Gambaran Kedisiplinan Siswa SMAN 14 Medan yang Menggunakan Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah

(1)

GAMBARAN KEDISIPLINAN SISWA SMAN 14 MEDAN

YANG MENGGUNAKAN LAYANAN BIMBINGAN

KONSELING DI SEKOLAH

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

WIRA NUR AFNIDA RAMBE

061301081

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GANJIL, 2010/2011


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul:

Gambaran Kedisiplinan Siswa SMAN 14 Medan yang Menggunakan Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Desember 2010

WIRA NUR AFNIDA RAMBE NIM: 061301081


(3)

Gambaran Kedisiplinan Siswa SMAN 14 Medan yang Menggunakan Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah Wira Nur Afnida Rambe dan Sri Supriyantini, M.Si, psikolog

ABSTRAK

Sekolah merupakan tempat berlangsungnya kegiatan belajar–mengajar yang melibatkan siswa dan guru. Dari program sekolah ini, siswa diharapkan dapat menjadi individu yang tidak hanya memiliki prestasi akademik yang baik tetapi juga berakhlak mulia, sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional. Pada umumnya, sekolah lebih fokus pada masalah prestasi akademik siswa dibandingkan dengan masalah akhlak dan pengendalian diri siswa. Maka dari itu, perlu ditanamkannya kedisiplinan dalam diri siswa. Dalam hal ini kedisiplinan merupakan sikap atau perilaku yang menggambarkan kepatuhan kepada suatu aturan atau ketentuan. Dengan adanya kedisiplinan diharapkan anak didik mendisiplinkan diri dalam mentaati peraturan sekolah sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan lancar dan memudahkan pencapaian tujuan pendidikan. Siswa perlu mengenal dirinya dengan sebaik-baiknya. Dengan mengenal diri sendiri, siswa akan dapat bertindak dengan tepat sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Namun demikian tidak semua siswa mampu mengenal segala kemampuan dirinya. Mereka ini memerlukan bantuan orang lain agar dapat mengenal diri sendiri, lengkap dengan segala kemampuan yang dimilikinya, dan bantuan ini dapat diberikan melalui layanan bimbingan konseling di sekolah.

Penelitian ini merupakan penelitian dekriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran kedisiplinan siswa SMAN 14 Medan yang menggunakan BK. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 164 orang. Subjek diperoleh dari catatan guru BK. Alat ukur yang digunakan berupa skala kedisiplinan yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek disiplin yang dikemukakan oleh Prijodarminto (1994) yaitu pemahaman, sikap mental, dan perilaku. Skala yang dibuat dalam penelitian ini terdiri dari 38 aitem. Uji daya beda item dilakukan dengan menggunakan koefisien kolerasi Alpha dari Conbrach untuk mengetahui reabilitas alat ukur. Berdasarkan hasil estimasi daya beda aitem dan reabilitas terhadap daya uji coba maka diperoleh koefisien alpha keseluruhan aitem 0,923.

Data yang diolah dalam penelitian ini yaitu skor minimum, skor maksimum, mean, dan standar deviasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedisiplinan siswa SMAN 14 Medan yang menggunakan layanan BK di sekolah yang tergolongkan rendah sebanyak 27 (16,46 %) orang, kedisiplinan siswa yang tergolong sedang 125 (76,5%) orang dan kedisiplinan siswa yang tergolong tinggi sebanyak 12 (7,3%) orang. Maka berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa mayoritas kedisiplinan siswa SMAN 14 Medan yang menggunakan layanan BK di sekolah berada pada kategori sedang, artinya individu memiliki pemahaman yang cukup baik terhadap manfaat dari suatu peraturan dan manfaat dari disiplin tetapi memiliki pemikiran yang menyatakan bahwa menjadi orang yang disiplin sangat sulit dan berat untuk dijalani, memiliki afek (perasaan) yang positif untuk menjadi seseorang yang disiplin dan ingin mewujudkannya namun dalam pelaksanaannya individu cenderung lebih menunjukkan sikap tidak


(4)

disiplin, dan terkadang individu menunjukkan perilaku disiplin dalam aspek kehidupannya dan cenderung lebih kuat ketika lingkungan mendukung.


(5)

Descriptif of Student’s SMAN 14 Medan Discipline Who Using Guidance and Counselling Services in Schools Wira Nur Afnida Rambe and Sri Supriyantini, M. Si, psikolog

ABSTRACT

School is the venue for teaching and learning activities involving students and teachers. From this school program, students are expected to be individuals who not only have good academic achievement but also noble, in accordance with national education goals. In general, schools focus more on the problem of student academic achievement compared to the problem of morality and self-control students. Therefore, it should be embedded in student discipline. In this discipline is an attitude or behavior that illustrate compliance with any rules or regulations. With the discipline students are expected to discipline themselves to keep the rules in school so that the learning process went smoothly and facilitate the achievement of educational goals. Students need to know themselves best. By knowing yourself, students will be able to act appropriately in accordance with the capabilities that exist in him. However, not all students are able to recognize all her abilities. They need the help of others in order to know yourself, complete with all the capabilities it possesses, and this assistance can be provided through guidance counseling services in schools.

This research is aimed descriptif to see student’s SMAN 14 Medan discipline who use BK service in the school. The number of samples in this study were as many as 164 people. The subject teacher records obtained from BK. Measuring instruments used in the form of discipline scale made by researchers based on aspects of the discipline proposed by Prijodarminto (1994), namely comprehension, mental attitude, and behavior. Scale made in this study consisted of 38 aitem. Test different resource items is done by using correlation coefficient Alpha of Conbrach to know the reliability of measuring instruments. Based on estimates of different power and reliability of power aitem test the overall alpha coefficient obtained aitem 0.923. The data are processed in this study is the minimum score, maximum score, mean, and standard deviation.

The results of this study indicate that the discipline high school students who use the service 14 Medan BK at low tergolongkan schools by 27 (16.46%) persons, belonging to discipline students was 125 (76.5%) people and the discipline of students is high as many as 12 (7.3%) persons. So based on these results can be seen that the majority of discipline high school students who use the service 14 Medan BK in schools in middle category, meaning that individuals have a fairly good understanding of the benefits of a rule and benefit from the discipline but have thought that states that a person who disciplined very difficult and heavy to be lived, having affective (feeling) is positive to be someone who is disciplined and want to make it happen but in the execution of individuals tend to show an attitude of discipline, and sometimes individuals show behavioral aspects of discipline in life and tend to be stronger when the environment supports Keywords: Discipline, BK Services in School


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin dan suri tauladan dalam hidup. Skripsi ini berjudul “Gambaran Kedisiplinan Siswa SMAN 14 Medan Yang Menggunakan Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat dalam menempuh ujian akhir guna memperoleh gelar jenjang strata satu (S-1) di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Tidak dapat disangkal butuh usaha yang keras, kegigihan, dan kesabaran untuk menyelesaikannya. Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari peranan ayah dan ibu (Alm Wahid Rambe dan Almh Siti Sarah Pohan) yang memberi motivasi besar dalam diri anakmu ini, walaupun kalian sudah tidak di dunia ini lagi. Kemudian, motivasi terbesar kedua saya adalah ibu pengganti (Rosimah Pane) yang menyayangi saya dan kakak adik saya seperti anak kandung sendiri. Kebesaran hatimu membuat anakmu ini semakin termotivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Kepada kakak, abang, dan adik saya yang selalu mengingatkan saya untuk fokus pada skripsi dan selalu mendukung, saya ucapkan terima kasih. Saya bangga dan bersyukur lahir sebagai manusia diantara kalian semua.

Selain dari pengaruh orang tua dan keluarga, penulis menyadari selesainya skripsi ini tidak terlepas dari peranan berbagai pihak yang turut membantu saya dalam penyusunannya. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima


(7)

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Sri Supriyantini, M.Si, psikolog selaku dosen pembimbing saya. Terima kasih untuk semua hal yang telah ibu berikan selama membimbing saya. Terima kasih untuk saran, komentar, dukungan, perhatian, kesabaran, dan waktu yang ibu curahkan kepada saya.

3. Ibu Rodiatul Hasanah, M. Psi, psikolog selaku dosen pembimbing akademik saya, terima kasih atas dukungan, bimbingan dan waktu yang ibu berikan kepada saya selama mengikuti perkuliahan.

4. Seluruh dosen-dosen yang ada di Fakultas Psikologi USU khususnya di departemen pendidikan. Terima kasih atas dukungan, masukan serta bimbingan yang diberikan kepada saya.

5. Untuk orang-orang yang membantu peneliti dalam mengumpulkan sampel penelitian, Yenni Roeshinta, Mutiara Sianturi, Helva Rita, Novira Mita, Ingrid Beatix, terima kasih atas segala bantuan kalian yang sudah mau menemaniku mencari data. Terima kasih juga buat ibu Rr. Lita Hadiati W, S. Psi, Psikolog, yang sudah membantu saya mencari buku untuk bahan teori saya.

6. Teman-temaku yang tercinta yang tergabung di “Tante-Tante Garing” : Novira Mita, Helva Rita, Ingrid Beatrix, Mutiara Grace Sianturi, Dinar Fenny, Mona Mayasari, Mariyanti, Corry JS, dan teman-teman lain yang sering membuat keributan di kantin yang tidak bisa saya sebutkan semuanya. Terima kasih buat dukungan, diskusi, kebersamaan, canda,


(8)

tawa dan tangis yang kita lakukan bersama selama kuliah di Fakultas Psikologi.

7. Seluruh teman yang ada di departemen pendidikan dan teman-teman yang ada di Fakultas Psikologi USU khususnya stambuk 2006 yang membantu dan mendukung saya dalam menyelesaikan perkuliahan, terima kasih atas semua bantuan yang kalian berikan.

8. Seluruh pihak sekolah dan konselor sekolah yang telah membantu peneliti untuk melakukan pengambilan data, terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan.

