Faktor Sistem Pemilihan Umum Sejarah Kecamatan Siantar Selatan

rakyat. Kedua, lembaga peradilan yang tidak dapat berfungsi secara maksimal, Ketiga, tingginya angka praktek – praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang dilakukan oleh pemerintah. Kelima, banyaknya kebijakan politik pemerintah yang tidak kondusif dan kurang membangun dan lain – lain.

e. Faktor Sistem Pemilihan Umum

Keputusan seseorang untuk tidak memilih dapat juga dipengaruhi oleh persepsi dan evaluasi terhadap sistem dan penyelenggaraan pemilu ataupun pemilukada. Dengan sistem pemilu ataupun pemilukada yang dinilai tidak jelas dan tidak akan menjanjikan perubahan apapun. Pemilu maupun pemilukada hanyalah sebagai simbol demokrasi semata, namun pemilu maupun pemilukada itu sendiri tidak dijalankan dengan semangat dan cara – cara demokratis. Dimana pada saat ini fungsi pemilu maupun pemilukada cenderung sebagai alat yang memproduksi kekuasaan dari pada implementasi kehidupan berdemokrasi. Yang dapat diartikan bahwa pemilu maupun pemilukada lebih dimaknai sebagai sarana untuk mempertahankan status quo penguasa dibandimgkan sebagai sarana untuk melakukan perubahan maupun perbaikan politik. 32

f. Faktor Budaya

Almond dan Verba mendefenisikan budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas dari setiap warga Negara terhadap system politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga Negara yang ada didalam sistem itu. 33 32 Muhammad Asfar, Op. Cit, Hal.42 33 Leo Suryadinata, Golkar dan Militer, Study tentang Ilmu Politik, Jakarta : LP3ES. 1992, Hal. 4 - 5 Budaya politik merupakan system nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Namun setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya seperti masyarakat umum dan para elit. Indonesia adalah sebuah Negara yang multi etnis dan multi agama dengan penduduk kurang lebih 250 juta orang, dimana kelompok etnis terbesar adalah suku jawa yang jumlahnya hampir mendekati 50 dari jumlah penduduk keseluruhan. Kehidupan manusia didalam Universitas Sumatera Utara masyarakat memiliki peranan penting dalam system politik suatu Negara. Manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial senantiasa akan berinteraksi dengan manusia lain untuk berinteraksi dalam upaya mewujudkan kebutuhan hidupnya. Selain faktor – faktor diatas, Lipset membagi faktor – faktor yang mempengaruhi kehadiran dan ketidakhadiran pemilih ke dalam empat katagori, yaitu : 1. Berkaitan dengan kebijakan pemerintah Kelompok yang mempunyai kepentingan secara langsung dengan kebijakan pemerintah, seperti pegawai negeri, para pensiunan, petani dan semacamnya, menunjukkan tingkat kehadiran yang lebih tinggi dibandingkan kelompok yang tidak mempunyai kepentingan secara langsung dengan kebijakan pemerintah, seperti kaum buruh, buruh tani, buruh bangunan dan lain – lain. 2. Akses terhadap informasi Seseorang yang mempunyai akses terhadap informasi yang lebih lengkap akan cenderung tinggi tingkat kehadirannya. Akses informasi ini biasanya berkaitan dengan tingkat pendidikan, disamping keterlibatannya dalam organisasi – organisasi sosial kemasyarakatan. 3. Berkaitan dengan tekanan kelompok tertentu Jika tekanan yang berasal dari kelompok tertentu untuk tidak memilih begitu kuat dan calon pemilih terpengaruh, maka hal ini akan disikapi dengan tidak hadir dalam pemilu maupun pemilukada. 4. Berkaitan dengan adanya tekanan menyilang cross pressure Universitas Sumatera Utara Ketika seseorang ditekan untuk memilih partai yang berbeda, mereka mungkin menyelesaikan konflik ini dengan menarik diri sama sekali dalam pemilihan umum maupun pemilihan umum kepala daerah.

