commit to user 62
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia mengalami perubahan dan perkembangan yang sangat dinamis. Penyelenggaraan
pemerintah daerah ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan desentralisasi. Penyelenggaraan
desentralisasi harus
dijiwai dengan
semangat mengukuhkan bentuk kesatuan negara Republik Indonesia.
Perubahan sosial politik sejak reformasi politik tahun 1998 membawa pembaharuan dalam pelaksanaan desentralisasi. Desentralisasi
di Indonesia baru berjalan dengan efektif sejak di berlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, yang telah diubah menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004. Kebijakan
ini merubah penyelenggaraan pemerintahan dari yang sebelumnya sentralistik menjadi terdesentralisasi meliputi antara lain penyerahan
kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah. Undang-Undang ini memberikan pengakuan adanya otonomi luas kecuali lima urusan
pemerintah pusat, yaitu politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, justisi, moneter dan fiskal nasional serta agama.
Pelaksanaan desentralisasi tersebut masih banyak memunculkan permasalahan, Keban 2007:1 menyatakan bahwa :
“Kenyataan menunjukan bahwa setelah diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999, otonomi daerah ternyata telah
commit to user 63
dipersepsikan dan disikapi secara variatif oleh beberapa Pemerintah
Daerah di
Indonesia. Misalnya
mereka mempersepsikan otonomi sebagai momentum untuk memenuhi
keinginan-keinginan daerahnya sendiri tanpa memperhatikan konteks yang lebih luas yaitu kepentingan negara secara
keseluruhan dan kepentingan daerah lain yang berdekatan. Akibatnya, muncul beberapa gejala negatif yang meresahkan
antara lain berkembangnya sentimen primordial, konflik antar daerah, berkembangnya proses KKN, konflik antar penduduk,
eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan, dan munculnya sikap ‘ego daerah’ yang berlebihan. Kabupaten atau kota
cenderung memproteksi seluruh potensinya secara ketat demi kepentingannya sendiri, dan menutup diri terhadap kabupaten atau
kota lain. Dampak negatif kegiatan ekonomi di suatu daerah pada daerah lain, seperti externalities, juga tidak dihiraukan lagi.
Bahkan
sentimen daerah
mulai timbul
dengan adanya
kecenderungan umum mengangkat “putera daerah” menjadi pegawai negeri sipil daerah”
Pada dasarnya kebijakan desentralisasi memiliki konsep yang baik dalam upaya pengembangan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan,
namun permasalahan yang selama ini muncul merupakan permasalahan dalam pelaksanaannya.
Berkaitan dengan permasalahan dalam kebijakan desentralisasi, pemerintahan daerah harus memiliki inovasi dalam memecahkan dan
menghadapi tantangan-tantangan yang muncul. Saat ini konsep desentralisasi dan otonomi daerah hanya dipahami sebagai cara untuk
menata pembangunan daerah di wilayahnya masing-masing dengan di berikannya kebebasan, namun paradigma ini akan mengarah pada
disintegrasi bangsa. Padahal kemajuan suatu daerah dipengaruhi oleh daerah lain. Tarigan 2009:1 menyebutkan bahwa untuk mengoptimalkan
potensinya, kerjasama antar daerah dapat menjadi salah satu alternatif
commit to user 64
inovasikonsep yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas, sinergis dan saling menguntungkan terutama dalam bidang-
bidang yang menyangkut kepentingan lintas wilayah. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, melalui berbagai payung regulasi
peraturan pemerintah mendorong kerjasama antar daerah. Kerjasama diharapkan menjadi satu jembatan yang dapat mengubah potensi konflik
kepentingan antar daerah menjadi sebuah potensi pembangunan yang saling menguntungkan. Sehingga dengan adanya Kerjasama dalam
kebijakan desentralisasi ini mampu meningkatkan pembangunan antar daerah ataupun wilayah.
Namun, sejak pelaksanaannya otonomi daerah kesenjangan pembangunan antar wilayah cenderung mengalami peningkatan.
Gambar 1.1. Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan Kesenjangan Pembangunan Antar Wilayah
commit to user 65
Sumber: Himawan Hariyoga. Kebijakan Revitalisasi Pengembangan Ekonomi Lokal. 2007.
