PREFERENSI PETA PEMILIH PADA PEMILUKADA KOTA SURAKARTA TAHUN 2010 BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

(1)

commit to user

i

PREFERENSI PETA PEMILIH PADA PEMILUKADA KOTA SURAKARTA TAHUN 2010

BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

SKRIPSI

Disusun Oleh : Hanggoro Purnawan

K 5407025

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

ii

PREFERENSI PETA PEMILIH PADA PEMILUKADA KOTA SURAKARTA TAHUN 2010

BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

Oleh :

Hanggoro Purnawan K 5407025

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Geografi

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(3)

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, Maret 2011

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I

Drs. Sugiyanto, M.Si.,M.Si NIP. 19600606 198603 1 005

Pembimbing II

Rita Noviani,S.Si.,M.Sc. NIP. 19751110 200312 2 013


(4)

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Hari :

Tanggal :

Tim Penguji Skripsi Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Partoso Hadi, M.Si. ________________

Sekretaris : Setya Nugraha, S.Si.,M.Si ________________

Anggota I : Drs.Sugiyanto,M.Si.,M.Si ________________

Anggota II : Rita Noviani, S.Si.,M.Sc ________________

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan

Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP.19600727 198702 1 001


(5)

commit to user

v ABSTRAK

Hanggoro Purnawan. PREFERENSI PETA PEMILIH PADA

PEMILUKADA KOTA SURAKARTA TAHUN 2010 BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG). Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret, April 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) Mengetahui sebaran pemilih dalam Pemilukada Kota Surakarta tahun 2010, (2) Mengetahui perbandingan sebaran pemilih masing-masing kandidat dalam Pemilukada Kota Surakarta tahun 2010 dengan sebaran pemilih partai pendukungnya dalam Pemilu Legislatif 2009, (3) Mengetahui karakteristik pemilih dalam Pemilukada Kota Surakarta tahun 2010, (4) Mengetahui alasan pemilih dalam Pemilukada di Kota Surakarta tahun 2010.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif spasial. Populasinya adalah masyarakat Kota Surakarta yang memiliki hak pilih. Penentuan sampel menggunakan

metode multistage random sampling sejumlah 150 orang. Teknik pengumpulan data

penelitian adalah menggunakan data primer berupa wawancara dengan angket dan data sekunder berupa studi dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskripsi dengan SPSS berupa tabulasi frekuensi dan tabulasi silang (crosstabs) dan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan Arc View3.3.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Sebaran pemilih pasangan kandidat hasil Pemilukada Kota Surakarta tahun 2010 memiliki kecenderungan merata di seluruh PPK baik pasangan Joko Widodo-FX. Hadi Rudyatmo maupun Eddy S. Wirabhumi-Supradi Kertamenawie. Total perolehan suara pasangan Joko Widodo-FX. Hadi Rudyatmo 90,09% sedangkan pasangan Eddy S. Wirabhumi-Supradi Kertamenawie memperoleh 9,91% suara. (2) Perolehan suara partai pendukung yang tergabung dalam koalisi partai tidak selalu mencerminkan perolehan suara pasangan kandidat. (3) Karakteristik pemilih terhadap pilihan pasangan kandidat cenderung memiliki pola dan variasi yang sama. (4) Alasan pemilih dapat mencerminkan jenis kategori pemilih. Mayoritas pemilih pasangan Joko Widodo-FX. Hadi Rudyatmo adalah pemilih rasional karena alasan mereka didominasi kemampuan kandidat (40,7%) dan program/isu yang ditawarkan (22%). Sedangkan pasangan Eddy S. Wirabhumi-Supradi Kertamenawie mayoritas dipilih oleh pemilih tradisional karena alasan mereka lebih karena didukung oleh partai politik (5,3%), kepribadian kandidat (2,7%) dan kesamaan latar belakang (0,7%).


(6)

commit to user

vi ABSTRACT

Hanggoro Purnawan. THE VOTER MAP PREFERENCE IN 2010 LOCAL CHIEF GENERAL ELECTION OF SURAKARTA CITY. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University, April 2011.

The objectives of research are: (1) to find out the voter distribution in 2010 Local Chief General Election of Surakarta City, (2) to find out the comparison between voter distribution for each candidate in 2010 Local Chief General Election of Surakarta City and the voter distribution of supporting party in 2009 Legislative General Election, (3) to find out the characteristics of voter in 2010 Local Chief General Election of Surakarta City, and (4) to find out the voter’s reasoning in 2010 Local Chief General Election of Surakarta City.

This study employed a descriptive spatial. The population was Surakarta City residents having right to vote. The sampling technique used was multistage random sampling obtaining 150 respondents. Techniques of collecting data used were interview and questionnaire for primary data and documentation study for secondary data. Technique of analyzing data used was a descriptive analysis using SPSS with frequency tabulation and crosstabs and Geographical Information System (SIG) with Arc View 3.3.

Considering the result of research it can be concluded that: (1) the voter distribution of candidate couple of 2010 Local Chief General Election of Surakarta City result, that is, the one obtaining the highest vote in each subdistrict of Surakarta City is Joko Widodo-FX. Hadi Rudyatmo couple. This couple obtains 90.09% vote while Eddy S. Wirabhumi-Supradi Kertamenawie couple obtains 9.91% vote, (2) the vote gain of supporting parties integrating in party coalition not always reflect on the vote gain of candidate couples, (3) the voter characteristic in choosing the candidate

couple tends to have similar pattern and variation, (4) the voter’s reasoning in

choosing the candidate couple can reflect on the type of voter categories. Majority voters choosing Joko Widodo-FX. Hadi Rudyatmo couple are the rational chooser because their reason is dominated by the competency of candidate (40,7%) and the program/issue they offers (22%). Meanwhile, Eddy S. Wirabhumi-Supradi Kertamenawie is chosen by traditional chooser because their reason is more dominated by political party’s support (5,3%), candidate’s personality (2,7%) and background similarity (0,7%).


(7)

commit to user

vii

MOTTO

Tugas kita di dunia bukanlah untuk berhasil, tetapi tugas kita di dunia

adalah untuk mencoba, karena di dalam mencoba itulah kita menemukan

dan belajar membangun kesempatan untuk berhasil”

(Mario Teguh)

orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu.

Orang-orang yang masih terus belajar, akan menjadi pemilik masa depan

(Mario Teguh)

”Berkarakter kuat dan cerdas”

(FKIP UNS)

”Seiring datangnya kekuatan yang besar, maka akan datang pula tanggung

jawab yang besar”

(spiderman)

”Sabar itu tak ada batasannya”


(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan kepada :

1.

Ibu dan Bapakku terhormat

2.

Kakak-kakak dan adikku tercinta

3.

Rinduku yang tertulis di lauhul mahfuz


(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah, inayah serta nikmat-Nya kepada penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PREFERENSI PETA PEMILIH PADA

PEMILUKADA KOTA SURAKARTA TAHUN 2010 BERBASIS SISTEM

INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)”.

Skripsi ini ditulis guna memenuhi salah satu syarat dalam menempuh program Strata I Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Much.Syamsulhadi,Sp.Kj selaku Rektor Universitas Sebelas

Maret Surakarta;

2. Bapak Prof.Dr.Muhammad Furqon Hidayatullah,M.Pd selaku Dekan FKIP

Universitas Sebelas Maret Surakarta;

3. Bapak Drs.Saiful Bachri,M.Pd. selaku Ketua Jurusan P.IPS FKIP

Universitas Sebelas Maret Surakarta;

4. Bapak Drs.Partoso Hadi,M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Geografi Jurusan P.IPS FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta;

5. Bapak Setya Nugraha,S.Si.,M.Si. selaku Sekretaris Program Studi

Pendidikan Geografi Jurusan P.IPS FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta;

6. Bapak Dr.Sarwono,M.Pd selaku Pembimbing Akademik (PA);

7. Bapak Drs.Sugiyanto,M.Si.,M.Si. selaku Pembimbing I;

8. Ibu Rita Noviani,S.Si.,M.Sc. selaku Pembimbing II;

9. Segenap pimpinan dan staf KPU Kota Surakarta;


(10)

commit to user

x

11. Teman-teman yang tergabung dalam

”Tim Liar”

Futsal Community

Geo’07;

12. Teman-teman di Ikatan Eksekutif Pemuda Pulosari (IEPP), tetap ”all for

one, one for all”;

13. Asisten-asisten pelatihan SIG (Lilik, Yaskinul, Nova Ari,Yunus, Eri, dan

Isna) terima kasih atas pelatihan SIG’nya, Pak Yasin terima kasih sudah

berkenan berdiskusi di awal pengajuan proposal dulu.

14. Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, April 2011


(11)

commit to user

xi

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN ABSTRAK ... v

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR PETA ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 9

1. Pemilihan Umum Kepala Daerah Langsung ... 9

2. Perilaku Pemilih ... 10

a. Pengertian ... 10

b. Orientasi Pemilih ... 16

c. Jenis-Jenis Pemilih ... 18

3. Faktor Analisis Hubungan Pemilih Dengan Kandidat ... 21


(12)

commit to user

xii

7. Sistem Informasi Geografi (SIG) ... 30

B. Penelitian Yang Relevan ... 32

C. Kerangka Berpikir ... 35

D. Batasan Operasional ... 37

BAB III METODE PENELITIAN A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

B. Metode Penelitian ... 39

C Sumber Data ... 41

D. Populasi dan Teknik Sampling ... 43

E. Teknik Pengumpulan Data ... 47

F. Analisis Data ... 48

C. BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 53

1. Keadaan Geografis ... 53

2. Keadaan Penduduk ... 57

B. Hasil dan Pembahasan ... 66

1. Sebaran Pemilih Dalam Pemilukada Kota Surakarta tahun 2010 ... 66

2. Perbandingan Sebaran Pemilih Kandidat dengan Pemilih Partai Pendukung ... 70

a. Hasil Perolehan Suara Partai-Partai Pendukung ... 70

b. Perbandingan Perolehan Suara Pasangan Joko Widodo-FX. Hadi Rudyatmo dengan Partai Pendukungnya ... 71

c. Perbandingan Perolehan Suara Pasangan Eddy S. Wirabhumi-Supradi Kertamenawie dengan Partai Pendukungnya... 77

3. Karakteristik Pemilih Dalam Pemilukada Kota Surakarta tahun 2010 ... 81

a. Hasil Survei Pemilih ... 81

b. Analisis Tabulasi Silang Karakteristik Pemilih Dengan Pilihan Pasangan Kandidat ... 84


