Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Konteks Masalah
Komunikasi merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. Manusia tidak bisa lepas dari hubungannya
dengan manusia lain, yang saling mempengaruhi dan berinteraksi demi memenuhi kebutuhan dan kepentingannya.Gerald R. Miller mengatakan bahwa, Komunikasi terjadi ketika suatu
sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima. Mulyana, 2007 : 68
Komunikasi merupakan hal alami yang dibutuhkan oleh setiap manusia untuk menjalani kehidupannya. Sedari lahir manusia bahkan membutuhkan komunikasi untuk
menyampaikan maksud atau pun keinginannya, seperti bayi yang menangis sebagai bentuk penyampaian pesan kepada orangtuanya saat merasa lapar, haus, kepanasan, ingin buang air
ataupun berbagai kebutuhan lainnya. Seiring dengan bertambahnya usia bayi tersebut maka bertambah pula kemampuannya dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan sekitarnya.
Kemampuan anak dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik tentunya menjadi hal yang diinginkan setiap orangtua. Anak yang mampu berkomunikasi dan
merespon dengan baik hal-hal yang terjadi di sekitarnya sering dianggap sebagai ciri-ciri anak yang cerdas. Hurlock 1980:115 menyatakan bahwa, semakin cerdas anak, semakin
cepat keterampilan berbicara dikuasai sehingga semakin cepat dapat berbicara. Lebih lanjut, perkembangan kemampuan komunikasi yang baik tentunya diharapkan pula perkembangan
kepribadian dan karakter anak tersebut akan terbentuk dengan baik. Pada kenyataannya, tidak semua anak mempunyai kemampuan yang sama. Sedikit
dari banyaknya anak yang lahir di dunia ternyata terlahir dengan keterbatasan dan hambatan dalam pertumbuhannya, baik secara fisik , mental ataupun intelegensinya. Anak-anak inilah
yang kita kenal sebagai anak berkebutuhan khusus. Autisme adalah keadaan pada anak yang masuk dalam kelompok anak berkebutuhan
khusus. Autisme berasal dari bahasa Yunani, auto yang berarti “sendiri ”. Penyandang
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Autisme di kenal sulit dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Anak penderita Autisme cenderung menyendiri dan tidak menjukkan ketertarikan untuk
bersosialisasi, bahkan dengan keluarganya sendiri. Anak dengan Autisme tidak bisa mengekspresikan emosi dan perasaannya dengan baik, sehingga apa yang mereka butuhkan
dan inginkan sering tidak tersampaikan. Autisme pertama kali dikemukakan oleh Kanner dalam Dawson Catelloe, 1985 :
18 mendiskripsikan bahwa, gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan yang tertunda,
echolalia, mutest, pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain yang repetitive dan sereotype, rute ingatan yang kuat dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan
di dalam lingkungan http:journal.uny.ac.idindex.phpjkarticledownload206108. Rudi Sutadi Koswara, 2013:11 menyatakan bahwa, Autisme adalah gangguan
perkembangan berat yang antara lain mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan bereaksi berhubungan dengan orang lain, karena penyandang autis tidak mampu
berkomunikasi verbal maupun non verbal. Lebih lanjut Sumarna Koswara, 2013:11 mendeskripsikan bahwa, Autisme merupakan bagian dari anak berkelainan dan mempunyai
tingkah laku yang khas, memiliki pikiran yang terganggu dan terpusat pada diri sendiri serta hubungan yang miskin terhadap realitas eksternal.
Anak penderita Autisme umumnya tidak dapat diidentifikasi hanya dengan melihat bentuk fisiknya saja. Anak penderita Autisme umumnya terlihat seperti anak normal lainnya
dalam hal fisik, namun terdapat kelompok ciri-ciri yang dapat digunakan sebagai indikator untuk melihat apakah anak tersebut menderita Autisme atau tidak. Hal ini terkenal dengan
istilah Wings Triad of Impairment yang dicetuskan oleh Lorna Wing dan Judy Gould. Istilah Wings Triad of Impairment menunjukkan perbedaan dan gangguan pada anak
penderita Autisme, yakni perilaku, interaksi sosial, dan komunikasi dan bahasa Hasdianah, 2013.
