rakyat. Kedua, lembaga peradilan yang tidak dapat berfungsi secara maksimal, Ketiga, tingginya angka praktek – praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang
dilakukan oleh pemerintah. Kelima, banyaknya kebijakan politik pemerintah yang tidak kondusif dan kurang membangun dan lain – lain.
e. Faktor Sistem Pemilihan Umum
Keputusan seseorang untuk tidak memilih dapat juga dipengaruhi oleh persepsi dan evaluasi terhadap sistem dan penyelenggaraan pemilu ataupun
pemilukada. Dengan sistem pemilu ataupun pemilukada yang dinilai tidak jelas dan tidak akan menjanjikan perubahan apapun. Pemilu maupun pemilukada
hanyalah sebagai simbol demokrasi semata, namun pemilu maupun pemilukada itu sendiri tidak dijalankan dengan semangat dan cara – cara demokratis. Dimana
pada saat ini fungsi pemilu maupun pemilukada cenderung sebagai alat yang memproduksi kekuasaan dari pada implementasi kehidupan berdemokrasi. Yang
dapat diartikan bahwa pemilu maupun pemilukada lebih dimaknai sebagai sarana untuk mempertahankan status quo penguasa dibandimgkan sebagai sarana untuk
melakukan perubahan maupun perbaikan politik.
32
f. Faktor Budaya
Almond dan Verba mendefenisikan budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas dari setiap warga Negara terhadap system politik dan aneka
ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga Negara yang ada didalam sistem itu.
33
32
Muhammad Asfar, Op. Cit, Hal.42
33
Leo Suryadinata, Golkar dan Militer, Study tentang Ilmu Politik, Jakarta : LP3ES. 1992, Hal. 4 - 5
Budaya politik merupakan system nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Namun setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya
politiknya seperti masyarakat umum dan para elit. Indonesia adalah sebuah Negara yang multi etnis dan multi agama dengan penduduk kurang lebih 250 juta
orang, dimana kelompok etnis terbesar adalah suku jawa yang jumlahnya hampir mendekati 50 dari jumlah penduduk keseluruhan. Kehidupan manusia didalam
Universitas Sumatera Utara
masyarakat memiliki peranan penting dalam system politik suatu Negara. Manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial senantiasa akan
berinteraksi dengan manusia lain untuk berinteraksi dalam upaya mewujudkan kebutuhan hidupnya.
Selain faktor – faktor diatas, Lipset membagi faktor – faktor yang mempengaruhi kehadiran dan ketidakhadiran pemilih ke dalam empat katagori,
yaitu : 1.
Berkaitan dengan kebijakan pemerintah Kelompok yang mempunyai kepentingan secara langsung dengan kebijakan
pemerintah, seperti pegawai negeri, para pensiunan, petani dan semacamnya, menunjukkan tingkat kehadiran yang lebih tinggi dibandingkan kelompok yang
tidak mempunyai kepentingan secara langsung dengan kebijakan pemerintah, seperti kaum buruh, buruh tani, buruh bangunan dan lain – lain.
2. Akses terhadap informasi
Seseorang yang mempunyai akses terhadap informasi yang lebih lengkap akan cenderung tinggi tingkat kehadirannya. Akses informasi ini biasanya berkaitan
dengan tingkat pendidikan, disamping keterlibatannya dalam organisasi – organisasi sosial kemasyarakatan.
3. Berkaitan dengan tekanan kelompok tertentu
Jika tekanan yang berasal dari kelompok tertentu untuk tidak memilih begitu kuat dan calon pemilih terpengaruh, maka hal ini akan disikapi dengan tidak hadir
dalam pemilu maupun pemilukada. 4.
Berkaitan dengan adanya tekanan menyilang cross pressure
Universitas Sumatera Utara
Ketika seseorang ditekan untuk memilih partai yang berbeda, mereka mungkin menyelesaikan konflik ini dengan menarik diri sama sekali dalam pemilihan
umum maupun pemilihan umum kepala daerah.
