BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada saat ini sepertinya sebagian besar keturunan Tionghoa sangat fokus pada teknologi dan konsumerisme, kadang-kadang tampaknya bahwa keturunan Tionghoa menjadi lebih egois,
materialistis dan impersonal.
Menjadi tua dan lemah adalah siklus hidup yang akan dilalui oleh semua manusia, pada fase ini kondisi fisik dan akal bisa dikatakan kembali seperti anak-anak. Memberikan perawatan untuk
lanjut usia lansia selain harus telaten, sabar dan penuh kasih sayang. Hal yang membuat berbeda dengan perawatan lain adalah rasa hormat yang harus kita tunjukkan, karena orang yang kita rawat
memiliki pengalaman dan usia yang jauh diatas kita. Munculnya panti rehabilitasi, panti jompo, dimana dulunya tidak pernah ada di kalangan
keturunan Tinghoa, saat ini seakan makin dirasakan kebutuhannya, walau masih dalam jumlah yang terbatas.
Perawatan lansia bukanlah hal baru di Indonesia. Saat ini dapat kita temui beberapa fasilitas panti lanjut usia yang dikelola oleh Departemen Sosial atau Swasta. Kualitas pelayanan, jenis
pelayanan dan jangkauan oleh lansia adalah hal penting yang harus kita tingkatkan, agar tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia Quality of LiveQOL dapat tercapai. QOL dapat berupa
peningkatan dalam segi ekonomi, kesehatan, harapan umur hidup dan lain-lain. Memberikan dukungan bagi penduduk dalam menghadapai hari tua adalah salah satu dari tujuan penting dalam
usaha kesejahteran sosial. Walaupun panjang umur adalah sesuatu yang seharusnya patut untuk disyukuri, namun hal tersebut ternyata diikuti oleh masalah sosial seperti peningkatan jumlah
Universitas Sumatera Utara
pensiun dan biaya kesehatan. Hal ini tentunya akan meningkatkan beban ekonomi yang harus ditanggung pemerintah.
Mc Carney Lason 1987, dalam Yuwono, 2000 memberikan pengertian kualitas hidup sebagai derajat kepuasan hati karena terpenuhinya kebutuhan eksternal maupun persepsinya. WHO
1994, dalam Desita, 2010 kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu sebagai laki-laki atau perempuan dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal
dan hubungan dengan standart hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 SP 2010, secara umum jumlah penduduk lansia
di Indonesia sebanyak 18,04 juta orang atau 7,59 persen dari keseluruhan. Jumlah penduduk lansia perempuan 9,75 juta orang lebih banyak dari jumlah penduduk lansia laki-laki 8,29 juta orang.
Ada kenaikan sebanyak 6 juta orang dibanding tahun 1995 dimana lansia berjumlah lebih kurang 12 juta orang. Gejala bertambahnya jumlah warga lansia dapat dikatakan bersifat universal, dan
terjadi diberbagai negara, terutama negara-negara maju http:sp2010.bps.go.id. Dalam kebijakan pemerintah Indonesia, pengembangan dan pembangunan kualitas lansia
ditetapkan agar lansia dikembangkan melalui pendekatan lingkungan keluarga dan masyarakat family center development and community based. Argumentasi yang dikemukakan, karena sesuai
dengan budaya masyarakat dan secara ekonomik relatif murah. Sebuah penelitian eksplanatif yang dilakukan Adib Mohammad pada lansia di masyarakat perkotaan , pada tahun 1996
http:www.slideshare.netRianFitrianipenelitian-lansiadiperkotaan menghasilkan penjelasan
menarik. Berdasarkan pengalaman kehidupan lansia, bagaimana persepsi tentang tempat tinggal yang sesuai bagi mereka.
Dari penelitian itu, diperoleh temuan bahwa 56,0 responden berpendapat lansia sebaiknya bertempat tinggal di rumah sendiri, dan 42 lainnya bertempat tinggal di dalam keluarga dan 2
menjawab tidak tahu. Tidak seorang responden pun yang menginginkan untuk bertempat tinggal di
Universitas Sumatera Utara
Panti Wredha. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden hampir bersepakat bulat bahwa lansia sebaiknya tinggal didalam keluarga, baik itu di rumah sendiri atau di rumah sanak keluarga.
Pandangan lansia jelas sekali terbaca dalam penelitian ini. Lansia masih konsisten untuk terus mempertahankan dan mengembangkan lingkungan kehidupan yang berbasis pada konsep keluarga.
