Personifikasi dan simile dalam terjemahan kitab durratun nashihin karya Achmad Sunarto: tinjauan balaghah

(1)

PERSONIFIKASI DAN SIMILE DALAM TERJEMAHAN

KITAB DURRATUN NASHIHIN KARYA ACHMAD SUNARTO

(TINJAUAN BALAGHAH)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)

Oleh

NOVI ARYANITA

1110024000004

\

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

i

PERNYATAAN

Denganini saya menyatakan bahwa:

Nama : Novi Aryanita NIM : 1110024000004 Jurusan: Tarjamah

1. Skripsi ini merupakan hasil karya penulis asli yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang penulis gunakan dalam penulisan ini telah penulis

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya penulis asli

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka penulis bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 9 Januari 2015


(3)

ii

PERSONIFIKASI DAN SIMILE DALAM TERJEMAHAN

KITAB DURRATUN NASHIHIN KARYA ACHMAD SUNARTO

(TINJAUAN BALAGHAH)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)

Diajukan Oleh:

Novi Aryanita NIM : 1110024000004

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ahmad Satori Ismail, M.A Dr. Darsita Suparno, M.Hum NIP: 195512061992031003 NIP:19610807 199303 2


(4)

iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “Personifikasi dan Simile Dalam Terjemahan Kitab Durratun Nashihin Karya Achmad Sunarto (Tinjauan Balaghah) telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar S.S pada program studi Tarjamah.

Ciputat, 16 Januari 2015 Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekertaris Merangkap Anggota,

Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum Umi Kulsum, M.A

NIP: 197912290050110004 NIP: 197507232009012005

Anggota,

Penguji I

Penguji II

Drs. A. Syatibi, M.A Drs. Ikhwan Azizi, M.A

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ahmad Satori Ismail, M.A Dr. Darsita Suparno, M.Hum NIP: 195512061992031003 NIP:19610807 199303 2


(5)

iv

PRAKATA

Alhamdullilah, penulis panjatkan puji dan syukur ke hadirat Ilahi Robbi atas segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat dan salam tak lupa penulis junjungkan pada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa

umat-Nya mampu mengenal, mencari, dan menegakkan syari‟at Islam. Dalam hal ini

penulis menyadari, skripsi yang penulis karyakan ini masih jauh dari sempurna, dan proses penulisannya tidak terjadi secara instant begitu saja butuh proses panjang dalam menyelesaikannya. Skripsi ini merupakan sebuah karya penulisan dalam memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sastra di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis haturkan terimakasih kepada penerbit dan penerjemah Kitab

Durratun Nashihin. Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih

kepada Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dr. Oman Fathurrohman, M.A selaku dekan Fakultas Adab dan Humaniora. Dr. Akhmad Saehudin, M.ag Dosen Pembimbing Akademik, Dr. Tb. Ade Asnawi, M.A selaku Ketua Jurusan Tarjamah (Periode 2015), Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum selaku Ketua Jurusan Tarjamah (Periode 2015-2018, Umi Kulsum, M.A selaku Sekretaris Jurusan Tarjamah. Serta seluruh dosen-dosen jurusan Tarjamah terima kasih atas segala ilmu dan pengetahuan yang diberikan selama ini kepada penulis, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat dan menjadi bekal dimasa depan. Beserta staff perpustakaan fakultas


(6)

v adab dan humaniora penulis haturkan terimakasih, karena telah memebrikan izin untuk meminjam buku sebagai referensi skripsi ini.

Secara khusus kepada dosen pembimbing, penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada bapak Prof. Dr. Ahmad Satori Ismail, M.A dan ibu Dr. Darsita Suparno, M.Hum yang sudah meluangkan waktu ditengah kesibukannya untuk membaca, mengoreksi, dan memberi referensi, serta memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga kepada bapak Drs. A. Syatibi, M.A dan Drs. Ikhwan Azizi, M.A yang sudah menjadi penguji dalam sidang munaqasyah. Penghormatan serta salam cinta saya haturkan kepada sosok yang sangat berjasa selama ini, yaitu kedua orangtua

penulis ayahanda (Asta) dan ibunda (Ayanih). Terima kasih Apa dan Ema atas

do‟a yang tiada hentinya selalu dipanjatkan, serta dukungan dan motivasi yang diberikan untuk penulis. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada adik yang tersayang (Ayu Aulia) yang telah membantu dan mendukung penulis sehingga penulisan skripsi ini selesai.

Kepada teman dan sahabat tarjamah masa kuliah angkatan 2010, terimakasih atas hari-hari penuh canda dan sedikit dukanya Makhfiyyah, Hany, Farhan, kholis, Syafaat, Humairoh, Nia, Eva, Asiah, Rifyal dan yang lainnya. Terima kasih juga kepada adik-adik di jurusan Tarjamah yang selalu mendukung penulis dalam penulisan skripsi ini, kemudian penulis ucapkan terima kasih kepada someone spesial yaitu Ipan Paelani yang sudah membantu dan menyemangati penulis setiap mengerjakan skripsi ini.


(7)

vi Semoga skripsi yang masih jauh dari kesempurnaan ini bisa memberikan manfaat bagi siapa saja terutama yang tertarik dengan dunia penerjemahan. Bila ditemukan kekurangan dan kesalahan dalam karya tulis ini, harap disampaikan kepada penulis, ini demi pengembangan ilmu pengetahuan dan pembelajaran individual. Akhir kalam, atas segala perhatian, dukungan, dan bantuan dari semuanya penulis haturkan terima kasih. Semoga karya ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan begitu pun ilmu agama.

Ciputat, 9 Januari 2015


(8)

vii

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iii

PRAKATA ... iv

DAFTAR ISI ... v

PEDOMAN LITERASI ARAB-LATIN ... ix

ABSTRAK ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Tinjauan Pustaka ... 5

E. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II : KERANGKA TEORI A. Pengertian Penerjemahan ... 7

1. Metode-metode penerjemahan ... 10

2. Proses penerjemahan ... 12

3. Syarat-syarat penerjemah ... 13

4. Teknik Penerjemahan dan Gaya Bahasa ... 13

B. Definisi Gaya Bahasa ... 15

C. Jenis Gaya Bahasa ... 17

D. Kata konkret dan kata abstrak ... 21


(9)

viii

F. Tema ... 22

G. Rasa ... 23

H. Amanat ... 23

BAB III : METODE PENELITIAN DAN GAMBARAN OBJEK PENELITIAN A. Metode yang dipergunakan data ... 24

B. Fokus Penelitian ... 24

C. Sumber Data ... 25

D. Penyediaan Data ... 25

E. Metode Analisis Data ... 27

F. Analisis Data ... 28

G. Metode Penyajian Hasil Analisis Data... 28

H. Gambaran Umum Tentang Kitab Durratun Nashihin ... 30

BAB IV : ANALISIS A. Analisis Gaya Bahasa Personifikasi dan Simile Terhadap Terjemahan Kitab Durratun Nashihin Tinjauan Balaghah 1. Gaya Bahasa Personifikasi ... 32