Sebagai manusia yang masih belajar, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi hasil yang lebih baik. Akhir kata penulis berharap somoga penelitian skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Medan, Desember 2010


(9)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK

KATA PENGANTAR ……….i

DAFTAS ISI ………..iv

DAFTAR TABEL ………. .x

DAFTAR GRAFIK ………xi

BAB I. PENDAHULUAN ………..1

A. Latar Belakang ………..…..1

B. Pertanyaan Penelitian ………..………...12

C. Tujuan Penelitian ……….……..12

D. Manfaat Penelitian ……….………12

1.Manfaat teoritis ……….……....12

2.Manfaat praktis ……….……. ...13

E. Sistematika Penulisan ...14

BAB II. LANDASAN TEORI ………..16

A. kedisiplinan ……….16

1. Definisi kedisiplinan ……….….. ….16


(10)

3 . Dimensi kedisiplinan ………..………..19

4. Sumber-sumber kedisiplinan ………..……20

5. Proses-proses yang mempengaruhi kedisiplinan …………..…...23

B. Konselor Sekolah ………..27

1. Definisi konselor sekolah ….……….…..27

2. Tugas konselor sekolah ……..……….27

3 . Tanggung jawab konselor sekolah ……..………29

4. Jenis layanan konselor sekolah ………...………...…...32

C. Gambaran Kedisiplinan Siswa SMAN 14 Medan yang Menggunakan Layanan BK di Sekolah. ………33

BAB III. METODE PENELITIAN ………..38

A. Identifikasi Variabel Penelitian ……….39

B. Definisi Operasional ………..39

C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel ………..41

1. Populasi dan sampel ……….…..41

2. Metode pengambilan sampel ……….…..42

3. Jumlah sampel ……….……….…..43

D. Alat Ukur yang Digunakan ………..44

E. Uji Coba Alat Ukur ………...46

1. Validitas alat ukur ...46

2. Daya beda item dan reliabilitas alat ukur ...47


(11)

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ...52

1.Tahap persiapan ...52

2.Tahapan pelaksanaan penelitian ...53

3.Tahapan pengolahan data penelitian ...54

H. Metode Analisa Data ………54

BAN IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ………...56

A. Analisa Data ……….….56

1. Gambaran subjek penelitian ………..56

a. Gambaran subjek berdasarkan usia ……….…56

b. Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin ………..57

c. Gambaran subjek berdasarkan tingkat kelas………...….58

d. Gambaran subjek berdasarkan frekuensi penggunaan layanan BK………..…...……….59

2. Hasil utama penelitian ………...62

a. Gambaran umum kedisiplinan siswa ………...…….62

b. Gambaran dimensi-dimensi kedisiplinan siswa...64

3. Hasil tambahan penelitian ……….67

a. Gambaran kedisiplinan siswa berdasarkan usia subjek penelitian ………...……….67

b. Gambaran kedisiplinan siswa berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian ………...……68


(12)

c. Gambaran kedisiplinan siswa berdasarkan tingkat kelas subjek

penelitian ……...………..69

d. Gambaran kedisiplinan siswa berdasarkan frekuensi penggunaan layanan BK subjek penelitian ………...…………...70

B. Pembahasan ………...73

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………...79

A. Kesimpulan ………..79

B. Saran ………..80

1. Saran motodologis ……….80

2. Saran praktis ………..81

DAFTAR PUSTAKA ………...82


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue print skala kedisiplinan siswa sebelum uji coba …...45

Tabel 2. Kategorisasi norma nilai kedisiplinan siswa...46

Tabel 3. Blue print skala kedisiplinan siswa sebelum uji coba …...50

Tabel 4. Blue print skala kedisiplinan yang digunakan dalam penelitian ...51

Tabel 5. Penyebaran subjek berdasarkan usia ………..56

Tabel 6. Penyebaran subjek berdasarkan jenis kelamin ……….. 57

Tabel 7. Penyebaran subjek berdasarkan tingkat kelas ………...…. 58

Tabel 8. Penyebaran subjek berdasarkan frekuensi penggunaan layanan BK.... 59

Tabel 11. Gambaran mean, skor minimum, skor maksimum, dan standar deviasi kedisiplinan siswa ………... ………...……… 62

Tabel 12. Kategorisasi norma nilai kedisiplinan ………..63

Tabel13. Penggolongan kedisiplinan siswa berdasarkan skor skala kedisiplinan…………...……….63

Tabel14. Kategorisasi kedisiplinan siswa berdasarkan dimensi- dimensinya………65

Tabel15. Penggolongan konselor sekolah yang memiliki kedisiplinan sedang berdasarkan dimensi-dimensi kedisiplinan……….. 66

Tabel 16. Gambaran kedisiplinan siswa berdasarkan usia ……...…… 67

Tabel17. Gambaran kedisiplinan siswa berdasarkan jenis kelamin ……….68


(14)

Tabel 18. Gambaran kedisiplinan siswa berdasarkan tingkat kelas ……….………...………...69 Tabel 19. Gambaran kedisiplinan siswa sekolah berdasarkan frekuensi


(15)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Penyebaran subjek berdasarkan usia ………..57

Grafik 2. Penyebaran subjek berdasarkan jenis kelamin ………...58

Grafik 3. Penyebaran subjek berdasarkan tingkat kelas ………...…..59

Grafik 4. Penyebaran subjek berdasarkan frekuensi penggunaan layanan BK

………...…...60


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Uji daya beda aitem dan reabilitas Lampiran 2. Hasil pengolahan data

Lampiran 3. Alat ukur penelitian Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian


(17)

Gambaran Kedisiplinan Siswa SMAN 14 Medan yang Menggunakan Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah Wira Nur Afnida Rambe dan Sri Supriyantini, M.Si, psikolog

ABSTRAK

Sekolah merupakan tempat berlangsungnya kegiatan belajar–mengajar yang melibatkan siswa dan guru. Dari program sekolah ini, siswa diharapkan dapat menjadi individu yang tidak hanya memiliki prestasi akademik yang baik tetapi juga berakhlak mulia, sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional. Pada umumnya, sekolah lebih fokus pada masalah prestasi akademik siswa dibandingkan dengan masalah akhlak dan pengendalian diri siswa. Maka dari itu, perlu ditanamkannya kedisiplinan dalam diri siswa. Dalam hal ini kedisiplinan merupakan sikap atau perilaku yang menggambarkan kepatuhan kepada suatu aturan atau ketentuan. Dengan adanya kedisiplinan diharapkan anak didik mendisiplinkan diri dalam mentaati peraturan sekolah sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan lancar dan memudahkan pencapaian tujuan pendidikan. Siswa perlu mengenal dirinya dengan sebaik-baiknya. Dengan mengenal diri sendiri, siswa akan dapat bertindak dengan tepat sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Namun demikian tidak semua siswa mampu mengenal segala kemampuan dirinya. Mereka ini memerlukan bantuan orang lain agar dapat mengenal diri sendiri, lengkap dengan segala kemampuan yang dimilikinya, dan bantuan ini dapat diberikan melalui layanan bimbingan konseling di sekolah.

Penelitian ini merupakan penelitian dekriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran kedisiplinan siswa SMAN 14 Medan yang menggunakan BK. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 164 orang. Subjek diperoleh dari catatan guru BK. Alat ukur yang digunakan berupa skala kedisiplinan yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek disiplin yang dikemukakan oleh Prijodarminto (1994) yaitu pemahaman, sikap mental, dan perilaku. Skala yang dibuat dalam penelitian ini terdiri dari 38 aitem. Uji daya beda item dilakukan dengan menggunakan koefisien kolerasi Alpha dari Conbrach untuk mengetahui reabilitas alat ukur. Berdasarkan hasil estimasi daya beda aitem dan reabilitas terhadap daya uji coba maka diperoleh koefisien alpha keseluruhan aitem 0,923.

Data yang diolah dalam penelitian ini yaitu skor minimum, skor maksimum, mean, dan standar deviasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedisiplinan siswa SMAN 14 Medan yang menggunakan layanan BK di sekolah yang tergolongkan rendah sebanyak 27 (16,46 %) orang, kedisiplinan siswa yang tergolong sedang 125 (76,5%) orang dan kedisiplinan siswa yang tergolong tinggi sebanyak 12 (7,3%) orang. Maka berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa mayoritas kedisiplinan siswa SMAN 14 Medan yang menggunakan layanan BK di sekolah berada pada kategori sedang, artinya individu memiliki pemahaman yang cukup baik terhadap manfaat dari suatu peraturan dan manfaat dari disiplin tetapi memiliki pemikiran yang menyatakan bahwa menjadi orang yang disiplin sangat sulit dan berat untuk dijalani, memiliki afek (perasaan) yang positif untuk menjadi seseorang yang disiplin dan ingin mewujudkannya namun dalam pelaksanaannya individu cenderung lebih menunjukkan sikap tidak


(18)

disiplin, dan terkadang individu menunjukkan perilaku disiplin dalam aspek kehidupannya dan cenderung lebih kuat ketika lingkungan mendukung.


(19)

Descriptif of Student’s SMAN 14 Medan Discipline Who Using Guidance and Counselling Services in Schools Wira Nur Afnida Rambe and Sri Supriyantini, M. Si, psikolog

ABSTRACT

School is the venue for teaching and learning activities involving students and teachers. From this school program, students are expected to be individuals who not only have good academic achievement but also noble, in accordance with national education goals. In general, schools focus more on the problem of student academic achievement compared to the problem of morality and self-control students. Therefore, it should be embedded in student discipline. In this discipline is an attitude or behavior that illustrate compliance with any rules or regulations. With the discipline students are expected to discipline themselves to keep the rules in school so that the learning process went smoothly and facilitate the achievement of educational goals. Students need to know themselves best. By knowing yourself, students will be able to act appropriately in accordance with the capabilities that exist in him. However, not all students are able to recognize all her abilities. They need the help of others in order to know yourself, complete with all the capabilities it possesses, and this assistance can be provided through guidance counseling services in schools.

This research is aimed descriptif to see student’s SMAN 14 Medan discipline who use BK service in the school. The number of samples in this study were as many as 164 people. The subject teacher records obtained from BK. Measuring instruments used in the form of discipline scale made by researchers based on aspects of the discipline proposed by Prijodarminto (1994), namely comprehension, mental attitude, and behavior. Scale made in this study consisted of 38 aitem. Test different resource items is done by using correlation coefficient Alpha of Conbrach to know the reliability of measuring instruments. Based on estimates of different power and reliability of power aitem test the overall alpha coefficient obtained aitem 0.923. The data are processed in this study is the minimum score, maximum score, mean, and standard deviation.

The results of this study indicate that the discipline high school students who use the service 14 Medan BK at low tergolongkan schools by 27 (16.46%) persons, belonging to discipline students was 125 (76.5%) people and the discipline of students is high as many as 12 (7.3%) persons. So based on these results can be seen that the majority of discipline high school students who use the service 14 Medan BK in schools in middle category, meaning that individuals have a fairly good understanding of the benefits of a rule and benefit from the discipline but have thought that states that a person who disciplined very difficult and heavy to be lived, having affective (feeling) is positive to be someone who is disciplined and want to make it happen but in the execution of individuals tend to show an attitude of discipline, and sometimes individuals show behavioral aspects of discipline in life and tend to be stronger when the environment supports Keywords: Discipline, BK Services in School


(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada saat ini memiliki peran yang sangat penting dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Didalam UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan nasional, tercantum pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Undang-Undang Republik Indonesia, 2003).

Dalam nomor Undang–Undang yang sama, pasal 3, disebutkan juga bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang Republik Indonesia, 2003).

