Perilaku Pemilih Tinjauan Pustaka 1.

commit to user 10 Surakarta kembali menyelenggarakan pemilihan kepala daerah secara langsung pada tahun 2010 yang kini berganti dengan istilah Pemilukada. Penyelenggaraan Pemilukada Kota Surakarta tahun 2010 memiliki catatan tersendiri yang sangat menarik untuk dikaji. Pemilukada ini diikuti oleh dua pasangan calon dimana pasangan nomor urut satu yaitu Joko Widodo-FX. Hadi Rudyatmo meraih kemenangan terbesar sepanjang sejarah penyelenggaraan Pemilukada di Indonesia yaitu perolehan suaranya mencapai 90,09 . Sedangkan pasangan yang lain yaitu Eddy S. Wirabumi-Supradi Kertamenawie hanya memperoleh 9,91 suara.

2. Perilaku Pemilih

a. Pengertian Pemilih diartikan sebagai semua pihak yang menjadi tujuan utama para kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan kemudian memberikan suaranya kepada kontestan yang bersangkutan Firmanzah, 2009:102. Adapun perilaku pemilih menurut Ramlan Surbakti dalam Nasution 2009:30 adalah aktivitas pemberian suara oleh individu yang berkaitan erat dengan kegiatan pengambilan keputusan untuk memilih atau tidak memilih to vote or not to vote didalam suatu Pemilu. Bila voters memutuskan untuk memilih maka voters akan memilih atau mendukung kandidat tertentu. Keputusan untuk memberikan dukungan dan suara tidak akan terjadi apabila tidak terdapat loyalitas pemilih yang cukup tinggi kepada kandidat jagoannya. Begitu juga sebaliknya, pemilih tidak akan memberikan suaranya kalau mereka menganggap bahwa sebuah partai atau kandidat tidak loyal serta tidak konsisten dengan janji dan harapan yang telah mereka berikan. Perilaku pemilih juga sarat dengan ideologi antara pemilih dengan partai politik atau kontestan pemilu. Masing-masing kontestan membawa ideologi yang saling berinteraksi. Selama periode kampanye pemilu, muncul kristalisasi dan pengelompokan antara ideologi yang dibawa kontestan. Masyarakat akan commit to user 11 mengelompokkan dirinya kepada kontestan yang memiliki ideologi sama dengan yang mereka anut sekaligus juga menjauhkan diri dari ideologi yang berseberangan dengan mereka Nasution, 2009:31. Pemilih dalam hal ini dapat berupa konstituen masyarakat pada umumnya. Konstituen adalah kelompok masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu ideologi tertentu dan kemudian termanifestasikan dalam institusi politik seperti partai politik dan seorang pemimpin. Kelompok masyarakat ini adalah para pendukung atau konstituen suatu partai politik di lingkungan internal atau konstituen dan pendukung pesaing-pesaing di lingkungan eksternal. Di samping itu, pemilih merupakan bagian masyarakat luas yang bisa saja tidak menjadi konstituen partai politik dan kandidat tertentu. Masyarakat terdiri dari beragam kelompok. Terdapat kelompok masyarakat yang memang non-partisan, dimana ideologi dan tujuan politik mereka tidak diikatkan kepada suatu partai politik tertentu atau kandidat tertentu. Mereka “menunggu” sampai ada suatu partai politik atau kandidat yang bisa menawarkan program kerja yang terbaik menurut mereka, sehingga partai politik atau kandidat tersebutlah yang akan mereka pilih. Berikut bagan pembagian jenis pemilih : Internal Eksternal Gambar 2.1. Pembagian Jenis Pemilih Firmanzah, 2007:103 Konstituen Non- partisan Pemilih Konstituen Partai Lain commit to user 12 Perilaku pemilih dapat ditujukan dalam memberikan suara dan menentukan siapa yang akan dipilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam Pemilukada secara langsung. Pemberian suara atau voting secara umum dapat diartikan sebagai sebuah