(13)

commit to user

xiii

B. Implikasi ... 126 C. Saran ... 127 DAFTAR PUSTAKA ... 128 LAMPIRAN


(14)

commit to user

xiv

Tabel 1.1 Hasil Perolehan Suara Pemilukada Kota Surakarta Tahun 2010 5

Tabel 2.1 Penelitian Yang Relevan 33

Tabel 3.1 Jenis Dan Sumber Data Penelitian 42

Tabel 3.2 Jumlah Sampel Tingkat Kecamatan 45

Tabel 3.3 Metode Pengumpulan Sampel Tingkat Kelurahan 45

Tabel 3.4 Faktor, Indikator Dan Kriteria Karakteristik Pemilih Pada Pemilukada

Kota Surakarta Tahun 2010 51

Tabel 3.5 Faktor Dan Indikator Alasan Memilih 52

Tabel 4.1 Luas Dan Banyaknya Kecamatan, Kelurahan, RT, RW Di Kota

Surakarta Tahun 2008 55

Tabel 4.2 Luas Penggunaan Lahan Kota Surakarta 56

Tabel 4.3 Luas, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk di Kota

Surakarta Tahun 2008 58

Tabel 4.4 Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun 2008 59

Tabel 4.5 Penduduk Kota Surakarta Menurut Kelompok Umur Tahun 2008 61

Tabel 4.6 Penduduk Kota Surakarta Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2008 62

Tabel 4.7 Penduduk Menurut Agama Yang Dianut di Kota Surakarta Tahun 2008 63

Tabel 4.8 Penduduk Kota Surakarta Menurut Mata Pencaharian Tahun 2008 65

Tabel 4.9 Rekapitulasi Hasil Pemilukada Kota Surakarta Tahun 2010 66

Tabel 4.10 Perolehan Suara Partai Pendukung Yang Mendapatkan Kursi DPRD

Kota Surakarta Hasil Pemilu Legislatif 2009 71

Tabel 4.11 Perbandingan Perolehan Suara Pasangan Joko Widodo-FX.Hadi

Rudyatmo Dalam Pemilukada Kota Surakarta Tahun 2010 72

Tabel 4.12 Perbandingan Perolehan Suara Pasangan Eddy S. Wirabhumi-

Supradi Kertamenawie Dalam Pemilukada Kota Surakarta Tahun 2010 77

Tabel 4.13 Hasil Tabulasi Silang Responden Pemilih Dengan Pilihan Pasangan

Kandidat di Tiap Kecamatan 81

Tabel 4.14 Tabulasi Silang Jenis Kelamin Dengan Pilihan Pasangan Kandidat


(15)

commit to user

xv

Tabel 4.16 Tabulasi Silang Umur Dengan Pilihan Pasangan Kandidat Di Masing-

Masing Kecamatan 92

Tabel 4.17 Tabulasi Silang Pendidikan Dengan Pilihan Pasangan Kandidat

Di Masing-Masing Kecamatan 95

Tabel 4.18 Tabulasi Silang Pekerjaan Dengan Pilihan Pasangan Kandidat

Di Masing-Masing Kecamatan 99

Tabel 4.19 Tabulasi Silang Penghasilan Dengan Pilihan Pasangan Kandidat

Di Masing-Masing Kecamatan 104

Tabel 4.20 Tabulasi Silang Agama Dengan Pilihan Pasangan Kandidat

Di Masing-Masing Kecamatan 107

Tabel 4.21 Tabulasi Silang Pengalaman Dengan Pilihan Pasangan Kandidat

Di Masing-Masing Kecamatan 111

Tabel 4.22 Tabulasi Silang Pilihan Partai Dengan Pilihan Pasangan Kandidat

Di Masing-Masing Kecamatan 115

Tabel 4.23 Tabulasi Silang Alasan Memilih Dengan Pilihan Pasangan Kandidat


(16)

commit to user

xvi

Gambar 2.1 Pembagian Jenis Pemilih 11

Gambar 2.2 Konfigurasi Pemilih 18

Gambar 3.1 Bagan Tahapan Pengambilan Sampel 47

Gambar 4.1 Prosentase Luas Kecamatan Kota Surakarta Tahun 2008 55

Gambar 4.2 Prosentase Luas Penggunaan Lahan Kota Surakarta Tahun 2008 57

Gambar 4.3 Grafik Kepadatan Penduduk Kota Surakarta Tahun 2008 58

Gambar 4.4 Perbandingan Jumlah Penduduk Laki-Laki Dan Perempuan

Di Kota Surakarta Tahun 2008 59

Gambar 4.5 Grafik Penduduk Kota Surakarta Menurut Kelompok Umur

Dan Jenis Kelamin Tahun 2008 61

Gambar 4.6 Grafik Penduduk Kota Surakarta Menurut Tingkat Pendidikan

Tahun 2008 62

Gambar 4.7 Grafik Penduduk Kota Surakarta Menurut Agama Yang Dianut

Tahun 2008 64

Gambar 4.8 Grafik Penduduk Kota Surakarta Menurut Mata Pencaharian

Tahun 2008 65

Gambar 4.9 Grafik Perbandingan Suara Pasangan Joko Widodo-FX.Hadi

Rudyatmo Dengan Partai Pendukung 73

Gambar 4.10 Grafik Perbandingan Suara Pasangan Eddy S. Wirabhumi-

Supradi Kertamenawie Dengan Partai Pendukung 78

Gambar 4.11 Grafik Hasil Tabulasi Silang Responden Pemilih Dengan

Pilihan Pasangan Kandidat di Tiap Kecamatan 82

Gambar 4.12 Grafik Hasil Tabulasi Silang Jenis Kelamin dengan Pilihan Pasangan

Kandidat di Tiap Kecamatan 86

Gambar 4.13 Grafik Hasil Tabulasi Silang Status Marital dengan Pilihan Pasangan

Kandidat di Tiap Kecamatan 89

Gambar 4.14 Grafik Hasil Tabulasi Silang Umur dengan Pilihan Pasangan

Kandidat di Tiap Kecamatan 93


(17)

commit to user

xvii

Kandidat di Tiap Kecamatan

Gambar 4.17 Grafik Hasil Tabulasi Silang Penghasilan dengan Pilihan Pasangan

Kandidat di Tiap Kecamatan 105

Gambar 4.18 Grafik Hasil Tabulasi Silang Agama dengan Pilihan Pasangan

Kandidat di Tiap Kecamatan 108

Gambar 4.19 Grafik Hasil Tabulasi Silang Pengalaman dengan Pilihan Pasangan

Kandidat di Tiap Kecamatan 112

Gambar 4.20 Grafik Hasil Tabulasi Silang Pilihan Partai dengan Pilihan Pasangan

Kandidat di Tiap Kecamatan 117

Gambar 4.21 Grafik Hasil Tabulasi Silang Alasan Memilih dengan Pilihan Pasangan


(18)

commit to user

xviii

Peta 1 Administrasi Kota Surakarta 54

Peta 2 Hasil Pemilukada Kota Surakarta Tahun 2010 69

Peta 3 Perbandingan Perolehan Suara Jokowi-Rudy dengan Koalisi Partai 76

Peta 4 Perbandingan Perolehan Suara Eddy-Supradi dengan Koalisi Partai 80

Peta 5 Sebaran Pemilih Pemilukada Kota Surakarta Tahun 2010 83

Peta 6 Sebaran Pemilih Berdasarkan Jenis Kelamin Pemilukada Kota Surakarta

Tahun 2010 87

Peta 7 Sebaran Pemilih Berdasarkan Status Marital Pemilukada Kota Surakarta

Tahun 2010 90

Peta 8 Sebaran Pemilih Berdasarkan Umur Pemilukada Kota Surakarta

Tahun 2010 94

Peta 9 Sebaran Pemilih Berdasarkan Pendidikan Pemilukada Kota Surakarta

Tahun 2010 97

Peta 10 Sebaran Pemilih Berdasarkan Pekerjaan Pemilukada Kota Surakarta

Tahun 2010 102

Peta 11 Sebaran Pemilih Berdasarkan Penghasilan Pemilukada Kota Surakarta

Tahun 2010 106

Peta 12 Sebaran Pemilih Berdasarkan Agama Pemilukada Kota Surakarta

Tahun 2010 109

Peta 13 Sebaran Pemilih Berdasarkan Pengalaman Pemilukada Kota Surakarta

Tahun 2010 113

Peta 14 Sebaran Pemilih Berdasarkan Pilihan Partai Pemilukada Kota Surakarta

Tahun 2010 118

Peta 15 Sebaran Pemilih Berdasarkan Alasan Memilih Pemilukada Kota Surakarta


(19)

commit to user


(20)

commit to user 1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam sistem politik yang demokratis, rakyat mempunyai hak untuk memilih wakil rakyat yang terhimpun dalam partai politik untuk duduk di parlemen dan juga mempunyai hak untuk terlibat aktif dalam kontestasi politik itu sendiri. Oleh karena itu, pemilu merupakan mekanisme paling penting sampai dengan saat ini dalam sistem politik modern yang bisa digunakan rakyat dalam membuat pilihan terbaiknya untuk memilih calon-calon yang menurut pandangannya mampu menjalankan roda pemerintahan, baik di level daerah, legislatif (DPR/DPD/DPRD), maupun pimpinan tertinggi eksekutif.

Proses demokrasi yang terus bergulir di Indonesia telah mencatat sejarah baru yaitu berupa pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dilakukan secara langsung. Siapapun yang terpilih dalam hal ini akan lebih ditentukan oleh kuantitas suara rakyat pemilih dan bukan lagi oleh rekayasa politik yang dilakukan oleh

sejumlah elite partai. (Soebroto, www.surabayapost.com, 9 Juli 2010). Di bawah Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 32 Tahun 2004,

Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) diselenggarakan secara langsung. Pemilukada di kota/kabupaten maupun provinsi dilakukan langsung oleh rakyatnya yang memiliki hak pilih. Pemilukada ini merupakan suatu langkah baru dalam kehidupan demokrasi di Indonesia.

Pemilukada langsung diharapkan akan menghasilkan figur kepemimpinan yang aspiratif dan berkualitas. Pemilukada langsung akan mendekatkan pemerintah dengan yang diperintah dan akuntabilitas kepala daerah benar-benar tertuju kepada rakyat. Di samping itu, Pemilukada langsung merupakan tuntutan dan desakan rakyat yang menghendaki bahwa kepala daerah tidak lagi dipilih oleh DPRD tetapi rakyat dapat menggunakan hak politiknya secara langsung seperti pada pemilihan presiden.


(21)

commit to user 2 Menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 59 ayat (1), dinyatakan bahwa pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai-partai politik. Sedangkan partai politik atau gabungan partai politik yang dapat mendaftarkan pasangan calon adalah partai politik atau gabungan partai politik yang telah memenuhi persyaratan perolehan sekuarang-kurangnya 15% dari jumlah kursi DPRD atau 15% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan anggota DPRD yang bersangkutan.

