Budaya Batak Toba KEBUDAYAAN

1. Budaya Batak Toba

Suku bangsa Batak terdiri atas enam sub bagian, yaitu Toba, Karo, Simalungun, Pakpak, Angkola dan Mandailing. Di antara ke enam sub suku tersebut terdapat persamaan bahasa dan budaya. Walaupun demikian terdapat pula perbedaannya, misalnya dalam hal dialek, tulisan, istilah-istilah dan beberapa adat kebiasaan. Struktur sosial ke enam sub suku tersebut pada dasarnya sama, yakni terdiri dari tiga unsur utama. Pada sub suku Batak Toba dinamakan dalihan na tolu yang terdiri dari hulahula sumber istri, dongan tubu saudara semarga dan boru penerima istri. Ketiga unsur sosial itu terdapat pada semua sub suku dengan istilah yang sedikit berbeda, namun fungsi ketiganya sama Simanjuntak, 2009. Suku bangsa Batak menjalani hidup sehari-hari berdasarkan prinsip- prinsip falsafah batak. Falsafah Batak adalah suatu kebenaran hakiki yang menggambarkan tentang ciri-ciri khas Batak, yang mengatur perilaku hubungan kekerabatan dan interaksi antara yang satu dengan yang lainnya, yang saling mempengaruhi, saling menentukan, saling berhubungan dan saling membutuhkan yang diikat dengan sistem Dalihan Natolu. Prinsip-prinsip yang mendasar tersebut masih aktual dan sangat sering dilakonkan oleh sebagian besar orang Batak untuk mewujudkan kesatuan dan persatuan, kekerabatan dan adat istiadat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Adapun tujuh falsafah hidup yang menjadi pegangan hidup dalam acara-acara adat, keagamaan, pesta, acara kekeluargaan dan kegiatan-kegiatan lain yang dilakukan oleh komunitas Batak yaitu Tinambunan, 2010: Universitas Sumatera Utara a. Mardebata = Punya Tuhan Orang Batak sangat taat dan takwa kepada Debata Mulajadi Nabolon Tuhan. Orang Batak selalu memperlihatkan hubungan yang dalam kepada Maha Pencipta. Sejak zaman dahulu kala, nenek moyang orang Batak mempunyai tradisi martonggo berdoa dalam setiap memulai dan mengakhiri suatu acara adat dan acara-acara lainnya yang dapat memberikan kenyamanan dan kebaikan bagi orang Batak dalam suatu acara atau pesta yang akan dilaksanakan. b. Marpinompar = Punya Keturunan Orang Batak sangat peduli pada keturunan, terutama anak laki-laki, agar silsilah atau torombo tidak terputus dan tetap berkesinambungan. Oleh sebab itu, orang Batak yang belum punya anak laki-laki masih belum dianggap memiliki hagabeon lengkap punya anak laki-laki dan perempuan, walaupun sudah memiliki hasangapon terpandang di masyarakat dan memiliki hamoraon punya harta. c. Martutur = Punya Kekerabatan Bagi masyarakat keturunan Batak, kekerabatan berdasarkan Dalihan Natolu merupakan suatu keharusan dan dilaksanakan dengan komitmen. Bila ada orang yang tidak paham lagi posisinya pada generasi ke berapa dalam silsilah marga, maka dia dianggap tidak paham partuturan kekerabatan. Martutur saling memberitahukan marga dan urutan generasi ke berapa dalam susunan kekerabatan marga sejak anak-anak telah diajarkan oleh orangtua. Oleh karena itu, kekerabatan mayarakat Batak dalam setiap pertemuan baik dalam suka dan Universitas Sumatera Utara duka merupakan konsepsi sistem dalam keluarga menjalankanmelakonkan Dalihan Natolu. Setiap pertemuan, orang Batak selalu tampak dan mudah akrab berdasarkan partuturan kekerabatan. Contohnya keturunan Parna, yakni