Memperhatikan tujuan pemberian kredit tersebut dapat disimpulkan bahwa harus ada keseimbangan antara kepentingan pemerintah, masyarakat dan pemilik
modal. Dengan demikian tidak ada kredit tanpa tujuan, artinya kredit yang dimohon hanya diberikan untuk suatu tujuan tertentu dalam peran serta
masyarakat untuk ikut membangun.
43
Dari penjelasan di atas dapat simpulkan bahwa tujuan dan fungsi kredit perbankan adalah memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut
terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Sedangkan fungsi kredit
adalah memberikan kredit dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang
diperlukan oleh masyarakat.
3. Dasar-dasar pemberian kredit perbankan
Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan, bank harus merasa yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan tersebut diperoleh
dari hasil penilaian kredit sebelum kredit tersebut disalurkan. Penilaian kredit oleh bank dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk mendapatkan keyakinan tentang
nasabahnya, seperti melaui prosedur penilaian yang benar. Dalam melakukan penilaian kriteria-kriteria serta aspek penilaiannya tetap sama. Begitu pula dengan
ukuran-ukuran yang ditetapkan sudah menjadi standard penilaian setiap bank. Dalam praktik perbankan dikenal beberapa prinsip yang digunakan dalam
pemberian kredit pada debitur.
43
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Pemberian kredit bank wajib memperhatikan hal-hal sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 ayat 1 dan 2 Undang
– undang Nomor 10 Tahun 1998 yang berbunyi:
44
Pasal 8 ayat 1 Bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah
debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
Pasal 8 ayat 2
Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketenuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia. Berkaitan dengan itu, menurut penjelasan Pasal 8 ayat 2 dikemukakan
bahwa pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang wajib dimiliki dan diterapkan oleh bank
dalam pemberian kredit dan pembiayaan adalah sebagai berikut:
45
a. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dibuat dalam
bentuk perjanjian tertulis.
44
Penjelasan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 8 ayat 1
45
Ibid, Pasal 8 ayat 2
Universitas Sumatera Utara
b. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah
debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur.
c. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit
atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah. d.
Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.
e. Larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada calon debitur dan atau pihak
– pihak terafiliasi. f.
Penyelesaian sengketa. Ketentuan Pasal 8 ayat 1 dan 2 di atas merupakan dasar atau landasan
bagi bank dalam menyalurkan kreditnya kepada nasabah debitur. Lebih dari itu, karena pemberian kredit merupakan salah satu fungsi utama dari bank, maka
dalam ketentuan tersebut juga mengandung dan menerapkan prinsip kehati –
hatian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 UU Perbankan. Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah di kemudian hari, penilaian suatu bank
untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan dengan berpedoman kepada 4P dan 5C.
Universitas Sumatera Utara
Mencegah terjadinya kredit bermasalah dikemudian hari, penilaian suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan
dengan berpedoman kepada 7P dan 5C.
46
Selanjutnya penilaian suatu ktedit dapat pula dilakukan dengan analisis 7P kredit dengan unsur penilaian sebagai berikut:
1. Personality yakni mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah
dalam menghadapi suatu maslah dan menyelesaikannya. 2.
Party yakni mengklasifikasikan nasabah dalam golongan-golongan tertentu, berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya dan ini mendapat fasilitas yang
berbeda dari bank. 3.
Perpose yakni menilai usaha tujuan nasabah dalam mengambil kredit sesuai dengan kebutuhan.
4. Prospect yakni menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang
menguntungkan atau tidak, karena tanpa mempunyai prospek, bukan saja bank yang rugi akan tetapi juga nasabah.
5. Payment yakni cara pembayaran dari mana sumber dana untuk pengemabalian
kredit. Semakin banyak sumber penghasilan debitur ini semakin baik karena jika salah satu rugi dapat ditutupi dengan usaha yang lain.
6. Profitability yakni menganalisis kemampuan nasabah dalam mencari laba
yang diukur dalam periode ke periode apakah sama atau meningkat dengan adanya tambahan kredit yang diperoleh.
46
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Prenada Media, Jakarta,2005, hal 63
Universitas Sumatera Utara
7. Protection yakni untuk mendapatkan jaminan perlindungan sehingga kredit
yang diberikan benar-benar aman, ini berupa jaminan barang atau jaminan asuransi.
47
Adapun prinsip 5C dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut: a.
Character Firdaus menjelaskan bahwa character atau watak dari para calon
peminjam merupakan salah satu pertimbangan yang terpenting dalam memutuskan pemberian kredit.