Dalam pandangan responden tergambarkan bahwa lembaga keluarga rumah dan penghuninya adalah merupakan suatu yang terindah dan bahkan semacam surga baginya. Karena dalam keluarga,
lansia dapat melaksanakan fungsi-fungsi normatif seperti : reproduksi, ekonomi, pendidikan, keagamaan, sosial budaya, cinta dan kasih sayang, perlindungan dan melestarikan lingkungan.
Dengan melaksanakan fungsi tersebut, lansia akan memperoleh kesejahteraan lahir dan batin Adib, 2008
Dari hasil penelitian Gambaran Jenis dan Tingkat Kesepian Pada Lansia di Balai Panti Sosial Tresna Wredha Pakutandang Ciparay Bandung didapatkan bahwa 69, 5, lansia mengalami
kesepian ringan. Dan untuk jenis kesepian maka didapatkan hasil bahwa sebagian besar lansia mengalami kesepian emosional yaitu dengan persentase 49,4. Dari penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar lansia mengalami kesepian. Sebagian besar lansia mengalami kesepian yang ringan dan mengalami kesepian emosional Juniarti Neti, Eka R Septi, Damayanti
Asma, 2008. Dalam tradisi Tionghoa ada pepatah yang mendorong masyarakat untuk membesarkan anak-
anak mereka supaya satu hari kelak anak-anak itu bisa merawat mereka diusia senja. Namun, masyarakat Tionghoa yang kini kian modern, mencari cara lain untuk merawat para orangtua
mereka, termasuk memasukkan mereka ke Panti Lansia. Padahal hal ini dulu dianggap bertentangan dengan kebajikan nilai-nilai tradisional Tionghoa.
Dalam sebuah artikel tentang perubahan nilai keluarga menjaga orang tua ada kutipan yang menarik yang dapat menunjukkan bahwa telah ada pergeseran nilai dalam proses merawat orang
Universitas Sumatera Utara
tua. Ketika seorang lansia ditanyakan soal pribahasa Tionghoa yang mengatakan “membesarkan anak laki-laki supaya bisa merawat orang tua nanti”, dia menjawab dengan nada sakit hati dan
miris. “Orang-orang berubah Begitu juga dengan masyarakat Sekarang ini orang
muda tidak percaya peribahasa itu lagi. Waktu saya pertama kali masuk ke rumah jompo, saya sangat kecewa ketika memikirkan hal itu tadi. Sekarang
saya sudah menyakini diri saya supaya terima saja keadaan ini. Saya harus mengatasinya kan? Kalau tidak, saya akan terus merasa tidak bahagia’’
http:www.asiacalling.kbr68h.com, 2012
Disamping itu terjadi perubahan perlakuan terhadap orang tua oleh berbagai sebab antara lain keterbatasan waktu untuk mengurus orang tua, karena masing-masing anak sibuk dengan
kegiatan yang menumpuk. Jarak tempuh ketempat kerja yang cukup jauh, kadang memaksa para anak-anak untuk pindah dari rumah orang tua dan menyewa atau membeli rumah kecil yang lebih
dekat dengan tempat kerja. Memang hal ini tidak begitu terasa bagi keluarga yang keadaan ekonominya cukup mapan. Makin banyak jumlah wanita yang berkarir diluar rumah. Konflik rumah
tangga misalnya ketidak-cocokkan antara mertua dan menantu. lansia kesepian karena makin berkurangnya teman-teman seumur yang sudah meninggal terlebih dahulu.
Oleh sebab itu, sesuai dengan perkembangan zaman, terjadi perubahan-perubahan di masyarakat terhadap para lansia, baik atas inisiatif para anak cucu, sanak famili maupun atas
inisiatif dari orang tua yang bersangkutan. Ada yang menempatkan lansia di rumah jompo, menitipkan kepada saudara terdekat ataupun mengizinkan orang tuanya bekerja mengikuti orang
lain jika ada tekanan ekonomi. Hal ini terjadi hampir di setiap negara, bahkan di China yang akar kebudayaannya sangat menjunjung tinggi orang tua. Terkadang walau sebenarnya tidak tega, tetapi
keadaan yang membuat anak cucu tidak dapat berbuat sebanyak anak-anak zaman dulu yang lebih bisa menyediakan waktu dan tenaga untuk merawat sendiri orang tuanya.
Universitas Sumatera Utara
Melihat perubahan dalam perawatan orang tua telah terjadi maka hal tersebut sangat menarik untuk dikaji dari kajian lansia perspektif budaya Tionghoa. Hal ini juga berkaitan dengan
kemampuan individu, keluarga dan masyarakat dalam merawat orang tuanya dalam konteks penelitian ini adalah komunitas etnis Tionghoa.
1.2. Perumusan Masalah