Penyelenggaraan pendidikan dapat dilaksanakan melalui beberapa jalur yang diantaranya adalah pendidikan formal yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas,


(21)

mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi (Depdiknas, 2009). Setiap jenjang pendidikan tersebut terdiri dari anak-anak dengan usia yang berbeda. Pada umumnya, siswa Sekolah Dasar (SD) adalah anak-anak berusia 6-12 tahun, sedangkan siswa SMP dan SMA berusia sekitar 12 sampai 19 tahun (namun ada yang lebih muda dan lebih tua). Masa ini digolongkan sebagai masa remaja awal sampai masa remaja akhir (Sukadji, 2000).

Sekolah merupakan tempat berlangsungnya kegiatan belajar–mengajar yang melibatkan siswa dan guru. Dari program sekolah ini, siswa diharapkan dapat menjadi individu yang tidak hanya memiliki prestasi akademik yang baik tetapi juga berakhlak mulia, sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional (Sukadji, 2000).

Pada umumnya, sekolah lebih fokus pada masalah prestasi akademik siswa dibandingkan dengan masalah akhlak dan pengendalian diri siswa (Depdiknas, 2009). Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan diantara prestasi akademik dan akhlak/ pengendalian diri. Melatih siswa untuk mengikuti dan menuruti aturan di sekolah adalah salah satu cara untuk memecahkan masalah ketidakseimbangan ini. Maka dari itu, perlu ditanamkannya kedisiplinan dalam diri siswa (Tu’u, 2004).

Kedisiplinan dapat diartikan sebagai serangkaian tingkah laku yang dilakukan untuk dapat mencapai sasaran tertentu. Dalam hal ini kedisiplinan juga berarti tingkah laku yang sesuai dengan aturan atau hukum, seperti disiplin beragama dan undang-undang (Sukadji, 2000). Kedisiplinan merupakan sikap atau perilaku yang menggambarkan kepatuhan kepada suatu aturan atau ketentuan. Kedisiplinan juga berarti suatu tuntutan bagi berlangsungnya


(22)

kehidupan yang sama dan teratur dan tertib,yang dijadikan syarat mutlak bagi berlangsungnya suatu kemajuan dan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik (Budiono, 2006). Kedisiplinan juga merupakan suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban (Prijodarminto, 1994).

Menurut Tu’u (2004) fungsi kedisiplinan madalah menata kehidupan bersama, membangun kepribadian, melatih kepribadian, pemaksaan, hukuman, menciptakan lingkungan yang kondusif. Sedangkan tujuan kedisiplinan adalah perkembangan dari pengembangan diri sendiri dan pengarahan diri sendiri tanpa pengaruh atau kendali dari luar. Kedisiplinan adalah suatu latihan batin yang tercermin dalam tingkah laku yang bertujuan agar orang selalu patuh pada peraturan. Dengan adanya kedisiplinan diharapkan anak didik mendisiplinkan diri dalam mentaati peraturan sekolah sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan lancar dan memudahkan pencapaian tujuan pendidikan (Yahya, 1992).

Kedisiplinan dianggap sebagai sarana agar proses belajar mengajar dapat efektif, oleh karena itu perilaku yang dianggap tidak mendukung proses belajar mengajar dianggap merupakan masalah disiplin (Sukadji, 2000). Oleh karena itu, dengan ditanamkannya kedisiplinan dalam diri siswa maka terciptalah siswa yang tidak hanya berprestasi akademik namun juga berakhlak serta memiliki pengendalian diri yang baik. Anak didik perlu dibimbing atau ditunjukkan mana perbuatan yang melanggar tata tertib dan mana perbuatan yang menunjang terlaksananya proses belajar mengajar dengan baik (Gordon, 1996).


(23)

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa dari tahun 1969 sampai 1999, kekurangan disiplin (lack of discipline) merupakan masalah utama yang dihadapi sekolah-sekolah setiap tahunnya (Rose & Gallup, dalam Woolfolk, 2004). Pelanggaran disiplin umumnya terjadi di setiap sekolah, termasuk di SMA Negeri 14 Medan. Hal ini dapat dilihat melalui hasil wawancara dengan seorang guru kelas (NS) dan seorang guru bahasa Inggris (BB) di SMA Negeri 14 Medan, mereka menyatakan bahwa para siswa yang tidak disiplin biasanya melakukan pelanggaran beberapa tata tertib sekolah, seperti terlambat masuk sekolah, tidak mengerjakan tugas, ribut di kelas, dan sebagainya. Awalnya mereka diberi hukuman di dalam kelas, dan jika siswa tersebut melakukan pelanggaran disiplin lebih dari 3 (tiga) kali, maka akan direkomendasikan ke guru Bimbingan Konseling (BK) atau Bimbingan Pendidikan (BP) (“verbatim terlampir”).

Para guru kelas atau guru mata pelajaran biasanya mengatasi pelanggaran disiplin pada siswa hanya dengan hukuman , tidak dengan melakukan pendekatan yang lebih dalam mengingat sedikitnya waktu yang tersedia sedangkan jumlah siswa cukup banyak. Guru BK di SMA yang sama (FS dan S) menyatakan bahwa tugas para guru BK adalah memantau, mencegah, dan mengatasi siswa-siswa yang melanggar tata tertib sekolah dan tidak disiplin, baik di dalam kelas (rekomendasi guru) maupun diluar kelas. Pada umumnya, siswa yang melanggar disiplin sekolah adalah siswa yang memiliki masalah pribadi. Siswa sering menceritakan masalah-masalah yang mereka alami dan berharap guru BK dapat membantunya menyelesaikan masalah yang ia hadapi (“verbatim terlampir”).


(24)

Berdasarkan hasil wawancara dengan empat orang (CS, SS, GH, H) siswa SMA Negeri 14 Medan diketahui juga bahwa sebagian mereka menganggap bahwa dibuatnya tata tertib sekolah adalah untuk dilanggar, dan menurut mereka menjadi siswa yang disiplin tidak menjadi prioritas mereka. Menjadi siswa yang disiplin adalah hal yang sia-sia saja jika prestasi akademik hanya dalam taraf sedang atau rendah. Pemikiran mereka tersebut ternyata merupakan hasil proyeksi dari masalah yang mereka alami, seperti hubungan dengan orang tua/ keluarga yang tidak baik atau adanya penolakan dari sesama siswa. Sebagian lagi dari mereka menyatakan bahwa mereka akan berusaha disiplin sesuai dengan kemampuan mereka, seperti tidak terlambat masuk sekolah jika kebetulan bangun tidur cepat atau jalan tidak macet dan akan terlambat masuk sekolah jika sebaliknya (“verbatim terlampir”).

Pelanggaran disiplin sekolah memang sangat sering terjadi, seperti tidak mengerjakan tugas, tidak berpakaian seragam, tidak masuk sekolah tanpa izin, membolos, membuka buku pada saat ujian, perkelahian antar siswa, perkelahian antar sekolah, menentang guru, dan sebagainya (Silitonga, 2006). Faktor yang menyebabkan pelanggaran disiplin pada diri siswa dapat diperoleh dari lingkungan sekolah, seperti guru yang membiarkan siswa berbuat salah/ lebih mementingkan mata pelajaran daripada siswanya, suasana yang gaduh, dan dari lingkungan/ situasi tempat tinggal, misalnya kurang perhatian, ketidakteraturan, pertengkaran, masa bodoh, tekanan, dan sibuk urusannya masing-masing. Hal ini dapat menyebabkan konflik dalam diri siswa, dan akan menimbulkan masalah jika tidak diatasi dengan baik (Ekosiswoyo dan Rachman, 2000).


(25)

Berdasarkan pendapat Ekosiswoyo dan Rachman (2000) serta dari hasil wawancara diatas, dapat diketahui bahwa faktor yang mendorong siswa untuk melanggar disiplin sekolah adalah karena adanya masalah dan konflik dalam diri siswa tersebut. Siswa SMA pada umumnya berada dalam tahap perkembangan remaja, dimana remaja masih membutuhkan bantuan dari orang dewasa lainnya untuk membantu mengatasi masalah yang ia hadapi dengan baik (Sukadji, 2000).

Maka dari itu, diperlukan adanya suatu program atau layanan di sekolah yang dapat membantu siswa mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Salah satu usaha pihak pendidikan di sekolah untuk mencegah dan menanggulangi pelanggaran disiplin pada siswa adalah dengan membuat sebuah layanan yang diperuntukkan bagi para siswa yaitu layanan Bimbingan Konseling (BK) atau Bimbingan Pendidikan (BP). Bimbingan dan Konseling merupakan bagian integral dari sekolah yang bertujuan memberikan bantuan kepada siswa baik perorangan maupun kelompok agar menjadi pribadi yang mandiri dan berkembang secara optimal (Sukadji, 2000).

Perlunya layanan bimbingan konseling di sekolah dapat dipahami dari tujuan disiplin, dimana tujuannya adalah membantu individu memahami hal-hal yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan memotivasinya untuk tetap berlatih atau tetap mengikuti aturan yang telah ditentukan. Jadi, layanan bimbingan konseling membantu menentukan sasaran dan merancang program atau latihan yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan memotivasinya untuk disiplin mengikuti program ini. Tugas dari layanan bimbingan konseling adalah untuk


(26)

membantu siswa memahami mengapa tingkah lakunya dianggap tidak pantas (Sukadji, 2000).

Bila hubungan baik antara siswa dengan konselor telah terbentuk, konselor dapat menemukan mengapa pelanggaran tetap terjadi. Konselor dapat membantu dengan menemukan apa yang ingin dicapai siswa melalui tindakan itu. Dari sisi lain, konselor dapat membantu siswa untuk memahami mengapa tujuannya tidak layak dan membantu siswa memahami akibat tindakannya (Sukadji, 2000). Namun, saat ini sering ditemui dan didengar bahwa guru BK hanyalah sebagai pelengkap sekolah dan dianggap seorang guru yang “menyeramkan” (Badriah, 2008).

Peran bimbingan konseling di sekolah sangat besar untuk mendorong berhasilnya dan tercapainya tujuan pendidikan yang telah disebutkan sebelumnya. Menurut Williamson (dalam Winkel, 1997), kaitan antara pendidikan dengan konseling terletak pada kesamaan tujuan pokoknya, yaitu : pendidikan tidak hanya bertujuan melatih kecerdasan anak bimbing saja, akan tetapi juga membantu mereka agar dapat mencapai kehidupan sosial, tingkat kehidupan sebagai warga negara dan tingkat kehidupan emosional yang matang (dewasa) sesuai dengan dasar kemampuan mereka. Menurut konsepsi dari lembaga konseling Universitas Minnesota (dalam Winkel, 1997) menyatakan bahwa konseling tidaklah berhubungan dengan intelektualisme (pengembangan kecerdasan) atau essentialisme (permasalahan nilai-nilai essensial) dalam pendidikan, akan tetapi berkaitan dengan pembinaan kepribadian dan dengan pengembangan individualitas yang utuh.