5. Bentuk – Bentuk Perilaku Tidak Memilih atau Golongan Putih

Ada beberapa katagori disebut pemilih resmi yang ditentukan oleh pemerintah. Diantaranya ada dua kategori yang relevan, yaitu katagori suara tidak sah dan katagori yang tidak menggunakan hak pilihnya. Dalam banyak media massa dua katagori ini dijadikan satu, dan tidak memilih atau golput dinyatakan termasuk didalamnya 34 Pemilihan umum maupun pemilihan umum kepada daerah merupakan suatu proses dalam mencari pemimpin baru yang berkualitas dan sesuai dengan pilihan rakyat yang menjadi terdelegitimasikan oleh aksi mogok dan aksi apatis masyarakat untuk tidak memilih. Artinya, siapapun calon pemimpin pilihan rakyat belum menunjukkan keinginan mayoritas warga. Pada umumnya perilaku tidak memilih seperti ini disebut dengan perilaku tidak memilih pasif atau golput pasif, yaitu tidak dating ke Tempat Pemungutan Suara TPS karena dorongan pribadi dan untuk diri sendiri tanpa berusaha mempengaruhi orang lain. . Sehingga saya dapat menyimpulkan bahwa ada dua jenis perilaku orang yang tidak menggunakan hak pilihnya atau golput, yaitu: Pertama orang yang tidak menggunakan hak pilih suaranya secara tidak sengaja, yang terdiri dari suara tidak sah. Kedua, orang yang tidak menggunakan hak pilih suaranya secara sengaja, yaitu pemilih yang sengaja secara sadar tidak ingin menggunakan hak pilih suaranya. Dibalik dari tindakan atau sikap seseorang untuk tidak memilih, setidaknya terdapat dua kecenderungan, yaitu: a. Bentuk Penolakan Politik 34 Mariam Budiarjo. Log.Cit. Universitas Sumatera Utara b. Bentuk Pembangkangan Sipil Motif tidak memilih katagori ini bukan sekedar apatisme, melainkan sebuah kritik. Reproduksi wacana untuk tidak menggunakan hak pilih atau golput menjadi sarana kritik dan ruang koreksi bagi laju demokrasi bangsa. Hal ini karena suatu tindakan yang memutuskan untuk tidak memilih didasarkan pada penilaian – penilaian terhadap para elite politik. 35 Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan

1.5.2 Partai Politik

Banyak dafenisi tentang partai politik, berikut adalah beberapa defenisi partai politik menurut para ahli: 1. Menurut Miriam Budhiarjo Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota – anggotanya mempunyai orientasi, nilai – nilai dan cita – cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik melalui cara konstitusional untuk melaksanakan kebijaksanaan yang mereka miliki. 2. Menurut R.H. Soltau Partai politik adalah sekelompok warga yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka. 3. Menurut Carl J. Friedrich 35 http:hampala.multiply.comjournalitem1998, diakses pada tanggal 14 Mei 2012 pukul 21.30WIB. Universitas Sumatera Utara bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materiil. 36 Pemilihan umum adalah pasar politik tempat individu masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak soasial perjanjian masyarakat antara peserta pemilihan umum partai politik dengan pemilih rakyat yang memiliki hak pilih setelah terlebih dahulu melakukan serangkaian aktivitas politik yang meliputi kampanye, propaganda, iklan politik melalui media massa cetak, audio radio maupun audio visual televisi serta media lainnya seperti; spanduk, pamflet, selebaran bahkan komunikasi antara pribadi yang berbentuk face to face tatap muka atau lobby yang berisi penyampaian pesan mengenai program, platform, asas, ideology serta janji politik lainnya guna meyakinkan pemilih sehingga pada waktu dilaksanakannya pemilihan umum dapat menentukan pilihannya terhadap salah satu partai politik yang menjadi peserta pemilihan umum untuk mewakilinya dalam badan legislative maupun eksekutif.

1.5.3 Pemilihan Umum

37 36 A. Rahman H. I, Sistem Politik Indonesia, Yongyakarta, Graha Ilmu 2007, Hal.102 37 Ibid Hal 147