48
Bank sebagai pemberi kredit harus yakin bahwa calon peminjam termasuk orang yang bertingkah laku baik, dalam arti selalu
memegang teguh janjinya, selalu berusaha dan bersedia melunasi utang-utangnya pada waktu yang telah ditetapkan. Calon peminjam tidak boleh berpredikat:
penjudi, pencuri, pemabuk, pemakai narkoba atau Pendek kata calon peminjam haruslah mempunyai reputasi yang baik. Dalam prakteknya untuk
sampai kepada pengetahuan bahwa calon peminjam tersebut mempunyai watak yang baik dan memenuhi syarat sebagai peminjam, tidaklah semudah yang
diduga, terutama untuk peminjamnasabah debitur yang baru pertama kalinya.
49
b. Capacity capability
Pendapat tentang Capacity menurut Kasmir, bahwa untuk melihat kemampuan calon nasabah dalam membayar kredit yang dihubungkan dengan
kemampuannya mengelola bisnis serta kemampuannya mencari laba, sehingga pada akhirnya akan terlihat kemampuannya dalam
47
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal 119-120
48
Rachmat Firdaus, et al., Manajemen Perkreditan Bank Umum Cet. IV; Alfabeta, Bandung, 2009, hal 83
49
Ibid
Universitas Sumatera Utara
mengembalikan kredit yang disalurkan. Semakin banyak sumber pendapatan seseorang, semakin besar kemampuannya untuk membayar kredit.
50
c. Capital
Salim HS memberi penjelasan mengenai capital bahwa dalam praktek selama ini jarang sekali bank memberikan kredit untuk membiayai seluruh dana
yang diperlukan oleh debitur. Debitur wajib menyediakan dana sendiri, sedangkan kekurangannya itu yang dapat dibiayai dengan kredit bank. Jadi
fungsi bank hanya menyediakan tambahan modal. Pada umumnya komposisi penyediaan modal usaha nasabah sebagian besar modalnya dibiayai
dengan kredit bank dan sebagian kecil dibiayai debitur. Untuk menilai sejauh mana kemampuan debitur dapat menyediakan modal sendiri dapat dilihat
dari laporan keuangan perusahaan neraca dan daftar laba rugi.
51
d. Collateral
Neni Sri Imaniyati memberikan pendapat bahwa collateral atau agunan merupakan the last ressort bagi kreditor, akan tetapi tidak diragukan lagi betapa
penting fungsi agunan dalam setiap pemberian kredit. Agunan akan direalisasi atau dieksekusi jika suatu kredit benar-benar dalam keadaan kredit macet.
52
e. Condition of Economy
Bahwa dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum dan kondisi sektor usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dari bank untuk
50
Kasmir. Manajemen Perbankan. Rajawali Pers: Jakarta, hal 2011, hal 39
51
Salim HS. Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata. Rajawali Pers: Jakarta, 2010, hal 117
52
Neni Sri Imaniyati. Pengantar Hukum Perbankan Indonesia. Refika Aditama: Bandung. 2010, hal 143
Universitas Sumatera Utara
memperkecil risiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi tersebut. Selain faktor-faktor tersebut di atas, Sutarno berpendapat yang perlu
mendapat perhatian penuh dari analis adalah kondisi ekonomi negara. Kondisi ekonomi adalah situasi ekonomi pada waktu dan jangka waktu tertentu dimana
kredit itu diberikan oleh bank kepada pemohon. Apakah kondisi ekonomi pada kurun waktu kredit dapat mempengaruhi usaha dan pendapatan pemohon
kredit untuk melunasi hutangnya. Bermacam-macam kondisi diluar pengetahuan bank dan diluar pengetahuan pemohon kredit. Kondisi ekonomi
yang dapat mempengaruhi kemampuan pemohon kredit mengembalikan hutangnya sering sulit untuk diprediksi. Kondisi ekonomi negara yang buruk
pasti mempengaruhi usaha pemohon kredit dan pendapatan perorangan yang akibatnya berdampak pada kemampuan pemohon kredit untuk melunasi
hutangnya.
53
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa bank dalam memberikan kredit kepada debitur dengan Prinsip kehati-hatian adalah suatu
prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan terutama dalam penyaluran dana kepada masyarakat harus
sangat berhati-hati. Tujuan dilakukannya prinsip kehati-hatian ini agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan mematuhi
ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku di dunia perbankan. Prinsip kehati-hatian tertera dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat 2 UU Perbankan.
53
Sutarno. Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank. Alfabeta: Bandung.2009, hal 3
Universitas Sumatera Utara
4. Penggolongan kredit perbankan