Majas Dalam Bahasa Melayu Pada Masyarakat Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara

(1)

MAJAS DALAM BAHASA MELAYU PADA MASYARAKAT KUALUH HILIR KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

SKRIPSI SARJANA Dikerjakan

O L E H

NAMA : MUSTAQIM

NIM : 080702013

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013


(2)

MAJAS DALAM BAHASA MELAYU PADA MASYARAKAT KUALUH HILIR KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

NAMA : MUSTAQIM

NIM : 080702013

Diketahui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Warisman Sinaga, M.Hum

NIP. 19620716 198803 1002 NIP 1963 0202 1991 031004 Drs. Ramlan Damanik, M.Hum

Disetujui Oleh : Departemen Sastra Daerah

Ketua

NIP 196207161988031002 Drs. Warisman Sinaga, M.Hum.


(3)

PENGESAHAN Diterima oleh :

Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara guna melengkapi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Hari / Tanggal : ………..

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan

NIP 195110131976031001 Dr. Syahron Lubis, M.A

Panitia Ujian :

No Nama Tanda Tangan

1. ……….. ……….

2. ……….. ……….

3. ……….. ……….

4. ……….. ……….


(4)

Disetujui Oleh :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

MEDAN 2013

Departemen Sastra Daerah Ketua

NIP 19620716 198803 1002 Drs. Warisman Sinaga, M.Hum.


(5)

ABSTRAK

Mustaqim, 2013. judul skripsi : Majas dalam Bahasa Melayu pada Masyarakat Kualuh Hilir di Kelurahan Kampung Mesjid Kabupaten Labuhanbatu Utara. Terdiri dari 5 bab, 80 halaman.

Skripsi ini berisi pembahasan tentang majas dalam bahasa Melayu pada masyarakat Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara dengan tujuan untuk memaparkan majas apa saja yang digunakan dalam bahasa Melayu pada masyarakat Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhanbatu Utara, beserta fungsi dan makna yang terkandung dalam majas tersebut.

Masyarakat Melayu Kampung Masjid merupakan masyarakat yang tinggal di pesisir pantai Sumatera Timur, tepatnya di Kecamatan Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhanbatu Utara. Mereka mempunyai adat-istiadat, tradisi serta kesenian berbahasa yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka. Salah satunya adalah majas atau gaya bahasa yang sampai saat ini masih sering digunakan para penuturnya. Masyarakat Melayu Kualuh tersebut tidak pernah terlepas dari ciri-ciri berbahasa yang menonjolkan bentuk kiasan atau perumpamaan dengan tujuan memunculkan nilai-nilai estetis dalam berbahasa.

Majas merupakan gaya bahasa yang bertujuan melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakan atau membandingkan dengan sesuatu yang lain sehingga dapat menimbulkan efek dan asosiasi tertentu oleh penyimaknya. Majas yang terdapat dalam bahasa Melayu pada Masyarakat Kualuh Hilir digolongkan menjadi empat kategori yakni majas perbandingan, pertentangan, pertautan, dan perulangan. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan diketahui bahwa majas dalam bahasa Melayu pada Masyarakat Kualuh Hilir memiliki fungsi konkritisasi, memperindah bunyi tuturan, menjelaskan gambaran, menghidupkan gambaran, mempersingkat penuturan, dan melukiskan perasaan. Sedangkan makna majas dalam bahasa Melayu pada masyarakat Kualuh Hilir dapat kita golongkan menjadi makna sindiran, makna nasihat, dan makna kesopanan.


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, segala puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan. Shalawat dan salam juga penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, seorang tokoh revolusioner yang berakhlak Al-Quran yang menjadi teladan bagi seluruh umat manusia.

Skripsi ini berjudul Majas dalam Bahasa Melayu Pada Masyarakat Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara. Penulis memilih judul skripsi ini karena penelitian dalam kajian ini masih sedikit dilakukan dan juga dilatarbelakangi hasrat dan keinginan penulis untuk turut menjaga dan melestarikan kekayaan budaya daerah khususnya budaya Melayu sebagai bagian dari kebudayaan Nasional. Skripsi ini dapat terselesaikan bukanlah semata – mata atas jerih payah penulis sendiri, tetapi tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Skripsi ini dibagi menjadi lima bab. Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bab II merupakan kajian pustaka yang terdiri atas kepustakaan yang relevan dan teori yang digunakan, Bab III terdiri atas metode penelitian yang


(7)

mencakup metode dasar, lokasi penelitian, jenis dan sumber data, instrumen penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, dan metode analisis data, Bab IV merupakan pembahasan tentang masalah yang ada pada perumusan masalah, dan Bab V merupakan kesimpulan dan saran.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum bisa dikatakan sempurna. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penulis.

Medan, Juli 2013 Penulis,


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Melalui skripsi ini, dengan kerendahan hati yang tulus dan ikhlas penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan sekaligus dosen pembimbing I penulis yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga serta memberikan perhatiannya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Herlina Ginting, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang juga turut memberi masukan dan saran kepada penulis.

4. Bapak Drs. Ramlan Damanik, M.Hum, selaku dosen pembimbing II penulis yang juga telah banyak mengorbankan waktu dan pemikirannya dalam memberikan saran dan masukan bagi penulis untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak / ibu staf pengajar dan pegawai di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan mendidik penulis sejak berada di Departemen Sastra Daerah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.


(9)

6. Kepada ayahanda dan ibunda tercinta Darwin Tanjung dan Yusmidawati Sagala yang tak pernah merasa lelah mendidik dan memberikan motivasi bagi penulis untuk belajar serta telah banyak berkorban baik dalam materi, tenaga, pikiran, maupun limpahan kasih sayang serta doa sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Ilmu Budaya ini.

7. Kepada abang-abang penulis, Ahmad Darmi Tanjung, Obi Darlin Tanjung, S.E, Zul Tanjung, serta adik – adik penulis Liza, Kakak-Dedek dan Ziah dan seluruh keluarga besar penulis yang selalu menjadi penyemangat dan memberikan bantuannya kepada penulis selama ini.

8. Kepada Bapak Sadikin dan Buk Icik juga Bang Kiki, Bang Ozaq dan Bang Iqbal yang selalu memberikan bantuannya kepada penulis selama perkuliahan ini.

9. Rekan-rekan aktivis HMI Komisariat FIB USU periode 2009-2010 yaitu ketua Dera, Ibnu, Dody, Fitri, Ika, Fahry, Surya, Boby, bg. Eka, kak Indah, Maya, Liska, Firly Dara Syafitri, Ophie dan lain-lain.

10. Rekan – rekan stambuk 2008, Fadhlan , Fakhrizal Fahri, Boby Heryawan Tarigan, Surya Darma, Rendi Novrizal, Juni Chaniago, Hasudungan, Girson Tarigan, Ardiani Tarigan, Nurmaini, Rama Astika, Widya, Fitri, Pinky, Nadila serta kawan – kawan lainnya. 11. Kawan – kawan kos LAJANG, Fadhlan , Nawir, Ucok Dolok, Fahry,,


(10)

12. Kawan – kawan dari GEMA LABURA, Yunuz Lubis, Fadhlan, Rafi Suwandira B.B, Dian Pramana Hsb, Obi Darlin Tanjung, Mastopan Sitorus, Popi, Abdi, Syamsul, Nuari , Rahmat, Arfan serta seluruh jajaran kepengurusan GEMA LABURA.

13. Seluruh keluarga besar yang berada di Labuhanbatu Utara yang telah banyak memberikan dorongan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Akhir kata, atas bantuan dari semua pihak, penulis mengucapkan terimakasih. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………... i

KATA PENGANTAR ……… ii

UCAPAN TERIMAKASIH ………... iv

DAFTAR ISI ……….. vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………... 1

1.2 Rumusan Masalah ………... 4

1.3 Tujuan Penelitian ……….. 5

1.4 Manfaat Penelitian ……….. 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan ……….. 7

2.2 Teori yang Digunakan ………... 9

2.2.1 Fungsi Majas ………... 16

2.2.2 Makna Majas ……… 18

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Dasar ………... 20

3.2 Lokasi Penelitian ………..20

3.3 Jenis dan Sumber Data ………. 21

3.4 Instrumen Penelitian ……… 22

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data …………... 22


(12)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Majas Dalam Bahasa Melayu Pada Masyarakat

Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara ……….. 24

4.1.1 Majas Perbandingan 4.1.1.1 Majas Perumpamaan ……….. 24

4.1.1.2 Majas Metafora ……….. 27

4.1.1.3 Majas Personifikasi ………... 31

4.1.1.4 Majas Antitesis ………... 32

4.1.2 Majas Pertentangan 4.1.2.1 Majas Hiperbola ………... 34

4.1.2.2 Majas Litotes ……….. 35

4.1.2.3 Majas Ironi ………... 36

4.1.2.4 Majas Oksimoron ………... 38

4.1.2.5 Majas Paronomasia ……… 39

4.1.2.6 Majas Paralipsis ………... 40

4.1.2.7 Majas Zeugma ……… 41

4.1.3 Majas Pertautan 4.1.3.1 Majas Metonimia ………... 42

4.1.3.2 Majas Sinekdoke ……… 44

4.1.3.3 Majas Alusi ……… 46

4.1.3.4 Majas Eufimisme ………... 47


(13)

4.1.3.6 Majas Inversi ……….. 50

4.1.3.7 Majas Gradasi ……… 51

4.1.4 Majas Perulangan 4.1.4.1 Majas aliterasi ……… 54

4.1.4.2 Majas Antanaklasis ……… 57

4.1.4.3 Majas Kiasmus……… 58

4.1.4.4 Majas Repetisi ………... 59

4.2 Fungsi Majas Dalam Bahasa Melayu Pada Masyarakat Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara ……….. 60

4.2.1 Konkritisasi ……….. 60

4.2.2 Memperindah Bunyi Tuturan ………... 61

4.2.3 Menjelaskan Gambaran ……… 62

4.2.4 Memberikan Penekanan Penuturan dan Emosi ……… 63

4.2.5 Menghidupkan Gambaran ……… 64

4.2.6 Mempersingkat Penuturan ………... 65

4.2.7 Melukiskan Perasaan ……… 65

4.3 Makna Majas Dalam Bahasa Melayu Pada Masyarakat Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara ……….. 66

4.3.1 Makna Sindiran ……… 66

4.3.2 Makna Nasehat ………. 67


(14)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ……….. 70 5.2 Saran ……… 72

DAFTAR PUSTAKA ………. 73 LAMPIRAN

1. Daftar Informan ………. 75

2. Angket ………...……….. 77


(15)

ABSTRAK

Mustaqim, 2013. judul skripsi : Majas dalam Bahasa Melayu pada Masyarakat Kualuh Hilir di Kelurahan Kampung Mesjid Kabupaten Labuhanbatu Utara. Terdiri dari 5 bab, 80 halaman.

Skripsi ini berisi pembahasan tentang majas dalam bahasa Melayu pada masyarakat Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara dengan tujuan untuk memaparkan majas apa saja yang digunakan dalam bahasa Melayu pada masyarakat Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhanbatu Utara, beserta fungsi dan makna yang terkandung dalam majas tersebut.