1.5.3.1 Pemilihan umum kepala daerah

Pemilihan umum kepala daerah langsung pemilukada langsung merupakan salah satu jalan keluar terbaik untuk mencairkan kebekuan demokrasi. Kekuatan pemilukada langsung terletak pada pembentukan dan implikasi legitimasi tersendiri sehingga harus dipilih sendiri oleh rakyat. Mereka juga wajib bertanggungjawab kepada rakyat. Dengan pemilihan terpisah dari DPRD, kepala daerah memiliki kekuatan yang seimbang dengan DPRD sehingga mekanisme check and balance niscaya akan dapat bekerja dengan baik. Kepala daerah dituntut mengoptimalkan fungsi pemerintahan daerah protective, public service, development. Universitas Sumatera Utara Pemilukada langsung tidak dengan sendirinya menjamin taken for granted peningkatan kualitas demokrasi itu sendiri tetapi jelas membuka akses terhadap peningkatan kualitas demokrasi tersebut. Akses itu berarti berfungsinya mekanisme check and balance. Dimensi check and balance meliputi hubungan kepala daerah dengan rakyat, DPRD dengan rakyat, kepala daerah dengan DPRD, DPRD dengan kepala daerah tetapi juga kepala daerah dan DPRD dengan lembaga yudikatif dan Pemerintah daerah dengan Pemerintah Pusat. 38 Pemilihan umum kepala daerah langsung merupakan pemilihan Kepala Daerah Wakil Kepala Daerah secara langsung oleh masyarakat yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil melalui pemungutan suara. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah memiliki peran yang sangat strategis dalam rangka pengembangan kehidupan demokratis, keadilan, pemerataan, kesejahteraan masyarakat, memelihara hubungan yang serasi antara pemerintahan dan Daerah serta antar daerah untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Gubernur dan Wakil Gubernur untuk Provinsi, Bupati dan Wakil Bupati untuk Kabupaten, serta Walikota dan Wakil Walikota untuk kota. 39 David Easton menyatakan bahwa suatu sistem selalu memiliki sekurangnya tiga sifat. Ketiga sifat itu adalah 1 terdiri dari banyak bagian – bagian ; 2 bagian – bagian itu saling berinteraksi dan saling tergantung; dan 3

1.5.3.2 Sistem dan Mekanisme Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Langsung

38 Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005164-165. 39 Dikutip dari Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.6 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Universitas Sumatera Utara mempunyai perbatasan boundaries yang memisahkannya dari ligkungannya yang juga terdiri dari system – system lain. 40 a. First Past The Post System Sebagai suatu sistem, sistem pemilukada langsung mempunyai bagian – bagian yang merupakan sistem sekunder secondary system atau sub – sub sistem subsystems. Bagian – bagian tersebut adalah electoral regulation, electoral process, dan electoral law enforcement. Electoral regulation adalah segala ketentuan atau aturan mengenai pemilukada langsung yang berlaku, bersifat mengikat dan menjadi pedoman bagi penyelenggara, calon dan pemilih dalam melaksanakan peran dan fungsi masing – masing. Electoral process merupakan seluruh kegiatan yang terkait secara langsung dengan pilkada yang merujuk pada ketentuan perundang – undangan baik yang bersifat legal maupun teknikal. Electoral law enforcement yaitu penegakan hokum terhadap aturan – aturan pemilukada baik politis, administratif atau pidana. Ketiga bagian pemilikada langsung tersebut sangat menentukan sejauh mana kapasitas system dapat menjembatani pencapaian tujuan dari proses awalnya. Masing – masing bagian tidak dapat dipisah – pisahkan karena merupakan satu kesatuan utuh yang komplementer. System pemilihan adalah suatu