5. Bentuk – Bentuk Perilaku Tidak Memilih atau Golongan Putih
Ada beberapa katagori disebut pemilih resmi yang ditentukan oleh pemerintah. Diantaranya ada dua kategori yang relevan, yaitu katagori suara tidak
sah dan katagori yang tidak menggunakan hak pilihnya. Dalam banyak media massa dua katagori ini dijadikan satu, dan tidak memilih atau golput dinyatakan
termasuk didalamnya
34
Pemilihan umum maupun pemilihan umum kepada daerah merupakan suatu proses dalam mencari pemimpin baru yang berkualitas dan sesuai dengan pilihan
rakyat yang menjadi terdelegitimasikan oleh aksi mogok dan aksi apatis masyarakat untuk tidak memilih. Artinya, siapapun calon pemimpin pilihan rakyat
belum menunjukkan keinginan mayoritas warga. Pada umumnya perilaku tidak memilih seperti ini disebut dengan perilaku tidak memilih pasif atau golput pasif,
yaitu tidak dating ke Tempat Pemungutan Suara TPS karena dorongan pribadi dan untuk diri sendiri tanpa berusaha mempengaruhi orang lain.
. Sehingga saya dapat menyimpulkan bahwa ada dua jenis perilaku orang yang tidak menggunakan hak pilihnya atau golput, yaitu: Pertama
orang yang tidak menggunakan hak pilih suaranya secara tidak sengaja, yang terdiri dari suara tidak sah. Kedua, orang yang tidak menggunakan hak pilih
suaranya secara sengaja, yaitu pemilih yang sengaja secara sadar tidak ingin menggunakan hak pilih suaranya.
Dibalik dari tindakan atau sikap seseorang untuk tidak memilih, setidaknya terdapat dua kecenderungan, yaitu:
a. Bentuk Penolakan Politik
34
Mariam Budiarjo. Log.Cit.
Universitas Sumatera Utara
b. Bentuk Pembangkangan Sipil Motif tidak memilih katagori ini bukan sekedar apatisme, melainkan sebuah
kritik. Reproduksi wacana untuk tidak menggunakan hak pilih atau golput menjadi sarana kritik dan ruang koreksi bagi laju demokrasi bangsa. Hal ini
karena suatu tindakan yang memutuskan untuk tidak memilih didasarkan pada penilaian – penilaian terhadap para elite politik.
35
Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan
1.5.2 Partai Politik
Banyak dafenisi tentang partai politik, berikut adalah beberapa defenisi partai politik menurut para ahli:
1. Menurut Miriam Budhiarjo Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota –
anggotanya mempunyai orientasi, nilai – nilai dan cita – cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan
politik melalui cara konstitusional untuk melaksanakan kebijaksanaan yang mereka miliki.
2. Menurut R.H. Soltau Partai politik adalah sekelompok warga yang sedikit banyak terorganisir,
yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan menguasai pemerintahan dan
melaksanakan kebijaksanaan umum mereka. 3. Menurut Carl J. Friedrich
35
http:hampala.multiply.comjournalitem1998, diakses pada tanggal 14 Mei 2012 pukul 21.30WIB.
Universitas Sumatera Utara
bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materiil.
36
Pemilihan umum adalah pasar politik tempat individu masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak soasial perjanjian masyarakat antara
peserta pemilihan umum partai politik dengan pemilih rakyat yang memiliki hak pilih setelah terlebih dahulu melakukan serangkaian aktivitas politik yang
meliputi kampanye, propaganda, iklan politik melalui media massa cetak, audio radio maupun audio visual televisi serta media lainnya seperti; spanduk,
pamflet, selebaran bahkan komunikasi antara pribadi yang berbentuk face to face tatap muka atau lobby yang berisi penyampaian pesan mengenai program,
platform, asas, ideology serta janji politik lainnya guna meyakinkan pemilih sehingga pada waktu dilaksanakannya pemilihan umum dapat menentukan
pilihannya terhadap salah satu partai politik yang menjadi peserta pemilihan umum untuk mewakilinya dalam badan legislative maupun eksekutif.
1.5.3 Pemilihan Umum
37
36
A. Rahman H. I, Sistem Politik Indonesia, Yongyakarta, Graha Ilmu 2007, Hal.102
37
Ibid Hal 147
1.5.3.1 Pemilihan umum kepala daerah
Pemilihan umum kepala daerah langsung pemilukada langsung merupakan salah satu jalan keluar terbaik untuk mencairkan kebekuan demokrasi.
Kekuatan pemilukada langsung terletak pada pembentukan dan implikasi legitimasi tersendiri sehingga harus dipilih sendiri oleh rakyat. Mereka juga wajib
bertanggungjawab kepada rakyat. Dengan pemilihan terpisah dari DPRD, kepala daerah memiliki kekuatan yang seimbang dengan DPRD sehingga mekanisme
check and balance niscaya akan dapat bekerja dengan baik. Kepala daerah dituntut mengoptimalkan fungsi pemerintahan daerah protective, public service,
development.