Masyarakat Melayu Kampung Masjid merupakan masyarakat yang tinggal di pesisir pantai Sumatera Timur, tepatnya di Kecamatan Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhanbatu Utara. Mereka mempunyai adat-istiadat, tradisi serta kesenian berbahasa yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka. Salah satunya adalah majas atau gaya bahasa yang sampai saat ini masih sering digunakan para penuturnya. Masyarakat Melayu Kualuh tersebut tidak pernah terlepas dari ciri-ciri berbahasa yang menonjolkan bentuk kiasan atau perumpamaan dengan tujuan memunculkan nilai-nilai estetis dalam berbahasa.

Majas merupakan gaya bahasa yang bertujuan melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakan atau membandingkan dengan sesuatu yang lain sehingga dapat menimbulkan efek dan asosiasi tertentu oleh penyimaknya. Majas yang terdapat dalam bahasa Melayu pada Masyarakat Kualuh Hilir digolongkan menjadi empat kategori yakni majas perbandingan, pertentangan, pertautan, dan perulangan. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan diketahui bahwa majas dalam bahasa Melayu pada Masyarakat Kualuh Hilir memiliki fungsi konkritisasi, memperindah bunyi tuturan, menjelaskan gambaran, menghidupkan gambaran, mempersingkat penuturan, dan melukiskan perasaan. Sedangkan makna majas dalam bahasa Melayu pada masyarakat Kualuh Hilir dapat kita golongkan menjadi makna sindiran, makna nasihat, dan makna kesopanan.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Manusia sebagai mahluk sosial memerlukan bahasa untuk berkomunikasi satu sama lain. Melalui bahasa pula, semua informasi yang ingin kita sampaikan akan dapat diterima orang lain, sehingga tercipta interaksi sosial sesama masyarakat. Bahasa merupakan milik anggota masyarakat yang tercermin dalam ide, tindakan dan hasil karya manusia. Selain itu, bahasa juga sebagai sarana manusia untuk berperilaku sebagaimana perannya sebagai mahluk sosial. Oleh karena itulah bahasa tidak pernah lepas dari segala tindak tanduk manusia, dalam arti tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai bahasa.

Fungsi bahasa sangat penting bagi kehidupan manusia seperti apa yang dinyatakan oleh Ritonga (2009:2) bahwa secara umum bahasa itu berfungsi sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat, bila fungsi umum itu diperinci maka dapat dikatakan bahasa itu mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Fungsi praktis yaitu untuk mengadakan antar hubungan (interaksi) dalam pergaulan sehari-hari.

b. Fungsi artistik yaitu manusia mengolah dan mengungkapkan bahasa itu dengan seindah-indahnya guna pemuasan rasa estetis manusia.


(17)

d. Fungsi filologis yaitu mempelajari naskah-naskah tua untuk menyelidiki latar belakang sejarah manusia, sejarah kebudayaan, sejarah adat, serta perkembangan bahasa itu sendiri.

Berbicara mengenai bahasa dan masyarakat, tentu tidak akan pernah terlepas dari kebudayaan. Budaya ini berada ditengah-tengah masyarakat, yang berkembang seiring dengan kemajuan bahasa. Di Indonesia, sebagai negara yang multikultural dan heterogen yang terdiri atas beraneka ragam suku bangsa, memiliki keberagaman bahasa daerah, Salah satunya adalah bahasa Melayu. Bahasa daerah itu tumbuh dan berkembang secara berdampingan dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara.

Bahasa Melayu adalah bahasa yang dipakai oleh penuturnya untuk berkomunikasi dalam mengungkapkan pikiran serta perasaannya. Bahasa ini memiliki beragam ungkapan dan gaya bahasa. Jika kita lihat latar belakang kehidupan orang Melayu, unsur penting yang menentukan kehidupan orang Melayu adalah adat istiadat dan agama. Kedua unsur ini membawa kehalusan budi Melayu untuk mengungkapkan fikirannya dalam berkomunikasi dan untuk menyampaikan argumentasi mereka menggunakan bahasa ekspresif dalam kiasan-kiasan yang halus dan santun. Selain sebagai pendukung komunikasi, bahasa juga merupakan alat budaya sebagaimana yang dinyatakan Sibarani (2004:60)

“Bahasa juga sangat erat kaitannya dengan budaya, bahkan bahasa merupakan salah satu dari tujuh unsur kebudayaan. Ketujuh unsur kebudayaan itu adalah (1) bahasa, (2) sistem pengetahuan, (3) organisasi sosial, (4) sistem peralatan hidup dan teknologi, (5) sistem mata pencarian hidup, (6) sistem religi, (7) kesenian. Penempatan bahasa sebagai unsur pertama kebudayaan menunjukkan betapa besar peranan bahasa dalam kebudayaan masyarakat di samping bahasa merupakan kebiasaan terpola yang pertama diperoleh manusia sejak lahir”.


(18)

Bangsa Melayu dikenal dengan karakter dan sikap masyarakatnya yang ekspresif karena dalam berkomunikasi dan menyampaikan sesuatu selalu secara tidak langsung atau bersifat kiasan. Banyak pertimbangan yang menyebabkan penyampaian maksud itu secara tidak langsung, ini dilakukan salah satunya adalah untuk menghindari ketersinggungan seseorang. Dengan adanya ujaran tertentu yaitu gaya bahasa maka akan dapat menyampaikan pesan dengan pengaburan arti bahasa sehingga menimbulkan efek-efek tertentu, seperti kesantunan dalam berbahasa.

Masyarakat Melayu di sepanjang pesisir Timur Sumatera, khususnya di Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, tidak terlepas dari ciri-ciri berbahasa yang bersifat kiasan. Hal ini tercermin dalam tradisi masyarakatnya yang merealisasikan dalam kesenian berbahasa, seperti pantun, senandung, pribahasa, lagu-lagu, dan ungkapan tradisional yang menjadi kearifan lokal masyarakatnya. Kesemuanya tidak terlepas dari semacam gaya bahasa (majas) yang bertujuan untuk meningkatkan efek dan asosiasi tertentu. Sangat banyak karya-karya tradisi orang Melayu yang benilai estetis dan menonjolkan kesenian yang indah. Tradisi tersebut mereka fahami sebagai wujud dari kebudayaan mereka yang diwariskan secara turun-temurun yang wajib mereka jaga eksistensinya.

Pada dasarnya sendi-sendi kehidupan masyarakat Melayu dibatasi oleh adat istiadat dan agama yang mewujudkan etika, kehalusan budi bahasa, bertutur dengan adab dan sopan santun sehingga membuat kata-kata yang dirangkai penuh dengan segala kehalusan (Arrasyid dkk, 2008 :3).


(19)

Oleh karena itulah masyarakat Melayu baik dalam berbahasa maupun dalam berkesenian selalu sarat akan bahasa kias atau majas. Masyarakat Melayu terkesan benar-benar memanfaatkan bahasa kias atau majas tersebut dalam berkomunikasi. Hal ini bertujuan untuk menjelaskan gagasan-gagasan atau ide mereka terhadap sesuatu dengan memakai figura dalam pengertian ‘bayangan, gambaran, sindiran, atau kiasan. Penggunaan majas dalam prakteknya sering ditemui dalam kehidupan kita. Karena terkadang dalam menyampaikan sesuatu seseorang tidak langsung ingin mengutarakan objeknya, namun mengutarakan dengan gaya bahasa tertentu.

Penulis mengkaji majas sebagai suatu kajian linguistik karena majas merupakan kekayaan bahasa dan bagian dari kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Melayu dan perlu dipertahankan kelestariannya. Salah satu caranya adalah dengan cara menginventarisasi kekayaan bahasa tersebut agar tidak hilang tergerus globalisasi dan modernisasi. Dalam skripsi ini penulis akan mengkaji majas yang ada pada masyarakat Melayu Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhanbatu Utara, yang cenderung masih menggunakan bahasa berkias. Karena pada hakikatnya masyarakat Melayu tidak dapat menghindarkan diri dari pemakaian bahasa kias tersebut.

1.2Rumusan Masalah

Setiap pembahasan memiliki masalah pokok yang akan dikaji, maka dalam pembahasan kali ini rumusan masalah yang akan dibahas adalah:


(20)

1. Majas apa saja yang digunakan oleh masyarakat pada bahasa Melayu di Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara?

2. Apa fungsi majas pada masyarakat Melayu di Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara?

3. Makna apa yang terkandung pada majas dalam bahasa Melayu pada masyarakat Melayu Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara?

1.3Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menggali salah satu bentuk khazanah budaya Melayu, yang sampai saat ini masih dipertahankan. Kajian ini diharapkan menjadi salah satu dari sekian banyak referensi untuk memberikan kontribusi dalam usaha mempertahankan budaya daerah yang merupakan bagian dari kebudayaan nasional.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan di atas, yaitu :

1. Untuk mengetahui majas apa saja digunakan dalam bahasa Melayu pada masyarakat Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhanbatu Utara.

2. Untuk mengetahui fungsi majas pada masyarakat Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhanbatu Utara.

3. Untuk mengetahui makna yang terkandung pada majas bahasa Melayu pada masyarakat Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhanbatu Utara.


(21)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan memiliki manfaat yang sangat besar. Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah :

1. Sebagai referensi kepustakaan, khususnya dalam bidang linguistik.

2. Untuk memberikan wawasan baru mengenai majas dalam bahasa Melayu, khususnya masyarakat Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhanbatu Utara.

3. Untuk menginventarisasi khazanah budaya Melayu dalam bidang linguistik.


(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Penulisan karya ilmiah tentunya tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan. Ada beberapa buku yang dipakai dalam memahami dan mendukung penelitian ini antara lain buku berjudul Diksi dan Gaya Bahasa karangan Gorys Keraf (1981), buku Makna dalam Wacana oleh Sudaryat (2009) untuk mengetahui klasifikasi majas serta pemakaiannya. Dan juga buku Semantik 2 Pemahaman Ilmu makna oleh Djajasudarma (1991). Berkaitan dengan judul skripsi ini maka yang akan dibahas adalah majas. beberapa definisi majas seperti yang akan dijelaskan berikut.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), majas adalah cara melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakan dengan sesuatu yang lain; kiasan.

Sementara itu, Dale (dalam Tarigan, 1986 :112) majas, kiasan, atau ‘figure of speech’ adalah bahasa kias, bahasa indah yang dipergunakan untuk meninggikan serta meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum.

Warriner (dalam Tarigan, 1986:112) majas atau ‘figuratif language’ adalah bahasa yang dipergunakan secara imajinatif, bukan dalam pengertian yang benar-benar secara kalamiah saja. Begitu pula seperti yang diungkapkan oleh


(23)

Keraf (2006 :113) bahwa style atau gaya bahasa merupakan cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian seseorang.

Gaya bahasa memungkinkan kita untuk dapat menilai pribadi, watak, dan kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu. Semakin baik gaya bahasanya, semakin baik pula penilaian orang terhadapnya. Sebaliknya, semakin buruk gaya bahasanya, semakin buruk pula penilaian yang diberikan padanya.

Majas atau gaya bahasa adalah bahasa berkias yang disusun untuk meningkatkan efek dan asosiasi tertentu. Menurut Keraf (dalam Sudaryat 2009:92) berpendapat bahwa majas yang baik harus memenuhi beberapa syarat dan kriteria tertentu, di antaranya kejujuran, sopan santun, dan menarik.

Kejujuran adalah suatu pengorbanan karena terkadang meminta kita untuk meleksanakan suatu yang tidak menyenangkan hati. Kejujuran dalam bahasa ialah sadar untuk mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang baik dan benar. Tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit karena dapat membuka jalan kea rah ketidakjujuran. Singkatnya, kejujuran berbahasa merupakan penggunaan bahasa secara efektif dan efisien.

