2. Konotasi

Dalam scene ini gambar diambil di dalam kantor berita, hal ini dapat terlihat dari ruangan-ruangan yang dikotak-kotakkan sebagaimana ruang kerja pada umumnya di sebuah kantor. Bentuk kepedulian pada konflik dalam scene ini dapat terlihat pada foto-foto yang ditempel pada dinding- dinding ruangan, dimana foto-foto tersebut merupakan foto-foto korban konflik yang terjadi di belahan dunia. Warna biru pada dinding diartikan dalam budaya Barat terkait dengan perasaan melankolis, sehingga memunculkan kata Blues ketika ada seseorang yang terlihat sedih, sedangkan di banyak negara Timur Tengah, biru berarti keselamatan dan perlindungan, dan merupakan simbol dari surga, spiritualitas, dan 20 Berdasarkan hasil pengamatan dalam film “A Thousand Times Goodnight” pada 1 Agustus 2016. keabadian. 21 Sedangkan, foto merupakan gambar diam yang merekam suatu objek, kejadian atau keadaan pada suatu waktu tertentu. Jadi dapat diartikan diletakkannya foto-foto konflik di dinding berwarna biru yaitu untuk mengingat keadaan yang dialami mereka yang menjadi korban konflik di belahan dunia, dimana mereka mengalami kesedihan tiada akhir akibat konflik yang terjadi di negaranya dan berharap mendapatkan perlindungan agar dapat hidup dengan tenang. 22

3. Mitos

Konflik-konflik yang terjadi di belahan dunia seakan-akan terus terjadi tiada henti. Salah satunya di Afganistan, tidak terhitung warga Afghanistan yang tewas pada tahun-tahun terakhir karena terus berlangsungnya penyangkalan sistemik atas hak-hak perempuan. Selain itu, ada pula kematian orang-orang tak bersalah yang sekedar lewat, terbunuh dalam peristiwa pengeboman bunuh diri oleh Taliban serta pihak-pihak lain. Hal ini merupakan bentuk teror atas penduduk Afghanistan dan ancaman yang harus dihadapi setiap saat. 23 Maka dari itu, orang-orang yang menjadi korban konflik mengharapkan kepedulian dari masyarakat luas. Dalam Islam, Islam senantiasa mengajarkan kita untuk berempati, baik kepada sesama manusia, dan kepada semua makhluk ciptaanNya. 21 “Makna Warna dari Beberapa Negara di Dunia,” artikel diakses pada 1 Agustus 2016 dari http:nationalgeographic.co.idberita201601makna-warna-dari-beberapa-negara-di-dunia 22 Berdasarkan hasil pengamatan dalam film “A Thousand Times Goodnight” pada 1 Agustus 2016. 23 Malalai Joya, A Woman Among Warlord, Rika Iffati Farihah, h. 369. Dalam Al-Quran, bentuk empati ini seperti dilukiskan dalam surat Al- Maidah ayat 2 berikut: ىَﻮْﻘﱠﺘﻟاَو ﱢﺮﺒْﻟا ﻰَﻠَﻋ ْاﻮُﻧَوﺎَﻌَﺗَو ”Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa. Dan dijelaskan pula dalam hadis berikut: َﺑْﺮُﻛ ٍﻢِﻠْﺴُﻣ ْﻦَﻋ َجﱠﺮَﻓ ْﻦَﻣَو ِﮫِﺘَﺟﺎَﺣ ﻰِﻓ َﮫﱠﻠﻟا ﱠنِﺈَﻓ ِﮫﯿِﺧَأ ِﺔَﺟﺎَﺣ ﻰِﻓ َنﺎَﻛ ْﻦَﻣ ُﮫﱠﻠﻟا َجﱠﺮَﻓ ًﺔ ِﺔَﻣﺎَﯿِﻘْﻟﺎِﻣْﻮَﯿِﺑَﺮُﻜْﻨِﻣًﺔَﺑْﺮُﻛﺎَﮭِﺒُﮭْﻨَﻋ Artinya: “Barang siapa yang mencukupi kebutuhan saudarnya, niscaya allah akan memenuhi kebutuhannya, dan barang siapa yang melepaskan satu kesusahan yang dialami oleh seorang muslim, maka allah akan meng-hindarkannya dari satu kesusahan di hari kiamat. HR. Musl im Manusia perlu selalu mengasah dan mempertajam empati, simpati, dan apresiasi terhadap sesamanya. Sebab, menurut keyakinan Nurcholis Madjid seorang tokoh neo-modernisme Islam Indonesia, sesungguhnya manusia tidak pernah menderita sendirian. Apa yang kita derita sesungguhnya juga bisa dan telah di derita orang lain. 24

D. Perjuangan Menerbitkan Berita Konflik Di Media

Pada scene keempat menceritakan Rebecca yang sedang melakukan video call dengan Jesicca teman satu kantornya. Jesicca memberitahu bahwa foto-foto yang diambil Rebecca saat di Afghanistan tidak bisa untuk 24 Mohamad Monib dan Islah Bhahrawi, Islam Dan Hak Asasi Manusia Dalam Pandangan Nurcholis Madjid, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2011, h. 271.