BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada saat ini memiliki peran yang sangat penting dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Didalam UU No.202003
tentang sistem pendidikan nasional, tercantum pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara Undang-Undang Republik Indonesia, 2003.
Dalam nomor Undang–Undang yang sama, pasal 3, disebutkan juga bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab Undang-Undang Republik Indonesia, 2003.
Penyelenggaraan pendidikan dapat dilaksanakan melalui beberapa jalur yang diantaranya adalah pendidikan formal yang diselenggarakan di sekolah-sekolah
pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas,
Universitas Sumatera Utara
mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi Depdiknas, 2009. Setiap jenjang pendidikan tersebut terdiri dari anak-anak
dengan usia yang berbeda. Pada umumnya, siswa Sekolah Dasar SD adalah anak-anak berusia 6-12 tahun, sedangkan siswa SMP dan SMA berusia sekitar 12
sampai 19 tahun namun ada yang lebih muda dan lebih tua. Masa ini digolongkan sebagai masa remaja awal sampai masa remaja akhir Sukadji, 2000.
Sekolah merupakan tempat berlangsungnya kegiatan belajar–mengajar yang melibatkan siswa dan guru. Dari program sekolah ini, siswa diharapkan dapat
menjadi individu yang tidak hanya memiliki prestasi akademik yang baik tetapi juga berakhlak mulia, sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional Sukadji, 2000.
Pada umumnya, sekolah lebih fokus pada masalah prestasi akademik siswa dibandingkan dengan masalah akhlak dan pengendalian diri siswa Depdiknas,
2009. Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan diantara prestasi akademik dan akhlak pengendalian diri. Melatih siswa untuk mengikuti dan menuruti aturan di
sekolah adalah salah satu cara untuk memecahkan masalah ketidakseimbangan ini. Maka dari itu, perlu ditanamkannya kedisiplinan dalam diri siswa Tu’u,
2004. Kedisiplinan dapat diartikan sebagai serangkaian tingkah laku yang
dilakukan untuk dapat mencapai sasaran tertentu. Dalam hal ini kedisiplinan juga berarti tingkah laku yang sesuai dengan aturan atau hukum, seperti disiplin
beragama dan undang-undang Sukadji, 2000. Kedisiplinan merupakan sikap atau perilaku yang menggambarkan kepatuhan kepada suatu aturan atau
ketentuan. Kedisiplinan juga berarti suatu tuntutan bagi berlangsungnya
Universitas Sumatera Utara
kehidupan yang sama dan teratur dan tertib,yang dijadikan syarat mutlak bagi berlangsungnya suatu kemajuan dan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik
Budiono, 2006. Kedisiplinan juga merupakan suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai
ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban Prijodarminto, 1994.
Menurut Tu’u 2004 fungsi kedisiplinan madalah menata kehidupan bersama, membangun
kepribadian, melatih kepribadian, pemaksaan, hukuman, menciptakan lingkungan yang kondusif. Sedangkan tujuan kedisiplinan adalah
perkembangan dari pengembangan diri sendiri dan pengarahan diri sendiri tanpa pengaruh atau kendali dari luar. Kedisiplinan adalah suatu latihan batin yang
tercermin dalam tingkah laku yang bertujuan agar orang selalu patuh pada peraturan. Dengan adanya kedisiplinan diharapkan anak didik mendisiplinkan diri
dalam mentaati peraturan sekolah sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan lancar dan memudahkan pencapaian tujuan pendidikan Yahya, 1992.