Sopan santun atau tata krama berbahasa adalah menghargai dan menghormati si pesapa. Kesopansantunan dalam gaya bahasa dimanifestasikan melalui kejelasan dan kesingkatan pemakaian kata. Kejelasan ialah menyampaikan sesuatu secara jelas atu efektif dalam segala aspek seperti struktur kata atau kalimat, korespondensi dengan fakta yang diungkapkan, pengaturan secara logis, penggunaan kiasan, dan perbandingan.


(24)

Menarik artinya dalam pemakaian bahasa tidak membosankan atau monoton. Oleh karena itu majas yang menarik diukur dengan variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, vitalitas, penuh imajinatif, variatif, sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup (vitalitas), dan penuh daya khayal. Berdasarkan Kamus Terampil Berbahasa Indonesia majas adalah kalimat khusus yang maknanya dapat menimbulkan daya tarik pembaca atau pendengar dan kadang-kadang maknanya menyimpang dari makna yang sebenarnya.

2.2 Teori yang Digunakan

Majas sungguh beraneka ragam dalam kehidupan kita. Majas yang beraneka ragam itu dapat dikelompokkan dengan berbagai cara tergantung dari berbagai cara memandangnya. Selama ratusan tahun telah dilakukan penelitian tentang hal ini. Berbagai klasifikasi dikemukakan dan diajukan oleh para ahli sebagai dasar penentuan apa yang disebut majas.

Dalam tulisan ini, kata majas dipakai sesuai dengan apa yang dimaksud dengan kata atau ungkapan yang digunakan dengan makna atau kesan yang berbeda dari makna yang biasa digunakan. Oleh karena itu, semua jenis makna yang mengandung implisit dalam konteks tertentu dapat membentuk kehadiran majas.

Majas dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori. Beberapa pakar menggunakan istilah majas untuk menerjemahkan istilah bahasa Inggris figure of speech yang dapat digunakan untuk memperkuat gaya bahasa.


(25)

Dalam penulisan skrispsi ini, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Tarigan (1986 : 94) yang mengatakan bahwa majas, kiasan atau figure of speech adalah bahasa kias, bahasa-bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda yang lain yang lebih umum. Pendek kata penggunaan majas tertentu dapat berubah serta dapat menimbulkan nilai rasa atau konotasi tertentu.

Tarigan mengkategorikan gaya bahasa atau majas menjadi empat golongan yakni :

1. Majas Perbandingan, meliputi majas perumpamaan, kiasan, penginsanan, sindiran, dan antithesis.

2. Majas Pertentangan, meliputi majas hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, paronomasia, paralipsis, zeugma.

3. Majas Pertautan, ,meliputi majas metonimia, sinekdoke, alusi, eufimisme, ellipsis, inverse, gradasi, dan

4. Majas Perulangan, meliputi majas aliterasi, antanaklasis, kiasmus dan repetisi.

Dalam pembahasan berikut ini akan dijelaskan mengenai pengelompokan majas satu persatu secara terperinci :

a. Majas Perbandingan

Majas perbandingan adalah jenis majas yang memperbandingkan sesuatu dengan yang lain. Majas perbandingan dapat dikelompokan sebagai berikut:

1. Simile atau perumpamaan adalah majas yang membandingkan antara dua hal yang pada dasarnya berlainan atau sengaja dianggap sama


(26)

antara satu dengan lainnya yang dinyatakan dengan kata-kata depan dan penghubung seperti : layaknya, bagaikan, dan lain-lain.

Contoh:

Seperti air di daun keladi

2. Metafora adalah majas yang membandingkan antara dua hal atau benda untuk menciptakan suatu kesan mental yang hidup, walaupun tidak dinyatakan secara implisit dengan penggunaan kata-kata bak, Seperti, laksana, umpama seperti perumpamaan

Contoh:

Mina buah hati Edi

3. Personifikasi adalah jenis majas yang melekatkan sifat insan kepada barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Majas ini dapat pula diartikan sebagai penggambaran benda-benda yang tak bernyawa seolah-olah memiliki sifat seperti manusia.

Contoh:

Mentari mengintip wajahku lewat jendela

4. Alegori adalah majas yang menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran, merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan tempat atau wadah obyek atau gagasan yang diperlambangkan. Dengan kata lain alegori adalah majas yang memakai satu kata untuk makna yang terselubung.


(27)

Contoh:

Hidup kita diumpamakan dengan biduk atau bahtera yang terkatung katung di tengah lautan.

5. Antitesis ialah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan atau mengadakan komparasi antara dua antonim.

Contoh:

Dia gembira atas kegagalanku dalam ujian. b. Majas Pertentangan

Majas pertentangan terdiri atas : majas hiperbola, majas litotes, majas ironi, majas oksimoron, majas paronomasia, majas paralepsis, majas zeugma.

1. Hiperbola ialah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan baik jumlah, ukuran, ataupun sifatnya dengan tujuan untuk menekan, memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Contoh:

Pemikiran-pemikirannya tersebar ke seluruh dunia.

2. Litotes ialah majas yang berupa pernyataan yang bersifat mengecilkan kenyataan yang sebenarnya.

Contoh:


(28)

3. Ironi ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang isinya bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya dengan maksud berolok-olok.

Contoh:

Bagus benar rapormu Bar, banyak merahnya.

4. Oksimoron ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang di dalamnya mengandung pertentangan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan dalam frase atau dalam kalimat yang sama.

Contoh:

Olahraga mendaki gunung memang menarik walupun sangat membahayakan.

5. Paronomasia ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang berisi penjajaran kata-kata yang sama bunyinya, tetapi berlainan maknanya. Contoh:

Bisa ular itu bisa masuk ke sel-sel darah.

6. Paralipsis adalah majas yang merupakan suatu formula yang dipergunakan sebagai sarana untuk menerangkan seseorang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam kalimat itu sendiri.

Contoh :

Tidak ada yang menyenangi kamu (maaf) yang saya maksud membenci kamu di sini.


(29)

7. Zeugma ialah gaya bahasa yang merupakan koordinasi atau gabungan gramatis dua kata yang mengandung cirri-ciri semantik yang bertentangan.

Contoh:

Anak itu memang rajin dan juga malas belajar di sekolah. c. Majas Pertautan

Majas pertautan terdiri atas : majas metonimia, majas sinekdoke, majas alusi, majas eufemisme, majas ellipsis, majas inverse, majas gradasi.

1. Metonimia ialah gaya bahasa yang menggunakan nama barang, orang, hal, atau ciri sebagai pengganti barang itu sendiri.

Contoh:

Para sisiwa sekolah senang sekali membaca ST Alisyahbana

2. Sinekdoke ialah gaya bahasa yang menyebutkan nama sebagian sebagai nama pengganti keseluruhannya.

Contoh :

Setiap tahun semakin banyak mulut yang harus diberi makan

3. Alusi ialah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu pristiwa atau tokoh yang telah umum dikenal/ diketahui orang. Contoh:


(30)

4. Eufimisme ialah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasa lebih kasar yang dianggap merugikan atau yang tidak menyenangkan.

Contoh:

Tunawisma sebagai pengganti gelandangan.

5. Elipsis ialah gaya bahasa yang di dalamnya terdapat penanggalan atau penghilangan salah satu atau beberapa unsur penting dari suatu konstruksi sintaksis.

Contoh:

Mereka (pergi) ke Jakarta minggu lalu (menghilangkan prediket pergi).

6. Gradasi ialah gaya bahasa yang mengandung beberapa kata (sedikitnya tiga kata) yang diulang dalam konstruksi itu.

Contoh:

Kita harus membangun, membangun jasmani dan rohani, rohani yang kuat dan tangguh, dengan ketangguhan itu kita maju.

d. Majas Perulangan

Majas perulangan terdiri atas majas aliterasi, majas antanaklis, majas kiasmus, dan majas repetisi.

1. Aliterasi ialah sejenis majas yang memanfaatkan purwakanti atau kata-kata yang permulaannya sama bunyinya.


(31)

Contoh:

Dara damba daku, Datang dari danau

2. Antanaklasis ialah sejenis gaya bahasa yang mengandung perulangan kata dengan makna berbeda.

Contoh:

Karena buah penanya itu menjadi buah bibir orang.

3. Kiasmus ialah gaya bahasa yang berisikan perulangan dan sekaligus merupakan inversi atau pembalikan susunan antara dua kata dalam satu kalimat

Contoh:

Ia menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah.

4. Repetisi adalah majas yang mengandung perulangan berkali-kali kata atau kelompok yang sama.

Contoh :

Selamat datang pahlawanku, selamat datang kekasihku! Selamat datang pujaanku, selamat datang bunga bangsa, kami menantimu dengan bangga dan gembira. Selamat datang, selamat datang.

2.2.1 Fungsi Majas

Majas memiliki peran yang sangat penting dalam komunikasi sehari-hari karena dapat memunculkan dan mengembangkan apresiasi bagi penyimak.


(32)

Penggunaan bahasa kias atau pemajasan dapat membangkitkan kesan dan suasana tertentu, tanggapan indera tertentu serta memperindah penuturan yang berarti menunjang tujuan-tujuan estetik. Sama halnya penggunaan bahasa kias berperan dalam penyampaian maksud seseorang. Kadangkala penafsiran seseorang dapat berbeda dengan maksud yang diungkapkan orang lain melalui gaya bahasa.

Keraf (1981:124) mengemukakan bahasa kias merupakan sarana atau alat untuk memperjelas gambaran ide, mengkonkretkan gambaran dan menumbuhkan perspektif baru melalui komparasi. Penggunaan majas dapat ditujukan untuk membangkitkan kesan dan suasana tertentu, tanggapan indera tertentu, serta memperindah penuturan. Dengan demikian fungsi-fungsi yang muncul dari pemanfaatan pemajasan ada bermacam-macam tetapi semua fungsi itu tetap bertujuan untuk membangun nilai estetis. Penuturan yang digunakan sehari-hari cukup banyak ditemukan penggunaan bentuk majas dengan fungsi yang berbeda. Apabila dalam penuturan sehari-hari penggunaan majas lebih cenderung berfungsi untuk mempercepat pengertian.

Menurut pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi bahasa kias atau pemajasan ada beberapa macam, dan mereka menyebutkan fungsi bahasa kias yang berbeda-beda. Sehingga fungsi-fungsi bahasa kias dalam kajian teori ini adalah untuk memperindah bunyi, konkritisasi, menjelaskan gambaran, memberi penekanan penuturan atau emosi, menghidupkan gambaran, membangkitkan kesan dan suasana tertentu, untuk mempersingkat penulisan dan penuturan dan melukiskan perasaan.


(33)

2.2.2 Makna Majas

Gaya bahasa pada tataran ini biasa disebut majas. Dalam tulisan ini, kata majas dipakai sesuai dengan apa yang dimaksud dengan Figure of speech yaitu kata atau ungkapan yang digunakan dengan makna yang menyimpang dari makna yang biasa digunakan. Menurut Bloomfield (dalam Zaimargaya

1. Makna pusat (central meaning)

Sebuah penanda dapat mempunyai lebih dari satu acuan. Bila yang diacu adalah acuan utama, dan hal itu dapat dipahami sebagai makna denotatif, maka penanda itu mengaktifkan makna pusatnya. Contoh: kupu-kupu adalah serangga, yang dapat terbang, hinggap dari satu bunga ke bunga lain, untuk menghisap sarinya. Contoh berikut mengemukakan leksem kupu-kupu dengan makna pusatnya “Taman itu begitu indah, penuh bunga-bungaan aneka warna dan kupu-kupu beterbangan kian-kemari”.