mekanisme atau tata cara untuk menentukan pasangan calon yang berhak menduduki jabatan kepala daerah wakil kepala daerah. Kualitas kompetisi dalam pemilukada langsung dapat dilihat dari system pemilihan yang digunakan. Ada 5 lima sistem dalam pemilihan umum kepala daerah langsung, yaitu; System first past the post ini dikenal sebagai system yang sederhana dan efisien. Calon Kepala Daerah yang memperoleh suara terbanyak otomatis memenangkan pilkada dan menduduki kursi Kepala daerah. Karenanya system ini 40 Mohtar Mas’oed Colin Mac Andrews, Perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta; Gadjah Mada University Press, 2008, Hal.xiii Universitas Sumatera Utara dikenal juga dengan sistem mayoritas sederhana simple majority. Konsekuensinya, calon Kepala Daerah dapat memenangkan pemilukada walaupun hanya meraih kurang dari setengah suara jumlah pemilih sehingga legitimasinya sering dipersoalkan. b. Preferantial Voting System atau Aprroval Voting System Cara kerja system Preferantial Voting System atau Aprroval Voting System adalah pemilih memberikan peringkat pertama, kedua, ketiga dan seterusnya terhadap calon – calon kepala daerah yang ada pada saat pemilihan. Seorang calon akan otomatis memenangkan pemilukada langsung dan terpilih menjadi Kepala Daerah jika perolehan suaranya mencapai peringkat pertama terbesar. Sistem ini merupakan alat pengakomodasian dari sistem mayoritas sedehana simple majority namun dapat membingungkan proses penghitungan suara di setiap tempat pemungutan suara TPS sehingga proses penghitungan suara di tempat pemungutan suara mungkin harus dilakukan secara terpusat. c. Two Round System atau Run-Off System Cara kerja system two round ini, pemilihan dilakukan dengan dua putaran run off dengan catatan jika tidak ada calon yang memperoleh mayoritas absolute lebih dari 50 dari keseluruhan suara dalam pemilihan putaran pertama, maka dua pasangan calon Kepala Daerah dengan perolehan suara terbanyak harus melalui putaran kedua yang biasanya dilaksanakan beberapa waktu setelah pemilihan putaran pertama. Lazimnya, jumlah suara minimum yang harus diperoleh para calon pada pemilihan putaran pertama agar dapat melanjutkan pertarungan pada putaran kedua bervariasi, dari 20 sampai 30. Sistem ini paling popular dinegara – Negara demokrasi presidensial. d. Electoral College System Cara system electoral college adalah setiap daerah pemilihan kecamatan, dan gabungan Kecamatan untuk BupatiWalikota; KabupatenKota dan gabungan Universitas Sumatera Utara kabupatenkota untuk Gubernur diberikan alokasi atau bobot suara Dewan Pemilih electoral college sesuai dengan jumlah penduduk. Setelah pemilukada, keseluruhan jumlah suara yang diperoleh tiap calon di setiap daerah pemilihan dihitung. Pemenang di setiap daerah pemilihan berhak memperoleh keseluruhan suara Dewan Pemilih di daerah pemilihan yang bersangkutan. Calon yang memperoleh suara Dewan Pemilih terbesar akan memenangkan pemilukada langsung. Umumnya, calon yang berhasil memenangkan suara di daerah – daerah pemilihan dengan jumlah penduduk padat terpilih menjadi Kepala Daerah. e. Sistem Pemilihan Presiden Nigeria Seorang calon Kepala Daerah dinyatakan sebagai pemenang dalam pemilukada apabila calon bersangkutan dapat meraih suara mayoritas sederhana suara terbanyak di antara calon – calon yang ada dan minimum 25 dari sedikitnya 23 dua pertiga dari daerah pemilihan. System ini ditetapkan untuk menjamin bahwa Kepala Daerah terpilih memperoleh dukungan dari mayoritas penduduk yang tersebar di berbagai daerah pemilihan. 41 • Menggunakan mekanisme pemilihan umum yang teratur