2. Gaya Bahasa Simile ... 42

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 74

C. Lampiran ... 75


(10)

ix

PEDOMAN TRANSLITERASI

Skripsi ini menggunakan transliterasi yang bersumber dari pedoman transliterasi arab-indonesia atas keputusan bersama SKB Menteri Agama dan Menteri P & K RI, tertanggal 22 Januari 1988 NO. 158/1987 dan NO. 0543 b/U/1987, sebagaimana dijelaskan di bawah :

No Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

1. ا Tidak dilambangkan

2. B Be

3. T Te

4. Ts Te dan es

5. J Je

6. H h dengan garis di bawah

7. Kh Ka dan ha

8. D De

9. Dz de da zet

10. R Er

11. Z Zet

12. S Es

13. Sy es dan ye


(11)

x

15. D de dengan garis di bawah

16. T te dengan garis di bawah

17. Z zet dengan garis di bawah

18. ٬ koma terbalik di atas hadap kanan

19. Gh ge dan ha

20. F Ef

21. Q Ki

22. K Ka

23. L El

24. M Em

25. N En

26. W We

27. H Ha

28. , Apostrof

29. Y Ye

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal dalam bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong:


(12)

xi

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fathah

--- I Kasrah

U Dammah

Adapun vokal rangkap, ketentuan alih aksarnya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي Ai A dan i

و Au A dan u

Vokal panjang

Ketentuan alis aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ا Â a dengan topi di atas

ي Î I dengan topi di atas

و Û u dengan topi di atas

Kata sandang

Kata sandang yang dalam system dalam aksara Arab dilambangkan dengan huruf

yaitu لا dialih aksarakan menjadi /I/, baik diikuti oleh huruf syamsiyyah maupun

huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl.


(13)

xii Syaddah atau tasydid yang dalam tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda

( _ ) alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan mengadakan huruf

yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh

huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata ةرْورضلا tidak ditulis ad-darûrah melainkan

al-darûrah.

Ta marbûtah

Jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihbahasakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang

sama berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na‟t) (lihat contoh

2). Namun, jika ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihbahasakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

Contoh:

No Kata Arab Alih Aksara

1 ةقيرط Tarîqah

2 ةيماسإا ةعيمجلا al-jâmi‟ah al-islamiyyah

3 دوجولا ةدحو wahdat al-wujûd

Huruf Kapital

Mengikuti EYD bahasa Indonesia, untuk proper name (nama diri, nama

tempat dan sebagainya), seperti al-kindi bukan Al-Kindi (untuk huruf “al” a tidak


(14)

xiii

ABSTRAK

Novi Aryanita (1110024000004): Personifikasi dan Simile dalam Terjemahan Kitab Durratun Nashihin Karya Achmad Sunarto (Tinjauan Balaghah), Jurusan Tarjamah. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Pembimbing : Prof. Dr. Ahmad Satori Ismail, M.A dan Dr. Darsita Suparno, M.Hum.

Kitab Durratun Nashihin ada empat aspek besar, yaitu gaya bahasa langsung tidaknya makna yang meliputi gaya bahasa personifikasi dan gaya bahasa simile, diksi yang meliputi kata konkret dan kata abstrak, pencitraan yang meliputi rasa, kemudian semantik yang meliputi tema dan amanat. Ini dihadirkan dalam terjemahan, lalu dibentuk dalam balaghahnya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gaya bahasa personifikasi dalam aspek balaghahnya, dan gaya bahasa simile dalam aspek balaghahnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif, dengan menggunakan teknik simak dan teknik catat.

Temuan penelitian ini adalah bahwa dalam gaya bahasa personifikasi terdapat 5 majaz, 5 alaqah, dan 5 qarinah. Kemudian terdapat 23 kata konkret, 14 kata abstrak, 31 imaji dari penglihatan dan 1 imaji dari perabaan. Tema yang terkandung dalam gaya bahasa personifikasi, yaitu dominan menggunakan istilah alam. Sementara dari analisis gaya bahasa simile terdapat 5 musyabbah, 5 musyabah-bih, 2 adat yang berbentuk isim dan 3 adat yang berbentuk huruf, 3 wajhusy syabah. Kemudian, menurut sudut pandang adat dan wajhusy syabah

yang sifatnya mursal mufassal (لصفم لسرم) terdapat 5 jenis. Dalam gaya bahasa

simile juga terdapat 22 kata konkret, 7 kata abstrak, dan imaji penglihatan 26. Tema yang digunakan dalam gaya bahasa simile dominan menggunakan istilah alam.


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebahasaan sangat diperhatikan dalam sebuah tulisan, jika bahasa itu kurang baik maka pembaca pun akan sulit untuk memahaminya. Mengenai berbagai kesalahan itulah maka para penulis agar lebih teliti lagi dalam penggunaan kebahasaan. Karena bahasa adalah alat untuk berkomunikasi yang

digunakan manusia dengan sesama anggota masyarakat lain pemakai bahasa itu.1

Bahasa berisi pikiran, pesan, atau keinginan yang terdapat pada diri pembicara dan penulis. Bahasa yang digunakan sebaiknya memiliki maksud yang jelas, sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik.

Dalam kaidah bahasa, gaya bahasa adalah satu ungkapan pikiran melalui

bahasa, yang secara tersendiri memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis.2

Gaya bahasa juga dikenal dengan istilah uslub atau style. Menurut penjelasan

dalam kamus linguistik, gaya bahasa diberi pengertian; (1), pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis, (2), pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, (3), keseluruhan ciri-ciri

bahasa sekelompok penulis sastra.3 Istilah uslub dalam buku ÆĦغاÃ ÆåاßÛ ÁĠĒåأا

ÆĦÃßأا ÂĦđÀåأا ďĠصأ ÆĦĒĦĒحÉ yaitu àĞúĖđا Ģĝ ĢÊđا ÆĦúĆĒđا ÇßÀÄþđا ěÞĝ ÀĚĝ ÂĦđÀåأÀà ĢĚþĕğ

1

Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif, (Diksi, Struktur, dan Logika), (Bandung: Refika Aditama 2007), h. 1.

2

Gorys Keraf, Tata bahasaIndonesia Sekolah Menengah Tingkat Atas, (Jakarta: Nusa Indah 1969), h. 13.

3

Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik edisi ketiga, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 1993), h. 63.


(16)

2

Êđا ĢÊĊĥàطđ Êđاğ àĦĎĆ

Äå ÀĖك àĥĠî Ĉ

٬ ęإğ ĦÄÄå Ģđإ ÂĦđÀåأا فاÊخا üجàĥ ÀĖ ĦæĦئß Ę

ğأا :ĘĦ ûĠضĠĖđا : ď

Îđا ÂĥÛأا :ĢęÀ

4 dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan, diantaranya:

uslub

atau gaya bahasa adalah sebuah cara komunikasi seseorang melalui bahasa kepada orang lain dengan suatu maksud tertentu.