Universitas Sumatera Utara
Pemilukada langsung tidak dengan sendirinya menjamin taken for granted peningkatan kualitas demokrasi itu sendiri tetapi jelas membuka akses
terhadap peningkatan kualitas demokrasi tersebut. Akses itu berarti berfungsinya mekanisme check and balance. Dimensi check and balance meliputi hubungan
kepala daerah dengan rakyat, DPRD dengan rakyat, kepala daerah dengan DPRD, DPRD dengan kepala daerah tetapi juga kepala daerah dan DPRD dengan
lembaga yudikatif dan Pemerintah daerah dengan Pemerintah Pusat.
38
Pemilihan umum kepala daerah langsung merupakan pemilihan Kepala Daerah Wakil Kepala Daerah secara langsung oleh masyarakat yang dilaksanakan
secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil melalui pemungutan suara. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah memiliki
peran yang sangat strategis dalam rangka pengembangan kehidupan demokratis, keadilan, pemerataan, kesejahteraan masyarakat, memelihara hubungan yang
serasi antara pemerintahan dan Daerah serta antar daerah untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Gubernur dan Wakil Gubernur untuk Provinsi, Bupati dan Wakil Bupati untuk Kabupaten, serta
Walikota dan Wakil Walikota untuk kota.
39
David Easton menyatakan bahwa suatu sistem selalu memiliki sekurangnya tiga sifat. Ketiga sifat itu adalah 1 terdiri dari banyak bagian –
bagian ; 2 bagian – bagian itu saling berinteraksi dan saling tergantung; dan 3
1.5.3.2 Sistem dan Mekanisme Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Langsung
38
Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005164-165.
39
Dikutip dari Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.6 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Universitas Sumatera Utara
mempunyai perbatasan boundaries yang memisahkannya dari ligkungannya yang juga terdiri dari system – system lain.
40
a. First Past The Post System
Sebagai suatu sistem, sistem pemilukada langsung mempunyai bagian – bagian yang merupakan sistem sekunder secondary system atau sub – sub sistem
subsystems. Bagian – bagian tersebut adalah electoral regulation, electoral process, dan electoral law enforcement. Electoral regulation adalah segala
ketentuan atau aturan mengenai pemilukada langsung yang berlaku, bersifat mengikat dan menjadi pedoman bagi penyelenggara, calon dan pemilih dalam
melaksanakan peran dan fungsi masing – masing. Electoral process merupakan seluruh kegiatan yang terkait secara langsung dengan pilkada yang merujuk pada
ketentuan perundang – undangan baik yang bersifat legal maupun teknikal. Electoral law enforcement yaitu penegakan hokum terhadap aturan – aturan
pemilukada baik politis, administratif atau pidana. Ketiga bagian pemilikada langsung tersebut sangat menentukan sejauh mana kapasitas system dapat
menjembatani pencapaian tujuan dari proses awalnya. Masing – masing bagian tidak dapat dipisah – pisahkan karena merupakan satu kesatuan utuh yang
komplementer. System pemilihan adalah suatu mekanisme atau tata cara untuk
menentukan pasangan calon yang berhak menduduki jabatan kepala daerah wakil kepala daerah. Kualitas kompetisi dalam pemilukada langsung dapat dilihat
dari system pemilihan yang digunakan. Ada 5 lima sistem dalam pemilihan umum kepala daerah langsung, yaitu;
System first past the post ini dikenal sebagai system yang sederhana dan efisien. Calon Kepala Daerah yang memperoleh suara terbanyak otomatis
memenangkan pilkada dan menduduki kursi Kepala daerah. Karenanya system ini
40
Mohtar Mas’oed Colin Mac Andrews, Perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta; Gadjah Mada University Press, 2008, Hal.xiii
Universitas Sumatera Utara
dikenal juga dengan sistem mayoritas sederhana simple majority. Konsekuensinya, calon Kepala Daerah dapat memenangkan pemilukada walaupun
hanya meraih kurang dari setengah suara jumlah pemilih sehingga legitimasinya sering dipersoalkan.
b. Preferantial Voting System atau Aprroval Voting System
Cara kerja system Preferantial Voting System atau Aprroval Voting System adalah pemilih memberikan peringkat pertama, kedua, ketiga dan seterusnya
terhadap calon – calon kepala daerah yang ada pada saat pemilihan. Seorang calon akan otomatis memenangkan pemilukada langsung dan terpilih menjadi Kepala
Daerah jika perolehan suaranya mencapai peringkat pertama terbesar. Sistem ini merupakan alat pengakomodasian dari sistem mayoritas sedehana simple
majority namun dapat membingungkan proses penghitungan suara di setiap tempat pemungutan suara TPS sehingga proses penghitungan suara di tempat
pemungutan suara mungkin harus dilakukan secara terpusat. c.