2. Makna sampingan (marginal meaning)

Di sini, penanda tidak mengacu pada acuan utamanya, melainkan mengacu pada referen lain. Pemahamannya bersifat konotatif. Contoh: ”Sejak Marni menjadi kupu-kupu malam, baru kali itulah ada laki-laki yang tidak menghinanya.” Dalam kalimat tersebut, leksem kupu-kupu mengaktifkan makna sampingannya, karena di sini kupu-kupu malam mengacu pada manusia.

Dalam studi semantik telah dikenal bahwa setiap leksem mempunyai wilayah makna tertentu yang terdiri dari sejumlah komponen makna, yaitu satuan makna terkecil.


(34)

Dalam tulisan ini yang akan dibahas adalah makna bahasa kias (figure of speech) yang merupakan teknik pengungkapan bahasa yang maknanya tidak menunjuk secara langsung terhadap objek yang dituju. Bahasa kias lebih cenderung menampilkan makna tersirat, sehingga penangkapan makna pesan dilakukan melalui penafsiran terlebih dahulu. Penggunaan bahasa kias dilakukan sebagai suatu cara untuk menimbulkan efek tertentu, sehingga penerima pesan lebih tertarik.

Sebagaimana dinyatakan oleh Keraf (1981: 121), apabila pengungkapan bahasa masih mempertahankan makna denotatifnya, mengandung unsur-unsur kelangsungan makna atau tidak ada usaha untuk menyembunyikan sesuatu di dalamnya, maka bahasa itu adalah bahasa biasa. Sebaliknya, pengungkapan bahasa yang mengandung perubahan makna, entah berupa makna konotatif atau sudah menyimpang jauh dari makna denotatifnya maka bahasa itu adalah bahasa kias atau majas.

Berdasarkan pendapat di atas bahasa kias atau pemajasan adalah bahasa yang tidak merujuk makna pada makna secara langsung, melainkan melalui pelukisan sesuatu atau pengkiasan. Penggunaan bahasa kias dalam berbahasa dimaksudkan untuk memperoleh efek-efek tertentu.


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yang merupakan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek atau subjek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Dengan demikian dalam penelitian ini penulis hanya mendeskripsikan data-data fakta yang terdapat di lapangan. 3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Kelurahan Kampung Mesjid, Kecamatan Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara. Kelurahan ini terdiri atas 9 lingkungan atau dusun dengan jumlah penduduk sebanyak 4.317 jiwa (sampai dengan tahun 2013). Masyarakat yang tinggal di kelurahan ini terdiri dari berbagai macam suku, seperti : Suku Melayu, Batak, Jawa, Minang, dan Mandailing, dengan mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai petani.

Secara administratif pemerintahan Kelurahan Kampung Masjid berbatasan dengan desa-desa tetangga yaitu :


(36)

1. Di sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Panai Hilir dan Panai Tengah yang merupakan bagian kecamatan dari Kabupaten Labuhan Batu.

2. Di sebelah selatan berbatasan dengan desa Sungai Sentang 3. Di sebelah barat berbatasan dengan desa Sungai apung 4. Di sebelah utara berbatasan dengan desa Teluk Piai

3.3 Jenis Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data lisan yang diambil langsung ke lapangan dengan mengambil beberapa informan di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara dan mengambil beberapa informan yang dianggap masih mengetahui dan menggunakan majas.

Adapun syarat-syarat informan dalam penelitian ini adalah :

1. Pria/wanita yang merupakan penutur asli bahasa Melayu Kualuh Hilir dengan usia antara 17 – 75 tahun.

2. Lahir dan dibesarkan di desa tersebut dan jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya.

3. Minimal berpendidikan Sekolah Dasar (SD). 4. Dapat berbahasa Indonesia.

5. Sehat jasmani dan rohani serta tidak cacat berbahasa dan memiliki pendengaran yang tajam untuk memahami setiap pertanyaan yang diajukan.


(37)

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa buku catatan, dan alat rekam, yang digunakan untuk merekam data dari informan. Hasil rekaman ini ditaranskripsikan kemudian dikelompokkan sesuai jenisnya.

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan maka digunakan metode mengumpulkan data dengan metode simak yang dilanjutkan dengan teknik lanjutan catat. metode ini dapat disejajarkan dengan metode pengamatan atau observasi dalam ilmu sosial.

Metode penelitian ini memakai metode lapangan, maka peneliti juga menerapkan metode wawancara yaitu cara mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada informan atau seseorang yang memahami suatu masalah. Tenik yang dipergunakan adalah :

a. Teknik rekam, yaitu dengan merekam seluruh pembicaraan. b. Teknik catat, yaitu mencatat semua keterangan-keterangan yang

diperoleh dari informan.

3.6 Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, karena metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif maka peneliti bersikap netral sehingga tidak mempengaruhi data. Metode analisis data merupakan suatu langkah kritis dalam penelitian, karena


(38)

tahap dalam menyelesaikan masalah adalah dengan menganalisis data yang telah dikumpul.

Untuk menganalisis data dilakukan prosedur sebagai berikut :

1. Data yang diperoleh akan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

2. Setelah diterjemahkan kemudian diklasifikasikan sesuai objek pengkajian.

3. Setelah diklasifikasikan, data dianalisis sesuai dengan kajian yang telah ditetapkan yaitu majas.

4. Menginterpretasikan hasil analisis dalam bentuk tulisan yang sistematis sehingga semua data dipaparkan dengan baik.


(39)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1Majas dalam Bahasa Melayu pada Masyarakat Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara

Majas dalam bahasa Melayu pada masyarakat Kelurahan Kampung Masjid Kecamatan Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhanbatu Utara jika dianalisis menurut kategori yang dikemukakan oleh Tarigan terdiri atas majas perbandingan, majas pertentangan, majas pertautan, dan majas perulangan. Keempat jenis majas tersebut akan dikemukakan satu persatu sebagai berikut.

4.1.1 Majas Perbandingan

Majas perbandingan adalah jenis majas yang membandingkan sesuatu dengan yang lain. Majas ini meliputi majas simile (perumpamaan), metafora (kiasan), personifikasi (penginsanan), sindiran, dan antithesis.

4.1.1.1 Majas Perumpamaan (Simile) Contoh :

1. Gayo

‘Seperti orang mengantuk diberikan bantal’. urang mangantuk disodorkan bantal.

Secara harfiah kalimat di atas menjelaskan tentang orang yang sedang dalam kondisi mengantuk kemudian diberikan bantal yang berfungsi


(40)

sebagai alas kepala. Sedangkan secara makna majasinya kalimat ini mengandung pengertian seseorang yang mendapatkan suatu pemberian yang sangat diidamkannya dari orang lain pada situasi dan kondisi yang tepat. Berdasarkan contoh tersebut penulis menyatakan bahwa kalimat tersebut termasuk ke dalam majas perumpamaan karena membandingkan dua hal yang berlainan dan kemudian sengaja dianggap sama. Majas tersebut juga menggunakan kata gayo yang dapat diartikan seperti atau bagai yang terletak di awal kalimat sehingga majas tersebut dapat kita kategorikan sebagai majas perumpamaan.

2. Mocam

‘Seperti membelah bambu, tarik yang di atas injak yang di bawah’. mambolah buluh, tarek nan di atas pijak nan di bawah.

Secara harfiah kalimat tersebut menjelaskan tentang suatu teknik atau cara membelah bambu dengan cara mengangkat/menarik belahan bambu bagian atas ke posisi atas dan menahan (menginjak) belahan bambu lainnya yang berada di posisi bawah. Adapun pengertian dari majas tersebut menggambarkan seorang pemimpin yang penjilat serta tidak adil. Pemimpin yang dimaksud adalah pemimpin yang rela merampas/menginjak hak-hak masyarakat melalui kebijakan-kebijakannya dan berbuat semaunya hanya untuk kepentingannya sendiri dan atasannya.


(41)

Penulis mengkategorikan majas di atas ke dalam majas perumpamaan karena pada awal kalimatnya manggunakan kata mocam yang secara leksikal kata tersebut bersinonim dengan kata seperti, bak dan ibarat.

3. Mocam

‘Seperti kapal lapuk di galangan’. bot lapuk di galangan.

Kalimat di atas jika diartikan secara harfiah mengandung pengertian yang memberikan keterangan sebuah perahu (boat) yang sudah lapuk dan ditempatkan di galangan (tempat pembuatan kapal). Perahu yang dimaksud di sini sudah tidak dapat dipergunakan lagi karena tidak pernah difungsikan akibat termakan usia dan mengalami kelapukan. Pengertian dari majas tersebut adalah melambangkan tentang seorang laki-laki yang sudah berumur tua akan tetapi masih belum mendapatkan pendamping untuk hidupnya atau lebih sering kita kenal dengan sebutan lajang tua.

4. Mocam

‘Seperti lepat dengan daun’. lopat samo daun.

Secara leksikal kalimat di atas mengandung pengertian yang menerangkan sejenis kue kecil khas Melayu (dalam bahasa Melayu disebut lopat) yang disandingkan dengan kata daun yang pada kebiasaan orang Melayu sering digunakan sebagai pembungkus kue tersebut. Adapun makna dari majas tersebut adalah membandingkan tentang hubungan dua insan yang selalu bersama dan tak dapat dipisahkan satu sama lain. Sama halnya dengan kue lopat dengan daun tadi yang


(42)

merupakan paduan dua benda yang serasi dan tidak dapat dipisahkan karena saling membutuhkan.

4.1.1.2Majas Metafora Contoh :

1. Asal tak patah pandayung

‘Asal tidak patah pendayung saja’. sajola.

Secara harfiah gabungan kata patah pandayung di atas terdiri dari kata patah yang berarti putus untuk suatu barang yang keras dan disandingkan dengan kata pandayung yang dapat kita pahami sebagai benda yang sering digunakan sebagai alat untuk mengayuh dan menggerakkan pada alat transportasi air seperti sampan, perahu atau rakit.

Klausa patah pandayung memiliki pengertian secara metafora yaitu mengumpamakan seseorang yang sudah tidak memiliki harapan dan motivasi hidup lagi karena orang yang disayangi dan selalu menjadi motivator dalam hidupnya sudah tiada, sehinngga hidupnya terluntang-lantung tak tentu arah, sama halnya seperti perahu yang patah pendayung.

2. Lotih badanku bajuang totap jadi ‘Letih badanku bekerja, tetap jadi

anak sampan.

Di akhir kalimat di atas terdapat frase anak sampan. Pada frase tersebut kata anak merupakan kata benda yang berarti keturunan yang masih


(43)

kecil baik dia itu hewan, manusia, maupun tumbuhan yang kemudian disandingkan dengan kata sampan yang memiliki pengertian perahu kecil. Jika kita ambil pengertiannya, frasa di atas memiliki arti anak perahu. Secara majasi pengertiannya mengarah kepada seseorang yang berprofesi sebagai nelayan dan bertugas sebagai anak buah kapal. Majas ini mendeskripsikan tentang kehidupan sehari-hari masyarakat Melayu yang pada umumnya menempati daerah pesisir pantai, mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan.