Kedisiplinan dianggap sebagai sarana agar proses belajar mengajar dapat efektif, oleh karena itu perilaku yang dianggap tidak mendukung proses belajar
mengajar dianggap merupakan masalah disiplin Sukadji, 2000. Oleh karena itu, dengan ditanamkannya kedisiplinan dalam diri siswa maka terciptalah siswa yang
tidak hanya berprestasi akademik namun juga berakhlak serta memiliki pengendalian diri yang baik. Anak didik perlu dibimbing atau ditunjukkan mana
perbuatan yang melanggar tata tertib dan mana perbuatan yang menunjang terlaksananya proses belajar mengajar dengan baik Gordon, 1996.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa dari tahun 1969 sampai 1999, kekurangan disiplin lack of discipline merupakan masalah utama yang dihadapi
sekolah-sekolah setiap tahunnya Rose Gallup, dalam Woolfolk, 2004. Pelanggaran disiplin umumnya terjadi di setiap sekolah, termasuk di SMA Negeri
14 Medan. Hal ini dapat dilihat melalui hasil wawancara dengan seorang guru kelas NS dan seorang guru bahasa Inggris BB di SMA Negeri 14 Medan,
mereka menyatakan bahwa para siswa yang tidak disiplin biasanya melakukan pelanggaran beberapa tata tertib sekolah, seperti terlambat masuk sekolah, tidak
mengerjakan tugas, ribut di kelas, dan sebagainya. Awalnya mereka diberi hukuman di dalam kelas, dan jika siswa tersebut melakukan pelanggaran disiplin
lebih dari 3 tiga kali, maka akan direkomendasikan ke guru Bimbingan Konseling BK atau Bimbingan Pendidikan BP “verbatim terlampir”.
Para guru kelas atau guru mata pelajaran biasanya mengatasi pelanggaran disiplin pada siswa hanya dengan hukuman , tidak dengan melakukan pendekatan
yang lebih dalam mengingat sedikitnya waktu yang tersedia sedangkan jumlah siswa cukup banyak. Guru BK di SMA yang sama FS dan S menyatakan bahwa
tugas para guru BK adalah memantau, mencegah, dan mengatasi siswa-siswa yang melanggar tata tertib sekolah dan tidak disiplin, baik di dalam kelas
rekomendasi guru maupun diluar kelas. Pada umumnya, siswa yang melanggar disiplin sekolah adalah siswa yang memiliki masalah pribadi. Siswa sering
menceritakan masalah-masalah yang mereka alami dan berharap guru BK dapat membantunya menyelesaikan masalah yang ia hadapi “verbatim terlampir”.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil wawancara dengan empat orang CS, SS, GH, H siswa SMA Negeri 14 Medan diketahui juga bahwa sebagian mereka menganggap
bahwa dibuatnya tata tertib sekolah adalah untuk dilanggar, dan menurut mereka menjadi siswa yang disiplin tidak menjadi prioritas mereka. Menjadi siswa yang
disiplin adalah hal yang sia-sia saja jika prestasi akademik hanya dalam taraf sedang atau rendah. Pemikiran mereka tersebut ternyata merupakan hasil proyeksi
dari masalah yang mereka alami, seperti hubungan dengan orang tua keluarga yang tidak baik atau adanya penolakan dari sesama siswa. Sebagian lagi dari
mereka menyatakan bahwa mereka akan berusaha disiplin sesuai dengan kemampuan mereka, seperti tidak terlambat masuk sekolah jika kebetulan bangun
tidur cepat atau jalan tidak macet dan akan terlambat masuk sekolah jika sebaliknya “verbatim terlampir”.
Pelanggaran disiplin sekolah memang sangat sering terjadi, seperti tidak mengerjakan tugas, tidak berpakaian seragam, tidak masuk sekolah tanpa izin,
membolos, membuka buku pada saat ujian, perkelahian antar siswa, perkelahian antar sekolah, menentang guru, dan sebagainya Silitonga, 2006. Faktor yang
menyebabkan pelanggaran disiplin pada diri siswa dapat diperoleh dari lingkungan sekolah, seperti guru yang membiarkan siswa berbuat salah lebih
mementingkan mata pelajaran daripada siswanya, suasana yang gaduh, dan dari lingkungan situasi tempat tinggal, misalnya kurang perhatian, ketidakteraturan,
pertengkaran, masa bodoh, tekanan, dan sibuk urusannya masing-masing. Hal ini dapat menyebabkan konflik dalam diri siswa, dan akan menimbulkan masalah jika
tidak diatasi dengan baik Ekosiswoyo dan Rachman, 2000.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pendapat Ekosiswoyo dan Rachman 2000 serta dari hasil wawancara diatas, dapat diketahui bahwa faktor yang mendorong siswa untuk
melanggar disiplin sekolah adalah karena adanya masalah dan konflik dalam diri siswa tersebut. Siswa SMA pada umumnya berada dalam tahap perkembangan
remaja, dimana remaja masih membutuhkan bantuan dari orang dewasa lainnya untuk membantu mengatasi masalah yang ia hadapi dengan baik Sukadji, 2000.
