Manfaat Penelitian Pendekatan Sosiologis

2. Hal – hal apa yang mempengaruhi masyarakat di Kecamatan Siantar Selatan untuk tidak memilih pada Pemilikada Kota Pematangsiantar pada Juni 2010.

1. 3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1 Untuk mengetahui alasan pemilih terdaftar mengapa tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilukada Kota Pematang Siantar 2010. 2 Untuk mengetahui penyebab pemilih di Kecamatan Siantar Selatan tidak menggunakan hak pilihnya. 3 Untuk membuat klasifikasi pemilih terdaftar yang tidak menggunakan hak pilihnya berdasarkan jenis kelamin dan tingkat pendidikannya.

1.4. Manfaat Penelitian

1 Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan berfikir secara sistematis dalam melihat fenomena politik yang terjadi di masyarakat. 2 Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan studi perilaku politik yang ada di Indonesia pada saat ini. 3 Secara akademis penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya kajian ilmu politik dan refrensi dalam konteks ilmu politik di Indonesia. 4 Hasil penelitian ini kiranya dapat bermanfaat bagi lembaga instansi pemerintahan seperti Pemerintahan Daerah, KPU dalam kaitannya dengan perilaku tidak memilih dan Universitas Sumatera Utara 5 Bagi masyarakat penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan politik.

1.5 Kerangka Teori

Guna mempermudah seorang peneliti dalam sebuah penelitian maka diperlukan sebuah pedoman sebagai landasan berpikir yaitu sebuah kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut, seorang peneliti perlu menyusun kerangka teori untuk dapat menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang telah ditiliti. 6 Perilaku politik dapat diartikan sebagai keseluruhan tingkah laku aktor politik dan warga Negara yang telah saling memiliki hubungan antara pemerintah dan masyarakat, antara lembaga – lembaga pemerintah dan antara kelompok masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik. Kerangka teori merupakan landasan untuk melakukan penelitian dan teori dipergunakan untuk menjelaskan fenomena sosial yang menjadi objek penelitian. Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, kontrak, defenisi dan proporsi yang menerangkan sesuatu fenomena sosial secara sistematik dengan cara merumuskan hubungan antara konsep.

1.5.1 Teori Perilaku Politik

Teori perilaku politik secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan yang berkenaan dengan segala bentuk aktivitas atau proses pembuatan dan pelaksanaan pengambilan keputusan politik dan keikutsertaan seluruh elemen masyarakat. 7 6 Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1998, Hal. 37 7 Sudijono Sastroatmojo. Perilaku Politik. Semarang. IKIP Semarang Press. 1995 Hal 2 Universitas Sumatera Utara Perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Yang melakukan kegiatan adalah pemerintah dan masyarakat, kegiatan yang dilakukan pada dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu fungsi – fungsi pemerintahan yang dipegang oleh pemerintah dan fungsi – fungsi politik yang dipegang oleh masyarakat. 8 1. Ramlan surbakti mengatakan bahwa perilaku politik dirumuskan “sebagai suatu kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik, keikutsertaan seseorang baik warga Negara biasa maupun sebagai pengambil keputusan.”