3. Awas kono cucuk isang ‘Awas kena tusuk insang’.

!.

Dalam kalimat di atas terdapat klausa cucuk isang yang terdiri dari kata cucuk yang berarti menusuk. Kemudian disandingkan dengan kata isang atau insang yang merupakan alat pernafasan pada ikan.

Klausa cucuk isang memberikan pengertian kepada sifat seseorang yang suka berbohong dan dikategorikan ke dalam majas metafora karena melukiskan sesuatu dengan memakai kata-kata yang bukan makna sebenarnya.

4. Manggilo mogah

‘Menggila senang kulihat anak itu’

nyo lagi kutengok budak tu.

Dalam kalimat di atas terdapat frase gilo mogah terdiri dari kata gilo’ atau gila, yang secara leksikal berarti sakit jiwa/ sakit ingatan dan bertindak tidak normal. Kemudian kata mogah’ yang berarti senang, ria


(44)

atau gembira. Maka majas di atas memiliki pengertian sifat seseorang yang senang berfoya-foya dan menunjukkan gaya hidup hedonis sementara dia sendiri berasal dari keluarga yang kurang mampu.

5. Si Amin tu sampan gandeng

‘Si Amin itu perahu gandeng ayahnyo’. ayahnyo.

Frase sampan gandeng di atas dari kata sampan yang berarti perahu kecil yang disandingkan dengan kata gandeng yang berarti menarik/membawa sesuatu dengan mengikatkannya. Secara harfiah makna dari frase tersebut adalah perahu yang diikat/digandengkan dengan sesuatu. Secara majasinya, pengertiannya adalah merujuk kepada sifat seorang anak yang selalu mengikuti orang tuanya jika hendak berpergian.

6. Jangan sampe takono ulat bulu ‘Jangan sampai terkena ulat bulu’.

.

Frase ulat bulu dalam kalimat di atas secara leksikal berarti sejenis binatang (bakal kepompong). Ulat bulu pada dasarnya merupakan sejenis binatang pengganggu/perusak tanaman dan bahkan bisa memberikan rasa sakit jika terkena pada kulit manusia. Secara metafora, frase ulat bulu ini dimaksudkan kepada seseorang yang mempunyai sifat yang jelek yaitu suka menggangu orang lain, suka berbohong, dan banyak bicara.


(45)

7. Digolar urang dio

‘Disebut orang dia panglima talam’. panglimo talam.

Secara leksikal frase panglimo talam tersebut terdiri dari kata panglimo (panglima) yang berarti prajurit dan disandingkan dengan kata talam yang berarti wadah yang berfungsi sebagai tempat menghidangkan makanan. Secara metafora frase tersebut menggambarkan seseorang yang memiliki sifat penjilat dan suka meminta-minta.

8. Botul la kau si

‘Betul lah kamu si tuntung kapur’. tuntung kapur.

Frase tuntung kapur dalam kalimat di atas merupakan bentuk kiasan yang artinya seseorang yang sifatnya selalu merusak wlaupun hal ddemikian itu tidak dikehendakinya. Apapun yang dia kerjakan dan laksanakan selalu saja salah.

9. Memang lebar mulut

‘Memang lebar mulut anak itu’. budak tu.

Secara leksikal frase tersebut terdiri dari kata lebar yang bermakna luas ata besar dan disandingkan dengan kata mulut yang merupakan bagian dari tubuh manusia berguna untuk berbicara. Bentuk frase mulut lebar dalam kalimat di atas jika kita artikan secara metafora memberikan pengertian terhadap prilaku seseorang yang suka menggunjing atau suka membicarakan hal-hal pribadi seseorang kepada orang lain. Dikiaskan


(46)

dengan frase mulut lebar karena suka berbicara atau memberikan informasi yang tidak baik.

4.1.1.3Majas personifikasi (penginsanan) Contoh :

1. Aer tu manyoru ondak naek

‘Air itu menyeru hendak naik ke daratan’. ka tobing.

Kalimat aer tu manyoru secara leksikal kita artikan dengan kalimat ‘air menyeru’ berteriak atau memanggil sesuatu yang bertujuan untuk menyampaikan sesuatu. Diperjelas lagi dengan kalimat ondak naek ka tobing yang berarti air tersebut ingin naik ke darat. Majas ini termasuk ke dalam majas personifikasi karena terdapatnya sifat-sifat insani terhadap benda yang tidak bernyawa yaitu air yang dapat berseru dan naik ke daratan.

Majas tersebut mendeskripsikan tentang situasi pasang surut yang terjadi di wilayah pesisir laut atau muara sungai yang menjadi tempat tinggal orang Melayu.

2. Abis binaso

‘Habis binasa dibuat pusaka’. dibuat pusako.

Majas di atas memberikan pengertian tentang satu keturunan atau keluarga yang saling bertengkar hebat sehingga terputus tali silaturahim disebabkan ketidaksesuaian dalam pembagian harta pusaka.


(47)

Penulis mengkategorikan majas ini ke dalam majas personifikasi karena melambangkan ssesuatu yang tidak bernyawa tetapi dapat bertindak seolah-olah makhluk hidup yang bernyawa. Karena kata pusako di sini digambarkan adalah sebagai penyebab utama yang membuat putusnya hubungan silaturahmi di antara keluarga tersebut.

3. Manantang panas

‘Menantang panas hari ini kurasa’. ari ni kuraso.

Kalimat di atas memberikan pengertian panas matahari yang sangat terik sehingga dinyatakan dengan kata manantang. Kata manantang (menantang) pada kalimat di atas tersebut bermakna melawan, mengajak beradu atau berkelahi. Biasanya kata seperti ini hanya dapat digunakan untuk benda-benda yang bernyawa.

Majas di atas penulis kategorikan termasuk ke dalam majas personifikasi karena mangganggap benda mati atau dalam konteks ini adalah matahari yang memancarkan panasnya dengan sangat terik sehingga diungkapkan dengan kata menantang seolah-olah dapat berprilaku seperti halnya manusia.

4.1.1.4 Majas Antitesis Contoh :

1. Ka mukak tak ondak di balakang

‘Ke depan tak mau, di belakang menendang-nendang’ manyipak-nyipak.


(48)

Secara kalamiah, kalimat dia atas terdiri dari kalimat ka mukak tak ondak yang berarti tidak mau ke depan yang kemudian digabung dengan di balakang manyipak-nyipak yang berarti berada di belakang dengan menendang-nendang. Kalimat di atas mengandung pengertian seseorang yang tidak memiliki keberanian untuk menyuarakan aspirasinya untuk tampil ke depan akan tetapi jika di belakang berani berbicara dengan suara lantang.

Majas ini termasuk ke dalam kategori majas antithesis karena mengadakan komparasi atau perbandingan dua antonim yaitu pada kata mukak dan belakang yang mengandung ciri semantik yang bertentangan.

2. Biar sakit di awak asal sonang

‘Biar sakit di aku asalkan senang di orang lain’. di urang.

Majas di atas memberikan pengertian tentang kerelaan seseorang yang menanggung beban dan rasa sakit hanya untuk memberikan kesenangan kepada orang lain yang disayanginya.

Majas ini merupakan majas antithesis karena di dalam kalimatnya menggunakan kata yang berantonim. Seperti pada kata sakit dengan senang.

3. Elok mulonyo elok jugo la

‘Baik awalnya baik pula akhirnya’. ahirnyo.


(49)

Majas ini mengandung pengertian tentang suatu pekerjaan apabila dimulai dengan langkah yang baik maka akan menghasilkan sesuatu yang baik pula.

Penulis mengkategorikan majas di atas ke daplam majas antithesis karena terdapat kata yang mengkomparasikan antara dua antonim yaitu kata mulonyo dengan ahirnyo.

4.1.2 Majas Pertentangan

Majas pertentangan meliputi majas hiperbola, majas litotes, majas ironi, majas oksimoron, majas paronomasia, majas paralepsis, dan majas zeugma. Dan pada halaman berikutnya akan dijelaskan mengenai klasifikasi majas pertentangan yang ada dalam bahasa Melayu pada masyarakat Kualuh Hilir satu persatu.

4.1.2.1 Majas Hiperbola Contoh :

1. Paku limo inci sajo patah digigitnyo, pinang

‘Paku lima inci saja patah digigitnya, pinang hancur diremasnya’. ancur dipulasnyo.

Paku lima inci pada dasarnya adalah paku yang cukup besar dan mustahil patah jika digigit menggunakan gigi, demikian juga buah pinang yang memiliki kontur atau permukaan kulit yang cukup kasar, ditambah lagi di bagian dalamnya masih terdapat buah keras yang pasti sangat sulit untuk menghancurkannya menggunakan tangan kosong. jadi alangkah terlalu berlebihan jika tindakan semacam ini dilakukan oleh kebanyakan orang.


(50)

Berdasarkan contoh di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa kalimat tersebut merupakan majas hiperbola karena kalimat tersebut mengandung pernyataan yang berlebihan.

2. Sampe malaklas

‘Sampai sobek pisak celana karena bekerja, tapi tidak kaya juga’. pisak calano karono bakorjo tu, tapi tak kayo jugo.

Berdasarkan contoh di atas penulis mengategorikan kalimat tersebut ke dalam majas hiperbola karena menggunakan kata yang melebih-lebihkan seperti pada kata sampe malaklas pisak calano kono bakorjo yang memberikan pengertian bekerja keras, sehingga karena pekerjaan yang dilakukan itu membuat celana sobek.

3. Sojuk kuraso

“Sejuk kurasa menusuk sampai ke tulang’. manyucuk sampe ka tulang.

Contoh di atas mengandung pengertian pengungkapan tentang perasaan dingin yang luar biasa sehingga mengungkapkannya dengan kata-kata yang berlebih-lebihan seperti pada kata manyucuk sampe ka tulang. karena pada kenyataannya tidak mungkin rasa dingin bisa menusuk/merasuk sampai ke dalam tulang.

4.1.2.2 Majas Litotes Contoh :

1. Sajongkal

‘Sejengkal yang ada tanah kita’. la nan ado tanah kito.


(51)

Kalimat di atas merupakan majas litotes karena mengandung pernyataan yang dikecil-kecilkan.

Kalimat tersebut mengandung pengertian bahwa tanah atau sawah yang dimiliki itu tidak luas, sehingga diungkapkan dengan cara yang merendah atau sederhana.

2. Kupake la dulu boras ko tu kiro

‘Kupinjam dulu berasmu kira segenggam’. sajomput.

Berdasarkan contoh di atas penulis mengategorikan kalimat di atas ke dalam majas litotes karena dalam pengungkapannya terdapat kata-kata yang mengandung pernyataan yang mengecilkan seperti pada kata sajomput .

3. Upahnyo memang tak sabarapo ‘Gajinya memang tidak seberapa’.

.

Kalimat di atas menerangkan tentang gaji atau upah yang sedikit, kalimat di atas merupakan majas litotes karena dalam pengungkapannya menyatakan sesuatu dengan kata-kata yang dapat mengurangi atau melemahkan pernyataan yang sebenarnya seperti pada kata tak sabarapo. 4.1.2.3 Majas Ironi

Contoh :

1. Elok bonar parangemu kutengok, omakmu pun ko hamun. ‘Bagus sekali tindakanmu saya lihat, ibumu pun kamu maki’.


(52)

Kalimat di atas dikategorikan ke dalam majas ironi karena mengimplikasikan sesuatu yang nyata bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya. Dalam kalimat tersebut mengandung pengertian yang mengolok-olok seseorang walaupun pada awalnya menyatakan pujian dengan cara membalikkan fakta sebenarnya.