(27)

Blair dan Jones (dalam Sukadji, 2000) menyarankan bahwa bila ada pelanggaran ketertiban, guru dan pembimbing perlu mempertanyakan berbagai pertanyaan, seperti keuntungan apa yang diperoleh seorang anak dari pelanggaran itu?, kebutuhan dasar apa yang terpenuhi dengan perilaku itu?. Pertanyaan-pertanyaan ini menjawab penyebab dari pelanggaran siswa tersebut. Dengan demikian, diharapkan para guru BK memahami bahwa bukan dasarnya siswa berkemauan jelek. Siswa adalah manusia biasa yang mempunyai kebutuhan yang harus terpenuhi dengan suatu cara, guru BK perlu berusaha untuk mendapatkan win-win solution (Sukadji, 2000).

Siswa perlu mengenal dirinya dengan sebaik-baiknya. Dengan mengenal diri sendiri, siswa akan dapat bertindak dengan tepat sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Namun demikian tidak semua siswa mampu mengenal segala kemampuan dirinya. Mereka ini memerlukan bantuan orang lain agar dapat mengenal diri sendiri, lengkap dengan segala kemampuan yang dimilikinya, dan bantuan ini dapat diberikan melalui layanan bimbingan konseling (Walgito, 2004).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Djono (dalam Walgito, 2004), yang meneliti korelasi antara pelaksanaan bimbingan konseling dengan kesejahteraan pribadi anak sebagai pelajar, menunjukkan ada korelasi yang positif. Penelitian lain yang dilakukan oleh Djoenadi Tindasiswasuhardjo (dalam Walgito, 2004), yang meneliti pengaruh bimbingan dan konseling terhadap prestasi belajar siswa, menyimpulkan bahwa ada pengaruh yang positif dari bimbingan dan konseling terhadap prestasi belajar anak. Dengan demikian, dapat


(28)

disimpulkan bahwa layanan bimbingan dan konseling secara empiris menunjukkan daya guna yang besar dalam proses pendidikan dan pengajaran (Walgito, 2004).

Maka dari itu, diperlukan adanya wadah untuk menjalankan bimbingan konseling ini di sekolah melalui layanan atau program bimbingan konseling. Layanan bimbingan konseling adalah usaha meladeni keluhan- keluhan masalah siswa yang dilakukan oleh ahli (guru BK) agar ia mampu memahami diri, menyesuaikan diri, mengembangkan diri sehingga mencapai kehidupan yang sukses dan bahagia, serta guna mengatasi suatu masalah atau mengoptimalkan potensi yang dimiliki (Rahman, 2003).

Rahman (2003), membagi jenis layanan bimbingan konseling kedalam 7 (tujuh) macam jenis, yaitu layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan pembelajaran, layanan konseling perorangan, layanan konseling kelompok, dan layanan bimbingan kelompok.

Berdasarkan wawancara dan observasi di SMA Negeri 14 Medan, diketahui bahwa kegiatan layanan Bimbingan Konseling (BK) di sekolah tersebut dijalankan sesuai program dan perencanaan yang ada. Siswa menggunakan layanan BK pada saat jam istirahat atau pada jam pelajaran berlangsung. Layanan BK yang digunakan pada saat jam pelajaran berlangsung biasanya diberikan kepada siswa yang direkomendasikan oleh guru kelas atau guru mata pelajaran dan layanan BK pada saat jam istirahat biasanya digunakan oleh siswa sendiri (keinginan diri sendiri) tanpa ada rekomendasi guru. Siswa yang menggunakan layanan BK atas rekomendasi guru biasanya dikarenakan siswa tersebut adalah


(29)

siswa yang melanggar disiplin, sedangkan siswa yang menggunakan layanan BK atas keinginan diri sendiri adalah siswa yang memiliki keluhan mengenai masalahnya namun dikarenakan tenaga guru BK dan waktu yang tersedia terbatas, maka tidak semua siswa dapat menggunakan layanan BK yang ada di sekolah (“verbatim terlampir”).

Berdasar latar belakang tersebut di atas, kiranya penulis merasa penting untuk mengetahui bagaimana gambaran kedisiplinan siswa SMAN 14 Medan yang menggunakan layanan bimbingan konseling di sekolah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka permasalahan dalam penelitian adalah sebagai berikut, ”Bagaimana gambaran kedisiplinan siswa SMAN 14 Medan yang menggunakan layanan bimbingan konseling di sekolah?”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran kedisiplinan siswa SMAN 14 Medan yang menggunakan layanan bimbingan konseling di sekolah.


(30)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan pemikiran dalam mengembangkan ilmu psikologi pendidikan, khususnya psikologi sekolah, berkaitan dengan penggunaan layanan bimbingan konseling di sekolah dan hubungannya dengan kedisiplinan pada siswa, serta dapat menjadi bahan dalam melakukan penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu :

a. Bagi sekolah dan para guru

Sebagai informasi mengenai gambaran kedisiplinan siswa yang menggunakan layanan bimbingan konseling sehingga diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi terhadap program penggunaan layanan bimbingan konseling di sekolah.

b. Bagi siswa

Dapat mengetahui gambaran kedisiplinan siswa dan menjadi bahan evaluasi terhadap diri siswa masing-masing.


(31)

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah : Bab I : Pendahuluan

Berisi uraian singkat tentang latar belakang permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan Bab II : Landasan Teori

Berisikan tentang teori-teori mengenai variabel yang diteliti, hubungan antara variabel dan hipotesa.

Bab III : Metode Penelitian

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai identifikasi variabel, definisi operasional dari masing-masing variabel, sampel penelitian, teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data serta metode analisa data.


(32)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kedisiplinan

1. Pengertian Kedisiplinan

Kata kedisiplinan berasal dari bahasa Latin yaitu discipulus, yang berarti mengajari atau mengikuti yang dihormati. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), menyatakan bahwa disiplin adalah:

a. Tata tertib (di sekolah, di kantor, kemiliteran, dan sebagainya). b. Ketaatan (kepatuhan) pada peraturan tata tertib.

c. Bidang studi yang memiliki objek dan sistem tertentu.

Kedisiplinan adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban. Karena sudah menyatu dengannya, maka sikap atau perbuatan yang dilakukan bukan lagi atau sama sekali tidak dirasakan sebagai beban, bahkan sebaliknya akan membebani dirinya bilamana ia tidak berbuat sebagaimana lazimnya (Prijodarminto, 1994).

Menurut Ekosiswoyo dan Rachman (2000), kedisiplinan hakikatnya adalah sekumpulan tingkah laku individu maupun masyarakat yang mencerminkan rasa ketaatan, kepatuhan, yang didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas dan kewajiban dalam rangka pencapaian tujuan.

Menurut Arikunto (1990), di dalam pembicaraan kedisiplinan dikenal dua istilah yang pengertiannya hampir sama tetapi pembentukannya secara berurutan.


(33)

Kedua istilah itu adalah disiplin dan ketertiban, ada juga yang menggunakan istilah siasat dan ketertiban. Ketertiban menunjuk pada kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan dan tata tertib karena didorong oleh sesuatu dari luar misalnya karena ingin mendapat pujian dari atasan. Selanjutnya pengertian disiplin atau siasat menunjuk pada kepatuhan seseorang dalam mengikuti tata tertib karena didorong kesadaran yang ada pada kata hatinya (Arikunto, 1990).

Kedisiplinan dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas / latihan yang dirancang karena dianggap perlu dilaksanakan untuk dapat mencapai sasaran tertentu (Sukadji, 2000). Kedisiplinan merupakan sikap atau perilaku yang menggambarkan kepatuhan kepada suatu aturan atau ketentuan. Kedisiplinan juga berarti suatu tuntutan bagi berlangsungnya kehidupan yang sama, teratur dan tertib,yang dijadikan syarat mutlak bagi berlangsungnya suatu kemajuan dan perubahan- perubahan ke arah yang lebih baik (Budiono, 2006).

Santoso (2004) menyatakan bahwa kedisiplinan adalah sesuatu yang teratur, misalnya disiplin dalam menyelesaikan pekerjaan berarti bekerja secara teratur. Kedisiplinan berkenaan dengan kepatuhan dan ketaatan seseorang atau kelompok orang terhadap norma-norma dan peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Kedisiplinan dibentuk serta berkembang melalui latihan dan pendidikan sehingga terbentuk kesadaran dan keyakinan dalam dirinya untuk berbuat tanpa paksaan.

Kedisiplinan adalah suatu sikap yang mencerminkan ketaatan dan ketepatan terhadap aturan (Moenir, 1999). Kedisiplinan merupakan suatu sikap, perilaku,


(34)

dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan organisasi baik tertulis maupun tidak tertulis (Nitisemito, 1999).

Berdasarkan berbagai pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan adalah suatu sikap dan perilaku yang mencerminkan ketaatan dan ketepatan terhadap peraturan, tata tertib,norma-norma yang berlaku,baik tertulis maupun yang tidak tertulis.

1. Tujuan kedisiplinan

Gaustad (1992) mengemukakan bahwa kedisiplinan memiliki 2 (dua) tujuan, yaitu memberi kenyamanan pada para siswa dan staf (guru) serta menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar. Subari (1994) berpendapat bahwa kedisiplinan mempunyai tujuan untuk penurutan terhadap suatu peraturan dengan kesadaran sendiri untuk terciptanya peraturan itu. Menurut Durkeim (1995), kedisiplinan mempunyai tujuan ganda yaitu mengembangkan suatu peraturan tertentu dalam tindak tanduk manusia dan memberinya suatu sasaran tertentu dan sekaligus membatasi cakrawalanya.

Yahya (1992) berpendapat, tujuan kedisiplinan adalah perkembangan dari pengembangan diri sendiri dan pengarahan diri sendiri tanpa pengaruh atau kendali dari luar. Kedisiplinan adalah suatu latihan batin yang tercermin dalam tingkah laku yang bertujuan agar orang selalu patuh pada peraturan. Dengan adanya kedisiplinan diharapkan anak didik mendisiplinkan diri dalam mentaati peraturan sekolah sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan lancar dan memudahkan pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, anak didik perlu


(35)

dibimbing atau ditunjukkan mana perbuatan yang melanggar tata tertib dan mana perbuatan yang menunjang terlaksananya proses belajar mengajar dengan baik (Gordon, 1996).

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan kedisiplinan adalah memberi kenyamanan pada para siswa dan staf (guru) serta menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar serta perkembangan dari pengembangan diri sendiri dan pengarahan diri sendiri tanpa pengaruh atau kendali dari luar.

2. Fungsi kedisiplinan

Fungsi kedisiplinan menurut Tu’u (2004) adalah: a. Menata kehidupan bersama

Kedisiplinan sekolah berguna untuk menyadarkan siswa bahwa dirinya perlu menghargai orang lain dengan cara menaati dan mematuhi peraturan yang berlaku, sehingga tidak akan merugikan pihak lain dan hubungan dengan sesama menjadi baik dan lancar.

b. Membangun kepribadian

Pertumbuhan kepribadian seseorang biasanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Disiplin yang diterapkan di masing-masing lingkungan tersebut memberi dampak bagi pertumbuhan kepribadian yang baik. Oleh karena itu, dengan disiplin seseorang akan terbiasa mengikuti , mematuhi aturan yang berlaku dan kebiasaan itu lama kelamaan masuk ke dalam dirinya serta berperan dalam membangun kepribadian yang baik.