Demikian dapat dikategorikan bahwa uslub memiliki tiga unsur, pertama,

ide atau pikiran yang akan disampaikan kepada orang lain, kedua, pilihan kata

(diction) yang akan digunakan, ketiga, model, susunan, struktur, atau gaya bahasa

yang akan digunakan ketika menyampaikan. Secara sengaja atau tidak untuk mendapatkan efek-efek tertentu bagi para pembaca, tidak jarang pengarang dalam menyampaikan maksud dan tujuannya menggunakan bahasa yang melebih-lebihkan makna atau bertolak belakang dengan maknanya.

Setiap penerjemah perlu mempertimbangkan gaya bahasa dalam konteks penerjemahannya. Namun dalam penerjemahan buku-buku ilmiah, biasanya para penerjemah tidak terlalu menghadapi kesulitan sebab gaya bahasa yang digunakan pengarang sumbernya formal dan informatif yang terkandung dalam buku itu dapat mudah dialihkan. Sebuah karya terjemahan, sangat dibutuhkan ketelitian para penulis untuk membuat kalimat yang baik dalam tulisannya, karena dengan itu kalimat tersebut mudah dipahami oleh pembaca isi makna yang terkandung di dalamnya. Terdapat banyak kesalahan dalam penulisan kebahasaan terhadap kitab terjemahan, dalam hal ini kesalahan berbahasa ilmiah, kesalahan huruf dan tanda baca seringkali muncul. Bukan hanya semata-mata karena salah

4

أا )ÀĊÃÀå( ÅàĝÀĊđا ÆþĕÀجà ÝÀÊåأا ÆĥàîĖđا ÆةĞĚđا ÆÄÊĎĕ : ÅàĝÀĊđا( ÆĦÃßأا ÂĦđÀåأا ďĠصأ ÆĦĒĦĒحÉ ÆĦغاà ÆåاßÛ ÁĠĒå

٤١٤١ -٤٩٩١ .ë) ٤١


(17)

3

ketik saja, kesalahan itu antara lain adalah salah tulis huruf atau salah tulis kata.5

Penyair atau penulis karya sastra dalam menyampaikan ide atau pikirannya menggunakan gaya bahasa tertentu yang dapat memberikan efek bagi pembacanya

maupun pendengarnya.6

Dalam bahasa Arab gaya bahasa diserupakan dengan ilmu balaghah, ilmu

balaghah ( rhetorical (adj) ÆĦغاÃÅßĠص ĜĦف )Á( ÆغاÄđا ĔĒþà Æĉاý ğÝ )أ(Ĥغاà ٬ ÆغاÄđاĔĒý

retorika bahasa Arab) membahas 3 kajian utama, ketiga kajian tersebut

masing-masing dibahas dalam ilmu ma‟ani ( pragmatics ÆĥĠغĒđا áĠĕàđا ÆåاßÛ ٬áĠĕàđا ĔĒý

ÆĥĠغĒđا àĦغ áĠĕàđاğ / pragmatik), ilmu bayan (kajian gaya bahasa), dan ilmu badi‟e (

stylistics ÆغاÄđا ĔĒý ٬ÂĦđÀåأا ĔĒý / stilistika).7 Bahasan yang terdapat dalam ilmu

bayan yaitu: tasybih dan majaz. Sebagai wilayah kajian ilmu ini terkait dengan makna, sehingga selalu bersinggungan dengan semantik, ilmu ini merupakan cabang sistematika bahasa yang menyelidiki makna atau arti emantik mempunyai objek berupa hubungan antara objek dan simbol linguistik.

Balaghah juga merupakan salah satu cabang ilmu bahasa Arab, setelah

ilmu Sharaf (morphology ثĦح Ęĕ ÇÀĖĒĎđا ÂĦكàÉ Ģف ثحÄĥ ÜýاĠĊđا ĔĒý Ęĕ ûàف :فàîđا ĔĒý

ßğÞجđاğ ĐخاğÜđاğ ĈحاĠĒđاğ ĈÃاĠæđا

ĠحĚđا ĔĒý ĠĞف ÜýاĠĊđا ĔĒý Ęĕ àخħا ûàĆđا Àĕاğ . / morfologi)

dan ilmu Nahwu (grammatical ÆĒĖجđ ÆĆص )Á( ÜýاĠĊđا ĔĒþà Æĉاý ğÝ )أ( ģÜýاĠĉ .ģĠحę

ÆغĒđا ÜýاĠĉ üĕ ÆĦêĖÊĕ ÆحĦحص /gramatika).8 Balaghah bukan hanya studi tentang kata

5

Sugihastuti, Editor Bahasa, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar 2006), h. 28.

6

Umi Rukhiyatun, Tesis Gaya Bahasa Qasasal-Hayawan Fi Al-Qur’a A alisis Stilistika), (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga), h. 2.

7

Muhammad Ali Al Khuli, A Dictionary Of Theoretical Linguistics English-Arabic, (Beirut: Librairie du Liban, 1982).

8

Muhammad Ali Al Khuli, A Dictionary Of Theoretical Linguistics English-Arabic, (Beirut: Librairie du Liban, 1982).


(18)

4

disaat sendirian, atau ketika berhubungan dengan kata lain, akan tetapi disamping itu semua, balaghah juga merupakan studi tentang keindahan, keserasian, ketepatan penempatan, dan bunyi kata. Bahkan balaghah juga mencakup studi tentang hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain baik sesudah maupun sebelumnya. Lebih dari itu, balaghah juga mengatur hubungan antara beberapa

kalimat dengan kalimat lain. 9

Kitab Durratun Nashihin dapat dikatakan yang kalimatnya mengandung

nilai sastra, karena kitab Durratun Nashihin adalah salah satu kitab yang

menyajikan tentang nasehat-nasehat, peringatan, cerita-cerita menarik, hikayat dan penjelasan hukum. Kitab Durratun Nahihin ini sudah lama dikaji dan dipelajari di kalangan Pondok Pesantren, Perguruan Tinggi Islam, bahkan masyarakat dewasa pun mulai tertarik untuk membaca dan mempelajarinya. Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan

judul Personifikasi dan Simile dalam Terjemahan Kitab Durratun Nashihin

Karya Achmad Sunarto (Tinjauan Balaghah)

B.Perumusan dan Pembatasan Masalah

Permasalahan yang terungkap dalam kitab Durratun Nashihin karya Usman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawiy terdiri banyak bab, karenanya penelitian yang penulis lakukan lebih fokus dan tidak melebar. Maka di dalam penulisan skripsi ini, penulis memberikan perumusan sebagai berikut:

9

Ahmad Syatibi, Pengantar Memahami Bahasa Al-Qur’a Balaghah 1 Il u Baya , (Jakarta: Adabia Press, 2012), h. i.