proses dimana seorang anggota dalam suatu kelompok menyatakan pendapatnya dan ikut menentukan konsensus diantara anggota kelompok seorang pejabat maupun keputusan yang diambil. Pemberian suara dalam Pemilukada langsung diwujudkan dengan memberikan suara pada pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang didukungnya atau ditujukan dengan perilaku masyarakat dalam memilih pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Menurut Asfar dalam Nasution 2009:31-33, perilaku pemilih dapat dianalisis dengan tiga pendekatan, yaitu : 1 Pendekatan Sosiologis Pendekatan sosiologis sebenarnya berasal dari Eropa, kemudian Amerika. Karena itu, Flannagan menyebutnya sebagai model sosiologi politik Eropa. David Denver, ketika menggunakan pendekatan ini untuk menjelaskan perilaku pemilih masyarakat Inggris, menyebut model ini sebagai social determinism approach . Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih seseorang. Karakteristik sosial dan karakteristik atau latar belakang sosiologis seperti agama, wilayah, jenis kelamin, dan umur merupakan faktor penting dalam menentukan pilihan politik. Pendek kata, pengelompokan sosial seperti umur tua-muda, jenis kelamin laki-perempuan, agama dan semacamnya dianggap mempunyai peranan yang cukup menentukan dalam membentuk pengelompokan sosial baik secara formal seperti keanggotaan seseorang dalam organisasi-organisasi keagamaan, profesi, maupun commit to user 13 pengelompokan informal seperti keluarga, pertemanan, ataupun kelompok-kelompok kecil lainnya, merupakan sesuatu yang sangat vital dalam memahami perilaku politik seseorang karena kelompok- kelompok inilah yang mempunyai peranan besar dalam menentukan sikap, persepsi, dan orientasi seseorang. Menurut Bone dan Ranney ada tiga tipe utama pengelompokan sosial, yaitu: a Kelompok kategorial, yang terbentuk berdasarkan faktor perbedaan jenis kelamin, usia, dan pendidikan. b Kelompok sekunder, terdiri dari kelompok pekerjaan, status sosio ekonomi dan kelas sosial serta kelompok-kelompok etnis yang meliputi ras, agama dan daerah asal. c Kelompok primer, termasuk pasangan-pasangan suami istri, orangtua dan anak-anak, serta kelompok bermain. Prasetyo, 2009:27. 2 Pendekatan Psikologis Pendekatan ini berkembang di Amerika Serikat berasal dari Eropa Barat, pendekatan psikologis merupakan fenomena Amerika Serikat karena dikembangkan sepenuhnya oleh Amerika Serikat melalui survey research center di Universitas Michigan. Oleh karena itu, pendekatan ini juga disebut Mazhab Michigan. Pelopor utama pendekatan ini adalah Angust Campbell. Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologi terutama konsep sosialisasi dan sikap untuk menjelaskan perilaku pemilih. Variabel-variabel itu tidak dapat dihubungkan dengan perilaku memilih jika ada proses sosialisasi. Oleh karena itu, menurut pendekatan ini sosialisasilah yang menentukan perilaku memilih seseorang. commit to user 14 Penganut pendekatan ini menjelaskan sikap seseorang sebagai refleksi dari kepribadian seseorang dan merupakan variabel yang cukup menentukan dalam mempengaruhi perilaku politik seseorang. Oleh karena itu, pendekatan psikologis menekankan pada tiga aspek psikologis sebagai kajian utama yaitu ikatan emosional pada suatu partai politik, orientasi terhadap isu-isu, dan orientasi terhadap kandidat. 