Two Round System atau Run-Off System Cara kerja system two round ini, pemilihan dilakukan dengan dua putaran run
off dengan catatan jika tidak ada calon yang memperoleh mayoritas absolute lebih dari 50 dari keseluruhan suara dalam pemilihan putaran pertama, maka
dua pasangan calon Kepala Daerah dengan perolehan suara terbanyak harus melalui putaran kedua yang biasanya dilaksanakan beberapa waktu setelah
pemilihan putaran pertama. Lazimnya, jumlah suara minimum yang harus diperoleh para calon pada pemilihan putaran pertama agar dapat melanjutkan
pertarungan pada putaran kedua bervariasi, dari 20 sampai 30. Sistem ini paling popular dinegara – Negara demokrasi presidensial.
d. Electoral College System
Cara system electoral college adalah setiap daerah pemilihan kecamatan, dan gabungan Kecamatan untuk BupatiWalikota; KabupatenKota dan gabungan
Universitas Sumatera Utara
kabupatenkota untuk Gubernur diberikan alokasi atau bobot suara Dewan Pemilih electoral college sesuai dengan jumlah penduduk. Setelah pemilukada,
keseluruhan jumlah suara yang diperoleh tiap calon di setiap daerah pemilihan dihitung. Pemenang di setiap daerah pemilihan berhak memperoleh keseluruhan
suara Dewan Pemilih di daerah pemilihan yang bersangkutan. Calon yang memperoleh suara Dewan Pemilih terbesar akan memenangkan pemilukada
langsung. Umumnya, calon yang berhasil memenangkan suara di daerah – daerah pemilihan dengan jumlah penduduk padat terpilih menjadi Kepala Daerah.
e. Sistem Pemilihan Presiden Nigeria
Seorang calon Kepala Daerah dinyatakan sebagai pemenang dalam pemilukada apabila calon bersangkutan dapat meraih suara mayoritas sederhana
suara terbanyak di antara calon – calon yang ada dan minimum 25 dari sedikitnya 23 dua pertiga dari daerah pemilihan. System ini ditetapkan untuk
menjamin bahwa Kepala Daerah terpilih memperoleh dukungan dari mayoritas penduduk yang tersebar di berbagai daerah pemilihan.
41
• Menggunakan mekanisme pemilihan umum yang teratur
1.5.3.3 Mekanisme Pemilihan Kepala Daerah
Mekanisme pemilihan kepala daerah disebut demokratis apabila memenuhi beberapa parameter. Mengutip pendapat Robert Dahl, Samuel
Huntington 1993 dan Bingham Powel 1978, Afan Gaffar dan kawan – kawan mengatakan, parameter untuk mengamati terwujudnya demokrasi antara lain:
• Memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan • Mekanisme rekrutmen dilakukan secara terbuka
41
Ibid Hal 248, 115-120
Universitas Sumatera Utara
• Akuntabilitas publik.
42
Dibawah ini adalah penjelasan masing – masing parameter tersebut; • Pemilihan Umum
Rekrutmen jabatan politik atau publik harus dilakukan dengan pemilihan umum yang diselenggarakan secara teratur dengan tenggang waktu yang
jelas, kompetitif, jujur dan adil. Pemilihan umum merupakan gerbang pertama yang harus dilewati karena dengan pemilu, lembaga demokrasi
dapat dibentuk. Kemudian setelah pemilihan biasanya orang akan melihat dan menilai seberapa besar pejabat publik terpilih memenuhi janji –
janjinya. Penilaian terhadap kinerja pejabat politik itu akan digunakan sebagai bekal untuk memberikan ganjaran atau hukuman dalam pemilihan
mendatang. Pejabat yang tidak dapat memenuhi janji – janjinya dan tidak menjaga moralitasnya akan dihukum dengan cara tidak dipilih, sebaliknya
pejabat yang berkenaan dihati rakyat akan dipilih kembali oleh rakyat. • Rotasi Kekuasaan
Rotasi kekuasaan juga merupakan parameter demokratis setidaknya suatu rekrutmen pejabat politik. Rotasi kekuasaan mengandalkan bahwa
kekuasaan atau jabatan politik tidak boleh dan tidak bisa dipegang terus menerus oleh seseorang, seperti dalam sistem monarkhi. Artinya, kalau
seseorang yang berkuasa terus menerus atau satu partai politik yang mengendalikan roda pemerintahan secara dominan dari waktu ke waktu,
maka sistem itu kurang layak disebut demokratis. Dengan kata lain, demokrasi memberi peluang rotasi kekuasaan atau rotasi pejabat politik
secara teratur dan damai dari seorang Kepala Daerah satu ke Kepala Daerah lain, dari satu partai politik ke partai politik lainnya.