(36)

c. Melatih kepribadian

Sikap, perilaku dan pola kehidupan yang baik dan berdisiplin terbentuk melalui latihan. Demikian juga dengan kepribadian yang tertib, teratur dan patuh perlu dibiasakan dan dilatih.

d. Pemaksaan

Kedisiplinan dapat terjadi karena adanya pemaksaan dan tekanan dari luar, misalnya ketika seorang siswa yang kurang disiplin masuk ke satu sekolah yang berdisiplin baik, terpaksa harus mematuhi tata tertib yang ada di sekolah tersebut. e. Hukuman

Tata tertib biasanya berisi hal-hal positif dan sanksi atau hukuman bagi yang melanggar tata tertib tersebut.

f. Menciptakan lingkungan yang kondusif

Kedisiplinan berfungsi mendukung terlaksananya proses dan kegiatan pendidikan agar berjalan lancar dan memberi pengaruh bagi terciptanya sekolah sebagai lingkungan pendidikan yang kondusif bagi kegiatan pembelajaran.

3. Cara terbentuknya kedisiplinan

Menurut Lembaga Ketahanan Nasional (1997), kedisiplinan dapat terjadi dengan cara:

a. Disiplin tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan harus ditumbuhkan, dikembangkan dan diterapkan dalam semua aspek menerapkan sanksi serta dengan bentuk ganjaran dan hukuman.


(37)

b. Disiplin seseorang adalah produk sosialisasi sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya, terutama lingkungan sosial. Oleh karena itu, pembentukan disiplin tunduk pada kaidah-kaidah proses belajar.

c. Dalam membentuk disiplin, ada pihak yang memiliki kekuasaan lebih besar, sehingga mampu mempengaruhi tingkah laku pihak lain ke arah tingkah laku yang diinginkannya. Sebaliknya, pihak lain memiliki ketergantungan pada pihak pertama, sehingga ia bisa menerima apa yang diajarkan kepadanya.

4. Faktor yang mempengaruhi kedisiplinan

Terdapat beberapa faktor atau sumber yang dapat menyebabkan timbulnya masalah-masalah yang dapat mengganggu terpeliharanya disiplin. Menurut Ekosiswoyo dan Rachman (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan, antara lain:

Dari sekolah, contohnya:

a. Tipe kepemimpinan guru atau sekolah yang otoriter yang senantiasa mendiktekan kehendaknya tanpa memperhatikan kedaulatan siswa. Perbuatan seperti itu mengakibatkan siswa menjadi berpura-pura patuh, apatis atau sebaliknya. Hal itu akan menjadikan siswa agresif, yaitu ingin berontak terhadap kekangan dan perlakuan yang tidak manusiawi yang mereka terima.

b. Guru yang membiarkan siswa berbuat salah, lebih mementingkan mata pelajaran daripada siswanya.


(38)

c. Lingkungan sekolah seperti: hari-hari pertama dan hari-hari akhir sekolah (akan libur atau sesudah libur), pergantian pelajaran, pergantian guru, jadwal yang kaku atau jadwal aktivitas sekolah yang kurang cermat, suasana yang gaduh, dll.

Dari keluarga, contohnya:

a. Lingkungan rumah atau keluarga, seperti kurang perhatian, ketidak teraturan, pertengkaran, masa bodoh, tekanan, dan sibuk urusannya masing-masing. b. Lingkungan atau situasi tempat tinggal, seperti lingkungan kriminal,

lingkungan bising, dan lingkungan minuman keras.

5. Bentuk-bentuk perilaku pelanggaran disiplin sekolah

Menurut Kooi dan Schutx (dalam Sukadji, 2000), hal- hal yang dianggap sebagai perilaku pelanggaran disiplin dapat digolongkan dalam lima kategori umum, yaitu:

a. Agresi fisik (pemukulan, perkelahian, perusakan, dan sebagainya).

b. Kesibukan berteman (berbincang-bincang, berbisik-bisik, berkunjung ke tempat duduk teman tanpa izin).

c. Mencari perhatian (mengedarkan tulisan-tulisan, gambar-gambar dengan maksud mengalihkan perhatian dari pelajaran).

d. Menantang wibawa guru (tidak mau nurut, memberontak, memprotes dengan kasar, dan sebagainya), dan membuat perselisihan (mengkritik, menertawakan, mencemoohkan).


(39)

e. Merokok di sekolah, datang terlambat, membolos, dan ”kabur”, mencuri dan menipu, tidak berpakaian sesuai dengan ketentuan, mengompas (memeras teman sekolah), serta menggunakan obat-obatan terlarang maupun minuman keras di sekolah.

6. Aspek- aspek Kedisiplinan

Menurut Prijodarminto (1994), disiplin memiliki 3 (tiga) aspek. Ketiga aspek tersebut adalah :

a. sikap mental (mental attitude) yang merupakan sikap taat dan tertib sebagai hasil atau pengembangan dari latihan, pengendalian pikiran dan pengendalian watak.

b. pemahaman yang baik mengenai sistem peraturan perilaku, norma, kriteria, dan standar yang sedemikan rupa, sehingga pemahaman tersebut menumbuhkan pengertian yang mendalam atau kesadaran, bahwa ketaatan akan aturan. Norma, dan standar tadi merupakan syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan (sukses).

c. sikap kelakuan yang secara wajar menunjukkan kesungguhan hati, untuk mentaati segala hal secara cermat dan tertib.


(40)

B. Penggunaan Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah 1. Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Kata bimbingan dan konseling merupakan kata yang tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan, karena menurut Hallen (2002) istilah bimbingan selalu dirangkai dengan istilah konseling. Hal ini disebabkan karena bimbingan dan konseling itu merupakan suatu kegiatan yang integral. Konseling merupakan salah satu teknik dalam pelayanan bimbingan di antara beberapa teknik lainnya. Sedangkan bimbingan itu lebih luas, dan konseling merupakan alat yang paling penting dari usaha pelayanan bimbingan.

Pendapat yang sama juga dijelaskan oleh Sukmadinata (2005) yang menjelaskan bahwa, konseling merupakan salah satu teknik layanan dalam bimbingan, tetapi karena peranannya yang sangat penting, konseling disejajarkan dengan bimbingan. Konseling merupakan teknik bimbingan yang bersifat terapeutik karena yang menjadi sasarannya bukan perubahan tingkah laku, tetapi hal yang lebih mendasar dari itu, yaitu perubahan sikap.

Antara bimbingan dan konseling mempunyai hubungan yang erat di mana di antara keduanya saling melengkapi dalam membantu klien atau orang lain memecahkan suatu permasalahan dan mengubah pola hidup seseorang. Mengubah pola hidup yang salah menjadi benar, pola hidup yang negatif menjadi positif, sehingga klien dapat mengarahkan hidup sesuai dengan tujuannya (Badriah, 2008).

Jones (dalam Walgito,2004) memandang konseling sebagai salah satu teknik dari bimbingan. Sekalipun menunjukkan adanya kesamaan dan juga perbedaan di


(41)

antara kedua pengertian bimbingan dan konseling, namun dalam praktiknya keduanya saling sangkut-menyangkut dan saling isi-mengisi satu dengan yang lain. Bimbingan menyangkut konseling dan sebaliknya, konseling juga menyangkut bimbingan. Karena itu kemudian kedua istilah itu digunakan sekaligus.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), layanan berasal dari kata ”layan” yang kata kerjanya adalah melayani yang mempunyai arti membantu menyiapkan (mengurus) apa-apa yang diperlukan seseorang; meladeni, menerima (menyambut) ajakan (tantangan, serangan, dan sebagainya). Jadi, layanan bimbingan konseling di sekolah merupakan usaha menyambut dan menerima keluhan- keluhan masalah siswa yang dilakukan oleh ahli (guru BK) untuk membantu dan menerima permintaan bantuan moral dari siswa sehingga siswa bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungan serta dapat memahami dan mengarahkan hidupnya sesuai dengan tujuannya.

2. Penggunaan Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), kata penggunaan berasal dari kata menggunakan (memakai), pergunaan (pemakaian). Sedangkan kata pengguna berarti suatu hal atau perbuatan yang mempergunakan sesuatu dengan atau tanpa tujuan tertentu.

Sedangkan dari kesimpulan sebelumnya bahwa layanan bimbingan konseling di sekolah dapat diartikan sebagai usaha meladeni keluhan-keluhan masalah siswa yang dilakukan oleh ahli (guru BK) untuk membantu atau menerima permintaan


(42)

bantuan moral dari siswa sehingga individu bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungan serta dapat memahami dan mengarahkan hidupnya sesuai dengan tujuannya (kesimpulan dari beberapa tokoh).

Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa penggunaan layanan bimbingan konseling di sekolah adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh siswa yang mempergunakan layanan BK, baik secara sukarela ataupun tidak sukarela, dengan meminta bantuan atau menerima bantuan moral dari ahli (guru BK) sehingga siswa tersebut bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungan serta dapat memahami dan mengarahkan hidupnya sesuai dengan tujuannya.

3. Tujuan Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Dalam rumusan bimbingan dan konseling terdapat dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, tujuan umum bimbingan dan konseling adalah membantu individu untuk menjadi insan yang berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan interpretasi, pilihan; penyesuaian, dan ketrampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungannya. Sedangkan tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan penjabaran dari tujuan umum yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami oleh individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahannya. Masalah-masalah individu yang bermacam-macam ragam jenis, intensitas dan sangkut-pautnya bersifat unik (Ermananti, 1999).

Menurut Tohirin (2007), tujuan bimbingan dan konseling yaitu: memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap diri siswa, mengarahkan diri siswa sesuai


(43)

dengan potensi yang dimilikinya, mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapi siswa, dapat menyesuaikan diri secara lebih efektif baik terhadap dirinya sendiri maupun lingkungannya sehingga memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya.

Adapun tujuan bimbingan dan konseling menurut Hallen (2002), adalah: a. Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi, dimaksudkan agar siswa

mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri.

b. Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan dimaksudkan agar siswa mengenal lingkungannya secara obyektif, baik sosial maupun ekonomi. c. Bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan dimaksudkan agar

siswa mampu mempertimbangkan dan mengambil keputusan tentang masa depan dirinya, baik pendidikan, karier maupun bidang budaya, keluarga dan masyarakat.