3 Pendekatan Rasional Penggunaan pendekatan rasional dalam menjelaskan perilaku pemilih oleh ilmuwan politik sebenarnya diadaptasi dari ilmu ekonomi. Mereka melihat adanya analogi antara pasar ekonomi dan perilaku pemilih politik. Apabila secara ekonomi masyarakat dapat bertindak secara rasional, yaitu menekan ongkos sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya, maka dalam perilaku politikpun maka masyarakat dapat bertindak rasional, yakni memberikan suara ke partai politik atau kandidat yang dianggap mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya dan menekan kerugian. Teori tentang ekonomi politik ini diadaptasi dari lapangan ekonomi. Ahli politik mengadaptasi teori tersebut untuk menjelaskan perilaku pemilih dengan memperhitungkan apa dampak yang bisa dirasakan langsung oleh pemilih di masa datang kalau ia memilih partai tertentu. Seperti dalam lapangan ekonomi, pilihan seseorang atas kandidat tertentu didasarkan pada penilaian terhadap masa lalu dan penilaian atas kondisi ekonomi di masa datang. Disini, pilihan seseorang atas kandidat tertentu didasarkan pada pertimbangan rasional terutama kemampuan dalam mengatasi dan menangani masalah ekonomi. commit to user 15 4 Pendekatan Domain Kognitif Pendekatan Marketing Menurut model ini, perilaku pemilih ditentukan oleh tujuan domain kognitif yang berbeda dan terpisah, sebagai berikut : a. Isu dan kebijakan politik b. Citra sosial c. Perasaan emosional d. Citra kandidat e. Peristiwa mutakhir f. Peristiwa personal g. Faktor-faktor epistemik Faktor internal dan eksternal individu secara simultan mempengaruhi cara individu dalam berfikir dan mengikatkan dirinya secara politik dengan partai tertentu. Pilihan politik seseorang dapat dilihat dari dua perspektif antara environment-determinist dengan free- choice . Paradigma pertama, individu dianggap sebagai produk masyarakat. Sistem nilai dan perilaku yang muncul pada masing- masing individu merupakan hasil bentukan lingkungan. Sedangkan paradigma kedua, melihat individu dianggap memiliki derajat kebebasan yang cukup tinggi untuk berbeda dengan lingkungannya. Keputusan akhir dari perilaku yang akan diambil ditentukan sendiri oleh setiap individu Firmanzah, 2007:128. Lebih lanjut Firmanzah 2007:130 menyatakan bahwa pertimbangan judgment pemilih dipengaruhi tiga faktor pada saat bersamaan : 1 kondisi awal pemilih, 2 media massa, 3 partai politik atau kontestan. Kondisi awal diartikan sebagai karakteristik yang melekat pada diri si pemilih. Tingkat pendidikan dan ekonomi misalnya, diyakini dapat mempengaruhi pemilih dalam membuat keputusan. Faktor kedua yang mempengaruhi pemilih adalah media commit to user 16 massa. Kemampuan media massa untuk mendistribusikan informasi merupakan kekuatan untuk pembentukan opini publik. Opini publik sendiri sangat ditentukan oleh seberapa besar informasi yang diberikan kepada masyarakat. Faktor ketiga adalah karakteristik partai politik dan kontestan itu sendiri. Atribut kontestan seperti reputasi, image , citra, latar belakang, ideologi, dan kualitas para politikusnya akan sangat mempengaruhi penilaian masyarakat atas partai yang bersangkutan. Dalam penelitian ini menggunakan kombinasi antara keempat pendekatan tersebut di atas. Kombinasi pendekatan tersebut akan menghasilkan karakteristik pemilih baik dari segi sosiologis, psikologis, rasionalitas dan domain kognitif. b. Orientasi Pemilih Firmanzah 2007:115 membagi orientasi pemilih menjadi dua hal yang bisa dijadikan ukuran mengenai cara memilih dalam menilai kedekatannya dengan partai politik atau seorang kontestan. Kedua hal tersebut yaitu : 1 Kesamaan mengenai cara pemecahan masalah policy problem solving Pemilih menaruh perhatian yang sangat tinggi atas cara kontestan partai politik atau calon pemimpin dalam menawarkan