42
Drs, H. Syaukani, HR, Prof. Dr. Afan Gaffar, MA, dan Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, MA, Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Kerjasama Pustaka Pelajar dan Pusat Kajian Etika Politik dan
Pemerintah, Maret 2002, Hal.12-13
Universitas Sumatera Utara
• Rekrutmen Terbuka Demokrasi membuka peluang untuk mengadakan kompetisi karena semua
orang atau sekelompok mempunyai hak dan peluang yang sama. Oleh karena itu, dalam mengisi jabatan politik, seperti Kepala Daerah, sudah
seharusnya peluang terbuka untuk semua orang yang memenuhi syarat, dengan kompetisi yang wajar sesuai dengan aturan yang telah disepakati.
Di Negara – Negara totaliter dan otoriter, rekrutmen politik hanyalah merupakan domain dari seseorang atau sekelompok kecil orang.
• Akuntabilitas Publik Para pemegang jabatan publik harus dapat mempertanggungjawaban
kepada publik apa yang dilakukan baik sebagai pribadi maupun sebagai pejabat publik. Seorang Kepala Daerah atau pejabat politik lainnya harus
dapat menjelaskan kepada publik mengapa memilih kebijakan A, bukannya kebijakan B, mengapa menaikkan pajak dari pada melakukan
efisiensi dalam pemerintahan dan melakukan pemberatasan KKN. Apa yang mereka lakukan terbuka untuk dipertanyakan kepada publik.
Demikian pula yang keluarga terdekatnya, sanak saudaranya, dan bahkan temen dekatnya seringkali dikaitkan dengan kedudukan atau posisi pejabat
tersebut. Hal itu karena pejabat publik merupakan amanah dari masyarakat, maka ia harus dapat menjaga, memelihara dan
bertanggungjawab dengan amanah tersebut.
43
Selain itu pemilukada langsung dapat disebut praktik politik demokratis apabila memenuhi beberapa prinsifil, yakni menggunakan azas – azas yang
berlaku dalam rekrutment politik yang terbuka, seperti pemilu legisliatif DPR, DPD, DPRD dan pemilihan presiden dan wakil presiden, yakni azas langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil Luber dan Jurdil:
43
Joko J. Prihatmoko, Op. Cit., Hal.35-36
Universitas Sumatera Utara
• Langsung Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya
secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. • Umum
Pada dasarnya semua warga Negara yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan perundangan berhak mengikuti pemilukada. Pemilihan
yang bersifat umum mengandung makna yang menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga Negara, tanpa diskriminasi
berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial.
• Bebas Setiap warga Negara yang berhak bebas memilih, menentukan pilihan
tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Dalam melaksanakan haknya, setiap warga Negara dijamin keamanannya sehingga dapat memilih sesuai
kehendak hati nurani dan kepentingannya. • Rahasia
Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin dan pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dengan jalan apapun. Pemilih memberikan
suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapapun suaranya diberikan.
• Jujur Dalam penyelenggaraan pemilukada, setiap pihak yang terlibat dalam
pelaksanaan pemilukada baik aparat pemerintah, calon peserta pemilukada, pengawas pemilukada, pemantau pemilukada, pemilih serta
semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang – undangan,
Universitas Sumatera Utara
• Adil Dalam penyelenggaraan pemilukada, setiap pemilih dan calon peserta
pemilukada mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecenderungan pihak manapun.
44
Berangkat dari uraian serta tujuan penelitian maupun kerangka teori diatas, maka jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
kualitatif dengan format deskriptif. Dengan maksud untuk menggambarkan, menjelaskan berbagai kondisi dan situasi yang terjadi antara variable yang ada.
Adapun penelitian deskriptif meliputi pengumpulan data untuk di uji kebenarannya atau menjawab pertanyaan mengenai status terakhir dari subjek
penelitian. Tipe yang paling umum dari penelitian ini adalah penelitian sikap, atau pendapat individu, organisasi, keadaan ataupun prosedur yang dikumpulkan
melalui daftar pertanyaan, survei, wawancara atau observasi.
1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Jenis Penelitian
45
Populasi adalah seluruh objek yang terdiri dari manusia, benda, hewan, tumbu – tumbuhan, gejala, nilai, atau peristiwa sebagai sumber data yang
memiliki karakteristik tertentu dalam penelitian.