1.5.3.3 Mekanisme Pemilihan Kepala Daerah

Mekanisme pemilihan kepala daerah disebut demokratis apabila memenuhi beberapa parameter. Mengutip pendapat Robert Dahl, Samuel Huntington 1993 dan Bingham Powel 1978, Afan Gaffar dan kawan – kawan mengatakan, parameter untuk mengamati terwujudnya demokrasi antara lain: • Memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan • Mekanisme rekrutmen dilakukan secara terbuka 41 Ibid Hal 248, 115-120 Universitas Sumatera Utara • Akuntabilitas publik. 42 Dibawah ini adalah penjelasan masing – masing parameter tersebut; • Pemilihan Umum Rekrutmen jabatan politik atau publik harus dilakukan dengan pemilihan umum yang diselenggarakan secara teratur dengan tenggang waktu yang jelas, kompetitif, jujur dan adil. Pemilihan umum merupakan gerbang pertama yang harus dilewati karena dengan pemilu, lembaga demokrasi dapat dibentuk. Kemudian setelah pemilihan biasanya orang akan melihat dan menilai seberapa besar pejabat publik terpilih memenuhi janji – janjinya. Penilaian terhadap kinerja pejabat politik itu akan digunakan sebagai bekal untuk memberikan ganjaran atau hukuman dalam pemilihan mendatang. Pejabat yang tidak dapat memenuhi janji – janjinya dan tidak menjaga moralitasnya akan dihukum dengan cara tidak dipilih, sebaliknya pejabat yang berkenaan dihati rakyat akan dipilih kembali oleh rakyat. • Rotasi Kekuasaan Rotasi kekuasaan juga merupakan parameter demokratis setidaknya suatu rekrutmen pejabat politik. Rotasi kekuasaan mengandalkan bahwa kekuasaan atau jabatan politik tidak boleh dan tidak bisa dipegang terus menerus oleh seseorang, seperti dalam sistem monarkhi. Artinya, kalau seseorang yang berkuasa terus menerus atau satu partai politik yang mengendalikan roda pemerintahan secara dominan dari waktu ke waktu, maka sistem itu kurang layak disebut demokratis. Dengan kata lain, demokrasi memberi peluang rotasi kekuasaan atau rotasi pejabat politik secara teratur dan damai dari seorang Kepala Daerah satu ke Kepala Daerah lain, dari satu partai politik ke partai politik lainnya. 42 Drs, H. Syaukani, HR, Prof. Dr. Afan Gaffar, MA, dan Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, MA, Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Kerjasama Pustaka Pelajar dan Pusat Kajian Etika Politik dan Pemerintah, Maret 2002, Hal.12-13 Universitas Sumatera Utara • Rekrutmen Terbuka Demokrasi membuka peluang untuk mengadakan kompetisi karena semua orang atau sekelompok mempunyai hak dan peluang yang sama. Oleh karena itu, dalam mengisi jabatan politik, seperti Kepala Daerah, sudah seharusnya peluang terbuka untuk semua orang yang memenuhi syarat, dengan kompetisi yang wajar sesuai dengan aturan yang telah disepakati. Di Negara – Negara totaliter dan otoriter, rekrutmen politik hanyalah merupakan domain dari seseorang atau sekelompok kecil orang. • Akuntabilitas Publik Para pemegang jabatan publik harus dapat mempertanggungjawaban kepada publik apa yang dilakukan baik sebagai pribadi maupun sebagai pejabat publik. Seorang Kepala Daerah atau pejabat politik lainnya harus dapat menjelaskan kepada publik mengapa memilih kebijakan A, bukannya kebijakan B, mengapa menaikkan pajak dari pada melakukan efisiensi dalam pemerintahan dan melakukan pemberatasan KKN. Apa yang mereka lakukan terbuka untuk dipertanyakan kepada publik. Demikian pula yang keluarga terdekatnya, sanak saudaranya, dan bahkan temen dekatnya seringkali dikaitkan dengan kedudukan atau posisi pejabat tersebut. Hal itu karena pejabat publik merupakan amanah dari masyarakat, maka ia harus dapat menjaga, memelihara dan bertanggungjawab dengan amanah tersebut. 43 Selain itu pemilukada langsung dapat disebut praktik politik demokratis apabila memenuhi beberapa prinsifil, yakni menggunakan azas – azas yang berlaku dalam rekrutment politik yang terbuka, seperti pemilu legisliatif DPR, DPD, DPRD dan pemilihan presiden dan wakil presiden, yakni azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil Luber dan Jurdil: 43 Joko J. Prihatmoko, Op. Cit., Hal.35-36 Universitas Sumatera Utara • Langsung Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. • Umum Pada dasarnya semua warga Negara yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan perundangan berhak mengikuti pemilukada. Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna yang menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga Negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial. • Bebas Setiap warga Negara yang berhak bebas memilih, menentukan pilihan tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Dalam melaksanakan haknya, setiap warga Negara dijamin keamanannya sehingga dapat memilih sesuai kehendak hati nurani dan kepentingannya. • Rahasia Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin dan pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dengan jalan apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapapun suaranya diberikan. • Jujur Dalam penyelenggaraan pemilukada, setiap pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pemilukada baik aparat pemerintah, calon peserta pemilukada, pengawas pemilukada, pemantau pemilukada, pemilih serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang – undangan, Universitas Sumatera Utara • Adil Dalam penyelenggaraan pemilukada, setiap pemilih dan calon peserta pemilukada mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecenderungan pihak manapun. 44 Berangkat dari uraian serta tujuan penelitian maupun kerangka teori diatas, maka jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan format deskriptif. Dengan maksud untuk menggambarkan, menjelaskan berbagai kondisi dan situasi yang terjadi antara variable yang ada. Adapun penelitian deskriptif meliputi pengumpulan data untuk di uji kebenarannya atau menjawab pertanyaan mengenai status terakhir dari subjek penelitian. Tipe yang paling umum dari penelitian ini adalah penelitian sikap, atau pendapat individu, organisasi, keadaan ataupun prosedur yang dikumpulkan melalui daftar pertanyaan, survei, wawancara atau observasi. 1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Jenis Penelitian 45 Populasi adalah seluruh objek yang terdiri dari manusia, benda, hewan, tumbu – tumbuhan, gejala, nilai, atau peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam penelitian.