Pemilukada secara langsung pada akhirnya menarik untuk dianalisis tentang kecenderungan pemilih terhadap pilihan politiknya. Di titik inilah preferensi politik dalam memilih kepala daerah perlu kita lihat relevansinya terhadap motivasi

seseorang (voter) untuk memberikan hak suaranya dalam Pemilukada.

Pemilukada sangat menarik untuk dianalisis dalam ilmu geografi. Pendekatan

analisis dalam geografi menggunakan bermacam-macam hampiran (approach) yaitu

pendekatan analisis keruangan (spatial analysis), analisis ekologi (ecological

analysis), dan analisis kompleks wilayah (regional complex analysis) (Bintarto, 1983: 12). Berdasarkan pengertian ini, geografi memandang suatu fenomena secara menyeluruh meliputi persamaan maupun perbedaan fenomena geosfer, salah satunya adalah kajian tentang perilaku sosial politik masyarakat.

Geografi politik merupakan salah satu aspek dari geografi manusia, salah satu kajian yang lebih besar tetapi di dalamnya terkandung elemen pembeda yang membuatnya lebih bersifat khusus. Dalam usaha untuk menggabungkan ilmu politik dengan geografi, pakar geografi terpaksa menghadapi berbagai ilmu yang berhubungan dengan kajiannya. Dibandingkan dengan bidang geografi yang lain, geografi politik paling banyak terdapat perbedaan pendapat dan definisi yang tidak seragam. Geografi kawasan tertentu sangat mempengaruhi keadaan politiknya dan kawasan-kawasan yang berdekatan dengannya. Pergerakan politik bergantung kepada kekurangan dan kelebihan yang timbul oleh perbedaan-perbedaan antar kawasan. Oleh karena itu, politik dan geografi memiliki hubungan yang sangat erat. Geografi


(22)

commit to user 3

politik mencoba mengkaji hubungan tersebut ( Fauzi, http://umrefjournal.um.edu.

Diakses tanggal 12 Maret 2011).

Lebih lanjut Fauzi (2006) menjelaskan bahwa geografi politik memberikan tumpuan untuk memperhatikan, menganalisis, dan mencatat segala hal politik yang

ada serta menyatukannya ke dalam corak atau bentuk ruang (space). Pendekatan ini

memiliki kelemahan yaitu membatasi kajian pada bukti-bukti aktivitas dan organisasi manusia yang dapat dilihat. Meskipun demikian, pakar-pakar geografi politik dari dari aliran ini telah menghasilkan kajian yang mempunyai azas yang luas. Azas geografi politik adalah perbedaan fenomena politik antara satu tempat dengan tempat lain di muka bumi. Selain itu, geografi politik dianggap sebagai ilmu kawasan politik atau lebih khusus lagi, kajian negara sebagai satu ciri kawasan yang berhubungan dengan ciri-ciri kawasan yang lain. Oleh karena itu, pendekatan analisis keruangan (spatial analysis) dapat digunakan untuk kajian geografi politik hasil Pemilukada.

Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini,

penggunaan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) dalam

komputer menjadi semakin penting dan memiliki banyak manfaat di dalam penggunaannya. Dalam ilmu geografi pun, penggunaan komputer semakin memiliki arti penting untuk mempermudah analisis khususnya data keruangan dan data statistik guna memperoleh hasil penelitian yang baik dan berkualitas.

Geografi mutakhir telah menggunakan statistik dan metode kuantitatif dalam penelitiannya bahkan telah pula digunakan komputer untuk menyimpan, mengolah dan menganalisa data. Hal ini sangat berfaedah seperti menentukan batas suatu wilayah, menentukan gerakan penduduk, menentukan pola penyebaran fenomena geografi, mencari kaitan antar satu variabel dengan variabel yang lain (Bintarto, 1983:7).

Bentuk perkembangan teknologi komputer dalam analisis geografi yaitu dengan adanya Sistem Informasi Geografis (SIG). Menurut Aronoff, SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan


(23)

commit to user 4 memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis obyek-obyek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografi : (a). masukan, (b). manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c). analisis dan manipulasi data, (d). keluaran (Prahasta, 2001:57).

Adanya SIG maka data keruangan maupun data atribut dapat diolah sehingga menghasilkan peta tematik. Data keruangan seperti Kota Surakarta dan data atribut berupa hasil Pemilukada dapat diolah sehingga akan menghasilkan peta politik. Dalam hal ini dikenal dengan adanya kajian pemetaan politik yang mulai digunakan sebagai sarana untuk menentukan kebijakan politik sehingga sesuai dengan kondisi masyarakat di wilayah tertentu.

Surakarta adalah salah satu kota yang pada tanggal 26 April 2010 untuk kedua kalinya menyelenggarakan Pemilukada untuk memilih walikota dan wakil walikota secara langsung. Dalam Pemilukada ini, terdapat dua pasangan calon walikota dan wakil walikota yang bersaing untuk memenangkan proses Pemilukada. Pasangan pertama adalah Joko Widodo dan FX. Hadi Rudyatmo yang didukung oleh PDI-P, PKS, PAN, Partai Gerindra dan PDS. Sedangkan pasangan kedua adalah Eddy S.Wirabumi dan Supradi Kertamenawie yang diusung oleh Partai Demokrat, Partai Golkar.dan Partai Hanura.

Berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara yang dilakukan KPU Kota Surakarta diketahui bahwa perolehan suara masing-masing pasangan adalah sebagai berikut.


(24)

commit to user 5 Tabel 1.1. Hasil Perolehan Suara Pemilukada Kota Surakarta Tahun 2010

No Pasangan Calon Perolehan

Suara

Prosentase Partai

Pendukung

Perolehan Suara Pemilu

Legislatif 2009

1 Joko Widodo dan

FX. Hadi

Rudyatmo

248.243 90,09 % PDIP, PKS,

PAN,

GERINDRA, PDS

59,72 %

2 Eddy S. Wirabumi

dan Supradi

Kertamenawie

27.306 9,91 % GOLKAR,

DEMOKRAT, HANURA

27,70 %

Sumber : KPU Kota Surakarta (Diolah)

Dari hasil rekapitulasi perolehan suara tersebut dapat diketahui bahwa pasangan nomor urut satu yaitu Joko Widodo-FX. Hadi Rudyatmo menang mutlak dengan prosentase 90,09 % suara mengalahkan pasangan nomor urut dua yaitu Eddy S. Wirabumi dan Supradi Kertamenawie yang hanya meraih 9,91 % suara. Selain didukung oleh partai besar berpengaruh di Kota Surakarta, pasangan Joko Widodo

-FX. Hadi Rudyatmo juga merupakan incumbent di Pemilukada Kota Surakarta.

Mereka telah menjabat sebagai walikota dan wakil walikota Surakarta selama lima tahun setelah memenangkan Pemilukada tahun 2005 lalu dan sekarang maju kembali

sebagai calon incumbent Pemilukada tahun 2010.

Dilihat dari perolehan suara, masing-masing pasangan calon memiliki kecenderungan sendiri-sendiri. Pasangan pertama jumlah perolehan suara jauh lebih besar dibandingkan dengan perolehan suara partai-partai yang mendukungnya. Sedangkan pasangan kedua meraih suara yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan perolehan suara partai-partai pendukungnya. Ini artinya, pasangan nomor urut dua banyak kehilangan suara dari partai-partai yang mengusungnya sedangkan pasangan nomor urut satu berhasil memperoleh tambahan suara dari pemilih partai-partai yang mendukung pasangan lawan.

Hasil Pemilukada Kota Surakarta memiliki catatan yang sangat menarik untuk dikaji. Pasangan Joko Widodo-FX. Hadi Rudyatmo memperoleh 90,09 % suara dimana jumlah suara koalisi partai pendukungnya 59,72 % suara pada Pemilu


(25)

commit to user 6 Legislatif 2009. Sedangkan pasangan Eddy S. Wirabumi-Supradi Kertamenawie hanya memperoleh 9,91 % suara dengan jumlah perolehan suara koalisi partai yang mendukungnya mencapai 27,70 %.

Hasil perolehan suara masing-masing pasangan tersebut menjadi sangat

menarik untuk dianalisis tentang preferensi pemilih di Kota Surakarta. Dari data

keruangan yang dikomparasikan data pendukung berupa data statistik pemilih pada Pemilukada 2010 di Kota Surakarta akan menghasilkan Peta Politik Pemilukada.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis menyusun skripsi

dengan judul : “PREFERENSI PETA PEMILIH PADA PEMILUKADA KOTA

SURAKARTA TAHUN 2010 BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, ada masalah yang dapat diidentifikasi yaitu : Pasangan Joko Widodo-FX. Hadi Rudyatmo memperoleh 90,09 % suara dimana perolehan total suara koalisi partai pendukung sebesar 59,72% sedangkan pasangan Eddy S. Wirabhumi-Supradi Kertamenawie memperoleh 9,91% suara dimana perolehan total suara koalisi partai pendukung sebesar 27,70%.

C. Pembatasan Masalah

Sehubungan dengan luasnya permasalahan yang timbul dari topik kajian maka pembatasan masalah perlu dilakukan untuk memperoleh kedalaman kajian. Pembatasan masalah dalam penelitian ini yaitu :

1. Hasil Pemilukada yang dianalisis adalah Pemilukada Kota Surakarta 2010.

2. Partai-partai pendukung (koalisi partai) yang dianalisis adalah partai politik

yang memperoleh kursi di DPRD Kota Surakarta pada Pemilu Legislatif 2009.

3. Penelitian terhadap pemilih dalam Pemilukada dibatasi pada karakteristik


(26)

commit to user 7

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana sebaran pemilih dalam Pemilukada di Kota Surakarta tahun 2010?

2. Bagaimana perbandingan sebaran pemilih masing-masing kandidat dalam

Pemilukada Kota Surakarta tahun 2010 dengan sebaran pemilih partai- partai pendukungnya dalam Pemilu Legislatif 2009?

3. Bagaimana karakteristik pemilih dalam Pemilukada di Kota Surakarta tahun

2010?

4. Bagaimana alasan pemilih dalam Pemilukada Kota Surakarta tahun 2010?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian sangat penting karena dengan ini kita dapat mengetahui tingkat keberhasilan dalam penelitian. Adapun tujuannya adalah :

1. Mengetahui sebaran pemilih dalam Pemilukada Kota Surakarta tahun 2010.

2. Mengetahui perbandingan sebaran pemilih masing-masing kandidat dalam

Pemilukada Kota Surakarta tahun 2010 dengan sebaran pemilih partai –partai

pendukungnya dalam Pemilu Legislatif 2009.