(19)

5

1. Bagaimana terjemahan gaya bahasa personifikasi yang terdapat dalam kitab

Durratun Nashihin?

2. Bagaimana terjemahan gaya bahasa simile yang terdapat dalam kitab Durratun

Nashihin?

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui terjemahan gaya bahasa personifikasi yang terdapat dalam

kitab Durratun Nashihin.

2. Untuk mengetahui terjemahan gaya bahasa simile yang terdapat dalam kitab

Durratun Nashihin.

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai gambaran dalam pengembangan ilmu pengetahuan terhadap tata

bahasa Indonesia dan bahasa Arab.

2. Sebagai bahan pemikiran dalam meningkatkan ilmu pengetahuan terhadap

penerjemahan.

D. Tinjauan Pustaka

Setelah peneliti menelaah berbagai penelitian terlebih dahulu dari survey pustaka yang telah dilakukan, terutama pada jurusan tarjamah, peneliti belum

menemukan sebuah penelitian tentang Personifikasi dan Simile Terhadap

Terjemahan Kitab “Durratun Nashihin‟‟ Tinjauan Balaghah. Saya terinspirasi


(20)

6

DALAM SURAH AL-BAQARAH (Analisis Terjemahan Al-Qur‟an Prof.

Dr.HAMKA)”, dan saudara Umar Mukhtar dengan skripsi yang berjudul

“Terjemahan Novel Aulâd Hâratinâ Karya Najîb Mahfûz: Studi Stilistika

Terhadap Serial “Rifa‟at Sang Penebus”. Namun dalam skripsi Fadli Muhammad

hanya menjelaskan tentang gaya bahasa personifikasi saja, kemudian dalam skripsi Umar menjelaskan tentang gaya bahasa dalam studi stilistika, sedangkan di sini saya akan menjelaskan tentang gaya bahasa personifikasi dan simile yang terdapat dalam kitab Durratun Nashihin dalam tinjauan Balaghahnya.

E.Sistematika Penulisan

Sistematika dalam skripsi ini terbagi dalam V bab, terdiri dari :

Bab I Pendahuluan yang terdiri dari : latar belakang masalah. Agar permasalahan yang diteliti lebih jelas dan tidak meluas maka dilakukan pembatasan dan perumusan masalah, dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, dan terakhir sistematika penulisan.

Bab II Membahas tentang gambaran penerjemahan, dan gaya bahasa serta ilmu balaghah.

Bab III Berisi metode penelitian dan gambaran objek penelitian.

Bab IV Analisis personofikasi dan simile terhadap terjemahan kitab Durratun Nashihin dalam tinjauan balaghah.

Bab V Merupakan penutup yang mengenai: kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan ini berisikan semua kesimpulan dari seluruh analisis.


(21)

7

BAB II

KERANGKA TEORI

1. Pengertian Penerjemahan

Penerjemahan adalah suatu kegiatan mengalihbahasakan makna teks sumber (BSu) ke dalam teks sasaran (BSa). Sebuah terjemahan harus dapat sesuai dengan apa yang dipesankan oleh penulis, melalui teks-teks yang akan diterjemahkan oleh penerjemah. Baik dalam memilih kata yang sepadan (diksi), ataupun sebuah kata yang memiliki keterkaitan makna yang sesuai dari pesan teks yang akan diterjemahkan. Penerjemahan juga merupakan sebuah kompleks yang menurut kecermatan. Seorang penerjemah tidak hanya dituntut menguasai bahasa sumber dan bahasa target dengan baik, namun juga harus menguasai isi materi yang diterjemahkan. Selain itu, seorang penerjemah juga harus peka terhadap berbagai faktor sosial, budaya, politik, dan emosi agar dapat menerjemahkan secara tepat.

Ada dua jenis penerjemah yaitu penerjemah lisan (interpreting) dan tulisan

(translating). Penerjemah lisan biasanya dilakukan secara langsung dalam

menerjemahkannya, penerjemah di sini berfungsi sebagai mediator antara bahasa sumber (pembicara) dengan bahasa sasaran (pendengar). Sedangkan penerjemah tulisan membutuhkan beberapa teori dalam hal menerjemahkan, teori tersebut berkedudukan sebagai mediator antara penulis dan pembaca.


(22)

8

Dalam kamus

ēاý

أاğ Æغ

Ēđا Ģف Üج

Ě

Ėđا

edisi 1986 disebutkan seperti ini:

{æف :ēاĎđا ĔجàÉ

ĒÃ ěà

|ÊđÀà ĜĖجàÉ : àخآ ėÀæ

à

{Ħك

Æ

أ

}Ēđا Ģđإ ĜĒĊę ģ

|Êđا ėÀæ

}Ĥكà

٬

ĔجàÉ

ĜĚý

٬

أ

ěàĕأ حضğ

٬

{Êđا

{Êđا Ï ÆĖجà

{Êđا :Ĕجاà

àĦæĆ

Sementara dalam

:ÀĞĦĖĒþÊĕğ Æ

ĦÃàþđÀà ĘĦĊطÀ

ĚĒđ ãÀåأا

ĢÃàþđا ĔجþĖđا

edisi 1988

disebutkan seperti ini :

àÉ

{Ħà : ÆĖجàÉ ĔجàÊĥ Ĕج

{ضğğ Ę

{æفğ ح

ġàخأ Ģđإ Æغđ Ęĕ ĜĒĊę : ÁÀÊĎđا ĔجàÉ ؟à

Jadi menerjemahkan adalah menyalin “kalam” (juga teks) atau

menjelaskannya dari bahasa tertentu ke dalam bahasa lain. Kalam di sini berarti ide, pesan atau informasi. Jadi, yang disalin itu bukan huruf-huruf atau kata-kata

yang terpotong dari konteksnya atau lingkungannya-siyaqnya. Penyalinan

tersebut, sebagaimana dinyatakan oleh M.G. Rose, tidak hanya dalam bahasa penerima, tetapi juga dalam bentuk kondisi serta keadaan masyarakat penerimanya. Ini semua mesti dilaksanakan dengan mencari padanan praktis yang terpelihara terus menerus sesuai dengan lingkungan penerjemah. Dalam batasan

seperti ini penerjemah tidak harus bahkan tidak boleh, linear, glossing, setia atau

harfiyyah.10

Catford mengatakan dalam bukunya A Linguistic Theory of Translation,

tentang definisi penerjemahan, yakni the replacement of textual material in one

language (SL) by equivalent textual material in another language (TL).

10

Nur Mufid, Kaserun AS. Rahman, Buku Pintar Menerjemah Arab-Indonesia (Cara Paling Tepat, Mudah dan Kreatif), (Surabaya: Pustaka Progressif, 2007), h.7.