1.6.2 Lokasi Penelitian
Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah berada dikecamatan Siantar Selatan, kota Pematangsiantar.
1.6.3 Populasi dan Sampel 1.6.3.1 Populasi
46
44
Joko J. Prihatmoko, log,Cit., Hal.110-111
45
Mudrajad Kuncoro, Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, Jakarta; Erlangga, 2003, Hal 8
46
Burhan bugin, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta; Predana Media, 2005, Hal 105
Universitas Sumatera Utara
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang ada di Kecamatan Siantar Selatan yang terdaftar sebagai pemilih, tetapi tidak
menggunakan hak pilihnya pada pemilukada Kota Pematangsiantar 2010 yaitu sebanyak 3.421 orang dari keseluruhan jumlah populasi 13.251 orang.
1.6.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi dengan menggunakan cara tertentu. Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah masyarakat
Kecamatan Siantar Selatan yang terdaftar sebagai pemilih tetap tetapi tidak menggunakan hak pilihnya. Dalam menentukan jumlah sampel untuk kuesioner,
penulis menggunakan rumus Taro Yamane
47
n =
N d
2
+ 1
Keterangan : n : Jumlah sampel
N: Jumlah populasi DPT yang tidak menggunakan hak pilih d: Presisi 10 dengan tingkat kepercayaan 90
Tingkat presisi yang dimaksud disini adalah rentang di mana nilai sebenarnya dari populasi yang diperkirakan. Sering juga disebut kesalahan sampling. Semakin
besar tingkat kesalahan yang ditoleransi maka semakin kecil jumlah sampel yang diambil. Dan sebaliknya semakin kecil tingkat kesalahan yang ditoleransi, maka
semakin besar mendekati populasi sampel yang harus diambil. Dari rumus diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
, sebagai berikut; N
47
Rakhmat, Jalaluddin, Metode Penelitian komunikasi, Bandung ; Remaja Rosdakarya, 1991, Hal. 81
Universitas Sumatera Utara
3421 n =
34210.01+1 3421
n = 35,21
n = 97,15 orang maka jumlah sampel yang digunakan adalah 97orang
Sedangkan untuk menentukan responden yang berhak dijadikan sampel digunakan proporsional sampling. Penggunaan teknik ini dilakukan dengan
menyeleksi setiap unit sampel yang sesuai dengan ukuran unit sampel dan untuk memungkinkan member peluang kepada populasi yang lebih kecil untuk tetap
dipilih sebagai sampel.
48
48
Jonathan, Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2006, Hal.115
Maka digunakanlah rumus N= n1nn
Keterangan : N: jumlah populasi
n1: jumlah DPT yang tidak menggunakan hak pilihkelurahan n: jumlah sampel
Universitas Sumatera Utara
Table 1.1: Jumlah Responden dari Seluruh Kelurahan
No Kelurahan
Masyarakat yang terdaftar
dalam DPT Masyarakat
yang menggunakan
hak pilihnya Masyarakat
yang tidak menggunakan
hak pilihnya 1
Toba 1742
1295 447
2 Karo
2518 1885
633 3
Simalungun 2439
1550 889
4 Kristen
1602 1139
463 5
Martimbang 2373
2001 372
6 Aek Nauli
2577 1960
617 Jumlah
13251 9830
3421
Sumber : KPU Kota Pematang Siantar
Dari rumus diatas, maka dapat diperoleh jumlah sampel per kelurahan yaitu : 1.
Kelurahan Toba : 447 x 100 3421 = 13 orang
2. Kelurahan Karo
: 633 x 100 3421 = 18 orang 3.
Kelurahan Simalungun : 889 x 100 3421 = 25 orang
4. Kelurahan Kristen
: 463 x 100 3421 = 13 orang 5.
Kelurahan Martimbang : 372 x 100 3421 = 10 orang
6. Kelurahan Aek Nauli
: 617 x 100 3421 = 18 orang Jumlah
97 orang
Universitas Sumatera Utara
Keuntungan dalam menggunakan proporsional sampling ini adalah aspek representatifnya lebih meyakinkan sesuai sifat – sifat yang membentuk dasar unit
– unit yang mengklasifikasikannya, sehingga mengurangi keanekaragaman.