3. Mengetahui karakteristik pemilih dalam Pemilukada Kota Surakarta tahun

2010.

4. Mengetahui alasan pemilih dalam Pemilukada di Kota Surakarta tahun 2010.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk mengembangkan ilmu geografi, khususnya dalam pemanfaatan

Sistem Informasi Geografis dalam pemetaan politik Pemilukada.

b. Untuk memperkaya khasanah keilmuan geografi politik. Selama ini

ilmu-ilmu sosial hanya dipandang sebelah mata sebagai ilmu-ilmu yang tidak memiliki makna dalam mendukung kehidupan manusia seperti ilmu-ilmu teknik yang kasat mata. Dengan adanya penelitian yang spesifik yaitu tentang


(27)

commit to user 8 Pemilukada maka geografi politik akan memberikan pencerahan bahwa hasil Pemilukada tidak hanya bisa dikaji oleh ilmu politik tetapi juga oleh geografi politik.

c. Penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana pembelajaran dan pendidikan

di sekolah dalam bidang studi Geografi tingkat SMA/MA Program IPS Kelas XII pada pokok bahasan pemanfaatan Sistem Informasi Geografis.

2. Manfaat Praktis

Memberikan sumbangan pemikiran kajian geografi politik mengenai peta preferensi pemilih pada Pemilukada tahun 2010 di Kota Surakarta.


(28)

commit to user 9 BAB II

LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka

1. Pemilihan Umum Kepala Daerah Langsung

Pemilihan kepala daerah langsung adalah instrumen untuk meningkatkan

participatory democracy. Melalui Pemilukada, masyarakat memilih langsung kepala daerahnya yang dianggap paling baik dan memenuhi semua unsur yang diharapkan. Sesungguhnya demokrasi itu bersifat lokal, maka salah satu tujuan Pilkada itu adalah untuk memperkuat legitimasi demokrasi itu sendiri. Meskipun demikian, dalam praktek di negera-negara lain, keberhasilan Pemilukada langsung tidaklah berdiri sendiri, tetapi juga ditentukan oleh kematangan dan kesiapan partai politik dan aktor politik, budaya politik yang tumbuh di masyarakat serta kesiapan dukungan administrasi penyelenggaraan Pemilukada. Kondisi politik lokal yang sangat heterogen, kesadaran dan pengetahuan politik masyarakat yang rendah, serta buruknya sistem pencatatan kependudukan dan penyelenggaraan

pemilihan (electoral governance) seringkali menyebabkan kegagalan tujuan

Pemilukada langsung (Prasojo, 2009:186).

Diselenggarakannya Pemilukada secara langsung mendatangkan optimisme dan pesimisme tersendiri. Pemilukada dinilai sebagai perwujudan pengembalian hak-hak dasar masyarakat di daerah dengan memberikan kewenangan yang utuh dalam rangka rekruitmen pimpinan daerah sehingga mendinamisir kehidupan demokrasi di tingkat lokal. Keberhasilan Pemilukada langsung untuk melahirkan kepemimpinan daerah yang demokratis sesuai kehendak dan tuntutan rakyat sangat tergantung kritisisme dan rasionalitas rakyat sendiri (Nasution, 2009:37).

Pada tanggal 26 April 2010 lalu, Kota Surakarta telah menyelenggarakan Pemilukada untuk kedua kalinya setelah era reformasi digulirkan. Pemilukada Kota Surakarta diselenggarakan pertama kali pada tahun 2005 dimana istilah yang masih digunakan adalah Pilkada. Kemudian setelah lima tahun berselang, Kota


(29)

commit to user 10 Surakarta kembali menyelenggarakan pemilihan kepala daerah secara langsung pada tahun 2010 yang kini berganti dengan istilah Pemilukada. Penyelenggaraan Pemilukada Kota Surakarta tahun 2010 memiliki catatan tersendiri yang sangat menarik untuk dikaji. Pemilukada ini diikuti oleh dua pasangan calon dimana pasangan nomor urut satu yaitu Joko Widodo-FX. Hadi Rudyatmo meraih kemenangan terbesar sepanjang sejarah penyelenggaraan Pemilukada di Indonesia yaitu perolehan suaranya mencapai 90,09 %. Sedangkan pasangan yang lain yaitu Eddy S. Wirabumi-Supradi Kertamenawie hanya memperoleh 9,91 % suara.

2. Perilaku Pemilih

a. Pengertian

Pemilih diartikan sebagai semua pihak yang menjadi tujuan utama para kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan kemudian memberikan suaranya kepada kontestan yang bersangkutan (Firmanzah, 2009:102).

Adapun perilaku pemilih menurut Ramlan Surbakti dalam Nasution (2009:30) adalah aktivitas pemberian suara oleh individu yang berkaitan erat

dengan kegiatan pengambilan keputusan untuk memilih atau tidak memilih (to

vote or not to vote) didalam suatu Pemilu. Bila voters memutuskan untuk

memilih maka voters akan memilih atau mendukung kandidat tertentu.

Keputusan untuk memberikan dukungan dan suara tidak akan terjadi apabila tidak terdapat loyalitas pemilih yang cukup tinggi kepada kandidat jagoannya. Begitu juga sebaliknya, pemilih tidak akan memberikan suaranya kalau mereka menganggap bahwa sebuah partai atau kandidat tidak loyal serta tidak konsisten dengan janji dan harapan yang telah mereka berikan.

Perilaku pemilih juga sarat dengan ideologi antara pemilih dengan partai politik atau kontestan pemilu. Masing-masing kontestan membawa ideologi yang saling berinteraksi. Selama periode kampanye pemilu, muncul kristalisasi dan pengelompokan antara ideologi yang dibawa kontestan. Masyarakat akan


(30)

commit to user 11 mengelompokkan dirinya kepada kontestan yang memiliki ideologi sama dengan yang mereka anut sekaligus juga menjauhkan diri dari ideologi yang berseberangan dengan mereka (Nasution, 2009:31).

Pemilih dalam hal ini dapat berupa konstituen masyarakat pada umumnya. Konstituen adalah kelompok masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu ideologi tertentu dan kemudian termanifestasikan dalam institusi politik seperti partai politik dan seorang pemimpin. Kelompok masyarakat ini adalah para pendukung atau konstituen suatu partai politik di lingkungan internal atau konstituen dan pendukung pesaing-pesaing di lingkungan eksternal. Di samping itu, pemilih merupakan bagian masyarakat luas yang bisa saja tidak menjadi konstituen partai politik dan kandidat tertentu. Masyarakat terdiri dari beragam kelompok. Terdapat kelompok masyarakat yang memang non-partisan, dimana ideologi dan tujuan politik mereka tidak diikatkan kepada suatu partai politik tertentu atau kandidat tertentu. Mereka “menunggu” sampai ada suatu partai politik atau kandidat yang bisa menawarkan program kerja yang terbaik menurut mereka, sehingga partai politik atau kandidat tersebutlah yang akan mereka pilih.

Berikut bagan pembagian jenis pemilih :

Internal Eksternal

Gambar 2.1. Pembagian Jenis Pemilih (Firmanzah, 2007:103)

Konstituen

Non-partisan

Pemilih

Konstituen Partai Lain


(31)

commit to user 12 Perilaku pemilih dapat ditujukan dalam memberikan suara dan menentukan siapa yang akan dipilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam Pemilukada secara langsung. Pemberian suara atau voting secara umum dapat diartikan sebagai sebuah proses dimana seorang anggota dalam suatu kelompok menyatakan pendapatnya dan ikut menentukan konsensus diantara anggota kelompok seorang pejabat maupun keputusan yang diambil. Pemberian suara dalam Pemilukada langsung diwujudkan dengan memberikan suara pada pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang didukungnya atau ditujukan dengan perilaku masyarakat dalam memilih pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Menurut Asfar dalam Nasution (2009:31-33), perilaku pemilih dapat dianalisis dengan tiga pendekatan, yaitu :

1) Pendekatan Sosiologis

Pendekatan sosiologis sebenarnya berasal dari Eropa, kemudian Amerika. Karena itu, Flannagan menyebutnya sebagai model sosiologi politik Eropa. David Denver, ketika menggunakan pendekatan ini untuk menjelaskan perilaku pemilih masyarakat Inggris, menyebut

model ini sebagai social determinism approach.

Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih seseorang. Karakteristik sosial dan karakteristik atau latar belakang sosiologis (seperti agama, wilayah, jenis kelamin, dan umur) merupakan faktor penting dalam menentukan pilihan politik. Pendek kata, pengelompokan sosial seperti umur( tua-muda), jenis kelamin (laki-perempuan), agama dan semacamnya dianggap mempunyai peranan yang cukup menentukan dalam membentuk pengelompokan sosial baik secara formal seperti keanggotaan seseorang dalam organisasi-organisasi keagamaan, profesi, maupun


(32)

commit to user 13 pengelompokan informal seperti keluarga, pertemanan, ataupun kelompok-kelompok kecil lainnya, merupakan sesuatu yang sangat vital dalam memahami perilaku politik seseorang karena kelompok-kelompok inilah yang mempunyai peranan besar dalam menentukan sikap, persepsi, dan orientasi seseorang.

Menurut Bone dan Ranney ada tiga tipe utama pengelompokan sosial, yaitu:

a) Kelompok kategorial, yang terbentuk berdasarkan faktor perbedaan

jenis kelamin, usia, dan pendidikan.

b) Kelompok sekunder, terdiri dari kelompok pekerjaan, status sosio

ekonomi dan kelas sosial serta kelompok-kelompok etnis yang meliputi ras, agama dan daerah asal.

c) Kelompok primer, termasuk pasangan-pasangan suami istri,

orangtua dan anak-anak, serta kelompok bermain. (Prasetyo, 2009:27).

2) Pendekatan Psikologis

Pendekatan ini berkembang di Amerika Serikat berasal dari Eropa Barat, pendekatan psikologis merupakan fenomena Amerika Serikat karena dikembangkan sepenuhnya oleh Amerika Serikat

melalui survey research center di Universitas Michigan. Oleh karena

itu, pendekatan ini juga disebut Mazhab Michigan. Pelopor utama pendekatan ini adalah Angust Campbell.

Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologi terutama konsep sosialisasi dan sikap untuk menjelaskan perilaku pemilih. Variabel-variabel itu tidak dapat dihubungkan dengan perilaku memilih jika ada proses sosialisasi. Oleh karena itu, menurut pendekatan ini sosialisasilah yang menentukan perilaku memilih seseorang.