(23)

9

(mengganti bahasa teks dalam bahasa sumber (BSu) dengan bahasa teks yang

sepadan dalam bahasa sasaran (BSa).11

Kemudian, J. Levy, mendefinisikan hal yang sama dalam bukunya Translation as A Decision Process, seperti yang dikutip Nurachman Hanafi:

Translation is a creative process which always leaves the translator a freedom of choice between several approximately equivalent possibilities of realizing situational meaning. (terjemahan merupakan proses kreatif yang memberikan

kebebasan bagi penerjemah buat memilih kemungkinan padanan yang dekat

dalam mengungkapkan makna yang sesuai dengan situasinya).12 Adapun Eugence

A. Nida dan Charles R. Taber, dalam buku mereka The Theory and practice of

Translation, memberikan definisi penerjemahan sebagai berikut:

Translation consist in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language masaage, first in terms of meaning and secondly in terms of style.13 (menerjemahkan merupakan kegiatan menghasilkan

kembali di dalam bahasa penerima barang yang secara sedekat-dekatnya dan sewajarnya sepadanan dengan pesan dalam bahasa sumber (BSu), pertama-tama mengangkut maknanya dan kedua menyangkut gayanya).

Itulah tiga pendapat dari tokoh penerjemah yang masing-masing menyatakan pendapatnya. Bisa kita simpulkan bahwa Penerjemahan adalah suatu

11

J.C Catford, A Linguistic Theory of Translation, (London: Oxford University Press, 1974), Fourth Impression, p. 20

12

Nurchman Hanafi, Teori dan Seni Menerjemahkan, (Flores: Nusa Indah, 1986), h.24.

13

Eugene A. Nida and Charles R. Taber, The Theory and Practice of Translation, (Leiden: The United Bible Societies, 1974), p.12.


(24)

10

proses pengubahan bentuk (teks) dari satu bahasa, biasa disebut bahasa sumber (BSu) ke bahasa lain, biasa disebut bahasa sasaran (BSa), dan pengalihan pesan

dari BSu ke BSa. Dalam penerjemahan hanya form (bentuk) yang berubah dan

hanya meaning (arti) yang dipindahkan.

1. Metode-Metode Penerjemahan

Newmark (1988) mengajukan dua kelompok metode penerjemahan, yaitu:

a. Metode yang memberikan penekanan terhadap Bahasa Sumber (BSu) Ada metode penerjemahan yang berorientasi pada bahasa sumber yaitu metode

penerjemahan kata demi kata (word for word translation).

1. Metode penerjemahan kata demi kata

Dalam metode penerjemahan jenis ini biasanya kata-kata TSa langsung diletakan di bawah versi TSu. Kata-kata dalam TSu diterjemahkan di luar konteks,

dan kata-kata yang bersifat cultural (misalnya kata “tempe”) dipindahkan apa

adanya. Umumnya metode ini dipergunakan sebagai tahapan prapenerjemahan

(sebagai gloss) pada penerjemahan teks yang sangat sukar atau untuk memahami

mekanisme BSu. Jadi, dalam proses penerjemahan metode ini dapat terjadi pada tahap analisis atau tahap awal pengalihan. Namun, perlu diingat bahwa metode penerjemahan semacam ini mempunyai kegunaan atau tujuan khusus, dan dalam praktik penerjemahan di Indonesia lazim digunakan sebagai metode penerjemahan yang umum.


(25)

11

b. Metode yang memberikan penekanan terhadap Bahasa Sasaran (BSa) Berbeda dengan metode di atas, pada metode ini penerjemahan lebih

berorientasi pada bahasa target. seperti halnya yaitu metode penerjemahan komunikatif (communicative translation).

1. Metode Penerjemahan Komunikatif

Metode ini mengupayakan reproduksi makna kontekstual yang demikian rupa, sehingga baik aspek kebahasaan maupun aspek isi langsung dapat dimengerti oleh pembaca. Oleh karena itu, versi TSa-nya pun langsung berterima. Sesuai dengan namanya, metode ini memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, yaitu khalayak pembaca dan tujuan penerjemahan. Melalui metode ini, sebuah versi TSu dapat diterjemahkan menjadi beberapa versi TSa sesuai dengan prinsip-prinsip di atas.

Sebagai contoh adalah penerjemahan kata spine dalam frase thorns spines

in old reef sediments. Apabila kata tersebut diterjemahkan untuk para ahli atau

kalangan ilmuan biologi, padanannya adalah spina (istilah teknis latin), tetapi

apabila diterjemahkan untuk khalayak pembaca yang lebih umum, kata tersebut

dapat diterjemahkan menjadi “duri” (dari lokakarya penerjemahan III bidang

iptek, atas kerja sama pusat penerjemahan Fakultas Sastra Universitas Indonesia

dengan Pusat Bahasa, 1993).14

14


(26)

12

2. Proses Penerjemahan

Orang yang berusaha memperoleh pengetahuan mengenai penerjemahan paling tidak harus mengetahui apa yang dimaksud dengan proses penerjemahan. Soemarno mengatakan bahwa proses penerjemahan ialah langkah-langkah yang

dilakukan oleh seorang penerjemah pada waktu dia melakukan

penerjemahannya.15 Secara umum proses penerjemahan itu terdapat tiga tahap,

diantaranya sebagai berikut:

a. Tahap analisis

Dalam tahap ini struktur lahir atau kalimat yang ada dianalisis menurut hubungan gramatikal, menurut makna kata atau kombinasi kata, makna tekstual, dan makna kontekstual. TSu harus dibaca secara keseluruhan dan dipahami pesannya (maksudnya) meskipun hanya secara garis besar.

b. Tahap Transfer

Dalam tahap ini materi yang sudah dianalisis dan dipahami maknanya tadi diolah oleh penerjemah dalam pikirannya dan dialihkan dari BSu ke dalam BSa.

c. Tahap Restrukturisasi

Dalam tahap ini penerjemah berusaha mencari padanan kata, ungkapan dan struktur kalimat yang tepat dan sepadan dalam BSa. Sehingga isi makna dan pesan yang ada dalam teks BSu tadi disampaikan sepenuhnya ke dalam BSa secara sempurna.

15

Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An (Cara Mudah Menerjemahkan Arab Indonesia), (Pamulang Barat: Dikara 2011), hal. 23.


(27)

13

Proses penerjemahan yang perlu diperhatikan adalah analisis teks asli, dan pemahaman makna atau pesan teks asli yang diungkapkan kembali ke dalam BSa dalam bentuk kata-kata atau kalimat yang sepadan dan wajar.

3. Syarat-syarat Penerjemah

Hasil terjemahan akan dianggap baik atau buruk, jelas atau tidak sangat bergantung pada siapa yang menerjemahkan, meskipun seorang penerjemah itu adalah sebagai pencipta, tetapi ia tidak mempunyai kebebasan seluas kebebasan yang dimiliki penulis aslinya, karena seorang penerjemah pada dasarnya hanya mengungkapkan apa yang dikarang oleh penulis aslinya.