2. Pocayo aku kolo ko tu pambongak

‘Percaya saya kalau kamu itu pembohong’ .

Kalimat tersebut mengandung pengertian yang konteksnya adalah mengolok-olok seseorang tetapi dengan cara membalikkan fakta sesungguhnya. Dinyatakan di awal kalimat bahwa orang yang dimaksud dapat dipercaya, kemudian diakhir kalimat diolok dengan kalimat yang menyatakan bahwa dia seorang pembohong.

3. Nan paca’an ko malemak, ka magorib pun tak sodar balek. ‘Hebat kau bercerita, sampai hari maghrib pun tak sadar pulang’.

Penulis mengategorikan kalimat di atas ke dalam majas ironi karena di dalama kalimatnya mengandung pengertian yang mengindikasikan pertentangan dengan maksud berolok-olok.

Kalimat tersebut menjelaskan tentang seseorang yang suka bercerita dan membual sehingga melupakan tanggung jawabnya untuk pulang ke rumah.


(53)

4.1.2.4 Majas Oksimoron Contoh :

1. Api nan kocik gayo kawan, tapi api nan bosar gayo lawan

‘Api yang masih bagai kawan, api yang sudah besar bagai lawan. .

Contoh di atas mengandung pengertian bahwa api apabila masih dalam kategori kecil maka dapat digunakan untuk keperluan yang penting seperti memasak, membakar kayu, menyalakan lampu dan oleh sebab itulah dianggap sebagai kawan. Sedangkan apabila api yang dimaksud sudah terlampau besar, maka akan dapat membakar apa saja yang ada dan itulah yang dimaksud sebagai lawa.

Majas di atas merupakan majas oksimoron karena terdapat pernyataan yang mengandung pertentangan yaitu pada kata kawan dan lawan.

2. Memang nan laga’an binik ko nan kaduo tu, tapi tak pande

‘Memang cantik istrimu yang kedua itu, tapi tidak pandai mengatur rumah tangga’.

mangatur ruma tanggo

Contoh kalimat di atas termasuk ke dalam majas oksimoron karena mengandung suatu hubungan sintaksis antara dua antonim. Kata lagak dalam kalimat tersebut bertentangan dengan tak pande.

3. Urang sano nan kayo lo’lap tu memang kocak duitnyo, tapi miskin “Orang sana yang

ati nyo kaya raya itu memang banyak uangnya, tapi miskin hatinya”.


(54)

Berdasarkan contoh di atas penulis mengategorikan kalimat di atas ke dalam majas oksimoron, karena menggunakan penempatan dua antonim dalam suatu hubungan sintaksis yaitu pada kata kayo dan miskin. Artinya setiap penggunaan kata-kata yang berlawanan maknanya dalam satu kalimat maka disebut sebagai majas oksimoron.

4.1.2.5 Majas Paronomasia Contoh :

1. Tatengokku tadi urang balanggar di mukak langgar

‘Terlihat saya tadi orang bertabrakan di depan Langgar itu’. tu.

contoh di atas merupakan majas paronomasia karena di dalam kalimatnya berisi penjajaran kata-kata yang berbunyi sama tetapi bermakna berbeda yaitu pada kata langgar. Kata langgar pada kata yang pertama bermakna bertabrakan atau berbenturan. Sedangkan kata langgar yang kedua bermakna surau atau musholla yang merupakan tempat ibadah bagi umat muslim.

2. Tanah ku sapancang tu dah kupancang ‘Tanahku sepancang itu sudah kubatasi’.

i.

Kata pancang pada kata yang pertama dalam bahasa Melayu Kampung Masjid merupakan kata untuk menyatakan ukuran panjang atau lebar tanah. Sedangkan pancang pada kata yang kedua bermakna batas.


(55)

3. Biso mati kito dibuat biso

‘Bisa mati kita dibuat bisa ular itu’. ular tu.

Contoh di atas merupakan majas paronomasia karena di dalam kalimatnya terdapat penggunaan kata-kata yang berbunyi sama akan tetapi memiliki makna yang berbeda yaitu pada kata biso. Kata biso yang pertama memberikn pengertian mampu atau dapat. Sedangkan kata biso yang kedua bermakna racun yang biasa keluar dari mulut ular atau hewan buas lainnya.

4.1.2.6 Majas Paralipsis Contoh :

1. Kudongar carito baya rogo padi dah mahal (ee..) salah

Berdasarkan kalimat yang tertera di atas penulis mengategorikannya ke dalam maja paralipsis karena mengandung suatu maksud yang bertujuan untuk membatalkan ungkapan yang telah diucapkan.

turun nyo maksudku.

Dapat kita lihat juga dalam kalimat di atas bahwa orang tersebut tidak mengatakan apa yang sempat tersirat dalam kalimat yang diucapkannya. 2. Tak ado urang nan hoji ka kau, (ee..)

‘Tidak ada orang yang suka padamu, (ee..) maksud saya yang benci’. nan bonci nyo maksudku.

Berdasarkan contoh di atas penulis mengategorikannya ke dalam majas paralipsis karena dalam kalimat di atas dapat kita fahami bahwa seseorang yang mengucapkan kalimat tersebut tidak mengatakan apa yang tersirat di


(56)

dalamnya. Artinya setiap penggunaan kata-kata yang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam kalimat itu maka disebut sebagai majas paralipsis.

4.1.2.7 Majas Zeugma Contoh :

1. Ondak siang ka malam, ondak potang ka tonga hari

‘Mau siang sampai malam, mau petang ke tengah hari, tidak berhenti merajuk’.

, tak boronti mandele.

Berdasarkan contoh di atas penulis menyatakan bahwa kalimat tersebut termasuk ke dalam kategori majas zeugma karena menggunakan gabungan gramatis dua kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan yaitu pada kata siang ka malam dan kata potang ka tonga hari. Artinya setiap kata-kata yang menggunakan gabungan dua gramatis yang mengandung ciri semantik yang bertentangan dalam satu kalimat maka disebut sebagai majas zeugma.

2. Bosar kocik

“Besar dan kecil sama juga harganya” sarupo jugo rogonyo.

Berdasarkan contoh di atas penulis mengketegorikan bahwa kalimat tersebut merupakan majas zeugma karena adanya hubungan gramatis atau hubungan koordinasi antara dua kata yang memiliki ciri semantik yang bertentangann. Seperti pada kata bosar dan kocik.


(57)

3. Ondak lokas ato lamo

“Mau sebentar atau lama, dipanggil (meninggal) juga semua. , nan dipanggil jugo nyo samuo.

Kalimat di atas mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan yaitu pada kata lokas dan lamo. Artinya setiap kata-kata yang menggunakan gabungan dua gramatis yang mengandung ciri semantik yang bertentangan dalam satu kalimat maka disebut sebagai majas zeugma.

4. Baju nan batuah basah koring

“Baju yang bertuah basah kering di badan”. di badan.

Berdasarkan contoh di atas penulis menyatakan bahwa kalimat tersebut termasuk ke dalam kategori majas zeugma karena menggunakan gabungan gramatis dua kata yang mengandung ciri-ciri semantic yang bertentangan yaitu pada kata basah dan koring.

4.1.3 Majas Pertautan

Majas pertautan dalam bahasa Melayu pada Masyarakat Kelurahan Kampung Masjid Kecamatan Kualuh Hilir meliputi majas metonimia, sinekdoke, alusio, eufemisme, ellipsis, inversi dan gradasi. Dan pada halaman-halaman berikutnya akan dijelaskan mengenai contoh-contoh dari majas tersebut satu persatu.

4.1.3.1 Majas Metonimia Contoh :

1. Kito mudik naek

‘Kita mudik naik Bintang Timur’. Bintang Timur.


(58)

Berdasarkan contoh di atas penulis mengategorikannya ke dalam majas metonimia karena menggunakan nama ciri atau hal yang ditautkan dengan barang sebagai penggantinya.

Kata Bintang Timur merupakan metonimia benda yang disamakan dengan sejenis perahu cepat yang sering digunakan sebagai alat transportasi air oleh masyarakat sekitar Kampung Mesjid untuk bepergian. Dengan demikian kalimat tersebut seharusnya bermakna kami mudik naek kapal. 2. Kusarayo ko dulu mamboli

‘Saya suruh kamu dulu membeli rinso’. rinso.

Contoh di atas merupakan majas metonimia karena memakai nama ciri atau barang yang berkaitan erat dengannya. kalimat seperti ini sangat sering digunakan. Kata rinso di sini adalah sejenis merek detergen yang sering digunakan untuk penyebutan benda tersebut.

3. Minggu mukak urang tu

‘Minggu depan mereka naik pelaminan’. naek palaminan.

Contoh di atas merupakan majas metonimia karena menggunakan nama hal atau istilah yang yang bertautan dengan sesuatu sebagai penggantinya. Istilah naek palaminan dalam konteks dan pemahaman masyarakat Melayu Kampung Masjid bermakna melangsungkan prosesi adat pernikahan. Dikaitkan demikian karena menikah memiliki hubungan semantik dengan istilah naek ka palaminan tersebut.


(59)

4.1.3.2 Majas Sinekdoke Contoh :

1. Kolo tongah malam nan banyaan la utak-utak

‘Kalau sudah larut malam, banyak lah otak-otak jahil berkeliaran’. jahil bajalani.

Contoh kalimat di atas merupakan bentuk majas sinekdoke karena dalam kalimat tersebut terdapat kalimat utak-utak jahil. Kata ulang utak-utak bermakna otak-otak dalam bahasa Indonesia yang artinya organ penting dalam kepala manusia sebagai alat berfikir dan sentral saraf. Kata utak-utak jahil tersebut untuk mewakili manusia-manusia ataupun sekelompok orang yang sering berkeliaran dan berbuat sesuatu yang tidak terpuji. Dengan demikian kalimat harfiahnya adalah kolo dah tonga malam nan banyaan la urang-urang jahil bajalani.

2. Limo ribu 'lima ribu satu

sakapalo. kepala

Contoh kalimat di atas merupakan majas sinekdoke karena terdapat kata yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti keseluruhannya yaitu pada kata kapalo. Kata kapalo (kepala) bermakna bagian atas tubuh setelah leher. Kata ‘kepala’ dalam kalimat tersebut berperan untuk menyatakan manusia bukan hanya kepalanya saja, melainkan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Jadi kalimat tersebut seharusnya “limo ribu

’.


(60)

3. Kualuh Hilir

Kualuh Hilir sudah tiga kali menang festival bordah’. dah tigo kali monang festival bordah.

Contoh di atas merupakan majas sinekdoke karena karena menggunakan nama bagian sebagai pengganti keseluruhannya. Dalam konteks kalimat di atas kenyataannya yang mengikuti lomba bukan Kampung Masjid, melainkan orang yang mewakili lomba dari Kampung masjid.

Dengan demikian Kampung Masjid menyatakan keseluruhan untuk sebagian, yaitu salah satu orang yang mewakili lomba atau festival tersebut.

4. Dilakukannyo jualannyo tu

‘Dijajakannya jualannya itu dari pintu ka pintu’. pintu ka pintu.

Contoh kalimat di atas merupakan majas sinekdoke karena terdapat kata yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti keseluruhannya yaitu pada kata pintu.