(33)

commit to user 14 Penganut pendekatan ini menjelaskan sikap seseorang sebagai refleksi dari kepribadian seseorang dan merupakan variabel yang cukup menentukan dalam mempengaruhi perilaku politik seseorang. Oleh karena itu, pendekatan psikologis menekankan pada tiga aspek psikologis sebagai kajian utama yaitu ikatan emosional pada suatu partai politik, orientasi terhadap isu-isu, dan orientasi terhadap kandidat.

3) Pendekatan Rasional

Penggunaan pendekatan rasional dalam menjelaskan perilaku pemilih oleh ilmuwan politik sebenarnya diadaptasi dari ilmu ekonomi. Mereka melihat adanya analogi antara pasar (ekonomi) dan perilaku pemilih (politik). Apabila secara ekonomi masyarakat dapat bertindak secara rasional, yaitu menekan ongkos sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya, maka dalam perilaku politikpun maka masyarakat dapat bertindak rasional, yakni memberikan suara ke partai politik atau kandidat yang dianggap mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya dan menekan kerugian.

Teori tentang ekonomi politik ini diadaptasi dari lapangan ekonomi. Ahli politik mengadaptasi teori tersebut untuk menjelaskan perilaku pemilih dengan memperhitungkan apa dampak yang bisa dirasakan langsung oleh pemilih di masa datang kalau ia memilih partai tertentu. Seperti dalam lapangan ekonomi, pilihan seseorang atas kandidat tertentu didasarkan pada penilaian terhadap masa lalu dan penilaian atas kondisi ekonomi di masa datang. Disini, pilihan seseorang atas kandidat tertentu didasarkan pada pertimbangan rasional terutama kemampuan dalam mengatasi dan menangani masalah ekonomi.


(34)

commit to user 15

4) Pendekatan Domain Kognitif (Pendekatan Marketing)

Menurut model ini, perilaku pemilih ditentukan oleh tujuan domain kognitif yang berbeda dan terpisah, sebagai berikut :

a. Isu dan kebijakan politik

b. Citra sosial

c. Perasaan emosional

d. Citra kandidat

e. Peristiwa mutakhir

f. Peristiwa personal

g. Faktor-faktor epistemik

Faktor internal dan eksternal individu secara simultan mempengaruhi cara individu dalam berfikir dan mengikatkan dirinya secara politik dengan partai tertentu. Pilihan politik seseorang dapat

dilihat dari dua perspektif antara environment-determinist dengan

free-choice. Paradigma pertama, individu dianggap sebagai produk masyarakat. Sistem nilai dan perilaku yang muncul pada masing-masing individu merupakan hasil bentukan lingkungan. Sedangkan paradigma kedua, melihat individu dianggap memiliki derajat kebebasan yang cukup tinggi untuk berbeda dengan lingkungannya. Keputusan akhir dari perilaku yang akan diambil ditentukan sendiri oleh setiap individu (Firmanzah, 2007:128).

Lebih lanjut Firmanzah (2007:130) menyatakan bahwa

pertimbangan (judgment) pemilih dipengaruhi tiga faktor pada saat

bersamaan : (1) kondisi awal pemilih, (2) media massa, (3) partai politik atau kontestan. Kondisi awal diartikan sebagai karakteristik yang melekat pada diri si pemilih. Tingkat pendidikan dan ekonomi misalnya, diyakini dapat mempengaruhi pemilih dalam membuat keputusan. Faktor kedua yang mempengaruhi pemilih adalah media


(35)

commit to user 16 massa. Kemampuan media massa untuk mendistribusikan informasi merupakan kekuatan untuk pembentukan opini publik. Opini publik sendiri sangat ditentukan oleh seberapa besar informasi yang diberikan kepada masyarakat. Faktor ketiga adalah karakteristik partai politik

dan kontestan itu sendiri. Atribut kontestan seperti reputasi, image,

citra, latar belakang, ideologi, dan kualitas para politikusnya akan sangat mempengaruhi penilaian masyarakat atas partai yang bersangkutan.

Dalam penelitian ini menggunakan kombinasi antara keempat pendekatan tersebut di atas. Kombinasi pendekatan tersebut akan menghasilkan karakteristik pemilih baik dari segi sosiologis, psikologis, rasionalitas dan domain kognitif.

b. Orientasi Pemilih

Firmanzah (2007:115) membagi orientasi pemilih menjadi dua hal yang bisa dijadikan ukuran mengenai cara memilih dalam menilai kedekatannya dengan partai politik atau seorang kontestan. Kedua hal tersebut yaitu :

1) Kesamaan mengenai cara pemecahan masalah (policy problem

solving)

Pemilih menaruh perhatian yang sangat tinggi atas cara kontestan (partai politik atau calon pemimpin) dalam menawarkan solusi sebuah permasalahan. Semakin efektif seseorang/suatu kontestan dalam menawarkan solusi yang tepat untuk menjawab permasalahan, semakin tinggi pula probabilitas untuk dipilih oleh para pemilih. Para pemilih memiliki kecenderungan untuk tidak memilih partai politik atau calon pemimpin yang kurang mampu menawarkan program kerja dan hanya mengandalkan spekulasi serta jargon-jargon politik.


(36)

commit to user 17 Sementara itu, Chappel dan Veiga dalam Firmanzah (2007:117) menyimpulkan dalam studi mereka bahwa kinerja ekonomi dan tanggung jawab politik kontestan secara bersamaan mempengaruhi hasil akhir Pemilu. Persoalan ekonomi menjadi pusat perhatian karena sangat erat kaitannya dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Pemilih akan cenderung memilih partai politik atau kontestan yang menawarkan solusi yang paling menarik untuk menyelesaikan persoalan ekonomi seperti pengangguran, inflasi, investasi dan pajak.

Pemilih akan memberikan penilaian yang nantinya akan

termanifestasikan dalam bentuk penghargaan (reward) atau hukuman

(punishment) bagi partai atau kontestan yang sedang berkuasa.

Penilaian tentang policy-problem solving bisa dilakukan secara ex-post

dan ex-ante. Penilaian ex- post berarti menilai apa saja yang telah dilakukan sebuah partai atau pemimpin yang berkuasa untuk

memperbaiki kondisi yang ada. Sementara ex-ante dilakukan dengan

mengukur dan menilai kemungkinan program kerja dan solusi yang ditawarkan sebuah partai atau kandidat ketika diterapkan untuk memecahkan sebuah persoalan. Reputasi masa lalu kontestan dan pengaruh pemimpin karismatik dari sebuah partai berkontribusi pada kesan serius dan legitimasi program kerja yang ditawarkan.

2) Kesamaan dalam paham serta nilai dasar ideologi (ideology)

Struktur ideologi pemilih sangat menentukan partai apa dan kandiddat seperti apa yang menurut mereka akan menyuarakan suara mereka. Pemilih memiliki kecenderungan untuk memilih partai atau kandidat yang memiliki kesamaan ideologi dengan mereka daripada partai politik atau kandidat yang memiliki ideologi yang berbeda. Terdapat beberapa hal yang digunakan partai politik atau kandidat dalam hal ini. Pertama, partai politik atau kandidat berusaha menarik


(37)

commit to user 18 masyarakat yang memiliki kesamaan ideologi dengan mereka. Kedua, partai politik atau kandidat berusaha memperkenalkan dan meyakinkan kepada kelompok-kelompok masyarakat yang tidak memiliki kesamaan ideologi dengan mereka.

Pemilih yang cenderung mementingkan ideologi suatu partai

atau kandidat akan menekankan aspek –aspek subyektivitas seperti

kedekatan nilai, budaya, norma, emosi dan psikografis. Semakin dekat kesamaan partai atau kontestan pemilu, pemilih akan cenderung memberikan suaranya ke partai politik atau kandidat tersebut (Nasution, 2009:34).

c. Jenis-Jenis Pemilih

Firmanzah (2007:133) menggunakan kedua orientasi pemilih tersebut untuk mengasumsikan penggunaannya oleh pemilih untuk menentukan

pilihannya. Orientasi pemilih pada policy-problem solving berkisar antara

rendah (low) dan tinggi (high). Hal yang sama juga terdapat pada orientasi

pemilih pada ideology, yakni berkisar dari intensitas rendah (low) dan tinggi

(high). Konfigurasi dari kedua faktor tersebut dapat dilihat dalam gambar

berikut.

Tinggi Pemilih Rasional Pemilih Kritis

Orientasi policy-problem solving

Rendah Pemilih Skeptis Pemilih Tradisional

Rendah Tinggi Orientasi ideology


(38)

commit to user 19 Berdasarkan konfigurasi pemilih tersebut terdapat empat jenis pemilih, yaitu:

1) Pemilih Rasional

Pemilih rasional memiliki orientasi yang tinggi pada

policy-problem solving dan berorientasi rendah untuk faktor ideologi. Pemilih dalam hal ini lebih mengutamakan kemampuan partai politik atau

kandidat dalam program kerjanya. Program kerja atau platform dapat

dianalisis dalam dua hal :1) kinerja partai atau kandidat di masa lalu (backward looking) dan 2) tawaran program untuk menyelesaikan

permasalahan yang ada (forward looking).

Pemilih jenis ini memiliki ciri khas yang tidak begitu mementingkan ikatan ideologi kepada suatu partai atau kandidat. Faktor seperti paham, asal usul, nilai tradisional, budaya, agama dan psikografis memang dipertimbangkan juga, tetapi bukan hal yang signifikan. Pemilih cenderung melepaskan hal-hal yang bersifat dogmatis, tradisional, dan ikatan lokasi dalam kehidupan politiknya. Analisis kognitif dan pertimbangan logis sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan. Hal terpenting bagi jenis pemilih ini adalah apa yang bisa dan yang telah dilakukan oleh sebuah partai atau kandidat daripada paham dan nilai partai atau kandidat.

2) Pemilih Kritis

Pemilih jenis ini adalah perpaduan antara tingginya orientasi pada kemampuan partai atau kandidat dalam menuntaskan permasalahan yang ada maupun tingginya orientasi mereka dalam hal-hal yang bersifat ideologis.

Pemilih jenis ini bisa terjadi melalui dua mekanisme. Pertama, jenis pemilih ini menjadikan nilai ideologis sebagai pijakan untuk menentukan kepada partai politik atau kandidat mana mereka akan


(39)

commit to user 20 berpihak dan selanjutnya mereka akan mengkritisi kebijakan yang akan atau yang telah dilakukan. Kedua, bisa juga terjadi sebaliknya, pemilih tertarik dulu dengan program kerja yang ditawarkan sebuah partai atau kandidat baru kemudian mencoba memahami nilai-nilai dan paham yang melatarbelakangi pembuatan sebuah kebijakan.