1.6.2 Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah berada dikecamatan Siantar Selatan, kota Pematangsiantar. 1.6.3 Populasi dan Sampel 1.6.3.1 Populasi 46 44 Joko J. Prihatmoko, log,Cit., Hal.110-111 45 Mudrajad Kuncoro, Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, Jakarta; Erlangga, 2003, Hal 8 46 Burhan bugin, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta; Predana Media, 2005, Hal 105 Universitas Sumatera Utara Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang ada di Kecamatan Siantar Selatan yang terdaftar sebagai pemilih, tetapi tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilukada Kota Pematangsiantar 2010 yaitu sebanyak 3.421 orang dari keseluruhan jumlah populasi 13.251 orang.

1.6.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi dengan menggunakan cara tertentu. Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah masyarakat Kecamatan Siantar Selatan yang terdaftar sebagai pemilih tetap tetapi tidak menggunakan hak pilihnya. Dalam menentukan jumlah sampel untuk kuesioner, penulis menggunakan rumus Taro Yamane 47 n = N d 2 + 1 Keterangan : n : Jumlah sampel N: Jumlah populasi DPT yang tidak menggunakan hak pilih d: Presisi 10 dengan tingkat kepercayaan 90 Tingkat presisi yang dimaksud disini adalah rentang di mana nilai sebenarnya dari populasi yang diperkirakan. Sering juga disebut kesalahan sampling. Semakin besar tingkat kesalahan yang ditoleransi maka semakin kecil jumlah sampel yang diambil. Dan sebaliknya semakin kecil tingkat kesalahan yang ditoleransi, maka semakin besar mendekati populasi sampel yang harus diambil. Dari rumus diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : , sebagai berikut; N 47 Rakhmat, Jalaluddin, Metode Penelitian komunikasi, Bandung ; Remaja Rosdakarya, 1991, Hal. 81 Universitas Sumatera Utara 3421 n = 34210.01+1 3421 n = 35,21 n = 97,15 orang maka jumlah sampel yang digunakan adalah 97orang Sedangkan untuk menentukan responden yang berhak dijadikan sampel digunakan proporsional sampling. Penggunaan teknik ini dilakukan dengan menyeleksi setiap unit sampel yang sesuai dengan ukuran unit sampel dan untuk memungkinkan member peluang kepada populasi yang lebih kecil untuk tetap dipilih sebagai sampel. 48 48 Jonathan, Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2006, Hal.115 Maka digunakanlah rumus N= n1nn Keterangan : N: jumlah populasi n1: jumlah DPT yang tidak menggunakan hak pilihkelurahan n: jumlah sampel Universitas Sumatera Utara Table 1.1: Jumlah Responden dari Seluruh Kelurahan No Kelurahan Masyarakat yang terdaftar dalam DPT Masyarakat yang menggunakan hak pilihnya Masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya 1 Toba 1742 1295 447 2 Karo 2518 1885 633 3 Simalungun 2439 1550 889 4 Kristen 1602 1139 463 5 Martimbang 2373 2001 372 6 Aek Nauli 2577 1960 617 Jumlah 13251 9830 3421 Sumber : KPU Kota Pematang Siantar Dari rumus diatas, maka dapat diperoleh jumlah sampel per kelurahan yaitu : 1. Kelurahan Toba : 447 x 100 3421 = 13 orang 2. Kelurahan Karo : 633 x 100 3421 = 18 orang 3. Kelurahan Simalungun : 889 x 100 3421 = 25 orang 4. Kelurahan Kristen : 463 x 100 3421 = 13 orang 5. Kelurahan Martimbang : 372 x 100 3421 = 10 orang 6. Kelurahan Aek Nauli : 617 x 100 3421 = 18 orang Jumlah 97 orang Universitas Sumatera Utara Keuntungan dalam menggunakan proporsional sampling ini adalah aspek representatifnya lebih meyakinkan sesuai sifat – sifat yang membentuk dasar unit – unit yang mengklasifikasikannya, sehingga mengurangi keanekaragaman.