Kata pintu secara leksikal bermakana bagian rumah yang berfungsi sebagai tempat keluar masuk ke/dari ruangan tertentu. Namun dalam konteks kalimat di atas kata pintu dimaksudkan untuk menyatakan rumah. Oleh sebab itu kalimat tersebut seharusnya Dilakukannyo jualannyo tu rumah ka rumah.


(61)

4.1.3.3 Majas Alusi Contoh :

1. Kolo ko durhako jadilah ko mocam Si kantan ‘Kalau kamu derhaka jadilah kamu seperti

. si Kantan

Contoh di atas merupakan majas alusi karena secara tidak langsung menunjuk kepada satu tokoh berdasarkan pra anggapan yang sama yaitu tokoh si kantan.

.

Dalam pemahaman orang Melayu, si Kantan merupakan tokoh dalam salah satu legenda atau cerita rakyat yang ada di pesisir Sumatera Timur. Ceritanya bertemakan tentang seorang anak durhaka yang tidak mengakui ibu kandungnya sendiri. Sehingga ia disumpah/dikutuk mejadi sebuah pulau bernama pulau si kantan. Legenda ini sampai sekarang masih dipercayai keberadaanya dan juga turut andil sebagai alat untuk pendidikan untuk anak agar tidak melawan orang tua seperti halnya si Kantan.

2. Masik takonang atiku pas maso zaman Balando

‘Masih terkenang hatiku ketika masa zaman Belanda dulu, susah semua’. dulu, urang hajab samuo.

Contoh kalimat di atas merupakan majas alusi karena mengacu terhadap suatu peristiwa yang pernah dialami bersama, khususnya masyarakat kampong masjid. Zaman Belanda yang dimaksud adalah masa kolonialisme Belanda yang menduduku dan menjajah bangsa Indonesia. Peristiwa ini sampai saat ini masih lekat teringat di benak bangsa


(62)

Indonesia sehingga sudah menjadi pengetahuan bersama bahwa zaman penjajahan itu pernah terjadi.

3. Maso Revolusi Sosial

‘Sewaktu Revolusi Sosial itulah runtuh Kesultanan Kualuh itu’. tu la runtuh Kasultanan Kualuh tu.

Contoh di atas merupakan majas Alusi karena pada kalimatnya terdapat kata-kata yang merujuk kepada suatu peristiwa yang pernah terjadi. Dan peristiwa tersebut telah diketahui secara bersama pada masyarakatnya. Revolusi Sosial 1945 merupakan suatu peristiwa yang terjadi di Indonesia khususnya di Sumatera Timur pada masa itu. Peristiwa ini diyakini masyarakat menjadi salah satu indikator rutuhnya kekuasaan Kerajaan-kerajaan yang kala itu memerintah di Sumatera Timur. Berita Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang sampai ke Sumatera Timur menjadi penyulut pergerakan rakyat untuk membuat makar terhadap kerajaan karena dianggap bekerjasama dengan pihak Belanda serta tidak mendukunng kemerdekaan Indonesia. Aksi massa yang begitu mendadak dan terorganisir membuat Raja dan para kaum bangsawan Kualuh harus mengungsi dan meninggalkan Istana. Peristiwa ini sampai sekarang masih diyakini masyarakat bahkan tidak jarang menjadi kontroversi.

4.1.3.4 Majas Eufemisme Contoh :

1. Dah malaherkan dio. ‘Sudah melahirkan dia’.


(63)

Berdasarkan contoh di atas penulis mengategorikan bahwa istilah melahirkan merupakan majas eufimisme karena dalam bahasa Melayu makna kata tersebut dirasakan lebih halus dibandingkan dengan kata beranak . Pada masyarakat Melayu istilah melaherkan dianggap memiliki nilai rasa yang paling halus apabila dibandingkan dengan kata atau istilah lain.

Artinya setiap penggunaan setiap kata-kata yang dirasakan lebih halus dibandingkan dengan kata-kata lainnya, maka termasuk ke dalam majas eufimisme.

2. Ondak buang ajat

‘Mau buang air besar dia’. dio!

Berdasarkan contoh di atas penulis mengategorikan bahwa klausa buang ajat tersebut merupakan majas eufimisme karena kalimat tersebut dirasakan lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar, atau tidak menyenangkan dibandingkan berak atau beol.

Kalimat tersebut dalam masyarakat melayu sampai saat ini masih digunakan dalam berkomunikasi antara masyarakat, karena memiliki nilai rasa yang cenderung positif dan sopan.

3. Buruk makan ‘Rakus dia itu’

nyo tu.

Klausa buruk makan merupakan istilah yang dirasakan lebih halus dibandingkan kata atau istilah lainnya. Istilah tersebut sering digunakan oleh masyarakat Melayu untuk menyebutkan seseorang yang rakus dan


(64)

suka makan. Istilah tersebut digunakan untuk menghindari ketersinggungan seseorang karena dianggap memiliki nilai rasa yang lebih halus. Oleh sebab itulah penulis mengategorikan istilah tersebut ke dalam majas eufimisme.

4.1.3.5 Majas Elipsis Contoh :

1. Ondak……..ka Medan. ‘Hendak ke Medan’

Berdasarkan contoh di atas penulis mengategorikan kalimat di atas ke dalam majas ellipsis, karena terdapat pembuangan atau penghilangan kata-kata ataupun kata-kata-kata-kata yang memenuhi bentuk kalimat berdasarkan tata bahasa.

Pada kalimat Ondak……. Ka Medan, terdapat penghilangan predikat pergi atau berangkat yang merupakan unsur penting dalam membangun suatu kalimat.

2. Moh……… ka kode. ‘Ayo ke kedai’

Dalam kalimat di atas terdapat pengilangan unsur pembentuk kalimat yaitu kata penghubung -ke, yang seharusnya kalimat tersebut adalah moh pogi ka kode.

3. Dio pogi………kalimaren. ‘dia pergi…… kemarin’


(65)

Contoh di atas merupakan maajs elipsis karena terdapat pembuangan atau pengilangan obyek tempat atau dengan kata lain menghilangkan salah satu unsur penting dalam suatu struktur kalimat.

4.1.3.6 Majas Inversi Contoh :

1. Ruponyo lagak. Lagak ruponyo. ‘Wajahnya cantik’. ‘Cantik wajahnya’.

Berdasarkan contoh di atas maka penulis mengategorikan majas tersebut ke dalam majas invers karena mengandung kata yang mengalamai permutasi atau perubahan urutan unsur-unsur sintaksis dalam kontruksinya, di mana pada kata ruponyo lagak dapat dilakukan perubahan dengan lagak ruponyo.

2. Dio mandukong. Mandukong dio. ‘Dia tidak mampu’. ‘Tidak mampu dia’.

Contoh majas di atas penulis kategorikan ke dalam majas inversi karena di dalam majas tersebut terdapat kontruksi sintaksis yang berubah. Dengan kata lain telah terjadi perubahan urutan subyek prediket (SP) menjadi prediket Subyek(SP), sehingga kalimat dio mandukong dapat berubah menjadi mandukong dio.

3. Si Siti mambaham pinang mambaham pinang si Siti ‘Si Siti mengunyah pinang’ ‘Mengunyah pinang si Siti’


(66)

Contoh majas di atas penulis kategorikan ke dalam majas inversi karena di dalam majas tersebut terdapat kontruksi sintaksis yang berubah. Dengan kata lain telah terjadi perubahan urutan subyek prediket (SP) menjadi prediket Subyek(SP), sehingga kalimat si Siti mambaham pinang dapat berubah menjadi mambaham pinang si Siti.

4.1.3.7 Majas Gradasi Contoh :

1. Buat apo tali leher manjorat kudo bolang, buat apo kudo bolang, manggiring parang panjang, Buat apo parang panjang, manobas buluh tolang, buat apo buluh tolang, manjuluk bulan torang, buat apo bulan torang

Majas di atas merupakan kategori dari majas gradasi, karena mengandung suatu rangkaian dan urutan kata atau istilah yang secara sintaksis bersamaan dan mempunyai satu atau beberapa kata yang diulang-ulang. Seperti pada kata

, maen-maenan anakku.

kudo bolang, parang panjang, buluh tolang dan bulan torang

Artinya, setiap penggunaan kata-kata yang diantaranya mengandung perulangan dengan perubahan-perubahan yang lain, maka kita kategorikan ke dalam majas gradasi.

.

2. Rumah jaoh baya pancuran jaoh Pancuran jaoh baya tabek nandong. Tomulah-tomu di dalam puan tuan oi


(67)

Tomulah tomu Tuan jaoh baya

di dalam puan.

kami pun jaoh saudaro. Kami pun jaoh

Mato bartomu.. oh la

tuan.. intan payong

Di dalam

bulan. Oi. bulan saudaro.

Kalambir baya cundung ka laut. cundung ka laut baya saudaro oi.

Abis buahnyo dimakan bulan tuan oi…. Yallah intan payong dimakan bulan

kami lah pogi baya .

mamanjang laut saudaro oi.. Mamanjang laut

Adek lah tinggal…. Oh la bulan oi… mambilang bulan saudaro oi Allah… saudaro

Contoh di atas merupakan petikan dari senandung Kualuh yang merupakan kesenian asli daerah Kualuh. Masyarakat setempat menyebut kesenian ini dengan instiah sinandong Kualuh.

Senandung merupakan salah satu produk Sastra Lisan Melayu Sumatera Timur yang tercetus dalam perasaan duka, nasib malang, dan dalam keadaan lainnya. Senandung adalah khazanah budaya masyarakat yang menyuratkan tentang kehidupan masyarakat Melayu tersebut. Senandung di atas bertemakan perpisahan, pada bait pertama


(68)

dapat kita analisis bahwa senandung tersebut mendeskripsikan perpisahan di antara dua orang yang tidak dapat bertemu walaupun saling merindukan. Perasaan kecewa dan sedih karena tidak dapat bertemu itulah yang diungkapkan lewat kalimat mato bartomu di dalam bulan.

Sementara pada bait yang kedua mendeskripsikan perpisahan antara dua orang kekasih yang harus berpisah karena si pemuda harus pergi melaut yang diungkapkan lewat kalimat kami lah pogi baya mamanjang laut saudaro. Sementara pasangan si pemuda atau si perempuan tadi menunggu-nunggu dengan menghitung bulan/tanggal seperti pada ungkapa Adek lah tinggal…. Oh la bulan oi… mambilang bulan saudaro oi. Senandung Kualuh pada dasarnya adalah kesenian berupa hiburan yang disenandungkan oleh seseorang untuk mengisi waktu luang pada saat melaksanakan aktifitas sehari-hari seperti berladang ataupun melaut. Akan tetapi kesenian ini sekarang sudah mulai jarang digunakan oleh masyarakatnya karena minimnya minat generasi muda untuk turut melestarikan kesenian tersebut. Oleh sebab itulah Sinandong Kualuh saat ini hanya digunakan sebagai salah satu bentuk hiburan pada saat upacara-upacara tertentu saja.

Dari contoh senandung diatas penulis mengategorikannya ke dalam majas gradasi karena mengandung suatu rangkaian dan urutan kata yang secara sintaksis bersamaan yang mempunyai beberapa ciri


(69)

semantik yang diulang-ulang dengan perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif.