1.5.1.1 Defenisi Perilaku Politik

Berikut adalah beberapa pendapat para ahli berkenaan dengan perilaku politik : 9 2. Eulau mengatakan bahwa perilaku politik adalah “kegiatan yang secara aktual dilakukan oleh setiap individu dengan pola – pola pemikiran tertentu.” 10 3. Jack C. Plano dalam Moh. Ridwan mengatakan bahwa perilaku politik adalah : “Pikiran dan tindakan manusia yang berkaitan dengan proses memerintah. Yang termasuk perilaku politik adalah tanggapan – tanggapan internal pikiran, persepsi, sikap dan keyakinan dan juga tindakan – tindakan yang Nampak pemungutan suara, gerak protes, lobbying, kaukus, kampanye dan demostrasi” 11 4. Antonius Sitepu mengatakan bahwa perilaku politik dirumuskan sebagai “kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan 8 Michael Rush dan Phillip Althoff. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta:CV, Rajawali. 2001. Hal 147 9 Ramlan Surbakti. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta; PT Gramedia, Hal. 131 10 Ibid hal 131 11 Ridwan, Moh. 1997. Perilaku Politik NU Pasca Pernyataan Kembali ke Khittah 1926. Skripsi Universitas Sumatera Utara keputusan politik dan yang melakukan kegiatan politik tersebut adalah pemerintahan dan masyarakat.” 12 5. David E Apter dalam Krishno Hadi dkk mengatakan perilaku politik adalah : “Perilaku politik adalah hubungan antara pengetahuan politik dan tindakan politik, termasuk bagaimana proses pembentukan pendapat politik, bagaimana kecakapan politik diperoleh, dan bagaimana cara orang menyadari peristiwa – peristiwa politik.” 13 6. Almond dan Verba dalam Krishno Hadi dkk mengasumsikan perilaku politik adalah : “perilaku politik merupakan suatu budaya politik yaitu bagaimana seseorang memiliki orientasi, sikap, dan nilai – nilai politik. Hal ini menunjuk kepada suatu sikap orientasi yang khas dari warga Negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya serta sikap terhadap peranan warga Negara di dalam sistem itu” 14 12 Sitepu, Antonius. Teori Teori Politik, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2011, Hal 88 13 Hadi, Krishno dkk, Perilaku Partai Politik, Malang : UMM Press, 2006, Hal 8 14 Ibid hal 10 Interaksi antara pemerintah dengan masyarakat, antar lembaga pemerintah dan antar kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, penegakan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik. Pada dasarnya, manusia yang melakukan kegiatan politik dibagi menjadi dua, yakni warga Negara yang memiliki fungsi pemerintahan pejabat pemerintahan, dan warga Negara biasa yang tidak memiliki fungsi pemerintahan tetapi memiliki hak untuk mempengaruhi orang yang memiliki fungsi pemerintahan. Suatu tindakan dan keputusan politik tidak hanya ditentukan oleh tugas dan wewenang yang melekat pada lembaga yang mengeluarkan keputusan, tetapi juga dipengaruhi oleh kepribadian individu yang membuat keputusan tersebut. Universitas Sumatera Utara Perilaku politik dirumuskan sebagai kegiatan yang berkaitan dengan sikap politik, yakni yang berkaitan dengan kesiapan bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu yang merupakan suatu penghayatan terhadap objek tersebut. 15 • Pertama, faktor kondisi historis. Dimana setiap sikap dan perilaku politik masyarakat dipengaruhi oleh proses – proses dan peristiwa historis masa lalu. Hal ini disebabkan budaya politik tidak merupakan kenyataan yang statis melainkan berubah dan berkembang sepanjang masa. Perilaku politik tidaklah sesuatu yang dapat berdiri sendiri, tetapi perilaku politik mengandung keterkaitan dengan hal yang lain. Salah satu siakp yang penting adalah sikap politik. Dimana antara sikap dengan perilaku memiliki tingkat keeratan yang sangat tinggi, namun keduanya dibedakan. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu. Sikap belum merupakan tindakan tetapi masih berupa suatu kecenderungan.

1.5.1.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Politik

Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku politik adalah: • Kedua, faktor kondisi geografis memberikan pengaruh dalam perilaku politik masyarakat sebagai kawasan geostrategi, walaupun kemajemukan budaya Indonesia merupakan hal yang rawan bagi terciptanya disintegrasi. Kondisi ini mempegaruhi perbedaan tingkat partisipasi politik masyarakat, kesenjangan pemerataan pembangunan, kesenjangan informasi, komunikasi, teknologi mempengaruhi proses sosialisasi politik. • Ketiga, faktor budaya politik memiliki pengaruh dalam perilaku politik masyarakat. Berfungsinya budaya politik ditentukan oleh tingkat keserasian antara tingkat kebudayaan bangsa dan struktur politiknya. Kemajuan budaya Indonesia mempengaruhi budaya budi bangsa. Berbagai budaya daerah pada masyarakat Indonesia berimplikasi pada terciptanya sebuah bentuk perilaku 15 Sudijono, Sastroatmodjo, Op. Cit., Hal.4 Universitas Sumatera Utara politik dengan memahami budaya politik masyarakat yang dipandang penting untuk memahami perilaku politik. • Keempat, perilaku politik masyarakat dipengaruhi oleh agama dan keyakinan. Agama telah memberikan nilai etika dan moral politik yang memberikan pengaruh bagi masyarakat dalam perilaku politiknya. Keyakinan merupakan acuan yang penuh dengan norma – norma dan kaidah yang dapat mendorong dan mengarahkan perilaku politik sesuai dengan agama dan keyakinannya, proses politik dan partisipasi warga Negara paling tidak dapat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pemahaman agama seseorang. • Kelima, faktor pendidikan dan komunikasi juga mempengaruhi perilaku politik seseorang. Semakin tinggi pendidikan masyarakat maka semakin tinggi tingkat kesadaran politiknya. Komunikasi yang intens akan mempengaruhi perilaku politik seseorang dalam kegiatan politiknya. • Keenam, faktor kepribadian juga mempengaruhi perilaku politik. • Ketujuh, faktor lingkungan sosial politik mempengaruhi actor politik secara langsung seperti keadaan keluarga. Lingkungan sosial politik saling mempengaruhi dan berhubungan satu dengan yang lain dan bukannya sebagai faktor yang berdiri sendiri. 16 Selain faktor – faktor diatas, ada beberapa faktor lain yang juga memainkan peranan penting dalam menentukan pilihan rakyat, yaitu; standar kehidupan, faktor penghasilan atau gaji, kelompok umur, dan jenis kelamin.