kelompok Nai Ambaton yang baru saling kenal tampak seperti kakakadik kandung. Kelompok ini masih teguh dalam pelaksanaan padan perjanjian untuk tidak saling beristrikan atau bersuamikan dalam satu marga Parna. Jika ada yang melanggar, maka pasangan yang menikah itu akan dikucilkan. Konon, orang yang semarga membentuk rumah tangga akan mati ditombakdirajam pada zaman dahulu. Bagi masyarakat Batak dulu, pernikahan pasangan yang semarga dianggap melanggar adat dan harus dikutuk atau dibinasakan. Bahkan ada yang tidak semarga tidak dapat membentuk keluarga perkawinan. d. Maradat = Punya Adat Istiadat Perkembangan masyarakat dipengaruhi oleh modernisasi hubungan antarmanusia, tanah Batak tidak terisolasi lagi, kian terbuka terhadap nilai-nilai baru yang dibawa oleh kaum kolonialisme Belanda. Orang Batak melaksanakan pernikahan silang dengan suku-suku lainnya di Indonesia. Akan tetapi, keterbukaan tidaklah mengubah total kebiasaan masyarakat Batak. Suatu hal prinsipil yang dipegang oleh orang Batak adalah filosofi Dalihan Natolu. Adat adalah sebagai habitat sistem dalam suatu kekerabatan, yang mengatur dengan kokoh segenap rangkuman ke segala segi. Dalam hubungan dan kehidupan secara serentak menjadi rangkuman segala hukum, bentuk pergaulanhubungan sosial budaya, pembangunan rumah, penggarapan lading, tata Universitas Sumatera Utara cara penguburan orang yang meninggal, mengurus perkawinan, mengatur gondang pesta, yang dipelihara dan dihormati sampai sekarang. Dengan filosofi Dalihan Natolu, masyarakat Batak adalah pelaksana demokrasi sejati, yang tidak memandang suku, agama, ras, marga, jabatan, pangkat dan hartastatus sosial. Semua orang mempunyai kedudukan yang sama dalam lingkup Dalihan Natolu. e. Marpangkirimon = Punya Pengharapan Tiga pengharapan atau cita-cita hidup orang Batak, yakni Hagabeon, Hasangapon, dan Hamoraon yang diusahakan diwujudkan selama hidup. 1 Hagabeon Orang Batak sangat mendambakan punya keturunan laki-laki dan perempuan agar orang tersebut dapat menyandang gabe. Jika pasangan suami-istri hanya mempunyai anak perempuan, maka keluarga tersebut belum layak disebut gabe, karena tidak punya anak laki-laki. 2 Hasangapon Cita-cita kedua adalah Hasangapon, artinya berusaha menjadi orang terpandang dan dihormati dalam masyarakat. Dalam hal ini, orang Batak sangat peduli dengan pendidikan anaknya. Walaupun harta tidak punya, asal anaknya bisa sekolah, inilah yang menjadi prinsip bagi orang Batak. 3 Hamoraon Setiap orang Batak bercita-cita ingin memiliki harta dan kekayaan. Oleh karena itu, orang Batak begitu gigih mencari uang. Laki-laki ataupun perempuan sama saja, tidak dibeda-bedakan. Identik hamoraon kekayaan Universitas Sumatera Utara dipakai untuk mencari hasangapon terpandang dengan menyekolahkan anak setinggi-tingginya. f. Marpatik = Punya Aturan dan Undang-Undang Patik adalah suatu aturan dan undang-undang dalam masyarakat Batak yang selalu dibarengi dengan nasihat ataupun petuah-petuah, yang dapat membuat orang Batak terikat dan patuh dengan aturan tersebut. g. Maruhum = Punya Hukum Hukum dalam adat Batak cenderung untuk meneliti sumber kebenaran dan keadilan serta melihat kesalahan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hati nurani dan imajinasi.

2. Budaya Jawa