Maka dari itu, diperlukan adanya suatu program atau layanan di sekolah yang dapat membantu siswa mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Salah satu usaha
pihak pendidikan di sekolah untuk mencegah dan menanggulangi pelanggaran disiplin pada siswa adalah dengan membuat sebuah layanan yang diperuntukkan
bagi para siswa yaitu layanan Bimbingan Konseling BK atau Bimbingan Pendidikan BP. Bimbingan dan Konseling merupakan bagian integral dari
sekolah yang bertujuan memberikan bantuan kepada siswa baik perorangan maupun kelompok agar menjadi pribadi yang mandiri dan berkembang secara
optimal Sukadji, 2000. Perlunya layanan bimbingan konseling di sekolah dapat dipahami dari
tujuan disiplin, dimana tujuannya adalah membantu individu memahami hal-hal yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan memotivasinya untuk tetap berlatih
atau tetap mengikuti aturan yang telah ditentukan. Jadi, layanan bimbingan konseling membantu menentukan sasaran dan merancang program atau latihan
yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan memotivasinya untuk disiplin mengikuti program ini. Tugas dari layanan bimbingan konseling adalah untuk
Universitas Sumatera Utara
membantu siswa memahami mengapa tingkah lakunya dianggap tidak pantas Sukadji, 2000.
Bila hubungan baik antara siswa dengan konselor telah terbentuk, konselor dapat menemukan mengapa pelanggaran tetap terjadi. Konselor dapat membantu
dengan menemukan apa yang ingin dicapai siswa melalui tindakan itu. Dari sisi lain, konselor dapat membantu siswa untuk memahami mengapa tujuannya tidak
layak dan membantu siswa memahami akibat tindakannya Sukadji, 2000. Namun, saat ini sering ditemui dan didengar bahwa guru BK hanyalah sebagai
pelengkap sekolah dan dianggap seorang guru yang “menyeramkan” Badriah, 2008.
Peran bimbingan konseling di sekolah sangat besar untuk mendorong berhasilnya dan tercapainya tujuan pendidikan yang telah disebutkan sebelumnya.
Menurut Williamson dalam Winkel, 1997, kaitan antara pendidikan dengan konseling terletak pada kesamaan tujuan pokoknya, yaitu : pendidikan tidak hanya
bertujuan melatih kecerdasan anak bimbing saja, akan tetapi juga membantu mereka agar dapat mencapai kehidupan sosial, tingkat kehidupan sebagai warga
negara dan tingkat kehidupan emosional yang matang dewasa sesuai dengan dasar kemampuan mereka. Menurut konsepsi dari lembaga konseling Universitas
Minnesota dalam Winkel, 1997 menyatakan bahwa konseling tidaklah berhubungan dengan intelektualisme pengembangan kecerdasan atau
essentialisme permasalahan nilai-nilai essensial dalam pendidikan, akan tetapi berkaitan dengan pembinaan kepribadian dan dengan pengembangan
individualitas yang utuh.