Aarons dan Gittens 1999 memberikan beberapa poin yang berharga yang menunjukkan kondisi anak penderita Autisme yang bentuknya “klasik”, yaitu : 1 kesulitan
dalam berinteraksi dengan orang dan lebih tertarik pada objek; 2 lambat dalam mengembangkan kemampuan berbahasa; 3 meskipun dapat berkata-kata tetapi tidak dapat
menggunakannya untuk kepentingan berkomunikasi sehari hari; 4 mengulang kata-kata dan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
prase dari ungkapan-ungkapan di video, televisi atau lagu yang pernah mereka dengar; 5 sulit dalam menggunakan kata ganti kamu sebagai aku; 6 mengulang-ulang aktivitas yang
sama dan kurang dapat mengembangkan imajinasi; 7 menolak perubahan di sekelilingnya; 8 mempunyai kemampuan mengingat dan belajar hafalan dengan sangat baik; 9 terlihat
normal secara fisik Hasdianah,2013 : 63. Banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai perkembangan jumlah anak Autis
di dunia. Mangunsong dalam bukunya yang berjudul “Psikologi dan Pendidikan Anak Penyandang Autisme” menyatakan bahwa penelitan terakhir mengenai Autisme di Amerika
serikat menunjukkan 1 dari 150 anak yang lahir adalah individu Autis. Di Indonesia sendiri belum ada angka yang pasti mengenai prevalensi autisme, namun dari data yang ada di
Poliklinik Psikiatri Anak dan Remaja RSCM pada tahun 1989 ditemukan 2 pasien, dan pada tahun 2000, tercatat 103 pasien baru. Hal ini berarti terjadi peningkatan yang mencapai 50
kali lipat.http:ejurnal.esaunggul.ac.idindex.phpPsiarticledownload118108. Data lain yaitu Lembaga Sensus Amerika Serikat melaporkan bahwa pada tahun 2004 anak dengan
ciri-ciri autistik atau GSA di Indonesia mencapai 475.000 orang. http:journal.uny.ac.idindex.phpjkarticledownload206108
Peningkatan jumlah anak penderita Autisme secara pesat di dunia membuat semakin banyaknya penelitian dilakukan untuk mencari tau penyebab anak menderita Autisme.
Sampai saat ini, belum ada hasil yang pasti mengenai bagaimana seorang anak bisa terlahir dengan Autisme, akan tetapi ada beberapa hal yang diduga menjadi penyebabnya. Salah satu
dugaan penyebab anak menderita Autisme adalah faktor genetik. Penelitian yang dilakukan oleh International Journal of Development Neuroscience Hasdianah, 2013 : 45 menyatakan
bahwa, keluarga yang mempunyai seorang anak autistik mempunyai kemungkinan untuk mempunyai anak dengan autistik lagi sekitar 5 - 10 . Lebih lanjut National Institute of
Health Hasdianah, 2013 : 73 menyatakan, keluarga yang memiliki satu anak autisme memiliki peluang 1 - 20 kali lebih besar untuk melahirkan anak yang juga autisme. Selain
genetik, beberapa faktor lain yang diduga kuat menjadi penyebab Autisme adalah pestisida, obat-obatan, usia orangtua, perkembangan otak, flu, mercuri, Pb plumbum atau timah
hitam, dan Cd kamdium yang sering digunakan dalam berbagai industri seperti pengolahan roti, ikan, tekstil, pewarnaan, logam,bahan bakar dan lainnya Hasdianah, 2013.
Dengan berbagai dugaan penyebab terjadinya Autisme dan peningkatan jumlah penderita Autisme yang berkembang pesat, maka berbagai cara digunakan oleh orang tua
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
dari anak penderita Autisme untuk membantu agar anak tersebut dapat berkembang dalam hal komunikasi dan bersosialisasi .Salah satunya adalah dengan bantuan dari sekolah untuk anak
berkebutuhan khusus, yang saat ini keberadaannya sudah banyak kita temukan. Keberadaan sekolah khusus Autisme tentunya sangat membantu dalam proses
penyembuhan dan pembelajaran untuk anak dengan Autisme. Dengan bantuan langsung yang diberikan oleh guru yang benar-benar bisa mengerti dan memahami keadaan anak penderita
Autisme, diharapkan anak dapat membuka dirinya secara perlahan.Pendidikan bagi anak autis tentunya berbeda dengan pendidikan untuk anak normal. Berbagai terap di lakukan untuk
membuat anak penderita Autisme mau berbicara dan bersosialisasi. Komunikasi secara tatap muka atau komunikasi antarpribadi merupakan salah satu
cara yang digunakan untuk membantu anak autisme dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Seperti yang dikatakan Effendy dalam buku Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi 2003 :
61, dibandingkan dengan bentuk – bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antar pribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku
komunikan. Penerapan tahap-tahap komunikasi antarpribadi tentunya akan menciptakan komunikasi yang efektif pada anak penderita Autisme. Setelah kemampuan komunikasi dan
sosialisasi menjadi lebih baik, tentunya anak dengan Autisme diharapkan dapat memiliki pribadi dan karakter yang baik.
Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa anak dengan Autisme memiliki kecenderungan menutup diri dari interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Keterbatasan ini
telah terbukti dapat diatasi melalui peran komunikasi. Hal ini lah yang menjadi salah satu faktor ketertarikan penulis untuk melihat bagaimana tahap-tahap dan peran komunikasi
antarpribadi dalam mengatasi keterbatasan anak dengan Autisme sehingga mampu berkomunikasi secara lebih efektif.
Penelitian ini dilakukan di salah satu sekolah anak berkebutuhan khusus, yaitu Yayasan Ananda Karsa Mandiri YAKARI yang berlokasi di jalan Sei Batu Rata No.14
Medan, Sumatera Utara. YAKARI merupakan salah satu sekolah untuk anak penderita Autisme yang cukup dipercaya di Medan, sebagai tempat yang dapat membantu anak
penderita Autisme menjadi lebih dapat mandiri dan bersosialisasi. Peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana peran komunikasi antar pribadi dalam membantu anak penderita Autisme
di sekolah YAKARI mencapai kemampuan berkomunikasi secara efektif.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
1.2 Fokus Masalah