3) Pemilih Tradisional

Pemilih tradisional memiliki orientasi ideologi yang sangat tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai politik atau kandidat sebagai sesuatu yang penting dalam pengambilan keputusan. Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial-budaya, nilai, asal-usul, paham, dan agama sebagai ukuran untuk memilih sebuah partai politik atau kandidat. Biasanya pemilih ini lebih mementingkan figur dan kepribadian pemimpin, mitos, nilai historis sebuah partai politik atau kandidat. Salah satu karakteristik mendasar pemilih jenis ini adalah tingkat pendidikan yang rendah dan sangat konservatif dalam memegang nilai serta paham yang dianut. Pemilih tradisional merupakan pemilih yang mudah dimobilisasi selama periode kampanye.

4) Pemilih Skeptis

Pemilih ini tidak memiliki orientasi yang cukup tinggi dengan sebuah partai politik atau seorang kandidat, juga tidak menjadikan kebijakan sebagai sesuatu yang penting. Keinginan untuk terlibat dalam sebuah partai politik pada pemilih jenis ini sangat kurang karena ikatan ideologis mereka memang rendah sekali. Mereka juga kurang

memperdulikan platform dan kebijakan sebuah partai politik atau

kandidat.

Penelitian ini akan mengkategorikan jenis pemilih menjadi dua macam yaitu pemilih rasional dan pemilih tradisional sehingga akan terlihat jelas


(40)

commit to user 21 perbedaannya melalui alasan pemilih memilih pasangan kandidat. Alasan memilih karena kemampuan kandidat dan program/isu yang ditawarkan menunjukkan ciri dari pemilih rasional. Sedangkan alasan karena kepribadian kandidat, didukung partai pilihan dan kesamaan latar belakang menunjukkan ciri pemilih tradisional.

3. Faktor Analisis Hubungan Pemilih Dengan Kandidat Dalam Pemilukada

Ada berbagai macam faktor yang dapat menjadi analisis hubungan pemilih dengan kandidat dalam Pemilukada. Faktor-faktor tersebut dapat disarikan dari

berbagai macam pendekatan dalam menganalisis perilaku pemilih (voter

behaviour). Dengan mulai berkembangnya penelitian tentang studi perilaku pemilih, banyak hasil penelitian yang mencoba menyelidiki hubungan faktor preferensi pemilih dengan pemilih partai politik atau kandidat tertentu dalam Pemilukada khususnya faktor internal yang berupa karakteristik sosial pemilih (Prasetyo, 2009:29).

Acuan analisis dapat menggunakan karakteristik pemilih yang dijadikan variabel dalam penelitian ini. Adapun karakteristik pemilih dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Faktor Demografis, meliputi :

1) Jenis Kelamin

Secara psikologis ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam mengambil suatu keputusan. Ada pertimbangan yang berbeda antara keduanya yang dapat diteliti. Perilaku pemilih berdasarkan jenis kelamin akan sangat menarik untuk dikaji dalam Pemilukada. Peran perempuan semakin lama semakin sejajar dengan laki-laki termasuk peranan dalam bidang politik khususnya dalam menentukan pilihan terhadap kandidat.

2) Umur

Umur merupakan salah satu indikator perkembangan manusia baik secara fisik maupun psikologinya. Umur seseorang mempengaruhi


(41)

commit to user 22 keputusan untuk menentukan pilihan terhadap kandidat. Pemilih dengan umur yang relatif tua cenderung memiliki sifat yang konservatif dan sulit untuk menerima perubahan ataupun hal-hal yang baru. Sebaliknya, umur yang relatif muda cenderung menginginkan hal-hal yang baru dan mudah menerima perubahan.

3) Status Marital

Manusia secara fitrah memiliki rasa kebutuhan terhadap lawan jenis, termasuk dalam hal pernikahan. Seseorang yang telah menikah akan memiliki pemikiran dan sikap yang berbeda dengan orang yang belum menikah termasuk dalam bidang politik. Perbedaan status kedua fase tersebut terhadap pilihan kandidat menarik untuk dikaji.

b. Faktor Pendidikan

Dalam buku ”Higher Education for America Democracy” yang dikutip

Noorsyam,dkk (1981:3) dinyatakan sebagai berikut :

”Education is an institution of civilized society, but the purposes of education are not the same in all societies. An educational system finds its the guiding principles and ultimate goals in the aims and philosophy of the social order in which in functions.”

Pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya baik rohani (pikir, karsa, rasa, cipta dan budinurani) maupun jasmani (panca indera serta ketrampilan-ketrampilan (Noorsyam dkk, 1981:6).

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang mendasar. Salah satu tujuan pendidikan adalah untuk membentuk manusia yang baik dan berbudi pekerti yang luhur menurut cita-cita dan nilai-nilai masyarakat serta untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu sarana untuk memperoleh pendidikan adalah melalui pendidikan formal.

Pendidikan formal adalah struktur dari suatu sistem pengajaran yang kronologis dan berjenjang. Lembaga pendidikan dimulai dari pra sekolah


(42)

commit to user 23 sampai dengan perguruan tinggi. Sedangkan pendidikan non formal merupakan pengajaran sistematis di luar sistem pendidikan formal bagi sekelompok masyarakat untuk memenuhi keperluan khusus. Perbedaan tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi cara pandang dan sikap terhadap suatu masalah yang dihadapi.

Dalam politik, pendidikan seseorang sangat mempengaruhi dalam menentukan pilihannya. Orang yang berpendidikan tinggi cenderung menggunakan pikiran-pikiran yang rasional dalam memilih. Berbeda dengan orang yang berpendidikan rendah cenderung mengesampingkan hal-hal yang rasional.

c. Faktor Ekonomi, meliputi :

1) Pekerjaan

Manusia dituntut untuk bekerja agar kebutuhan ekonominya dapat tercukupi dengan baik. Jenis pekerjaan seseorang dapat mencerminkan tingkat kemampuan, ketrampilan dan pola pikir. Dari ketiga hal tersebut dapat mempengaruhi seseorang untuk memilih kandidat.

2) Penghasilan

Kondisi ekonomi yang berbeda dapat dilihat dari penghasilan yang diperoleh seseorang. Adanya perbedaan penghasilan seseorang akan dapat mempengaruhi cara bertindak dan berfikir dalam menghadapi suatu masalah tertentu.

d. Faktor Agama

Dalam ideologi Pancasila dinyatakan : ”Ketuhanan Yang Maha Esa”, ini menunjukkan bahwa agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi, dan budaya.

Menurut William Liddle, ”Religion is believed to be an important sociological factor in voting behavior. Lijphart (1977) found that religion


(43)

commit to user 24

played a more important role in shaping party vote choice in Belgium, Canada, South Africa and Switzerland than did language or class. In the United States, recent studies find an upsurge of religious traditionalism among voters (Layman 1997; Layman and Carmines 1997). In Indonesia, as elaborated below, religious orientation in particular the cleavage between pious and nominal Muslims has long been claimed to be the main determinant of party choice. Moreover, as a new democracy Indonesia might be particularly susceptible to religious voting because weaker, uninstitutionalized political parties are less able to play a mediating role between voters’ most basic loyalties and the national political process”. (Liddle,

http://democracy.stanford.edu/Syllabi/TokaVBPPPE.htm, 19 Juli 2010).

Agama merupakan salah satu faktor penting yang menentukan motivasi seseorang untuk menentukan pilihannya. Faktor sentimen agama masih sering muncul pada masyarakat pemilih di Indonesia.

e. Faktor Pengalaman

Pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi. Pengalaman tidak selalu melalui proses belajar formal dan dapat bertambah melalui rangkaian peristiwa yang dihadapi. Pengalaman mengikuti Pemilukada dapat menjadikan seseorang lebih siap dan hati-hati dalam memilih kandidat.

4. Partai Politik Dalam Pemilukada

a. Pengertian Partai Politik

Partai politik menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik adalah: ”Organisa si politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan umum”.

Menurut pendapat Sigmund Neumann (Budiardjo, 2000:162) bahwa: partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk


(44)

commit to user 25 menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda. Pendapat Sigmund Neuman tersebut, menekankan bahwa partai politik merupakan tempat berkumpulnya aktivis politik dan terdapat persaingan antargolongan yang memiliki pandangan yang berbeda untuk menguasai pemerintahan.

Dari definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan partai politik adalah organisasi warga negara yang memiliki tujuan untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan terhadap pemerintahan melalui proses pemilihan umum untuk mencapai tujuan bersama yang telah disepakati oleh seluruh anggota partai.

b. Fungsi Partai Politik

Fungsi partai politik menurut UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik adalah sebagai sarana:

1) Pendidikan politik bagi anggotanya dan masyarakat luas agar menjadi

Warga Negara Republik Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2) Penciptaan iklim yang kondusif dan program yang konkret serta

sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa untuk menyejahterakan masyarakat.

3) Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat

secara konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.

4) Partisipasi politik warga negara.

5) Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui


(45)

commit to user 26 Dengan lahirnya UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, partai politik diharapkan memberikan pendidikan politik kepada setiap warga negara untuk menumbuhkan kesadaran akan hak dan kewajibannya. Selain itu, partai politik menjadi bagian dalam upaya pemersatu bangsa untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat dan penyerap, penyalur aspirasi rakyat. Jika ketiga fungsi partai politik tersebut terpenuhi maka diharapkan partai politik dapat meningkatkan partisipasi politik warga negara sehingga proses rekruitmen politik untuk mengisi jabatan politik menjadi tahap akhir dari proses fungsi partai politik.

Menurut Budiardjo (2002: 163-164), dalam negara demokratis partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi yaitu :

1) Partai sebagai sarana komunikasi politik

2) Partai sebagai sarana sosialisasi politik

3) Partai sebagai sarana rekruitmen politik

4) Partai sebagai sarana pengatur konflik

Dari beberapa pendapat ahli tersebut maka dapat disarikan bahwa fungsi partai politik dalam kehidupan demokrasi Indonesia adalah sebagai wadah aspirasi rakyat sebagai wujud hak politik dalam membangun negara yang lebih demokratis dan sejahtera melalui proses pendidikan politik, partisipasi politik, dan rekruitmen politik untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa.

c. Peran Partai Politik Dalam Pemilukada

Dalam sistem demokrasi partai politik (Parpol) mempunyai beberapa fungsi yang penting dan utama, anatara lain fungsi rekrutmen, pendidikan dan pelatihan bagi orang-orang yang layak untuk menduduki posisi-posisi di legislatif maupun eksekutif (seleksi kandidat) atau sebagai pengurus partai, pengumpulan dan artikulasi kepentingan kelompok-kelompok tertentu, dan integrasi kepentingan-kepentingan tersebut ke dalam satu program politik.