1.6.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data, ataupun informasi – informasi, keterangan dan fakta – fakta yang diperlukan untuk proses penelitian, peneliti menggunakan
teknik penelitian data sebagai berikut : • Penelitian kepustakaan, yaitu dengan mempelajari buku – buku, peraturan
– peraturan, laporan – laporan, dokumen – dokumen serta bahan – bahan terkait lainnya yang berhubungan dan dapat membantu dalam proses
penyelesaian penelitian ini. • Penelitian lapangan, yaitu pengumpulan data dengan terjun langsung ke
lokasi tempat penelitian dilaksanakan, dengan menggunakan metode kuesioner tertutup angket dan wawancara apabila diperlukan.
1.6.5 Teknik analisis Data
Teknik yang digunakan untuk menganalisa dalam penelitian ini adalah dengan analisa deskriptif kualitatif. Data yang telah diperoleh sebelumnya
dilapangan, baik data primer maupun data sekunder akan dikaji dalam bentuk table dan uraian dengan menggunakan teori – teori yang berhubungan dengan
masing – masing variabel, yang kemudian akan diperoleh suatu kesimpulan yang mampu menjawab pertanyaan penelitian ini.
1.6.6 Defenisi Konsep
Konsep adalah unsur penelitian yang penting dalam penelitian dan merupakan defenisi yang dipakai para peneliti untuk menggambarkan secara
abstrak suatu fenomena sosial. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kesalahan atau makna ganda dari defenisi konsep yang ada.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan judul penelitian dan rumusan masalah yang telah dipilih oleh peneliti, maka yang menjadi defenisi konsep dalam penelitian ini adalah:
1. Perilaku Tidak Memilih
Perilaku tidak memilih adalah suatu sikap politik yang tidak menggunakan hak pilihnya pada saat hari H pemilihan umum karena dipengaruhi
beberapa faktor. 2.
Pemilihan Umum Kepala Daerah Pemilihan mum kepala daerah merupakan salah satu sarana atau alat bagi
masyarakat untuk memberikan dukungan dengan menempatkan orang – orang yang memiliki kemampuan untuk dapat duduk di pemerintahan
sebagai wakil dari masyarakat.
1.6.7 Defenisi Operasional
Pada dasarnya adalah bagaimana mengukur suatu variabel, sehingga dapat diketahui indicator apa saja yang melekat dalam variabel sebagai pendukung
untuk dianalisis ke dalam variabel tersebut Berikut ini dapat diuraikan variabel yang diteliti beserta indikator –
indikator yang dipakai sebagai alat pengukurnya: 1.
Perilaku Tidak Memilih -
Faktor Psikologis, dengan indikatornya ciri – ciri kepribadian seseorang dan orientasi kepribadian seseorang terhadap pemilu umum
kepala daerah. -
Faktor Latar Belakang Status Sosial-Ekonomi, dengan indikatornya: tingkat pekerjaan, tingkat pemdapatan.
a. Tingkat pendidikan, dengan indikatornya:
Pendidikan formal yaitu pendidikan yang diperoleh melalui pendidikan yang penyelenggaraannya berjenjang. Jenjang
pendidikan formal terdiri dari :
Universitas Sumatera Utara
1. Jenjang pendidikan dasar meliputi sekolah dasar SD, sekolah
luar biasa SLB tingkat dasar, dan sekolah menengah pertama SMP
2. Jenjang pendidikan menengah meliputi sekolah menengah atas
SMA sederajat 3.
Jenjang pendidikan tinggi meliputi program gelar mencakup pendidikan sarjana dan pendidikan diploma.
b. Tingkat Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat sebagai mata pencaharian hidupnya, baik itu pekerjaan tetap maupun
pekerjaan sampingan. -
Faktor kepercayaan politik, dengan indikatornya tidak mempunyai pilihan dalam pemilu, bentuk protes kepada pemerintah, kekecewaan
terhadap kinerja pemerintah, kepercayaan terhadap pemerintah. Berkaitan dengan kebijakan pemerintah, dengan indikatornya individu
memiliki kepentingan langsung dengan kebijakan yang dibuat pemerintah.
- Faktor sistem politik, dengan indikatornya tidak adanya kebebasan
bagi masyarakat untuk menentukan sendiri pilihan politik. -
Sistem Pemilihan Umum, dengan indikator : intensitas megikuti kempanye
1.6.8 Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini akan disajikan penulis kedalam IV Bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut ;
BAB I : PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, kerangka teori penelitian dan Metodologi penelitian,
Universitas Sumatera Utara
BAB II : DESKRIPSI DAN LOKASI PENELITIAN Akan menggambarkan segala sesuatu mengenai objek penelitian yaitu
gambaran umum wilayah Kecamatan Siantar Selatan yang dilihat dari geografis dan luas wilayah, komposisi kependudukan, perekonomian masyarakat, sarana
dan prasarana serta struktur organisasi dan personalia. BAB III : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS
Bab ini akan berisikan tentang penyajian data dan fakta yang didapat dari lapangan yang diperoleh dari kuesioner yang telah diberikan kepada responden
serta pembahasan dan analisis dari fakta dan data tersebut. BAB IV ; PENUTUP
Bab ini akan mencakup kesimpulan dan saran – saran yang diperoleh dari hasil penelitian, yang mencakup dari keseluruhan bab yang telah dibahas.