1.6.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data, ataupun informasi – informasi, keterangan dan fakta – fakta yang diperlukan untuk proses penelitian, peneliti menggunakan teknik penelitian data sebagai berikut : • Penelitian kepustakaan, yaitu dengan mempelajari buku – buku, peraturan – peraturan, laporan – laporan, dokumen – dokumen serta bahan – bahan terkait lainnya yang berhubungan dan dapat membantu dalam proses penyelesaian penelitian ini. • Penelitian lapangan, yaitu pengumpulan data dengan terjun langsung ke lokasi tempat penelitian dilaksanakan, dengan menggunakan metode kuesioner tertutup angket dan wawancara apabila diperlukan.

1.6.5 Teknik analisis Data

Teknik yang digunakan untuk menganalisa dalam penelitian ini adalah dengan analisa deskriptif kualitatif. Data yang telah diperoleh sebelumnya dilapangan, baik data primer maupun data sekunder akan dikaji dalam bentuk table dan uraian dengan menggunakan teori – teori yang berhubungan dengan masing – masing variabel, yang kemudian akan diperoleh suatu kesimpulan yang mampu menjawab pertanyaan penelitian ini.

1.6.6 Defenisi Konsep

Konsep adalah unsur penelitian yang penting dalam penelitian dan merupakan defenisi yang dipakai para peneliti untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena sosial. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kesalahan atau makna ganda dari defenisi konsep yang ada. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan judul penelitian dan rumusan masalah yang telah dipilih oleh peneliti, maka yang menjadi defenisi konsep dalam penelitian ini adalah: 1. Perilaku Tidak Memilih Perilaku tidak memilih adalah suatu sikap politik yang tidak menggunakan hak pilihnya pada saat hari H pemilihan umum karena dipengaruhi beberapa faktor. 2. Pemilihan Umum Kepala Daerah Pemilihan mum kepala daerah merupakan salah satu sarana atau alat bagi masyarakat untuk memberikan dukungan dengan menempatkan orang – orang yang memiliki kemampuan untuk dapat duduk di pemerintahan sebagai wakil dari masyarakat.

1.6.7 Defenisi Operasional

Pada dasarnya adalah bagaimana mengukur suatu variabel, sehingga dapat diketahui indicator apa saja yang melekat dalam variabel sebagai pendukung untuk dianalisis ke dalam variabel tersebut Berikut ini dapat diuraikan variabel yang diteliti beserta indikator – indikator yang dipakai sebagai alat pengukurnya: 1. Perilaku Tidak Memilih - Faktor Psikologis, dengan indikatornya ciri – ciri kepribadian seseorang dan orientasi kepribadian seseorang terhadap pemilu umum kepala daerah. - Faktor Latar Belakang Status Sosial-Ekonomi, dengan indikatornya: tingkat pekerjaan, tingkat pemdapatan. a. Tingkat pendidikan, dengan indikatornya: Pendidikan formal yaitu pendidikan yang diperoleh melalui pendidikan yang penyelenggaraannya berjenjang. Jenjang pendidikan formal terdiri dari : Universitas Sumatera Utara 1. Jenjang pendidikan dasar meliputi sekolah dasar SD, sekolah luar biasa SLB tingkat dasar, dan sekolah menengah pertama SMP 2. Jenjang pendidikan menengah meliputi sekolah menengah atas SMA sederajat 3. Jenjang pendidikan tinggi meliputi program gelar mencakup pendidikan sarjana dan pendidikan diploma. b. Tingkat Pekerjaan Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat sebagai mata pencaharian hidupnya, baik itu pekerjaan tetap maupun pekerjaan sampingan. - Faktor kepercayaan politik, dengan indikatornya tidak mempunyai pilihan dalam pemilu, bentuk protes kepada pemerintah, kekecewaan terhadap kinerja pemerintah, kepercayaan terhadap pemerintah. Berkaitan dengan kebijakan pemerintah, dengan indikatornya individu memiliki kepentingan langsung dengan kebijakan yang dibuat pemerintah. - Faktor sistem politik, dengan indikatornya tidak adanya kebebasan bagi masyarakat untuk menentukan sendiri pilihan politik. - Sistem Pemilihan Umum, dengan indikator : intensitas megikuti kempanye