(46)

commit to user 27 Dalam lingkup daerah parpol pada dasarnya juga berfungsi sebagai “jembatan” antara masyarakat dan sistem politik yang memberikan kesempatan kepada warga untuk berpartisipasi secara aktif dalam dunia politik.

Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain. Partai politik umumnya dianggap sebagai manifestasi dari suatu sistem politik yang sudah modern atau yang sedang dalam proses modernisasi diri. Maka dari itu, dewasa ini di negara-negara baru pun partai sudah menjadi lembaga politik yang biasa dijumpai (Budiardjo, 2002:159).

Dalam perspektif komunikasi, Pemilukada langsung diharapkan akan lebih menjamin kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut terlihat dari unsur-unsur di dalamnya yang abstrak sebab berkaitan dengan persoalan psikologis, hingga terminologi Pemilukada langsung yang akan menjamin kesejahteraan rakyat yang merupakan tema umum dan masih diperdebatkan hingga kini.

Di sisi lain, pasangan calon yang akan maju dalam Pemilukada harus didukung oleh parpol atau koalisi parpol. Menurut Undang-undang No. 32 tahun 2004 pasal 59 ayat (1), dinyatakan bahwa pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai-partai politik. Sedangkan partai politik atau gabungan partai politik yang dapat mendaftarkan sebagai pasangan calon adalah partai politik atau gabungan partai politik yang telah memenuhi persyaratan perolehan sekuarang-kurangnya 15% dari jumlah kursi DPRD atau 15% dari akumulai perolehan suara sah dalam pemilihan anggota DPRD yang bersangkutan (Pasal 59 ayat (2)UU No. 32 Th.2004 ).

Mekanisme hubungan antara parpol dengan pemilih atau konstituen sangatlah sederhana, yaitu parpol membutuhkan suara pemilih dalam pemilihan (baik Pemilukada atau pemilu legislatif dan presiden). Suara pemilih atau


(47)

commit to user 28 konstituen tidak saja dibutuhkan oleh parpol pada saat pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat/Daerah (DPR/D), presiden dan wakil presiden, tetapi juga dalam pemilihan kepala daerah. Walaupun terkadang dalam mekanisme Pilkada terjadi koalisi atau gabungan antar parpol, hubungan dengan konstituen per parpol haruslah tetap dijaga, dipertahankan, dan ditingkatkan oleh setiap parpol.

(Utomo,http://budiutomo79.blogspot.com/2010/05/pengaruh-perilaku partaipolitik.html,19 Juli 2010).

Pemilukada Kota Surakarta tidak dapat lepas dari peran partai politik. Pasangan kandidat yang maju diajukan dan didukung oleh beberapa partai yang tergabung menjadi koalisi partai. Koalisi partai dalam Pemilukada Kota Surakarta yaitu PDI-P, PAN, PKS, Partai Gerindra dan PDS mencalonkan pasangan Joko Widodo-FX.Hadi Rudyatmo sedangkan Partai Demokrat, Partai Golkar dan Partai Hanura mengusung pasangan Eddy S. Wirabhumi-Supradi Kertamenawie. Peran koalisi partai ini dapat mempengaruhi perolehan suara pasangan kandidat.

5. Alasan Pemilih Terhadap Kandidat Dalam Pemilukada

Dalam penelitian yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) terkait

dengan Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2007 lalu, salah satu informasi

penting dalam Pilkada DKI Jakarta adalah alasan pemilih dalam memilih kandidat. Sebagian besar (28.5%) pemilih memilih kandidat berdasar pertimbangan kemampuan kandidat. Sebanyak 19.5% pemilih memilih kandidat berdasar kepribadian kandidat yang dinilai baik . Pemilih yang memilih kandidat berdasar kemampuan, lebih memilih Fauzi-Priyanto. Kemungkinan latar belakang Fauzi Bowo sebagai birokrat dan orang yang berpengalaman di dalam pemerintahan, membuat pemilih meyakini Fauzi Bowo lebih mempunyai kemampuan. Sementara pemilih yang memilih kandidat dengan pertimbangan kepribadian kandidat,


(48)

commit to user 29

terbagi secara merata antara yang memilih Fauzi Bowo-Priyanto dan Adang Darajatun-Dani Anwar.

(Eriyantodkk,http:/www.lsi.co.id/media/kajian_bulanan_edisi_nomor_4_%28_agu stus_2007%29.pdf, 19 Juli 2010).

Dalam penelitian tersebut beberapa parameter yang digunakan sebagai penilaian atau alasan memilih kandidat yaitu :

a. Kemampuan kandidat

b. Kepribadian kandidat

c. Program/isu yang ditawarkan kandidat

d. Didukung oleh partai pilihan

e. Kesamaan latar belakang (suku, agama, dsb)

Penelitian ini akan menggunakan parameter seperti parameter tersebut di atas untuk mengkategorikan jenis pemilih pada Pemilukada Kota Surakarta Tahun 2010.

6. Analisis Keruangan Dalam Pemilukada

Geografi melihat segala sesuatu dalam kaitannya dengan ruang. Tekanan

utama geografi bukanlah pada substansi melainkan pada sudut pandang spasial.

Produk akhir geografi adalah wilayah-wilayah (regions) sebagai perwujudan dari

persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan yang ada di muka bumi. Dari pengwilayahan itulah kemudian dihasilkan dalil-dalil umum dalam bentuk model-model spasial, yang dapat digunakan untuk melakukan prediksi atau rekomendasi

(Hadi, http://partosohadi.staff.fkip.uns.ac.id, 12 Maret 2011)

Dalam geografi terpadu (integrated geography) untuk mendekati atau

menghampiri masalah dalam geografi digunakan bermacam-macam pendekatan yaitu pendekatan analisis keruangan, analisis ekologi dan analisis kompleks

wilayah. Analisis keruangan (spatial analysis) mempelajari perbedaan lokasi

mengenai sifat-sifat penting atau seri sifat-sifat penting. Dalam analisa keruangan yang harus diperhatikan adalah pertama, penyebaran penggunaan ruang yang telah


(49)

commit to user 30 ada dan kedua, penyediaan ruang yang akan digunakan untuk pelbagai kegunaan yang dirancangkan (Bintarto, 1983:12).

Bidang geografi politik adalah satu bidang yang penting untuk melihat fenomena ruang dan corak pemilihan umum di suatu kawasan. Pemilu dan tingkah laku pemilih dapat dilihat dari sudut pandang keruangan dalam kajian geografi politik. Dalam bidang ini, orientasi empirik suatu keadaan itu dikaji secara sistematis untuk mendapatkan suatu gambaran, menerangkan dan meramalkan suatu peristiwa berdasarkan ruang. Para ahli geografi politik mencoba mendapatkan penemuan dan menguraikannya secara statistik, probabilitas, fungsional dan hubungan yang menjadi sebab dalam suatu peristiwa berdasarkan

ciri lokasi dan ruang ( Fauzi, http://umrefjournal.um.edu. Diakses tanggal 12

Maret 2011).

Pemilukada dapat dikaji dalam geografi politik dengan menggunakan

analisis keruangan (spatial analysis). Analisis keruangan akan mengkaji tentang

sebaran secara ruang baik sebaran perolehan suara masing-masing kandidat, karakteristik pemilih serta alasan memilih. Dari sebaran tersebut dapat dianalisis persamaan-persamaan maupun perbedaan-perbedaan antar ruang dengan menggunakan unit analisis PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan). Selain itu, dari sudut pandang keruangan akan dapat diketahui apa, dimana dan mengapa fenomena dalam Pemilukada tersebut terjadi.

7. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Dalam Pemilukada

SIG merupakan sistem komputer yang sangat powerful baik dalam

menangani masalah basisdata spasial (peta digital) maupun basisdata non-spasial (atribut). Sistem ini merelasikan lokasi geografi (data spasial) dengan informasi-informasi deskripsinya (non-spasial) sehinga para penggunanya dapat membuat peta (analog dan digital) dan menganalisis informasinya dengan berbagai cara (Prahasta, 2001:77).


(50)

commit to user 31 SIG sangat membantu pekerjaan-pekerjaan yang erat kaitannya dengan bidang-bidang spasial dan geo-informasi. Karena demikian besar manfaatnya, SIG sangat dikenal orang hingga penggunaanya makin luas dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, pada saat ini hampir semua disiplin ilmu (terutama yang berkaitan dengan informasi spasial) juga mengenal dan menggunakan SIG sebagai alat analisis dan representasi yang menarik.

Fauzi (2006) menjelaskan bahwa,

The application of Geographic Information System and election is a study that stresses geographic aspects which gives support to election boundaries, election information management system along with column analysis in election boundaries. Geographic Information System (GIS) is one of the information technologies that have recently grown rapidly worldwide. This system can prepare a framework to integrate a volume of total space data from many varieties of source and time period. Aside from that, the system can help management activities and information programs as a support tool for decision making. Thus, Geographic Information System is applied in various fields, including political geography and elections. With GIS, we can assess the national election pattern more effectively and comprehensively.”

Demikian pula dalam bidang politik, SIG telah dimanfaatkan oleh beberapa instansi seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memetakan hasil Pemilu.

KPU telah mengembangkan WebGIS dengan alamat http://webGIS.kpu.go.id.

Penggunaan SIG ini semakin membuktikan bahwa SIG memiliki banyak manfaat untuk menghasilkan gambaran suatu fenomena keruangan di suatu wilayah. Penggambaran fenomena di suatu wilayah tersebut dengan mengkombinasikan data spasial dan data atribut. Dalam penelitian ini menggunakan data spasial

berupa peta administrasi Kota Surakarta sebagai base map. Sedangkan data atribut

diperoleh dari data tabulasi hasil Pemilukada Kota Surakarta tahun 2010 dan data survei lapangan berupa data hasil wawancara dengan angket.