Untuk menjadi seorang penerjemah yang baik serta menghasilkan terjemahan yang berkualitas, seorang penerjemah harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

a. Seorang penerjemah harus menguasai dua bahasa, bahasa sumber dan bahasa

sasaran.

b. Seorang penerjemah harus memahami secara benar gaya bahasa dan

karakteristik bahasa-bahasa yang diterjemahkan.

c. Penerjemahan harus memiliki ciri khas bahasa sumber dan bahasa sasaran.

d. Seorang penerjemah harus menguasai kosa kata pada kedua bahasa tertentu.16

4. Teknik Penerjemahan dan Gaya Bahasa

Selain memperhatikan jenis teks (dalam arti fungsi dan maksud keseluruhannya), seorang penerjemah juga harus memperhatikan gaya bahasa yang digunakan dalam TSu. Misalnya, dalam kalimat berikut si penyampai berita

16

Solihin Bunyamin, Panduan Belajar Menerjemahkan Al-Qur’a Metode Granada Sistem Delapan Jam, (Jakarta: Pustaka Panji Mas 2003), h. 26.


(28)

14

memakai gaya resmi “bertenaga” dengan memanfaatkan aspek makna konotatif. Di sini penulis memakai kata-kata sifat yang mengundang emosi pembaca.

TSu III :

The non-aligned movement is determined to actively participate in all efforts towards a successful resulition of hotbeds of crises in the world, irrespective of their historical or contemporary causes, ensuring that solutions are not imposed by outside power to the detriment of the interests of the parties direcly concerned.

(Deklarasi KTT Non-Blok, Beograd)

Penggunaan kata/frase yang bergaris bawah menunjukkan gaya “bertenaga”

tersebut. Bandingkan, misalnya, kalau kata-kata yang bergaris bawah tersebut

diganti dengan yang lebih netral, misalnya “is determined” diganti dengan

decides”, dan kata sifat atau adverbanya dibuang. Tentu gaya bahasanya akan

lain dan tidak se-“bertenaga” aslinya. Seorang penerjemah harus sejauh mungkin

memproduksi ciri-ciri teks TSu tersebut dalam terjemahannya. Contoh penerjemahan berikut tidak menunjukkan upaya reproduksi ini:

Teks TSa IIIa:

Gerakan Non-Blok merasa terpanggil untuk ikut serta dalam usaha meredakan ketegangan, dalam rangka mencari solusi atas setiap krisis yang terjadi di dunia ini. Dalam usaha tersebut, Gerakan Non-Blok berupaya agar kekuatan luar tidak ikut campur.

Dapat dilihat di sini bahwa, terlepas dari masalah padanan pragmatik, versi TSa-nya tidak sepadan dalam gaya bahasa (tidak “bertenaga”), banyak memakai


(29)

15

aspek makna denotatif daripada konotatif, yaitu seperti penyampaian fakta biasa. Bandingkan dengan TSa IIIb berikut:

Teks TSa IIIb:

Gerakan Non-Blok berketetapan untuk secara aktif berperan serta dalam segala upaya pemecahan gemilang bagi permasalahan atau krisis di dunia, tanpa memandang apakah penyebab historisnya lama atau baru, untuk menjamin bahwa pemecahan permasalahan tidak ditunggangi oleh pihak-pihak luar demi kepentingan pihak-pihak yang terlibat secara langsung.

Terlepas dari wajar-tidaknya penyampaian gramatikal melalui kalimat yang

panjang ini, TSa IIIb mengupayakan padanan gaya “bertenaga”. Upaya tersebut,

misalnya, dapat dilihat dari penggunaan kata-kata “berketetapan”, “pemecahan

gemilang”, dan “ditunggangi”. Dengan demikian, penerjemah TSa IIIb mengupayakan padanan yang relatif total, karena mempertimbangkan segi gaya

bahasa dalam TSu III, di samping pemadanan lain.17

5. Definisi Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah salah satu di antara bagian dari ilmu bahasa. Oleh karena itu bahasa sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat, berupa lambang bunyi-suara yang dihasilkan oleh alat-ucap manusia. Gaya bahasa sering

kali dikenal dalam retorika dengan istilah “style”, yaitu kemampuan dan keahlian

menulis atau menggunakan kata-kata dengan alat bantu lidah. 18 Hal yang pertama

17

Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, (Bandung : Mizan Pustaka 2009), h. 112.

18


(30)

16

perlu dipahami bahwa gaya bahasa bukan semata-mata menggayakan suatu bahasa.

Menurut Keraf, 2007: 113 “Gaya bahasa juga dapat dibatasi sebagai cara

mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa

dan kepribadian penulis (pemakai bahasa)”. Sedangkan menurut Tarigan, 1985: 5

“gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam

berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan

pembaca. Kata retorik berasal dari bahasa Yunani rhetor yang berarti orator atau

ahli pidato. Pada masa Yunani kuno retorik memang merupakan bagian penting dari suatu pendidikan dan oleh karena itu aneka ragam gaya bahasa sangat penting dan harus dikuasai benar-benar oleh orang-orang Yunani dan Romawi yang telah

memberi nama bagi aneka seni persuasi ini.”

Nini Ibrahim memiliki istilah lain bahwa gaya bahasa disebut juga majas, yaitu penggunaan kata kiasan dan perbandingan yang tepat untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran dengan maksud tertentu. Gaya bahasa berguna untuk menimbulkan keindahan dalam karya sastra atau dalam berbicara. Setiap orang atau pengarang memiliki cara tersendiri dalam memilih dan menggunakan gaya

bahasa.19

Jadi dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah ungkapan untuk menunjukan efek tersendiri, baik berupa estatis ataupun kepuisian, dengan jalan membandingkan satu hal ataupun permasalahan dengan hal yang lain. Pemakaian

19


(31)

17

bahasa digunakan secara imajinatif bukan dalam pengertian yang benar-benar secara ilmiah (pembicaraan) saja, tetapi bertujuan untuk meyakinkan dan

mempengaruhi penyimak dan pembaca.

6. Jenis-jenis gaya bahasa

a. Segi bahasa

Dilihat dari sudut bahasa atau unsur-unsur bahasa yang digunakan, maka gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang dipergunakan, sebagai berikut:

1. Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata

Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat. Dapat dikatakan, gaya bahasa mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi situasi-situasi tertentu.