Kerjasama antar daerah ini dibangun dalam rangka peningkatan potensi dan kesejahteraan daerah dimana setiap daerah saling mendukung
dan memberikan kemanfaatan untuk kemajuan daerah. Kesadaran akan urgensi kerjasama antar daerah dalam menunjang pelaksanaan
desentralisasi membuat beberapa daerah yang berdekatan di Jawa Tengah membentuk kesepakatan kerjasama antar daerah. Beberapa daerah yang
berdekatan di Provinisi Jawa Tengah yaitu Kabupaten Klaten, Sragen, Wonogiri, Boyolali, Karanganyar, dan Kota Surakarta, membentuk
kerjasama ditingkat regional dengan terbentuknya forum kerjasama antar daerah melalui Keputusan Bersama BupatiWalikota pada tanggal 30
Oktober 2001. Kerjasama antar enam kabupaten dan satu kota tersebut diwadahai
dalam Badan
Kerjasama Antar
Daerah BKAD
SUBOSUKAWONOSRATEN. Tujuan kerjasama tersebut adalah untuk memelihara persatuan dan kesatuan serta mengembangkan berbagai
potensi daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.
Kerjasama ini diharapkan mampu mewujudkan pengembangan masing-masing daerah sesuai dengan potensinya dengan adanya dukungan
dari daerah-daerah lain. Namun munculnya arus globalisasi membuat kerjasama antar daerah harus mampu bersaing dalam era globalisasi.
Pemerintahan daerah
mempunyai peran
yang besar
dalam penyelenggaraan pemerintah di era globalisasi ini. Muluk 2007:99
commit to user 66
menyatakan bahwa
desentralisasi bukanlah
penghambat dalam
menghadapi globalisasi, justru menciptakan peluang untuk memperkuat basis lokal dalam menghadapi tantangan globalisasi.
Penguatan basis lokal ini diharapkan mampu menjadi sarana pembangunan daerah. Dalam upaya pembangunan daerah, pemerintah
Indonesia telah memperoleh bantuan teknis dari Pemerintahan Jerman melalui Program Pengembangan Ekonomi Wilayah Regional Economic
DevelopmentRED. Sebagai Pilot Projetc dalam pelaksanaan dan pengembangan RED adalah Wilayah SUBOSUKAWONOSRATEN.
Secara umum RED ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi wilayah melalui penguatan manajemen wilayah, peningkatan
pemasaran wilayah, penciptaan iklim bisnis yang kondusif bagi investasi dan dunia usaha, serta dukungan terhadap Usaha Mikro Kecil dan
Menengah UMKM. Pemasaran wilayah merupakan salah satu bidang yang menjadi fokus kerjasama antar daerah dalam pengembangan
ekonomi wilayah di SUBOSUKAWONOSRATEN. Salah satu sektor yang menjadi fokus pemasaran wilayah ini adalah Pariwisata.
Wilayah SUBOSUKAWONOSRATEN ini lebih dikenal dengan sebutan Solo Raya sebagai upaya pemasaran wilayah. Solo Raya
merupakan kawasan yang kental dengan tradisi jawa yang harmoni. Kerjasama pariwisata di Solo Raya ini dijiwai semangat kebersamaan
dalam proses pengembangan ekonomi Otonomi yang dilandaskan pada nilai jiwa orang-orang jawa. Nilai-nilai tersebut adalah menjunjung tinggi
commit to user 67
budaya, sejarah dan nilai-nilai luhur pendahuluya. Hal ini membuat
wilayah tersebut memiliki potensi keanekaragaman sumber daya alam, budaya, religi, tradisi, etnis, kuliner dan lainnya. Besarnya potensi wisata
yang ada di Solo Raya membuat sektor ini layaknya di kelola dengan baik agar mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian
regional. Suwantoro 1997:35-36 aspek ekonomi pariwisata berhubungan dengan usaha perhotelan, restoran, penyelenggara paket wisata, industri
lain seperti transportasi, telekomunikasi dan bisnis eceran. Lebih dari itu sektor ini diharapkan menjadi penghasil devisa utama. Disamping
penggerak ekonomi pariwisata juga merupakan sarana untuk mengurangi pengangguran. Dengan demikian, sektor pariwisata ini mampu
memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah atau wilayah. Pariwisata memiliki peran yang besar terhadap perekonomian
nasional maupun daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu menjadi regulator dengan melibatkan swasta dan masyarakat dalam pengembangan
pariwisata. Sehingga potensi pariwisata yang dimiliki daerah mampu digunakan sebagai penggalian pendapatan asli daerah serta dikelola secara
profesional agar mampu memuaskan wisatawan dan berdaya saing global. Potensi wisata yang ada di wilayah Surakarta, Boyolali,
Sukaharjo, Karanganyar, Wonogiri, Saragen dan Klaten dapat dilihat dalam tabel berikut:
commit to user 68
Tabel 1.1. Beberapa Tempat Wisata di Wilayah SUBOSUKAWONOSRATEN
No Daerah
Tempat Wisata
1 Kabupaten Boyolali
·
Waduk Kedungombo
·
Waduk Cengklik
·
Candi Lawang
·
Umbul Tlatar
·
New Selo 2
Kabupaten Karanganyar
·
Grojogan Sewu Tawangmangu
·
Candi Sukuh
·
Candi Cetho
·
Astana Giribangun
·
Kebun Teh Kemuning
·
Pemandian Sapta Tirta 3
Kota Surakarta
·
Keraton Kasunanan
·
Taman Jurug Taman Satwa Taru Jurug
·
Pura Mangkunegaran
·
Museum Radya Pustaka
·
Taman Balekambang
·
Pasar Klewer
·
Pasar Gede
·
Benteng Vastenburg
·
Taman Sriwedari THR
·
Pasar Windujenar
·
Solo City Walk
·
Gladhag Langen Bogan
·
House of Danar Hadi Museum Batik Danar Hadi
4 Kabupaten Sukoharjo
·
Batu Seribu
·
Pemandian Air Hangat Langenharjo
·
Pandawa Water World
·
Waduk Mulur 5
Kabupaten Klaten
·
Umbul Cokro
·
Candi Sewu
·
Candi Plaosan
·
Rawa Jombor
·
Makam Bayat
·
Pabrik Gula Gondang Baru
·
Deles Indah 6
Kabupaten Sragen
·
Ganesha Technopark
·
Taman Dayu Dayu ParkTaman Dayu Alam Asri
·
Sangiran
·
Bayanan
commit to user 69
7 Kabupaten Wonogiri
·
Girimanik atau Air Terjun Setren
·
Hutan Wisata Ketu
·
Waduk Gajah Mungkur
·
Pantai Sembukan
·
Pantai Nampu
·
Khayangan Sumber: http:id.wikipedia.org
Besarnya potensi
wisata yang
ada di
wilayah SUBOSUKOWONOSRATEN tersebut akan lebih berdaya saing apabila
dikelola bersama.
Pengelolaan secara
parsial akan
cenderung menimbulkan ketimpangan antar daerah, sebab usaha pariwisata tidak
mengenal batas wilayah borderless. Kesadaran akan besarnya potensi wisata di masing-masing daerah dalam menunjang pemasaran wilayah
inilah yang membuat daerah-daerah tersebut melakukan kerjasama dengan membuat promosi bersama. Kerjasama ini ditujukan untuk pengembangan
ekonomi wilayah yang dilaksanakan melalui kerjasama Satuan Kerja Parangkat Daerah pelaksana opersional bidang kepariwisataan di masing-
masing daerah serta beberapa stakeholder. Pada kenyatannya besarnya potensi pariwisata masih belum
berkembang, Menurut Sunario 2007:2 kelemahan pariwisata terletak pada lemahnya menajemen dan destinasi disetiap tingkatan, tidak jelasnya
political will dan komunikasi yang kurang baik. Beberapa permasalahan tersebut yang juga masih dialami oleh wilayah Solo Raya. Hal ini
menyebabkan promosi wisata yang mengusung Solo sebagai ’the spirit of java’ melalui branding wilayah ”Solo The Spirit of Java” belum dikenal
commit to user 70
sebagai branding tujuh wilayah oleh masyarakat pada umumnya. Kerjasama pariwisata di SUBOSUKAWONOSRATEN sudah di mulai
sejak 2003, namun baru berjalan efektif sejak dibentuknya forum pariwisata Solo Raya pada tahun 2007. Untuk mengetahui bagaimanakah
implementasi atau
pelaksanaan kerjasama
antar daerah
SUBOSUKAWONOSRATEN dalam pariwisata maka penulis melakukan
penelitian dengan judul “Evaluasi Implementasi Kerjasama Antar Daerah SUBOSUKAWONOSRATEN Bidang Pariwisata ”
B. RUMUSAN MASALAH