1.5.1.3 Bentuk – Bentuk Perilaku Politik

Perilaku politik dilihat sebagai sebuah alat analisis untuk melihat bagaimana masyarakat ikut berpartisipasi di dalam pemilihan umum, baik itu melalui pemberian suara voting maupun tidak memberikan suara non voting. 16 Asep Ridwan, Memahami Perilaku Memilih Pada Pemilu 2004, Jurnal Demokrasi dan HAM. Jakarta : The Habibie Center, 2000, Hal.25 Universitas Sumatera Utara

1. Perilaku Pemilih

Perilaku pemilih dapat didefenisikan sebagai suatu studi yang memusatkan diri pada bidang yang menggeluti kebiasaan atau kecenderungan pilihan rakyat dalam pemilihan umum, serta latar belakang mengapa mereka melakukan pemilihan itu. 17

a. Pendekatan Sosiologis

Secara teoritis ada dua penjelasan teori mengapa seseorang tidak ikut memilih dalam pemilihan. Penjelasan pertama bersumber dari teori – teori mengenai perilaku memilih Vote behavior. Penjelasan ini memusatkan perhatian pada individu. Besar kecilnya partisipasi pemilih Voting turnout dilacak pada sebab – sebab dari individu memilih. Secara umum analisa – analisa mengenai “Voting Behaviour” atau perilaku pemilih didasarkan pada empat pendekatan model yaitu; Pendekatan sosiologis berasal dari Eropa Barat yang dikembangkan oleh ahli ilmu politik dan sosiologi. Mereka memandang bahwa masyarakat sebagai sesuatu yang bersifat hierarkis terutama berdasarkan status, karena masyarakat secara keseluruhan merupakan kelompok yang mempunyai kesadaran status yang kuat. Para pendukung mazhab ini percaya bahwa masyarakat telah tersusun sedemikian rupa sesuai dengan latar belakang dan karakteristik sosial tersebut merupakan sesuatu yang penting dalam memahami perilaku individu. Pendekatan sosiologis, yang sering disebut Mazhab Columbia The Columbia School Of Elektoral Behaviour, merupakan pendekatan yang menekankan pada peran faktor – faktor sosiologis dalam membentuk perilaku politik seseorang. Pendekatan ini menjelaskan bahwa karakteristik social dan pengelompokan – pengelompokan social seperti umur tuamuda, jenis kelamin 17 Jack C. Plano, Robert E. Ringga dan Helenan S. Robin. Kamus Analisa Politik. Jakarta. C.V. Rajawali Press. 1985. Hal. 280 Universitas Sumatera Utara priawanita, agama dan semacamnya dianggap mempunyai peranan yang cukup menentukan dalam membentuk perilaku pemilih. Dari berbagai ragam perbedaan dalam struktur sosial, faktor sosial merupakan unsur yang juga berpengaruh terhadap pemilih politik seseorang, terutama dihampir semua negara – negara industri. Di Eropa, kelompok berpenghasilan rendah dan kelas pekerja cenderung memberikan suara kepada partai sosialis atau komunis, sedangkan kelas menengah dan atas biasanya menjadi pendukung partai konservatif.

b. Pendekatan Psikologis