Dalam bahasa standar (bahasa buku) dapatlah dibedakan: gaya bahasa resmi (bukan bahasa resmi), gaya bahasa tak resmi dan gaya bahasa percakapan. Gaya bahasa dalam tingkatan bahasa nonstandar tidak akan dibicarakan di sini, karena

tidak akan berguna dalam tulisan-tulisan ilmiah atau ilmiah populer.20

20


(32)

18

2. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna

Gaya berdasarkan makna diukur dari langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna biasanya

disebut trope atau figure of speech. Istilah trope sebenarnya berarti “pembalikan”

atau “penyimpangan”. Trope atau figure of speech dengan demikian memiliki

bermacam-macam fungsi yaitu: menjelaskan, memperkuat, menghidupkan obyek

mati, menstimulasi asosiasi, menimbulkan gelak ketawa, atau untuk hiasan.21

6.1. Gaya bahasa khiasan

Gaya bahasa khiasan ini awalnya dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan. Yaitu membandingkan sesuatu antara yang satu dengan sesuatu yang lain, tujuannya untuk menemukan ciri-ciri yang menunjukan kesamaan antara dua hal tersebut. Macam-macam gaya bahasa khiasan yang akan saya bahasa di antanya sebagai berikut:

a. Simile

Simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan yang bersifat eksplisit adalah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu dengan hal yang lain.

Contoh: Kikirnya seperti kepiting batu.

21


(33)

19

Simile dalam ilmu balaghah termasuk ĜĦÄêÊđ dalam kamus Al-Munawir,

lafadz ĜĦÄêÊđا berarti ĐĦÎĖÊđاdan dalam bahasa Indonesia berarti “persamaan”. Dalam

istilah balaghah:

{Êđا

ê

ÄĦ

ĝ Ĝ

Ġ

ا

حđ

À

ć

أ

ĕ

à

Ã

أĕ

à

خآ

à

Ģف

ğ

ص

ف

Ã

أ

اÛ

Å

đغ

à

ï

Artinya: menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam suatu sifat

dengan menggunakan alat karena ada tujuan.22

Contoh:

|ÛĠđا

ÀĊĖý àحÄđÀك

Cinta itu bagaikan laut dalam segi luas.

b. Personifikasi

Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Menurut Sayuti, perbandingan dalam personifikasi dilakukan secara langsung yaitu dengan memberikan sifat-sifat atau ciri-ciri

manusia kepada benda-benda mati, binatang atau suatu ide.23 Pendapat Sayuti ini

sejalan dengan pernyataan Dick Hartoko dan Rahmanto yang menyatakan bahwa gaya jenis ini merupakan suatu bentuk kiasan yang menampilkan benda-benda

22

Ahmad Syatibi, Pengantar Memahami Bahasa Al-Qur’a Balaghah 1 Il u Baya , (Jakarta: Adabia Press, 2012), h. 1.

23


(34)

20

atau konsep abstrak sebagai pribadi/person manusiawi dengan sifat-sifat

manusia.24

Contoh: Rumahmu barangkali ia menyeka mimpimu.

Personifikasi dalam aspek ilmu balaghah termasuk (ģĠغđ áÀجĕ) majaz secara

harfiyah artinya “boleh”, lughawi artinya “bersifat bahasa” atau “dalam bahasa”.

Dengan demikian majaz lughawi artinya suatu kebolehan menggunakan suatu kata sebagai bahasa bukan pada tempatnya. Seperti : matahari tersenyum atau bulan menangis dll. Dalam istilah balaghah:

{Ēđا Ġĝ áÀجĖđا

Ĝđ üضğ Àĕ àĦغ Ģف ĐĖþÊæĖđا ظĆ

þđ

ا

ĉÆ

ĕ

ü

ĉ

à

ĥĚ

Æ

Àĕ

ęþ

Æ

ĕ

Ę

ا

اß

ÛÅ

ا

Ėđ

þ

ĢĚ

ا

حđ

ĊĦ

Ċ

.

Artinya: “kata yang digunakan bukan pada tempatnya karena ada alaqah serta

qarinah yang mencegah dari arti yang sebenarnya”.25 Contoh:

{æÄÉ

{æđا Ģف ćàÄđا Ĕ

.ءÀĖ

Kilat itu tersenyum di langit.

Setelah mengemukakan beberapa aspek dari Syatibi dan Gorys, selanjutnya akan dikemukakan beberapa sub unsur dari diksi yang meliputi kata konkret dan kata abstrak.

24

Dick Hartoko dan Rahmanto, Pemandu Di Dunia Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), h. 108.

25

Ahmad Syatibi, Pengantar Memahami Bahasa Al-Qur’a Balaghah 1 Il u Baya , (Jakarta: Adabia Press, 2012), h. 48.


(35)

21

a. Kata konkret dan kata abstrak

Kata konkret adalah kata-kata yang dapat ditangkap indra.26 Suatu kata

harus diperkonkret untuk membangkitkan imaji (daya bayang) pembaca. Maksudnya adalah, bahwa kata-kata itu dapat menyaran kepada arti yang menyeluruh. Sama halnya dengan pengimajian, kata yang diperkonkret erat hubungannya dengan penggunaan kiasan atau lambang. Jika pengarang mahir memperkonkret kata-kata, maka pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasa apa yang dilukiskan oleh pengarang, sehingga pembaca terlibat penuh secara batin dalam terjemahannya.

Sementara itu, kata abstrak adalah berupa gambar, tanda, atau kata yang menyatakan maksud tertentu, sehingga kata abstrak lebih berfungsi untuk menambah keestetikaan terjemahan.

b. Imaji atau pencitraan

Imaji adalah kata atau kelompok kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Waluyo mengatakan, bahwa pengimajian dapat dibatasi dengan pengertian kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti

penglihatan, pendengaran, dan perasaan. 27

26

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 119.

27


(36)

22

c. Tema

Tema merupakan gagasan pokok atau subject-matter yang dikemukakan

oleh pengarang.28 Sementara itu, dalam buku The Norton Introduction to

Literature dikatakan, bahwa some refer to the central idea, the thesis, or even the message of the story, and that is rougly what we mean by theme.29 Artinya, bahwa

beberapa tema mengacu pada ide sentral, tesis, atau bahkan pesan dari cerita. Dapat dikatakan, bahwa pokok pikiran atau pokok persoalan begitu kuat mendesak dalam jiwa pengarang sehingga menjadi landasan utama pengucapannya. Melalui latar belakang yang sama, penafsir-penafsir terjemahan akan memberikan tafsiran tema yang sama bagi sebuah terjemahan harus dihubungkan dengan pengarang, serta dengan konsep-konsepnya yang terimajinasikan. Oleh karena itu, tema bersifat khusus (pengarang), tetapi obyektif (bagi semua penafsir), dan lugas (tidak dibuat-buat). Perkembangan tema yang baik dan terarah akan menguatkan topik dan tujuan yang telah ditentukan. Perkembangan tema dapat dilihat dari dua sudut yaitu: 1) gagasan yang lebih tinggi telah diperinci secara maksimal, 2) perincian-perincian tersebut sudah diurutkan secara logis dan teratur, 3) perincian tesis atau pengungkapan maksud sudah diperinci secara maksimal untuk membuat tema menjadi jelas, 4) perincian gagasan sentral sudah diurutkan dalam urutan yang teratur dan logis dengan

memperlihatkan transisi yang jelas.30 Tema di sini bagian dari unsur semantik.