Menurut Prayitno dan Amti (2004), bimbingan dan konseling memiliki tujuan yang terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umun bimbingan dan konseling adalah membantu siswa agar dapat mencapai perkembangan secara optimal sesuai dengan bakat, kemampuan, minat dan nilai-nilai, serta terpecahnya masalah-masalah yang dihadapai siswa. Termasuk tujuan umum bimbingan dan konseling adalah membantu siswa agar dapat mandiri dengan ciri-ciri mampu memahami dan menerima dirinya sendiri dan lingkungannya, membuat keputusan dan rencana yang realistik, mengarahkan diri sendiri dengan keputusan dan rencananya itu serta pada akhirnya mewujudkan diri sendiri. Tujuan khusus bimbingan dan konseling langsung terkait pada arah perkembangan siswa dan


(44)

masalah-masalah yang dihadapi. Tujuan khusus itu merupakan penjabaran tujuan-tujuan umum yang dikaitkan pada permasalahan siswa, baik yang menyangkut perkembangan maupun kehidupannya

4. Fungsi Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Fungsi bimbingan dan konseling di sekolah menurut Yusuf dan Nurihsan (2006) adalah:

a. Pemahaman, yaitu membantu peserta didik agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama).

b. Preventif (pencegahan), yaitu upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik.

c. Pengembangan, yaitu konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

d. Perbaikan (penyembuhan), yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan pemberian bantuan kepada iswa yang telah mengalami masalah.

e. Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan yang sesuai dengan minat dan bakat siswa. f. Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu (siswa) agar

dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap program pendidikan, peraturan sekolah, atau norma agama.


(45)

Layanan bimbingan konseling di sekolah memiliki fungsi yang mempunyai hubungan dan pengaruh yang sangat besar bagi para siswa, baik dari sikap maupun akademiknya. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi dari bimbingan dan konseling di sekolah selain membantu siswa dalam memahami dirinya sendiri maupun lingkungannya, juga sebagai penyembuh (perbaikan) bagi siswa yang mengalami kesulitan ketika mendapatkan suatu permasalahan yang sulit untuk dipecahkan.

5. Jenis Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Menurut Rahman (2003), terdapat tujuh jenis layanan bimbingan konseling di sekolah, yaitu :

a. Layanan orientasi

Layanan orientasi merupakan bentuk layanan bimbingan yang diberikan kepada siswa untuk mengenalkan lingkungan sekolah yang baru dimasukinya. Pemberian layanan ini berangkat dari anggapan bahwa memasuki lingkungan baru tidak selalu menyenangkan bagi setiap orang. Karena itu agar siswa lebih merasa familier dengan sekolahnya sendiri, maka ia perlu mengenal lebih jauh tentang berbagai fasilitas dan program-program yang ada disekolah.

Layanan orientasi, berupa pengenalan lingkungan sekolah yang baru kepada peserta didik, meliputi lingkungan fisik, personal sekolah, kurikulum, kegiatan, aturan yang berlaku, sistem pendidikan, organisasi siswa dan sebagainya.


(46)

b. Layanan informasi

Layanan informasi adalah layanan berupa pemberian pemahaman kepada siswa tentang berbagai hal yang diperlukan untuk menjalani tugas dan kegiatan disekolah dan untuk menentukan dan mengarahkan tujuan hidup. Layanan informasi, berarti memberikan informasi seluas-luasnya kepada peserta didik berkaitan dengan kegiatan akademis dan non akademis untuk masa sekarang dan masa yang akan datang, meliputi bidang pribadi, sosial, belajar dan karir.

c. Layanan penempatan dan penyaluran

Layanan penempatan adalah upaya terencana dan sistematis untuk menempatkan siswa pada suatu posisi atau tempat yang sesuai dengan bakat minat dan kemampuannya. Sedangkan layanan penyaluran adalah upaya terencana dan sistematis untuk menyalurkan bakat minat dan potensi siswa secara optimal.

Layanan penempatan dan penyaluran, berarti menempatkan siswa pada posisi yang tepat dan menyalurkan segenap potensi, bakat dan minatnya secara optimal.

d. Layanan pembelajaran

Layanan pembelajaran adalah layanan yang diberikan kepada siswa agar siswa mampu mengembangkan sikap dan kebiasaan yang baik. Pembelajaran adalah proses yang dirancang untuk membawa siswa aktif dalam suasana belajar yang penuh makna, merangsang siswa untuk menggali, menemukan dan menguasai materi pelajaran.


(47)

Layanan pembelajaran merupakan salah satu bentuk layanan yang sangat penting diberikan kepada siswa. Pengalaman menunjukkan bahwa siswa yang gagal dalam belajar bukan selalu karena keterbatasan inteligensi, melainkan karena keterbatasan kemampuan dalam mengelola belajar.

Layanan pembelajaran, berarti upaya membangkitkan siswa agar tumbuh keinginan untuk terus belajar, juga menanamkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik. Belajar adalah kebutuhan.

e. Layanan konseling perorangan

Layanan konseling perorangan adalah bentuk pelayanan khusus berupa hubungan langsung tatap muka antara konselor dan siswa. Layanan ini merupakan bentuk layanan yang paling utama dalam pelaksanaan fungsi pengentasan masalah klien.

Layanan konseling perorangan, berupa dialog tatap muka antara konselor dan siswa untuk memecahkan berbagai masalah dan mengembangkan segenap potensi yang dimiliki.

f. Layanan konseling kelompok

Konseling kelompok adalah layanan bimbingan konseling yang diberikan kepada sekelompok individu. Layanan konseling kelompok tidak hanya diberikan kepada sekedar sejumlah orang, melainkan kelompok atau kumpulan orang tersebut perlu memenuhi kriteria- kriteria sehingga bisa dikatakan sebagai suatu kelompok.

Layanan konseling kelompok adalah layanan yang diberikan kepada sekelompok individu guna mengatasi masalah yang relatif sama, sehingga


(48)

mereka tidak mengalami hambatan untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki.

g. Layanan bimbingan kelompok

Bimbingan kelompok adalah layanan yang diberikan kepada sekolompok siswa baik ada masalah atau tidak ada masalah. Jumlah anggota berkisar antara 10 sampai 30 orang. Keanggotaan kelompok bisa anggota tetap atau tidak tetap. Bimbingan kelompok dapat dilakukan dengan permainan atau out bond. Dapat juga berupa diskusi kelompok dengan membahas masalah atau topik tertentu. Masalah yang dibahas dapat ditentukan oleh konselor, dapat juga dipilih sendiri oleh siswa.

Dari paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat tujuh jenis layanan bimbingan konseling yang dapat dilakukan dalam setting sekolah, yaitu layanan orientasi, layanan informasi, layanan, penempatan dan penyaluran, layanan pembelajaran, layanan konseling perorangan, layanan konseling kelompok, layanan bimbingan kelompok. Dalam pelaksanaannya, ketujuh jenis layanan bimbingan konseling tersebut dapat dilakukan secara terpisah dan dalam waktu yang berbeda.

C. Gambaran SMA Negeri 14 Medan

Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 14 Medan yang berlokasi di jalan pelajar ini memiliki visi sekolah, yaitu untuk menciptakan pelajar yang terdidik,


(49)

menguasai iptek, unggul dalam prestasi, memiliki integritas yang tinggi, berdisiplin, beriman, dan bertaqwa serta berbudaya.

Untuk mencapai visi tersebut, SMAN 14 Medan memiliki misi, yaitu :

1. Mendayagunakan sekolah melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif dalam mengembangkan potensi siswa/i secara optimal.

2. Menumbuhkan semangat keunggulan serta penghayatan terhadap ajaran agama.

Secara fisik bangunan sekolah ini cukup nyaman dan memadai untuk dilakukannya proses belajar mengajar. Gedung SMAN 14 Medan memiliki 1 (satu) lantai dan mengelilingi lapangan yang biasanya digunakan untuk upacara bendera dan olahraga. Berbagai fasilitas yang tersedia memadai, yaitu ruangan kelas (23 ruangan), lapangan olahraga (bola kaki dan basket), perpustakaan, kantin, ruanga laboratorium (lab biologi/kimia dan lab komputer), dan sebagainya. Semua sarana prasarana ini dimaksudkan untuk mendukung proses belajar mengajar agar lebih optimal.

Jumlah siswa dalam 1 (satu) ruangan rata-rata 40 siswa. Jadwal sekolah adalah dari hari senin sampai hari sabtu. Namun beberapa kegiatan di luar jam belajar normal seperti pramuka, paduan suara, ekstrakurikuler olahraga, dan paskibra.

SMAN 14 Medan menggunakan kombinasi metode pengajaran yang di sesuaikan dengan materi dan kondisi anak di kelas. Metode pengajaran yang biasa digunakan yaitu ceramah, diskusi, kerja kelompok, perpustakaan, dan pemberian tugas.


(50)

Perilaku siswa di sekolah menjadi salah satu fokus perhatian para guru, terutama guru Bimbingan dan Konseling (BK). Untuk jenis pelanggaran disiplin yang sering terjadi di SMAN 14 Medan, adalah cabut saat jam pelajaran, tidak masuk sekolah tanpa pemberitahuan kepada pihak sekolah, memakai seragam sekolah yang tidak sesuai dengan aturan sekolah, tidak menuruti dan mentaati guru, melanggar peraturan sekolah, terlambat ke sekolah, tidak berperilaku sopan di dalam kelas, tidak mengikuti upacara bendera, berkelahi, mencontek, dan sebagainya.

Untuk menangani siswa yang melakukan pelanggaran disiplin dan tata tertib sekolah, para guru BK memberikan beberapa layanan bimbingan konseling yang disesuaikan dengan kesalahan dan masalah siswa tersebut. Layanan bimbingan konseling yang tersedia di SMAN 14 Medan, yaitu layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan, layanan konseling perorangan, layanan konseling kelompok, layanan bimbingan kelompok, dan layanan home visit (sebagai layanan pendukung).

Adapun sistematika pelayanan BK di sekolah ini adalah ada sebagian siswa yang mendatangi guru BK dan menggunakan salah satu layanan dengan keinginan sendiri, tanpa ada panggilan dari guru BK. Ada juga sebagian lagi yang harus dipanggil oleh guru BK.


(51)

D. Gambaran Kedisiplinan Pada Siswa SMAN 14 Medan yang Menggunakan Layanan Bimbingan Konseling Di Sekolah

Berhasilnya suatu proses belajar mengajar bukan hanya ditentukan dari inteligensi yang dimiliki oleh siswa saja, tetapi juga dari faktor-faktor lain yang mendukungnya, antara lain adalah bimbingan yang diberikan oleh para guru-guru yang ada di sekolah, bagaimana para guru-guru membimbing murid-muridnya dengan bimbingan serta dukungan yang bisa menjadi para murid lebih semangat, berkreasi dan kreatif dalam belajar (Badriah, 2008).

Sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa pada umumnya sekolah lebih fokus pada masalah prestasi akademik siswa dibandingkan dengan masalah akhlak dan pengendalian diri siswa (Depdiknas, 2009). Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan diantaranya. Melatih siswa untuk mengikuti dan menuruti aturan di sekolah adalah salah satu cara untuk memecahkan masalah ini (Tu’u, 2004). Maka dari itu perlu ditanamkannya kedisiplinan dalam diri siswa, dimana kedisiplinan dapat diartikan sebagai serangkaian tingkah laku yang dilakukan untuk dapat mencapai sasaran tertentu.