solusi sebuah permasalahan. Semakin efektif seseorangsuatu kontestan dalam menawarkan solusi yang tepat untuk menjawab permasalahan, semakin tinggi pula probabilitas untuk dipilih oleh para pemilih. Para pemilih memiliki kecenderungan untuk tidak memilih partai politik atau calon pemimpin yang kurang mampu menawarkan program kerja dan hanya mengandalkan spekulasi serta jargon-jargon politik. commit to user 17 Sementara itu, Chappel dan Veiga dalam Firmanzah 2007:117 menyimpulkan dalam studi mereka bahwa kinerja ekonomi dan tanggung jawab politik kontestan secara bersamaan mempengaruhi hasil akhir Pemilu. Persoalan ekonomi menjadi pusat perhatian karena sangat erat kaitannya dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Pemilih akan cenderung memilih partai politik atau kontestan yang menawarkan solusi yang paling menarik untuk menyelesaikan persoalan ekonomi seperti pengangguran, inflasi, investasi dan pajak. Pemilih akan memberikan penilaian yang nantinya akan termanifestasikan dalam bentuk penghargaan reward atau hukuman punishment bagi partai atau kontestan yang sedang berkuasa. Penilaian tentang policy-problem solving bisa dilakukan secara ex-post dan ex-ante . Penilaian ex- post berarti menilai apa saja yang telah dilakukan sebuah partai atau pemimpin yang berkuasa untuk memperbaiki kondisi yang ada. Sementara ex-ante dilakukan dengan mengukur dan menilai kemungkinan program kerja dan solusi yang ditawarkan sebuah partai atau kandidat ketika diterapkan untuk memecahkan sebuah persoalan. Reputasi masa lalu kontestan dan pengaruh pemimpin karismatik dari sebuah partai berkontribusi pada kesan serius dan legitimasi program kerja yang ditawarkan. 2 Kesamaan dalam paham serta nilai dasar ideologi ideology Struktur ideologi pemilih sangat menentukan partai apa dan kandiddat seperti apa yang menurut mereka akan menyuarakan suara mereka. Pemilih memiliki kecenderungan untuk memilih partai atau kandidat yang memiliki kesamaan ideologi dengan mereka daripada partai politik atau kandidat yang memiliki ideologi yang berbeda. Terdapat beberapa hal yang digunakan partai politik atau kandidat dalam hal ini. Pertama, partai politik atau kandidat berusaha menarik commit to user 18 masyarakat yang memiliki kesamaan ideologi dengan mereka. Kedua, partai politik atau kandidat berusaha memperkenalkan dan meyakinkan kepada kelompok-kelompok masyarakat yang tidak memiliki kesamaan ideologi dengan mereka. Pemilih yang cenderung mementingkan ideologi suatu partai atau kandidat akan menekankan aspek –aspek subyektivitas seperti kedekatan nilai, budaya, norma, emosi dan psikografis. Semakin dekat kesamaan partai atau kontestan pemilu, pemilih akan cenderung memberikan suaranya ke partai politik atau kandidat tersebut Nasution, 2009:34. c. Jenis-Jenis Pemilih Firmanzah 2007:133 menggunakan kedua orientasi pemilih tersebut untuk mengasumsikan penggunaannya oleh pemilih untuk menentukan pilihannya. Orientasi pemilih pada policy-problem solving berkisar antara rendah low dan tinggi high . Hal yang sama juga terdapat pada orientasi pemilih pada ideology , yakni berkisar dari intensitas rendah low dan tinggi high . Konfigurasi dari kedua faktor tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut. Tinggi Pemilih Rasional Pemilih Kritis Orientasi policy-problem solving Rendah Pemilih Skeptis Pemilih Tradisional Rendah Tinggi Orientasi ideology Gambar 2.2. Konfigurasi Pemilih commit to user 19 Berdasarkan konfigurasi pemilih tersebut terdapat empat jenis pemilih, yaitu: 1 Pemilih Rasional Pemilih rasional