(51)

commit to user 32

B. Penelitian Yang Relevan

Untuk lebih memperkuat kajian teori, maka akan dikemukakan beberapa penelitian yang telah dilakukan terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut disajikan ke dalam Tabel 2.1. sebagai berikut :


(52)

(53)

(54)

commit to user 35

C. Kerangka Pemikiran

Hasil Pemilukada Kota Surakarta tahun 2010 sangat menarik untuk dikaji tentang preferensi pemilihnya. Hasil menunjukkan bahwa pasangan Joko Widodo-FX. Hadi Rudyatmo meraih kemenangan dengan perolehan suara mencapai 90,09 % mengalahkan pasangan Eddy S. Wirabhumi-Supradi Kertamenawie yang hanya meraih 9,91% suara. Jika dibandingkan dengan perolehan suara koalisi partai pendukungnya masing-masing memiliki kecenderungan yang berbeda. Pasangan Joko Widodo-FX. Hadi Rudyatmo didukung oleh koalisi PDIP, PKS, PAN, Partai GERINDRA, dan PDS. Koalisi ini pada Pemilu Legislatif Tingkat Kota Surakarta 2009 meraih 59,72% suara. Hal ini menunjukkan bahwa koalisi partai tersebut berhasil menggerakkan fungsi mesin politiknya untuk mengelola konstituen mereka agar tetap memilih pasangan yang didukung. Berbeda dengan koalisi partai pendukung pasangan Eddy S. Wirabhumi-Supradi Kertamenawie yang terdiri dari Partai GOLKAR, Partai DEMOKRAT dan Partai HANURA. Koalisi ini pada Pemilu Legislatif Tingkat Kota Surakarta 2009 meraih 27,70% suara. Jika dibandingkan dengan perolehan suara pasangan yang didukung menunjukkan bahwa koalisi ini gagal memaksimalkan peran mesin politik partai dalam perolehan suara Pemilukada.

Karakteristik pemilih pada Pemilukada Kota Surakarta meliputi faktor demografi, ekonomi, pendidikan, agama, pengalaman dan pilihan partai politik. Dari faktor-faktor tersebut akan ditabelsilangkan dengan pilihan pasangan kandidat. Dari

hasil crosstabs tersebut akan diketahui pola preferensi pemilih menurut

karakteristiknya masing-masing.

Alasan pemilih memilih pasangan kandidat meliputi kemampuan kandidat, kepribadian kandidat, program/isu yang ditawarkan, didukung oleh partai pilihan dan kesamaan latar belakang. Dari alasan pemilih tersebut dapat dianalisis tentang jenis pemilih yaitu pemilih rasional dan pemilih tradisional. Pemilih rasional jika alasan memilihnya adalah kemampuan kandidat dan program/isu yang ditawarkan,


(1)

commit to user 121 mendominasi di tiga PPK yaitu PPK Pasar Kliwon, PPK Banjarsari dan PPK Jebres.

Alasan kemampuan kandidat ini cukup rasional karena pasangan

tersebut merupakan pasangan incumbent yang telah memimpin Kota

Surakarta pada periode 2005-2010 dan kinerjanya dipandang sudah cukup baik serta mampu mengelola Kota Surakarta dengan baik pula. Beberapa kinerja pasangan incumbent ini antara lain penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) tanpa konflik di Klitikan, Mangkunegaran, belakang kampus UNS dan penataan ruang publik perkotaan di Balekambang, city walk di Jalan Slamet Riyadi, Galabo di Gladag dan Taman Sekartaji. Selain itu, relokasi permukiman di wilayah bantaran Bengawan Solo dan pembangunan pasar-pasar tradisional juga merupakan hasil kinerja pemerintahan pasangan Joko Widodo-FX.Hadi Rudyatmo. Seluruh kinerja pasangan tersebut mampu menarik minat masyarakat Kota Surakarta untuk memberikan apresiasi dan

reward yang diwujudkan dengan memilih kembali pasangan ini.

Pemilih pasangan kandidat Joko Widodo-FX. Hadi Rudyatmo dengan alasan program/isu yang ditawarkan mendominasi di dua PPK yaitu PPK Serengan dan PPK Laweyan. Pemilih tertarik terhadap program-program yang ditawarkan pasangan ini sebagai contoh PKMS ( Program Kesehatan Masyarakat Surakarta). Program ini bahkan telah direalisasikan mengingat pasangan ini merupakan pasangan yang telah memerintah periode lalu dan hasil program ini telah dirasakan masyarakat Kota Surakarta. Dengan demikian program yang sudah nyata ini mampu menarik minat masyarakat pemilih Kota Surakarta untuk memilih kembali pasangan ini.

Alasan kepribadian kandidat, didukung partai pilihan, kesamaan latar belakang dan alasan lainnya tidak terlalu signifikan prosentasenya. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pemilih pasangan Joko Widodo-FX. Hadi Rudyatmo termasuk dalam kategori pemilih yang rasional. Pemilih tersebut


(2)

commit to user 122

lebih mengutamakan kemampuan dan program-program kandidat

dibandingkan dengan pribadi kandidat, ideologi dan latar belakang.

Sementara itu, pemilih pasangan kandidat Eddy S. Wirabhumi-Supradi Kertamenawie didominasi oleh pemilih yang memiliki alasan didukung oleh partai pilihan. Pemilih tersebut terdapat di dua PPK yaitu PPK Serengan dan Pasar Kliwon. Meskipun demikian prosentase alasan ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pasangan kandidat pertama di PPK dan alasan yang sama.

Pemilih pasangan kandidat Eddy S. Wirabhumi-Supradi Kertamenawie dengan alasan kemampuan kandidat memiliki prosentase yang sama besarnya dengan alasan didukung partai pilihan di PPK Banjarsari. Alasan kepribadian kandidat juga memiliki prosentase yang sama besarnya dengan alasan didukung partai pilihan di PPK Jebres. Sedangkan di PPK Serengan pemilih dengan alasan program/isu yang ditawarkan dan kesamaan latar belakang memiliki jumlah yang sama dengan alasan didukung oleh partai pilihan.

Pemilih pasangan tersebut mayoritas dapat dikategorikan sebagai pemilih yang tradisional. Hal ini terbukti dari alasan yang mendominasi pemilih dalam memilih pasangan tersebut. Pemilih dengan alasan kemampuan dan program yang ditawarkan kandidat jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pemilih yang beralasan lebih karena didukung partai pilihan.

Pasangan Eddy S. Wirabhumi-Supradi Kertamenawie merupakan pasangan yang belum banyak dikenal oleh masyarakat Kota Surakarta. Eksistensi mereka hanya pada saat mengikuti Pemilukada sehingga masyarakat kurang mengetahui kemampuan pasangan kandidat tersebut. Pasangan tersebut mengandalkan koalisi partai pendukung untuk


(3)

commit to user 123 memaksimalkan perolehan suara meskipun kenyataannya tidak mampu meraih dukungan sebesar perolehan suara koalisi partai pendukungnya.

Program-program yang mereka tawarkan masih kalah jika

dibandingkan dengan program-program pasangan lawan yang sudah terbukti. Masyarakat lebih memilih terhadap program-program yang sudah mereka rasakan dibandingkan dengan program yang belum terealisasi. Visualisasi hasil tabulasi silang alasan pemilih memilih pasangan kandidat di masing-masing PPK disajikan dalam Peta 15 berikut ini.


(4)

commit to user 125

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Sebaran pemilih dalam Pemilukada Kota Surakarta tahun 2010 memiliki kecenderungan merata di seluruh PPK baik pasangan Joko Widodo-FX. Hadi Rudyatmo maupun Eddy S. Wirabhumi-Supradi Kertamenawie. Total perolehan suara pasangan Joko Widodo-FX. Hadi Rudyatmo 90,09%

sedangkan pasangan Eddy S. Wirabhumi-Supradi Kertamenawie

memperoleh 9,91% suara.

2. Perbandingan sebaran perolehan suara partai pendukung yang tergabung dalam koalisi partai dapat mencerminkan perolehan suara pasangan kandidat. Pasangan Joko Widodo-FX. Hadi Rudyatmo memperoleh 90,09 % suara pada Pemilukada Kota Surakarta tahun 2010 dengan dukungan koalisi partai (PDIP, PKS, PAN, Partai Gerindra dan PDS) yang memperoleh jumlah suara 59,72% pada Pemilu Legislatif 2009. Pasangan Eddy S.Wirabhumi-Supradi Kertamenawie memperoleh 9,91% suara dengan dukungan koalisi partai (Partai Demokrat, Partai Golkar dan Partai Hanura) yang memperoleh jumlah suara 27,70%.

3. Karakteristik pemilih dalam Pemilukada Kota Surakarta tahun 2010 terhadap pilihan pasangan kandidat cenderung memiliki pola dan variasi yang sama. Faktor karakteristik pemilih tersebut yaitu faktor demografi (jenis kelamin, status marital, umur), faktor pendidikan, faktor ekonomi (pekerjaan dan penghasilan), faktor agama, faktor pengalaman dan faktor pilihan partai.

4. Alasan pemilih dalam Pemilukada Kota Surakarta tahun 2010 dapat

mencerminkan jenis kategori pemilih. Mayoritas pemilih pasangan Joko Widodo-FX. Hadi Rudyatmo adalah pemilih rasional karena alasan mereka


(5)

commit to user 126 didominasi kemampuan kandidat (40,7%) dan program/isu yang ditawarkan (22%). Sedangkan pasangan Eddy S. Wirabhumi-Supradi Kertamenawie mayoritas dipilih oleh pemilih tradisional karena alasan mereka lebih karena didukung oleh partai politik (5,3%), kepribadian kandidat (2,7%) dan kesamaan latar belakang (0,7%).

B. IMPLIKASI

Dari kesimpulan tersebut di atas maka dapat dijelaskan implikasinya sebagai berikut :

1. Dengan mengetahui sebaran pemilih pasangan kandidat dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan strategi politik pemenangan Pemilukada yang akan datang.

2. Dengan mengetahui perbandingan sebaran pemilih koalisi partai pendukung

dan pasangan kandidat dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan partai dalam mengelola konstituennya untuk menggerakkan fungsi mesin politiknya.

3. Dengan mengetahui karakteristik pemilih pasangan kandidat dapat dijadikan bahan kajian dalam meneliti perilaku dan preferensi pemilih dalam Pemilukada Kota Surakarta.

4. Dengan mengetahui alasan pemilih memilih pasangan kandidat dapat

dijadikan masukan bagi pasangan kandidat untuk memahami apa yang diharapkan oleh masyarakat pemilih.

5. Dengan mengetahui pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam memetakan hasil Pemilukada dapat menjadi bahan pembelajaran dan dijadikan media dalam pembelajaran geografi di sekolah.


(6)

commit to user 127

C. SARAN

Berdasarkan kesimpulan di atas maka ada beberapa hal yang perlu disarankan yaitu :

1. Perlu adanya strategi politik tim pemenangan pasangan kandidat untuk memenangkan Pemilukada di masa yang akan datang.

2. Perlu adanya kebijakan partai dalam koalisi partai untuk memaksimalkan fungsi dan peran mesin politik guna meningkatkan perolehan suara pasangan kandidat yang didukung.

3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai preferensi dan perilaku pemilih dalam Pemilukada Kota Surakarta dalam analisis keruangan SIG yang lebih detil misalnya unit analisis kelurahan.

4. Peta-peta hasil dari penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi guru geografi sebagai bahan pembelajaran maupun media pembelajaran geografi di sekolah khususnya dalam pokok bahasan Sistem Informasi Geografis (SIG).