Faktor Pendidikan Faktor Sistem Politik

perasaan khawatir, kurang mempunyai tanggungjawab secara pribadi dan semacamnya. Dimana orang yang memiliki kepribadian tidak toleran cenderung tidak akan memilih karena hal tersebut menurutnya tidak berhubungan dengan kepentingannya. Kedua, berkaitan dengan orientasi kepribadian seseorang. Dimana perilaku tidak memilih disebabkan oleh orientasi kepribadian seseorang, yang secara konseptual dapat menunjukkan karakteristik apatis, anomi, dan alienasi. Apatis merupakan jelmaan atau pengembangan lebih jauh dari kepribadian otoriter, ditandai dengan tidak adanya minat terhadap persoalan – persoalan politik. Hal tersebut dapat disebabkan oleh rendahnya sosialisasi politik maupun rendahnya proses transformasi budaya politik dari generasi sebelumnya serta adanya anggapan bahwa aktifitas politik itu merupakan kegiatan tidak berguna dan cenderung sia – sia. Anomi merupakan suatu sikap tidak mampu menerima keputusan – keputusan yang dapat diantisipasi. Dimana setiap individu mengakui kegiatan politik sebagai kegiatan yang berguna, namun ia merasa benar – benar tidak dapat mempengaruhi peristiwa – peristiwa dan kekuatan – kekuatan politik sehingga hal tersebut menimbulkan rasa tidak peduli terhadap kegiatan politik yang pada akhirnya menyebabkan ia tidak mau ikut berpartisipasi dalam kegiatan politik. Sedangkan alienasi adalah perasaan keterasingan secara aktif dan merupakan perasaan tidak percaya terhadap pemerintah. Dimana seseorang merasa bahwa dirinya tidak terlibat dalam urusan politik, dan pemerintah dianggap tidak memiliki pengaruh baik terhadap kehidupan seseorang.

c. Faktor Pendidikan

Tinggi rendahnya tingkat pendidikan seseorang akan banyak mempengaruhi keinginan seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. R. Hayar mengatakan bahwa pendidikan itu adalah suatu usaha yang dilakukan untuk membentuk seseorang menjadi partisipan yang bertanggungjawab dalam politik dan kekuasaan. Dalam hal ini, politik dapat diartikan sebagai aktifitas, perilaku atau proses yang menggunakan kekuasaan untuk menegakkan peraturan – peraturan dan keputusan yang sah yang berlaku ditengah – tengah masyarakat. Universitas Sumatera Utara Pendidikan politik merupakan suatu proses yang mempengaruhi setiap individu agar dapat memperoleh informasi lebih lengkap, wawasan yang lebih luas dan keterampilan yang baik. 29 Dimana secara umum adanya terlihat hubungan yang cukup erat antara perilaku nonvoting dengan tingkat pendidikan seseorang. Seseorang yang tingkat pendidikannya tinggi cenderung aktif berpolitik, cenderung pula hadir dalam pemilu. Begitu pula sebaliknya, dimana seseorang yang tingkat pendidikannya rendah, cenderung tidak aktif berpolitik, maka cenderung pula tidak hadir dalam pemilu. 30 Pendapat ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan terhadap responden yang terlibat aktif dalam berbagai kegiatan politik, dimana hasilnya menunjukkan responden yang menempuh pendidikan 13 tahun ke atas 70 persen diantarnya ikut hadir dalam memberikan suara, sementara responden yang hanya menempuh pendidikan 8 tahun ke bawah hanya 29 persen yang hadir dalam memberikan suara. 31

d. Faktor Sistem Politik

Dalam hal ini, sistem yang dimaksudkan bukan sekedar prosedur dan aturan semata, tetapi lebih terfokus kepada kebijakan pemerintah dan kinerjanya didalam mengimplementasikan setiap kebijakan yang ada. Salah satunya adalah sistem politik yang saat ini sedang dikembangkan oleh rezim penguasa yang dinilai tidak berhasil membangun demokrasi yang sehat, baik ditingkat elite maupun massa. Ketidakpercayaan pada sistem politik yang ada setidaknya dapat mempengaruhi tingginya angka ketidakhadiran pada saat pemilu maupun pemilukada merupakan pertanda rendahnya kepercayaan pada sistem politik. Adapun faktor yang mempengaruhi atau penyebab rendahnya kepercayaan politik ialah : Pertama, kurang maksimalnya fungsi yang dijalankan lembaga perwakilan 29 DR. Kartini Kartono, Pendidikan Politik, Bandung : LIPI 2006. Hal. 64 – 67 30 Asfar Muhammad, Op. Cit, Hal.260 31 Warren E. Miller “The Puzzle Tranformed : Explaning Declining Turnot”, dalam Political Behavior, Vol.14, No1, 1992, Hal. 1 – 40 Universitas Sumatera Utara rakyat. Kedua, lembaga peradilan yang tidak dapat berfungsi secara maksimal, Ketiga, tingginya angka praktek – praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang dilakukan oleh pemerintah. Kelima, banyaknya kebijakan politik pemerintah yang tidak kondusif dan kurang membangun dan lain – lain.

e. Faktor Sistem Pemilihan Umum