memiliki orientasi yang tinggi pada policy- problem solving dan berorientasi rendah untuk faktor ideologi. Pemilih dalam hal ini lebih mengutamakan kemampuan partai politik atau kandidat dalam program kerjanya. Program kerja atau platform dapat dianalisis dalam dua hal :1 kinerja partai atau kandidat di masa lalu backward looking dan 2 tawaran program untuk menyelesaikan permasalahan yang ada forward looking . Pemilih jenis ini memiliki ciri khas yang tidak begitu mementingkan ikatan ideologi kepada suatu partai atau kandidat. Faktor seperti paham, asal usul, nilai tradisional, budaya, agama dan psikografis memang dipertimbangkan juga, tetapi bukan hal yang signifikan. Pemilih cenderung melepaskan hal-hal yang bersifat dogmatis, tradisional, dan ikatan lokasi dalam kehidupan politiknya. Analisis kognitif dan pertimbangan logis sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan. Hal terpenting bagi jenis pemilih ini adalah apa yang bisa dan yang telah dilakukan oleh sebuah partai atau kandidat daripada paham dan nilai partai atau kandidat. 2 Pemilih Kritis Pemilih jenis ini adalah perpaduan antara tingginya orientasi pada kemampuan partai atau kandidat dalam menuntaskan permasalahan yang ada maupun tingginya orientasi mereka dalam hal- hal yang bersifat ideologis. Pemilih jenis ini bisa terjadi melalui dua mekanisme. Pertama, jenis pemilih ini menjadikan nilai ideologis sebagai pijakan untuk menentukan kepada partai politik atau kandidat mana mereka akan commit to user 20 berpihak dan selanjutnya mereka akan mengkritisi kebijakan yang akan atau yang telah dilakukan. Kedua, bisa juga terjadi sebaliknya, pemilih tertarik dulu dengan program kerja yang ditawarkan sebuah partai atau kandidat baru kemudian mencoba memahami nilai-nilai dan paham yang melatarbelakangi pembuatan sebuah kebijakan. 3 Pemilih Tradisional Pemilih tradisional memiliki orientasi ideologi yang sangat tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai politik atau kandidat sebagai sesuatu yang penting dalam pengambilan keputusan. Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial-budaya, nilai, asal- usul, paham, dan agama sebagai ukuran untuk memilih sebuah partai politik atau kandidat. Biasanya pemilih ini lebih mementingkan figur dan kepribadian pemimpin, mitos, nilai historis sebuah partai politik atau kandidat. Salah satu karakteristik mendasar pemilih jenis ini adalah tingkat pendidikan yang rendah dan sangat konservatif dalam memegang nilai serta paham yang dianut. Pemilih tradisional merupakan pemilih yang mudah dimobilisasi selama periode kampanye. 4 Pemilih Skeptis Pemilih ini tidak memiliki orientasi yang cukup tinggi dengan sebuah partai politik atau seorang kandidat, juga tidak menjadikan kebijakan sebagai sesuatu yang penting. Keinginan untuk terlibat dalam sebuah partai politik pada pemilih jenis ini sangat kurang karena ikatan ideologis mereka memang rendah sekali. Mereka juga kurang memperdulikan platform dan kebijakan sebuah partai politik atau kandidat. Penelitian ini akan mengkategorikan jenis pemilih menjadi dua macam yaitu pemilih rasional dan pemilih tradisional sehingga akan terlihat jelas commit to user 21 perbedaannya melalui alasan pemilih memilih pasangan kandidat. Alasan memilih karena kemampuan kandidat dan programisu yang ditawarkan menunjukkan ciri dari pemilih rasional. Sedangkan alasan karena kepribadian kandidat, didukung partai pilihan dan kesamaan latar belakang menunjukkan ciri pemilih tradisional.

3. Faktor Analisis Hubungan Pemilih Dengan Kandidat Dalam Pemilukada