Penuaan dan Osteoporosis Penuaan

3. Fase Klinik usia 45 tahun keatas Orang mengalami penurunan hormon yang berlanjut, termasuk DHEA dehydroepiandrosterone, melatonin, GH, testosteron, estrogen, dan hormon tiroid. Terdapat juga kehilangan kemampuan penyerapan nutrisi, vitamin, dan mineral sehingga terjadi penurunan densitas tulang, kehilangan massa otot sekitar 1 kg setiap tiga tahun, peningkatan lemak tubuh dan berat badan. Di antara usia 40 tahun dan 70 tahun, seorang pria kemungkinan dapat kehilangan 20 pon ototnya, yang mengakibatkan ketidak mampuan untuk membakar 800- 1.000 kalori perhari. Penyakit kronis menjadi sangat jelas terlihat, akibat sistem organ yang mengalami kegagalan. Ketidakmampuan menjadi faktor utama untuk menikmati ”tahun emas” dan seringkali adanya ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sederhana dalam kehidupan sehari-harinya. Prevalensi penyakit kronis akan meningkat secara dramatik sebagai akibat peningkatan usia.

2.1.7 Penuaan dan Osteoporosis

Para ahli gerontologi lebih sering menggunakan istilah senescence dalam proses penuaan dibandingkan dengan aging, karena aging memiliki makna tentang waktu yang diperlukan untuk terjadinya entropy biologik deterioration. Penuaan yang merupakan sindrom perubahan yang bersifat mengganggu, progresif, universal dan irreversible termasuk perubahan pada tingkat molekul. Penyakit akibat penuaan yang bertambah dengan meningkatnya umur sering dibedakan dengan penuaan itu sendiri. Namun proses penuaan berbeda dengan penyakit penuaan. Proses penuaan mengakibatkan terjadinya perubahan pada tingkat seluler maupun molekur yang dapat meningkatkan kemungkinan untuk terjadinya penyakit akibat usia lanjut Nasution, 2015. Inflamm-aging kurang lebih secara parsial dapat menjadi mekanisme dasar untuk menurunnya perkembangan bone loss dan kerusakan penuaan lainnya. Hirose et al., 2003. Penyakit yang meningkatkan sifat inflamasi seperti atherosclerosis, Alzheimers disease dan asma Bruunsgaard and Pedersen, 2003. Banyak sitokin, termasuk IL-6, TNF- α, IL-1, dikeluarkan selama proses penuaan dan berperan langsung dalam patogenesis penyakit tersebut Bruunsgaard, 2002. Semua sitokin tersebut bertindak sebagai stimulator aktivitas osteoklas. Penemuan ini menyimpulkan sebuah hubungan penyebab yang potensial antara inflamasi sistemik dan prevalensi osteoporosis yang berhubungan dengan penuaan. Lalu, peningkatan sinyal katabolik yang dikendalikan oleh inflamasi tidak diketahui oleh kemampuan diagnosa klinis penyakit inflamasi Ginaldi et al., 2005, bisa saja untuk menginduksi apoptosis osteoblast Ruobenoff, 2003, sebagaimana apopotosis pada sel otot, ini menjelaskan hubungan penuaan, osteoporosis dan sarkopenia Nasution, 2015. Osteoporosis, seperti kerusakan yang berhubungan dengan usia lainnya, mempunyai komponen genetik yang kuat dan tingkat densitas bone loss pada masa proses penuaan. Hal ini menjelaskan kemungkinan dan yang membedakan aktivitas sitokin masing-masing individu. Dukungan hipotesis ini telah ditunjukkan dengan polimorfisme IL-6 yang dapat menekan resiko osteoporosis pada wanita postmenopausal Chen et al., 2002 Sejalan dengan itu, IL- 1 dan reseptor antagonis IL-1 yaitu gen polimorfisme IL-1Ra berhubungan dengan reduksi mineral tulang dan predisposisi wanita untuk osteoporosis pada tulang lumbar Liu et al., 2005. Disamping itu, juga penurunan hormon seks bergerak bersama kontribusi penuaan untuk patogenesis dari senile osteoporosis selama mekanisme mediasi imunologis. Diperkirakan bahwa efek estrogen pada tulang tidak hanya melakukan aksi sendiri secara langsung, tapi juga menghambat ekspresi gen IL-6. Kejadian ini mempunyai persamaan hubungan antara androgen dengan ekspresi gen IL-6 yang juga terjadi Pfeilschifter et al., 2002. Penurunan fungsi ovarium berhubungan dengan penurunan produksi OPG dan peningkatan spontan dalam proinflamasi dan sitokin pro-osteoclastic seperti IL-6, TNF- α,dan IL-1 De Martinis et al., 2005.

2.2 Pelatihan Fisik Berlebih

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BIJI ANGGUR (VITIS VINIFERA L.) TERHADAP MOTILITAS DAN VIABILITAS SPERMATOZOA TIKUS PUTIH (RATTUS NORVEGICUS STRAIN WISTAR) JANTAN YANG DIBERI PAPARAN ASAP ROKOK

0 5 16

PENGARUH EKSTRAK BIJI ANGGUR MERAH (Vitis vinifera) TERHADAP PERBAIKAN PERLEMAKAN HATI NON ALKOHOLIK PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar)

0 10 25

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BIJI ANGGUR MERAH (Vitis Vinifera) TERHADAP KERUSAKAN SEL OTAK ATEROSKLEROSIS PADA TIKUS PUTIH JANTAN ( Rattus Norvegicus Strain Wistar)

0 5 24

PENGARUH EKSTRAK BIJI ANGGUR MERAH (Vitis vinifera) TERHADAP PENURUNAN RASIO LDL/HDL PLASMA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) STRAIN WISTAR YANG DIINDUKSI DIET TINGGI KOLESTERO

0 4 26

PENGARUH EKSTRAK BIJI ANGGUR MERAH (Vitis vinifera) TERHADAP PENURUNAN KETEBALAN DINDING ARCUS AORTA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) ATEROSKLEROTIK

0 39 18

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BIJI ANGGUR MERAH (Vitis vinifera L.) TERHADAP PENURUNAN KADAR METHEMOGLOBIN TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIINDUKSI ALKOHOL

0 8 27

PEMBERIAN EKSTRAK ETHANOL BUAH ANGGUR BALI (VITIS VINIFERA) MENGHAMBAT KERUSAKAN SEL β PANKREAS DAN PENINGKATAN KREATIN KINASE PADA TIKUS ALBINO (RATTUS NORVEGICUS) WISTAR YANG DIINDUKSI PELATIHAN FISIK BERLEBIH.

1 29 63

PEMBERIAN EKSTRAK KULIT POHON PINUS MARITIM PERANCIS (Pinus pinaster) MENCEGAH PENURUNAN SEL BETA PANKREAS DAN MENCEGAH PENINGKATAN GLUKOSA DARAH PUASA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN.

1 2 59

PEMBERIAN EKSTRAK KULIT POHON PINUS MARITIM PERANCIS (Pinus pinaster) MENCEGAH PENURUNAN SEL BETA PANKREAS DAN MENCEGAH PENINGKATAN GLUKOSA DARAH PUASA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN.

0 0 59

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ANGGUR HITAM (Vitis vinifera) TERHADAP KADAR High Density Lipoprotein (HDL) PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus ) JANTAN YANG DIINDUKSI HIPERKOLESTEROL - Repository UNRAM

0 0 8