1.6.8 Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini akan disajikan penulis kedalam IV Bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut ; BAB I : PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teori penelitian dan Metodologi penelitian, Universitas Sumatera Utara BAB II : DESKRIPSI DAN LOKASI PENELITIAN Akan menggambarkan segala sesuatu mengenai objek penelitian yaitu gambaran umum wilayah Kecamatan Siantar Selatan yang dilihat dari geografis dan luas wilayah, komposisi kependudukan, perekonomian masyarakat, sarana dan prasarana serta struktur organisasi dan personalia. BAB III : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS Bab ini akan berisikan tentang penyajian data dan fakta yang didapat dari lapangan yang diperoleh dari kuesioner yang telah diberikan kepada responden serta pembahasan dan analisis dari fakta dan data tersebut. BAB IV ; PENUTUP Bab ini akan mencakup kesimpulan dan saran – saran yang diperoleh dari hasil penelitian, yang mencakup dari keseluruhan bab yang telah dibahas. Universitas Sumatera Utara

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

2.1 Sejarah Kecamatan Siantar Selatan

Sebagai tindak lanjut dari pasal 8 UU No. 5 tahun 1974, lahirlah UU No. 5 tahun 1979 yang mengatur Pemerintahan DesaKelurahan dimana salah satu pasal dalam UU No. 5 Tahun 1979 tersebut menyatakan bahwa setiap DesaKelurahan berada dibawah CamatKecamatan. Sebelum terbentuknya Wilayah Kecamatan, Desa langsung berada di bawah Pemerintahan Kotamadya. Dengan dasar inilah dibutuhkan suatu pemikiran bahwa untuk membentuk suatu Pemerintahan Kecamatan harus berdasarkan Peraturan Daerah. Untuk mencapai hal tersebut Walikotamadya Pematangsiantar mengajukan usul Raperda kepada DPRD Kotamadya Pematangsiantar tentang pembentukan wilayah kecamatan. Dengan disahkannya Raperda tersebut menjadi Perda Kota Pematangsiantar sehingga dengan demikian terbentuklah 4 rmpat Wilayah Kecamatan di Kotamadya Pematangsiantar dengan sebutan Koordinator Kecamatan. Tindak lanjut dari Perda tersebut lahirlah Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 1982, tanggal 21 Oktober 1982, yang menetapkan Koordinator Kecamatan menjadi Wilayah Kecamatan, yaitu : 1. Kecamatan Siantar Utara 2. Kecamatan Siantar Timur 3. Kecamatan Siantar Selatan 4. Kecamatan Siantar Barat Universitas Sumatera Utara Wilayah Kecamatan ini diresmikan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Sumatera Utara pada tanggal 28 Maret 1982. Dimana ditetapkan Kecamatan Siantar Selatan membawahi 8 delapan kelurahan, yaitu: 1. Kelurahan Simalungun 2. Kelurahan Karo 3. Kelurahan Toba 4. Kelurahan Kristen 5. Kelurahan Martimbang 6. Kelurahan Aek Nauli 7. Kelurahan Sukamaju 8. Kelurahan Pardamean Seiring dengan kemajuan zaman dan pertambahan jumlah Penduduk di Kotamadya Daerah Tk.II Pematang Siantar, diusulkanlah rencana Pemekaran Kotamadya Daerah Tk.II Pematang Siantar dari 4 empat Kecamatan menjadi 6 enam Kecamatan, yaitu : 1. Kecamatan Siantar Utara 2. Kecamatan Siantar Timur 3. Kecamatan Siantar Selatan 4. Kecamatan Siantar Barat 5. Kecamatan Siantar Marihat 6. Kecamatan Siantar Martoba Dengan Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 1986 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tk.II Pematang Siantar, yang peresmiannya dilaksanakan oleh Gubernur Daerah Tk.I Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 18 Mei 1987 dengan Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tk.II Pematang Siantar No. : 13631341987, tentang Perubahan Struktur Pemerintahan Kotamadya Daerah Tk.II Pematang Siantar dari 4 empat Kecamatan menjadi 6 enam Kecamatan. Akibat dari Pemekaran Kotamadya Daerah Tk.II Pematang Universitas Sumatera Utara Siantar tersebut maka Wilayah Kecamatan Siantar Selatan yang sebelumnya terdiri dari 8 delapan Kelurahan berkurang menjadi 6 enam Kelurahan, yaitu : 1. Kelurahan Simalungun 2. Kelurahan Karo 3. Kelurahan Toba 4. Kelurahan Kristen 5. Kelurahan Martimbang 6. Aek Nauli Sedangkan 2 dua Kelurahan yang lain, yaitu Kelurahan Sukamaju dan Kelurahan Pardamean masuk menjadi Wilayah Kecamatan Siantar Marihat.

2.2 Letak Geografis dan Demografi