4.1.4 Majas Perulangan

Yang termasuk ke dalam majas perulangan ini ada empat jenis yaitu maja aliterasi, maja antanaklasis, kiasmus, dan repetisi. Berikut aka dijelaskan satu persatu mengenai majas tersebut dalam bahasa Melayu Kampung Masjid Kecamatan Kualuh Hilir.

4.1.4.1 Majas Aliterasi Contoh :

1. Mananam mako sapokat Mamotik mako sa ‘Menanam sepakat’

dapat

‘Memanen sesuai yang didapat’

Contoh di atas memiliki pengertian secara filosofi tentang kondisi masyarakat Melayu yang umumnya bermata pencaharian sebagai petani dan masih sepenuhnya mengandalkan kondisi alam dalam hal bercocok tanam. Majas tersebut mendeskripsikan kearifan lokal orang melayu yang pada realitas sosialnya selalu mengutamakan kerjasama dan gotong royong dalam mengerjakan sesuatu yang bersifat kolektif. Kalimat mananam sapokat berarti melakukan pekerjaan dengan terlebih dahulu bersepakat (musyawarah) sehingga dapat memetik hasil yang memuaskan.


(70)

Perilaku seperti ini masih sering kita jumpai sampai sekarang dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Melayu Kampung Masjid.

Berdasarkan contoh di atas penulis mengategorikan majas tersebut ke dalam majas eliterasi karena dalam kalimatnya terdapat kata-kata yang memanfaatkan purwakanti yang permulaannya sama bunyinya.

2. Basimpul kuat ba

‘Bersimpul kuat bontuk elok.

Berbentuk indah’.

Kalimat di atas memiliki makna filosofis dalam masyarakat Kulauh karena merupakan motto atau semboyan dari Kabupaten Labuhanbatu Utara yang mencerminkan identitas dan kepribadian masyarakatnya. Kalimat basimpul kuat memiliki pengertian akan kondisi sosial masyarakatnya yang memegang teguh nilai-nilai persatuan, kesatuan dan kebersamaan sehingga terwujudnya rasa kebersamaan untuk membentuk suatu masyarakat yang elok.

Penulis mengategorikan kalimat di atas ke dalam majas aliterasi karena memanfaatkan purwakanti atau kata-kata yang permulaannya sama bunyinya, seperti pada kata basimpul kuat babontuk elok.

3. Buah la padi baya sulaseh dulang awak manumpang baya ka jawo sajo


(71)

buah la hati baya kakaseh urang awak manumpang baya katawo sajo

si anak sampan baya mamuat goni singgah sakojap baya di sunge palas bilo datang baya urang nan baek budi biso tak biso baya kami ba

Contoh di atas merupakan petikan dari senandung Kualuh. Pada bait pertama bertemakan tentang kasih yang tak sampai karena orang yang dicintai telah menjadi milik orang lain, yang diungkapkan dalam kalimat buah lah hati baya kakaseh urang. Sedangkan bait kedua berupa ungkapan terima kasih kepada seseorang baik budi yang memberikan sesuatu luar biasa sehingga tak dapat terbalas lagi. Seperti yang diungkapkan pada kalimat Bilo datang baya urang nan baek budi, Biso tak biso baya kami balas.

las

Majas ini penulis kategorikan ke dalam majas aliterasi karena kata-kata karena memanfaatkan purwakanti atau kata kata yang permulaannya sama bunyinya. Artinya setiap kata-kata yang permulaannya sama maka disebut sebagai majas aliterasi. Seperti pada bait pertama terdapat kata buah dan awak. Dan pada bait kedua terdapat pada kata si anak dan singgah juga bilo dan biso.


(72)

4.1.4.2 Majas Antanaklasis Contoh :

1. Kutengok gayo ko tu gayo ‘Kulihat

pareman. tingkahmu itu seperti

Berdasarkan contoh di atas penulis mengategorikan kalimat di atas ke dalam majas antanaklis karena dalam kalimat tersebut mengandung kata yang sama akan tetapi memiliki makna yang berbeda atau yang berhomonim. Yaitu pada kata gayo yang pertama bermakna kelakuan atau sikap, sedangkan kata gayo yang kedua bermakna seperti.

preman’.

2. Putek bungo tanjungtu dah

‘Putik bunga tanjung itu sudah putus’. putek.

Berdasarkan contoh di atas penulis mengategorikannya ke dalam majas antanaklasis karena mengandung ulangan kata yang sama bunyinya akan tetapi memiliki makna yang berbeda satu sama lain.

Pada kata putek yang pertama bermakna putik atau bakal buah atau kepala putik yang merupakan bagian bunga sebagai pasangan benang sari. Sedangkan putek yang kedua berarti sudah terputus, patah atau lepas menjadi dua bagian sehingga tidak ada hubungan lagi.

3. Mogah awak manengok rumah nan mogah

tu. Senang kita melihat rumah yang mewah itu’.


(73)

Berdasarkan contoh di atas penulis mengategorikannya ke dalam majas antanaklasis karena mengandung ulangan kata yang sama bunyinya akan tetapi memiliki makna yang berbeda satu sama lain.

Pada kata mogah yang pertama dalam bahasa melayu bermakna suatu kata untuk perasaan senang atau bahagia. Sedangkan kata mogah yang kedua adalah sinonim dari kata megah bermakna suatu kemewahan atau keindahan yang luar biasa.

4.1.4.3 Majas Kiasmus Contoh :

1. Kinin banyak batino peel nyo mocam jantan, sapala-pala jantan peelnyo mocam batino

‘Sekarang banyak .

perempuan tingkahnya seperti laki, sedangkan laki-laki tingkahnya seperti perempuan

Contoh di atas merupakan majas kiasmus, karena di dalam kalimatnya mengandung kata-kata yang yang berisikan perulangan dan sekaligus merupakan inversi antara dua kata yang bertentangan. Yaitu pada kata batino dengan jantan, di mana kedua kata tersebut salaing bertentanga.

’.

2. Urang nan kayo dirasonyo dio miskin, urang nan miskin maraso dio kayo ‘Orang yang

. kaya merasa dia miskin, orang yang miskin merasa dia kaya Contoh kalimat di atas merupakan majas kiasmus karena di dalam kalimat tersebut berisikakn perulangan atau repetisi antara dua kata yang saling bertentangan dalam satu kalimat yaitu pada kata kayo dan miskin.


(74)

3. Korupsi memang manyonangkan urang atas sajo, tapi manyusahkan urang

‘Korupsi hanya menyenangkan orang atas saja, tapi menyusahkan orang bawahan’.

bawahan .

Contoh kalimat di atas merupakan majas kiasmus karena di dalam kalimat tersebut berisikakn perulangan atau repetisi antara dua kata yang saling bertentangan dalam satu kalimat yaitu pada kata manyonangkan dan manyusahkan.

4.1.4.4 Majas Repetisi

1. Ondak sonang ondak monang ondak tonang ondak konyang

Ingin senang ingin menang ingin tenang ingin

Contoh di atas memiliki makna filosofi yang mencerminkan sifat yang tidak baik, seseorang yang malas untuk bekerja akan tetapi memiliki angan-angan yang tinggi. Sifat –sifat seperti itu memang dimiliki setiap


(1)

Lampiran 1

Daftar nama – nama informan :

1. Nama : Suaibun Tanjung Umur : 65 Tahun

J. Kelamin : Laki – laki Pekerjaan : Petani

2. Nama : Khairuddin Umur : 56 Tahun J. Kelamin : Laki – laki Pekerjaan : Pegawai Swasta

3. Nama : Salmah

Umur : 60 Tahun

J. Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : -

4. Nama : H. Tengku Zainul Abidin

Umur : 70 tahun

J. Kelamin : Laki – laki


(2)

5. Nama : Syarifuddin Zuhri

Umur : 45 tahun

J. Kelamin : Laki – laki

Pekerjaan : Wiraswasta

6 . Nama : Yunus

Umur : 59 tahun

J. Kelamin : Laki – laki

Pekerjaan : petani

7. Nama : Muhammad Yamin

Umur : 35tahun

J.Kelamin : laki-laki


(3)

Lampiran 2

Daftar pertanyaan tentang majas dalam bahasa Melayu pada masyarakat Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara.

1. Apakah anda mengetahui tentang majas/bahasa kias?

2. Apakah anda sering menggunakan majas/bahasa kias?

3. Majas/bahasa kias apa saja yang anda ketahui dalam bahasa Melayu di Kualuh Hilir?

4. Dapatkah anda menyebutkan contoh majas/bahasa kias dalam bahasa Melayu Kualuh Hilir yang ciri-cirinya membandingkan suatu hal yang berlainan dengan menggunakan kata seperti, bagai atau yang lainnya?

5. Dapatkah anda menyebutkan contoh majas/bahasa kias dalam bahasa Melayu Kualuh Hilir yang ciri-cirinya membandingkan dua hal dalam bentuk yang singkat?

6. Dapatkah anda menyebutkan contoh majas/bahasa kias dalam bahasa Melayu Kualuh Hilir yang menggambarkan benda-benda mati seolah hidup?

7. Dapatkah anda menyebutkan contoh majas/bahasa kias dalam bahasa Melayu Kualuh Hilir yang ciri-cirinya terdapat kata-kata yang bertentangan?


(4)

8. Dapatkah anda menyebutkan contoh majas/bahasa kias dalam bahasa Melayu Kualuh Hilir yang mengandung pernyataan yang melebih-lebihkan?

9. Dapatkah anda menyebutkan contoh majas/bahasa kias dalam bahasa Melayu Kualuh Hilir yang sifatnya mengecilkan atau melemahkan kenyataan yang sebenarnya?

10.Dapatkah anda menyebutkan contoh majas/bahasa kias dalam bahasa Melayu Kualuh Hilir yang bertujuan untuk berolok-olok?

11.Dapatkah anda menyebutkan contoh majas/bahasa kias dalam bahasa Melayu Kualuh Hilir yang berisi penjajaran kata-kata yang sama, namun berbeda artinya?

12.Dapatkah anda menyebutkan contoh majas/bahasa kias dalam bahasa Melayu Kualuh Hilir yang dalam kalimatnya terdapat dua kata yang bertentangan?

13.Dapatkah anda menyebutkan contoh majas/bahasa kias dalam bahasa Melayu Kualuh Hilir yang menyebutkan nama sebagian sebagai pengganti keseluruhannya?

14.Dapatkah anda menyebutkan contoh majas/bahasa kias dalam bahasa Melayu Kualuh Hilir yang di dalamnya terdapat kiasan yang halus sebagai pengganti kata-kata yang dianggap kasar?


(5)

15.Dapatkah anda menyebutkan contoh majas/bahasa kias dalam bahasa Melayu Kualuh Hilir yang dalam kalimatnya terdapat perulangan kata dengan makna yang berbeda?

16.Dapatkah anda menyebutkan contoh majas/bahasa kias dalam bahasa Melayu Kualuh Hilir yang mengandung perulangan kata atau kelompok kata yang sama?

17.Apa tujuan anda menggunakan bahasa kias/majas tersebut?

18.Menurut anda apa-apa sajakah makna yang terdapat dalam majas/bahasa kias tersebut?

19.Selain komunikasi sehari-hari, bahasa kias juga terdapat dalam kesenian berbahasa pada masyarakat. Coba anda berikan contoh kesenian berbahasa yang mengandung unsure-unsur kiasan?

20.Menurut anda, apakah ajaran budaya (petuah) yang terdapat dalam bahasa kias tersebut?


(6)