Universitas Sumatera Utara
BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
2.1 Sejarah Kecamatan Siantar Selatan
Sebagai tindak lanjut dari pasal 8 UU No. 5 tahun 1974, lahirlah UU No. 5 tahun 1979 yang mengatur Pemerintahan DesaKelurahan dimana salah satu pasal
dalam UU No. 5 Tahun 1979 tersebut menyatakan bahwa setiap DesaKelurahan berada dibawah CamatKecamatan.
Sebelum terbentuknya Wilayah Kecamatan, Desa langsung berada di bawah Pemerintahan Kotamadya. Dengan dasar inilah dibutuhkan suatu pemikiran
bahwa untuk membentuk suatu Pemerintahan Kecamatan harus berdasarkan Peraturan Daerah. Untuk mencapai hal tersebut Walikotamadya Pematangsiantar
mengajukan usul Raperda kepada DPRD Kotamadya Pematangsiantar tentang pembentukan wilayah kecamatan. Dengan disahkannya Raperda tersebut menjadi
Perda Kota Pematangsiantar sehingga dengan demikian terbentuklah 4 rmpat Wilayah Kecamatan di Kotamadya Pematangsiantar dengan sebutan Koordinator
Kecamatan. Tindak lanjut dari Perda tersebut lahirlah Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 1982, tanggal 21 Oktober 1982, yang menetapkan Koordinator
Kecamatan menjadi Wilayah Kecamatan, yaitu : 1.
Kecamatan Siantar Utara 2.
Kecamatan Siantar Timur 3.
Kecamatan Siantar Selatan 4.
Kecamatan Siantar Barat
Universitas Sumatera Utara
Wilayah Kecamatan ini diresmikan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Sumatera Utara pada tanggal 28 Maret 1982. Dimana ditetapkan
Kecamatan Siantar Selatan membawahi 8 delapan kelurahan, yaitu: 1.
Kelurahan Simalungun 2.
Kelurahan Karo 3.
Kelurahan Toba 4.
Kelurahan Kristen 5.
Kelurahan Martimbang 6.
Kelurahan Aek Nauli 7.
Kelurahan Sukamaju 8.
Kelurahan Pardamean Seiring dengan kemajuan zaman dan pertambahan jumlah Penduduk di
Kotamadya Daerah Tk.II Pematang Siantar, diusulkanlah rencana Pemekaran Kotamadya Daerah Tk.II Pematang Siantar dari 4 empat Kecamatan menjadi 6
enam Kecamatan, yaitu : 1.
Kecamatan Siantar Utara 2.
Kecamatan Siantar Timur 3.
Kecamatan Siantar Selatan 4.
Kecamatan Siantar Barat 5.
Kecamatan Siantar Marihat 6.
Kecamatan Siantar Martoba Dengan Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 1986 tentang Perubahan Batas
Wilayah Kotamadya Daerah Tk.II Pematang Siantar, yang peresmiannya dilaksanakan oleh Gubernur Daerah Tk.I Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 18
Mei 1987 dengan Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tk.II Pematang Siantar No. : 13631341987, tentang Perubahan Struktur Pemerintahan
Kotamadya Daerah Tk.II Pematang Siantar dari 4 empat Kecamatan menjadi 6 enam Kecamatan. Akibat dari Pemekaran Kotamadya Daerah Tk.II Pematang
Universitas Sumatera Utara
Siantar tersebut maka Wilayah Kecamatan Siantar Selatan yang sebelumnya terdiri dari 8 delapan Kelurahan berkurang menjadi 6 enam Kelurahan, yaitu :
1. Kelurahan Simalungun
2. Kelurahan Karo
3. Kelurahan Toba
4. Kelurahan Kristen
5. Kelurahan Martimbang
6. Aek Nauli
Sedangkan 2 dua Kelurahan yang lain, yaitu Kelurahan Sukamaju dan Kelurahan Pardamean masuk menjadi Wilayah Kecamatan Siantar Marihat.
2.2 Letak Geografis dan Demografi