Universitas Sumatera Utara
Blair dan Jones dalam Sukadji, 2000 menyarankan bahwa bila ada pelanggaran ketertiban, guru dan pembimbing perlu mempertanyakan berbagai
pertanyaan, seperti keuntungan apa yang diperoleh seorang anak dari pelanggaran itu?, kebutuhan dasar apa yang terpenuhi dengan perilaku itu?. Pertanyaan-
pertanyaan ini menjawab penyebab dari pelanggaran siswa tersebut. Dengan demikian, diharapkan para guru BK memahami bahwa bukan dasarnya siswa
berkemauan jelek. Siswa adalah manusia biasa yang mempunyai kebutuhan yang harus terpenuhi dengan suatu cara, guru BK perlu berusaha untuk mendapatkan
win-win solution Sukadji, 2000. Siswa perlu mengenal dirinya dengan sebaik-baiknya. Dengan mengenal diri
sendiri, siswa akan dapat bertindak dengan tepat sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Namun demikian tidak semua siswa mampu mengenal segala
kemampuan dirinya. Mereka ini memerlukan bantuan orang lain agar dapat mengenal diri sendiri, lengkap dengan segala kemampuan yang dimilikinya, dan
bantuan ini dapat diberikan melalui layanan bimbingan konseling Walgito, 2004.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Djono dalam Walgito, 2004, yang meneliti korelasi antara pelaksanaan bimbingan konseling dengan
kesejahteraan pribadi anak sebagai pelajar, menunjukkan ada korelasi yang positif. Penelitian lain yang dilakukan oleh Djoenadi Tindasiswasuhardjo dalam
Walgito, 2004, yang meneliti pengaruh bimbingan dan konseling terhadap prestasi belajar siswa, menyimpulkan bahwa ada pengaruh yang positif dari
bimbingan dan konseling terhadap prestasi belajar anak. Dengan demikian, dapat
Universitas Sumatera Utara
disimpulkan bahwa layanan bimbingan dan konseling secara empiris menunjukkan daya guna yang besar dalam proses pendidikan dan pengajaran
Walgito, 2004. Maka dari itu, diperlukan adanya wadah untuk menjalankan bimbingan
konseling ini di sekolah melalui layanan atau program bimbingan konseling. Layanan bimbingan konseling adalah usaha meladeni keluhan- keluhan masalah
siswa yang dilakukan oleh ahli guru BK agar ia mampu memahami diri, menyesuaikan diri, mengembangkan diri sehingga mencapai kehidupan yang
sukses dan bahagia, serta guna mengatasi suatu masalah atau mengoptimalkan potensi yang dimiliki Rahman, 2003.
Rahman 2003, membagi jenis layanan bimbingan konseling kedalam 7 tujuh macam jenis, yaitu layanan orientasi, layanan informasi, layanan
penempatan dan penyaluran, layanan pembelajaran, layanan konseling perorangan, layanan konseling kelompok, dan layanan bimbingan kelompok.
Berdasarkan wawancara dan observasi di SMA Negeri 14 Medan, diketahui bahwa kegiatan layanan Bimbingan Konseling BK di sekolah tersebut
dijalankan sesuai program dan perencanaan yang ada. Siswa menggunakan layanan BK pada saat jam istirahat atau pada jam pelajaran berlangsung. Layanan
BK yang digunakan pada saat jam pelajaran berlangsung biasanya diberikan kepada siswa yang direkomendasikan oleh guru kelas atau guru mata pelajaran
dan layanan BK pada saat jam istirahat biasanya digunakan oleh siswa sendiri keinginan diri sendiri tanpa ada rekomendasi guru. Siswa yang menggunakan
layanan BK atas rekomendasi guru biasanya dikarenakan siswa tersebut adalah
Universitas Sumatera Utara
siswa yang melanggar disiplin, sedangkan siswa yang menggunakan layanan BK atas keinginan diri sendiri adalah siswa yang memiliki keluhan mengenai
masalahnya namun dikarenakan tenaga guru BK dan waktu yang tersedia terbatas, maka tidak semua siswa dapat menggunakan layanan BK yang ada di sekolah
“verbatim terlampir”. Berdasar latar belakang tersebut di atas, kiranya penulis merasa penting
untuk mengetahui bagaimana gambaran kedisiplinan siswa SMAN 14 Medan
yang menggunakan layanan bimbingan konseling di sekolah.
B. Rumusan Masalah