Dalam hal ini, kedisiplinan berarti tingkah laku yang sesuai dengan aturan atau hukum, seperti disiplin beragama dan undang-undang (Sukadji, 2000). Kedisiplinan adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban (Prijodarminto, 1994).

Kedisiplinan dianggap sebagai sarana agar proses belajar dapat efektif , maka perilaku yang dianggap tidak mendukung proses belajar mengajar dianggap


(52)

masalah disiplin (Sukadji, 2000). Oleh karena itu, dengan ditanamkannya kedisiplinan dalam diri siswa maka terciptalah siswa yang tidak hanya berprestasi akademik namun juga berakhlak serta memiliki pengendalian diri yang baik. Oleh karena itu, anak didik perlu dibimbing atau ditunjukkan mana perbuatan yang melanggar tata tertib dan mana perbuatan yang menunjang terlaksananya proses belajar mengajar dengan baik (Gordon, 1996).

Pelanggaran tata tertib sekolah memang sangat sering terjadi, seperti tidak mengerjakan tugas, tidak berpakaian seragam, tidak masuk sekolah tanpa izin, membolos, membuka buku pada ujian, perkelahian antar siswa, perkelahian antar sekolah, menentang guru, dan sebagainya (Silitonga, 2006). Jenis pelanggaran disiplin yang sering terjadi di SMAN 14 Medan, adalah cabut saat jam pelajaran, tidak masuk sekolah tanpa pemberitahuan kepada pihak sekolah, memakai seragam sekolah yang tidak sesuai dengan aturan sekolah, tidak menuruti dan mentaati guru, melanggar peraturan sekolah, terlambat ke sekolah, tidak berperilaku sopan di dalam kelas, tidak mengikuti upacara bendera, berkelahi, mencontek, dan sebagainya.

Kemudian, Faktor yang menyebabkan pelanggaran disiplin pada diri siswa dapat diperoleh dari sekolah, lingkungan sekolah, lingkungan, situasi tempat tinggal yang dapat menyebabkan konflik dalam diri siswa, dan akan menimbulkan masalah jika tidak diatasi dengan baik (Ekosiswoyo dan Rachman, 2000). Jadi, dapat diketahui bahwa faktor yang mendorong siswa untuk melanggar disiplin sekolah adalah karena adanya masalah dan konflik dalam diri siswa tersebut. Disamping itu, siswa SMA pada umumnya berada dalam tahap perkembangan


(53)

remaja, dimana remaja masih membutuhkan bantuan dari orang dewasa lainnya untuk membantu mengatasi masalah yang ia hadapi dengan baik (Sukadji, 2000).

Maka dari itu, diperlukan adanya suatu program atau layanan di sekolah yang dapat membantu siswa menghadapi dan memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Salah satu usaha pihak pendidikan di sekolah untuk mencegah dan menanggulangi pelanggaran disiplin pada siswa adalah dengan membuat sebuah layanan yang diperuntukkan bagi para siswa yaitu layanan Bimbingan Konseling (BK) atau Bimbingan Pendidikan (BP). Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari sekolah yang bertujuan memberikan bantuan kepada siswa baik perorangan maupun kelompok agar menjadi pribadi yang mandiri dan berkembang secara optimal (Sukadji, 2000). Layanan BK yang tersedia di SMAN 14 Medan adalah layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan, layanan konseling perorangan, layanan konseling kelompok, layanan bimbingan kelompok, dan layanan home visit (sebagai layanan pendukung).

Penggunaan layanan bimbingan konseling memiliki fungsi yang mempunyai hubungan dan pengaruh yang sangat besar bagi para siswa, baik dari sikap maupun akademiknya (Yusuf dan Nurihsan, 2006). Di samping sebagai penyemangat bagi para murid, penggunaan layanan bimbingan konseling juga bisa menjadi tempat mengadunya para murid atau tempat konsultasi ketika murid sedang menghadapi masalah atau problem dalam belajar (Djumhur dan Surya, 2003).

Tujuan dari bimbingan dan konseling untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh siswa, sesuai dengan kompleksitas


(54)

permasalahannya dan masalah-masalah siswa yang bermacam-macam ragam jenis, intensitas dan sangkut-pautnya bersifat unik. Dengan adanya penggunaan layanan bimbingan konseling menjadikan pengaruh yang baik bagi para murid terutama pada tingkah laku murid, yaitu murid akan lebih terarah, berani dalam mengambil keputusannya sendiri, tidak rendah diri (pesimis) melainkan selalu optimis (Ermananti, 1999).

Kebutuhan akan penggunaan bimbingan konseling di jenjang SMP maupun SMA lebih terasa daripada di jenjang pendidikan dasar, sebab masalah yang dihadapi anak-anak usia belasan tahun lebih banyak daripada anak-anak tahap perkembangan selanjutnya. Pada perkembangan remaja, banyak perubahan yang dialami sehingga menyebabkan adanya perubahan dan ketidakstabilan emosi. Keadaan emosi yang demikian dapat menyebabkan penyesuaian yang salah dan ketidaknyamanan. Siswa demikian membutuhkan bantuan untuk tumbuh ke arah ”kematangan emosional”, artinya kemampuan mengarahkan emosi dasar yang kuat ini ke penyaluran yang mendukung tujuan, serta tujuan ini memuaskan diri sendiri maupun dapat diterima oleh lingkungannya (Sukadji, 2000).

Siswa perlu mengenal dirinya dengan sebaik-baiknya. Dengan mengenal diri sendiri, siswa akan dapat bertindak dengan tepat sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Namun demikian tidak semua siswa mampu mengenal segala kemampuan dirinya. Mereka ini memerlukan bantuan orang lain agar dapat mengenal diri sendiri, lengkap dengan segala kemampuan yang dimilikinya, dan bantuan ini dapat diberikan melalui layanan bimbingan konseling (Walgito, 2004).


(55)

Maka dari itu, jika layanan bimbingan konseling yang ada di sebuah lembaga sekolah digunakan oleh siswa dengan baik, maka mereka dapat terbantu dalam menghadapi masalahnya dan dapat mengurangi faktor pelanggaran disiplin pada siswa. Tujuan disiplin adalah membantu individu memahami hal-hal yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan memotivasinya untuk tetap berlatih atau tetap mengikuti aturan yang telah ditentukan. Jadi, layanan bimbingan konseling membantu menentukan sasaran dan merancang program atau latihan yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan memotivasinya untuk disiplin mengikuti program ini (Walgito, 2004).

Jadi, dengan adanya layanan bimbingan konseling di sekolah, diharapkan siswa SMAN 14 Medan yang menggunakan layanan tersebut dapat lebih memahami masalah yang ia miliki dan dapat memecahkan masalahnya tersebut dengan baik. Oleh karena itu, diharapkan kedisiplinan siswa di sekolah dapat ditingkatkan.


(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data, dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian (Hadi, 2000). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

Menurut Azwar (2000) metode deskriptif merupakan metode yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif, tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun mempelajari implikasi.

Jenis penelitian ini tidak mempersoalkan hubungan antar variabel dan tidak melakukan pengujian hipotesis. Hasil penelitiannya berupa deskripsi mengenai variabel-variabel tertentu dengan menyajikan frekuensi, angka rata-rata atau kualifikasi lainya untuk setiap kategori di suatu variabel. Dalam pengolahan dan analisa data menggunakan pengolahan statistik yang bersifat deskriptif (Faisal, 1999).

Punch (1998) menyatakan bahwa ada 2 (dua) kegunaan dilakukannya penelitian deskriptif. Pertama, untuk mengembangkan teori dan area penelitian yang baru, dimana sebelum merencanakan/melakukan penelitian yang lebih mendalam (exploratory studies) adalah lebih baik untuk terlebih dahulu memusatkan perhatian pada deskripsi yang sitematis terhadap objek penelitian.


(57)

Kedua, deskripsi yang tepat mengenai proses-proses sosial yang kompleks dapat membantu kita untuk memahami faktor apa yang perlu diteliti lebih lanjut dalam penelitian berikutnya secara lebih mendalam. Hasil penelitian ini berupa deskripsi mengenai kedisiplinan siswa yang menggunakan layanan bimbingan konseling di sekolah.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah kedisiplinan.

B. Definisi Operasional Kedisiplinan

Kedisiplinan adalah suatu sikap dan perilaku yang mencerminkan ketaatan dan kepatuhan terhadap peraturan, tata tertib,norma-norma yang berlaku di sekolah, baik tertulis maupun yang tidak tertulis.

Data mengenai tingkat kedisiplinan siswa didapat dengan menggunakan skala kedisiplinan. Aitem-aitem dari skala kedisiplinan ini dikonstruk berdasarkan aspek-aspek disiplin yang mengacu pada pendapat Prijodarminto (1994). Ketiga aspek tersebut adalah :

a. pemahaman mengenai kedisiplinan dan tata tertib sekolah.

b. sikap mental (mental attitude) yang merupakan sikap terhadap taat tertib dan norma-norma di sekolah.

c. perbuatan/perilaku yang menunjukkan kedisiplinan siswa meliputi: menuruti tata tertib sekolah, tidak mengganggu proses belajar-mengajar,


(58)

berperilaku sopan santun, tidak membolos, mengikuti perintah guru, berpakaian yang sesuai dengan peraturan sekolah, mengikut i upacara bendera, tidak terlambat masuk sekolah tidak memakai narkoba atau merokok, tidak menghargai teman, berkelahi, mencontek.

Skala ini berupa skala Likert yang terdiri dari empat pilihan jawaban, yaitu: Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Sesuai (S), Sangat Sesuai (SS) dan dengan pilihan (a) tidak pernah, (b) satu kali, (c) dua kali, dan (d) lebih dari dua kali. Makin tinggi skor yang diperoleh subjek berarti semakin tinggi kedisiplinan siswa. Demikian juga sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek berarti semakin rendah kedisiplinan siswa.

C. Populasi dan Subjek Penelitian

Menurut Hadi (2000), yang dimaksud dengan populasi adalah semua individu untuk siapa kenyatan-kenyataan yang diperoleh dari sampel penelitian itu hendak digeneralisasikan. Penelitian dilakukan untuk menggeneralisasikan sampel dan menarik kesimpulan penelitian sampel sebagai sesuatu yang berlaku bagi populasi (Azwar, 1999).

Populasi dan subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 14 Medan pengguna layanan BK di sekolah, dimana pengguna layanan BK ini adalah siswa yang pernah, walaupun hanya sekali, mempergunakan segala jenis layanan bimbingan konseling yang ada di sekolah.


(59)

Peneliti mengambil subjek penelitian dari kumpulan catatan nama pengguna layanan bimbingan konseling yang ada pada guru BK. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan ketepatan data yang akan diperoleh dibandingkan hanya dengan menanyakan siswa secara langsung mengenai frekuensi penggunaan layanan bimbingan konseling di sekolah yang ia lakukan.

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode skala. Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat ukur aspek afektif yang merupakan konstruk atau aspek psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu (Azwar, 1999).

Dalam penelitian ini akan digunakan skala yaitu skala kedisiplinan siswa. Skala kedisiplinan siswa disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek disiplin yang mengacu pada pendapat Prijodarminto (1994). Ketiga aspek tersebut adalah pemahaman mengenai kedisiplinan dan tata tertib sekolah, sikap mental (mental attitude) yang merupakan sikap terhadap taat tertib di sekolah, perbuatan/perilaku yang menunjukkan kedisiplinan siswa .

Skala ini berupa skala Likert yang terdiri dari empat pilihan jawaban, yaitu: Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Sesuai (S) ,Sangat Sesuai (SS), dan dengan pilihan (a) tidak pernah, (b) satu kali, (c) dua kali, (d) lebih dari dua kali. Makin tinggi skor yang diperoleh subjek berarti semakin tinggi kedisiplinan subjek. Demikian juga sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek berarti semakin rendah kedisiplinan subjek. Nilai setiap pilihan bergerak dari 1


(60)

sampai 4, bobot penilaian untuk pernyataan favorable, yaitu STS = 1, TS = 2, S = 3, SS = 4. Sedangkan untuk bobot pernyataan unfavorable, penilaiannya adalah STS = 4, TS = 3, S = 2, SS = 1, kemudian untuk bobot (a) tidak pernah = 4, (b) satu kali = 3, (c) dua kali = 2, dan (d) lebih dari dua kali = 1.

Blueprint skala kedisiplinan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1

Distribusi Aitem Skala Kedisiplinan Sebelum Uji Coba No Aspek- aspek disiplin Nomor aitem Jumlah

aitem

Bobot (%) Favorable Unfavorable

1 Pemahaman mengenai kedisiplinan dan tata tertib sekolah 1,3,5,7,9,22, 24,26,28,47, 48,49,50. 12,14,16,18, 20,31,33,35, 37,39,40,46

25 33,3 %

2 Sikap mental terhadap taat tertib dan norma di sekolah. 2,4,6,8,10,21 ,23,25,27,29, 42,44. 11,13,15,17, 19,30,32,34, 36,38,41,43, 45.

25 33,3 %

3 Perilaku yang menunjukkan kedisiplinan siswa 51,52,53,54, 55,56,57,58, 59,60,61,62, 63,64,65,66, 67,68,69,70, 71,72,73,74,


(1)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dengan hormat,

Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Psikologi Sumatera Utara, saya bermaksud mengadakan penelitian di bidang Psikologi Pendidikan. Untuk itu saya membutuhkan sejumlah data yang hanya akan dapat saya peroleh dengan adanya kerja sama dari Anda dalam mengisi kuisioner ini.

Dalam pengisian kuisioner ini, tidak ada jawaban yang salah. Yang saya harapkan dan saya butuhkan adalah jawaban yang paling sesuai dengan diri anda. Karena itu, saya harapkan anda bersedia memberikan jawaban anda sendiri, sejujurnya tanpa mendiskusikannya dengan orang lain atau teman. Semua jawaban akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian ini saja.

Bantuan anda dalam menjawab kuisioner ini merupakan bantuan yang amat besar dan berarti bagi keberhasilan penelitian ini. Atas kerjasama anda, saya mengucapkan banyak terima kasih.

Hormat Saya


(2)

PETUNJUK PENGISIAN

Bacalah setiap pernyataan di bawah ini dengan seksama. Kemudian, berikan jawaban anda pada lembar jawaban bagi setiap pernyataan tersebut dengan cara checklist () atau silang (X) pada jawaban yang menurut anda sangat sesuai dengan anda alami dalam berperilaku di sekolah.

Ada 2 (dua) jenis jawaban pernyataan, maka jawablah yang sesuai dengan diri Anda dan pilihan jawabannya. Beberapa pernyataan pertama memiliki pilihan jawaban, sebagai berikut :

STS : Sangat Tidak Sesuai TS : Tidak Sesuai

S : Sesuai

SS : Sangat Sesuai

Contoh :

NO Pernyataan STS TS S SS

1 Saya akan tetap fokus belajar walaupun diganggu teman.

X

Apabila anda salah dalam menjawab, anda dapat mencoret jawaban yang salah tersebut dan dapat mengganti dengan jawaban yang benar.

Contoh :

NO Pernyataan STS TS S SS

1 Saya akan tetap fokus belajar walaupun diganggu teman.


(3)

NO Pernyataan STS TS S SS 1 Menuruti perintah guru sama dengan menuruti

perintah orang tua.

2 Melanggar peraturan sekolah merupakan cara untuk menunjukkan kehebatan seorang siswa.

3 Saya suka menggambar-gambar atau menulis-nulis yang tidak berkaitan dengan pelajaran saat belajar dalam kelas.

4 Menolak perintah guru dengan kata-kata yang tidak sopan adalah hal yang wajar bagi siswa SMA.

5 Dalam berpakaian sekolah, saya akan lebih memilih pakaian yang trendi walaupun tidak rapi dan tidak sesuai dengan aturan sekolah.

6 Melakukan perkelahian atau tawuran dapat meningkatkan harga diri seorang siswa.

7 Saya suka mengajak teman sebangku saya mengobrol saat jam pelajaran.

8 Ketika guru tidak memberikan tugas saat proses pelajaran berlangsung, saya suka menyoret-nyoret meja, bangku, atau dinding sekolah.

9 Mencontek tugas adalah hal yang wajar bagi siswa. 10 Saya akan menegur siswa yang saya ketahui sedang

membolos atau kabur dari kelas.

11 Saya akan menolak jika ada teman yang yang mengajak mengobrol saat guru menerangkan pelajaran di kelas.

12 Saya berusaha untuk mengerjakan PR sendiri di rumah.

13 Jika sedang bosan mengikuti pelajaran, saya akan mempergunakan HP di kelas.

14 Mengikuti upacara bendera merupakan hal yang membosankan.

15 Jika ada yang menyinggung harga diri saya, saya akan membalasnya meskipun dengan melakukan perkelahian.

16 Menurut saya, siswa yang berpendapat di kelas atau menjawab pertanyaan dari guru, hanyalah siswa yang ingin mendapat perhatian dari guru dan teman sekelas.

17 Saya tidak berusaha untuk datang tepat waktu ke sekolah.

18 Saya akan menertawakan teman yang mengemukakan pendapat yang salah di kelas.


(4)

1. Ketika guru menjelaskan pelajaran, saya berbincang-bincang dengan teman sebangku saya.

Pernyataan Model II

Rata-rata dalam 1 (satu) minggu, saya melakukannya : a. Tidak Pernah

b. 1 (satu) kali c. 2 (dua) kali

d. Lebih dari 2 (dua) kali.

2. Saya tidak memakai sepatu yang sesuai dengan aturan sekolah. Rata-rata dalam 1 (satu) minggu, saya melakukannya :

a. Tidak Pernah b. 1 (satu) kali c. 2 (dua) kali

d. Lebih dari 2 (dua) kali.

3. Saat guru keluar kelas sementara pelajaran masih berlangsung, saya pergi ke tempat duduk teman saya dan mengobrol.

Rata-rata dalam 1 (satu) minggu, saya melakukannya : a. Tidak Pernah

b. 1 (satu) kali c. 2 (dua) kali

d. Lebih dari 2 (dua) kali.

4. Dengan sengaja saya memperlama masuk kelas setelah jam istirahat. Rata-rata dalam 1 (satu) minggu, saya melakukannya :

a. Tidak Pernah b. 1 (satu) kali

teman dikelas saat proses belajar mengajar merupakan hal yang wajar.

20 Saya akan lebih memilik untuk membolos daripada belajar pada mata pelajaran yang membosankan. 21 Saya berusaha untuk mentaati tata tertib dan

peraturan sekolah.

22 Saya senang membuat keributan di kelas agar kelas tidak monoton.

23 Saya tidak suka mengikuti Upacara Bendera.

24 Lebih baik mencontek daripada dimarahi guru karena tidak mengerjakan PR.


(5)

c. 2 (dua) kali

d. Lebih dari 2 (dua) kali.

5. Saya memakai seragam yang tidak ada logo sekolahnya. Rata-rata dalam 1 (satu) minggu, saya melakukannya :

a. Tidak Pernah b. 1 (satu) kali c. 2 (dua) kali

d. Lebih dari 2 (dua) kali.

6. Saya memakai pakaian yang tidak sesuai dengan aturan dan tata tertib sekolah. Rata-rata dalam 1 (satu) minggu, saya melakukannya :

a. Tidak Pernah b. 1 (satu) kali c. 2 (dua) kali

d. Lebih dari 2 (dua) kali.

7. Saya tidak mentaati perintah guru.

Rata-rata dalam 1 (satu) minggu, saya melakukannya : a. Tidak Pernah

b. 1 (satu) kali c. 2 (dua) kali

d. Lebih dari 2 (dua) kali.

8. Saya tidak membuat pekerjaan rumah.

Rata-rata dalam 1 (satu) minggu, saya melakukannya : a. Tidak Pernah

b. 1 (satu) kali c. 2 (dua) kali

d. Lebih dari 2 (dua) kali.

9. Saya berkelahi dengan teman.

Rata-rata dalam 1 (satu) minggu, saya melakukannya : a. Tidak Pernah

b. 1 (satu) kali c. 2 (dua) kali


(6)

10.Saya mencontek saat ujian.

Rata-rata dalam 1 (satu) bulan, saya melakukannya : a. Tidak Pernah

b. 1 (satu) kali c. 2 (dua) kali

d. Lebih dari 2 (dua) kali.

11.Saya membuang sampah sembarangan di sekolah. Rata-rata dalam 1 (satu) minggu, saya melakukannya :

a. Tidak Pernah b. 1 (satu) kali c. 2 (dua) kali

d. Lebih dari 2 (dua) kali.

12. Saya menertawakan teman yang menjawab salah dari pertanyaan guru. Rata-rata dalam 1 (satu) minggu, saya melakukannya :

a. Tidak Pernah b. 1 (satu) kali c. 2 (dua) kali

d. Lebih dari 2 (dua) kali.

13.Bila ada PR, saya mencontek dari teman.

Rata-rata dalam 1 (satu) minggu, saya melakukannya : a. Tidak Pernah

b. 1 (satu) kali c. 2 (dua) kali

d. Lebih dari 2 (dua) kali.

14. Saya pergi ke kantin saat proses belajar mengajar berlangsung di kelas.

Rata-rata dalam 1 (satu) minggu, saya melakukannya : a. Tidak Pernah

b. 1 (satu) kali c. 2 (dua) kali