28

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 106.

29

Peter Simon (ed), The Norton Introduction to Literature, (London: W. W. Norton & Company, 2002), h. 214.

30


(37)

23

d. Rasa

Rasa dalam terjemahan adalah sikap pengarang terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam terjemahannya. Pengungkapan tema dan rasa berkaitan dengan latar belakang sosial dan psikologis pengarang, seperti latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, serta pengetahuan. Kedalam pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan pengarang memilih kata-kata, gaya bahasa, dan bentuk terjemahan itu saja, tetapi lebih bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang berbentuk oleh latar belakang sosiologis dan

psikologisnya.31 Rasa di sini bagian dari pencitraan.

e. Amanat (pesan)

Amanat yang hendak disampaikan oleh pengarang dapat ditelaah setelah memahami tema, rasa, dari terjemahan itu sendiri. Tujuan atau amanat merupakan hal yang mendorong pengarang untuk menciptakan terjemahannya. Amanat tersirat dibalik kata-kata yang disusun, dan juga berada dibalik tema yang diungkapkan. Amanat yang hendak disampaikan oleh pengarang mungkin secara sadar berada dalam pikiran pengarang, namun lebih banyak pengarang sadar akan

amanat yang diberikan.32 Amanat di sini bagian dari unsur semantik.

31

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 125.

32


(38)

24

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Metode Penelitian

Metodologi berasal dari bahasa Yunani „metodos‟ dan „logos‟, kata ini

terdiri dari dua suku kata yaitu ”metha” yang berarti melalui/melewati dan “hodos” yang berarti jalan/cara metode yang merupakan analisis teoritis mengenai

suatu cara/metode. Muhammad mendefinisikan metode penelitian atau research

method sebagai aspek aksiologi dari suatu paradigma.33 Dalam penelitian ini,

penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif.

Menurut Djajasudarma, penelitian kualitatif di dalam linguistik selalu

ditunjang dengan kuantitatif dari segi penghitungan data.34 Metode kualitatif

dipahami sebagai suatu prosedur penelitian untuk menghasilkan uraian deskriptif berupa kalimat-kalimat yang berkaitan dengan gaya bahasa dalam aspek balaghah yang terdapat dalam kitab Durratun Nashihin yang menjadi objek penelitian ini. Dengan demikian data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kualitatif.

B.Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini terbatas pada:

33

Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, (Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2011), h. 168.

34

T. Fatimah Djajasudarma, Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian, (Bandung: Refrika Adiatma, 2006), h. 10.


(39)

25

1. Gaya bahasa Personifikasi yaitu terjemahan yang mengandung perumpamaan

yang diibaratkan seperti manusia, sebagaimana dalam aspek balaghahnya

disebut majaz.

2. Gaya bahasa Simile yaitu terjemahan yang mengandung kata penghubung

seperti dalam aspek balaghahnya disebut sebagai tasybih.

C.Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah kalimat yang sudah diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia yang diidentifikasikan mengandung gaya bahasa

dalam aspek balaghah, kemudian mengklasifikasikannya sesuai dengan kategori

gaya bahasa yaitu berdasarkan langsung tidaknya makna.

D.Metode Penyediaan Data

Untuk menyediakan data, digunakan metode, adapun istilah metode dan

teknik yaitu “cara”. Metode adalah cara yang harus dilaksanakan sedangkan

teknik adalah cara melaksanakan metode.35 Terdapat dua jenis metode dalam

penyediaan data yaitu: metode simak dan metode catat.

Metode simak merupakan metode yang digunakan dalam penyediaan data dengan cara peneliti melakukan penyimakan penggunaan bahasa. Mahsun menjelaskan isi dari bagian ilmu sosial, oleh karena itu metode pengamatan dari linguistik mengambil konsep dari ilmu sosial. Dikatakan bahwa metode ini dapat

35

Mahsun, Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode dan Tekniknya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 127.


(40)

26

disejajarkan dengan metode pengamatan atau observasi.36 Metode penyediaan

data ini dalam lingusitik diberi nama metode simak, karena cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Istilah menyimak di sini tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan, tetapi juga penggunaan bahasa secara tertulis. Metode ini memiliki teknik dasar

yang berwujud teknik sadap.37 Teknik sadap tersebut sebagai teknik dasar dalam

metode simak karena pada hakikatnya penyimakan diwujudkan dengan penyadapan. Pada langkah ini digunakan teknik simak bebas cakap, peneliti hanya menyimak informasi teks baik yang berkenaan dengan isi maupun satuan bahasa teks. Untuk mengidentifikasikan teks tersebut, peneliti menggunakan metode simak dengan teknik dasar sadap dan teknik bebas cakap.

Selain menggunakan teknik simak bebas cakap untuk menjalankan metode simak, digunakan juga metode catat. Metode catat adalah mencatat data-data dengan teknik pencatatan data. Teknik sadap, teknik dasar dengan teknik simak libat cakap digunakan sebagai teknik lanjutan karena dapat langsung mencatat data yang diperoleh. Teknik catat dipilih karena data yang dihadapi berwujud lisan dan tulis, sehingga memungkinkan dapat mencatat hal-hal yang satuan bahasanya diperlukan untuk mendapatkan cara secara catat.

Penelitian ini data diperoleh melalui sumber yang telah terjadi dalam kitab Durratun Nashihin. Artinya dalam dalam terjemahan sudah tersedia, artinya

36

Mahsun, Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode dan Tekniknya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 242.

37

Mahsun, Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode dan Tekniknya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 92.


(41)

27

penyediaan data terdapat dalam sebuah kitab. Oleh karena itu, dilakukan penyediaan data seperti bagan berikut:

Sumber : Mahsun (2007), Metode Penelitian Bahasa, 116. Yang sudah dimodifikasi oleh peneliti untuk keperluan penelitian.

E.Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah cara menguraikan dan mengelompokkan satuan lingual. Metode padan digunakan untuk menganalisis data berupa kata yang

bersinonim dengan kata banding, dan sesuatu yang dibandingkan mengandung

makna adanya keterhubungan. Menurut mahsun, metode padan dilaksanakan

dengan menggunakan teknik hubung banding menyamakan (HBS), hubung

banding membedakan (HBB) dan teknik hubung banding menyamakan hal pokok

(HBSP). Pada metode analisis ini menggunakan konsep Syatibi, untuk melihat

adanya tinjauan balaghah dalam terjemahan Durratun Nashihin.38 Sementara

digunakan konsep Harimurti Kridalaksana, untuk melihat makna yang tidak sama

dengan gabungan makna anggota-anggotanya.39

38

Ahmad Syatibi, Pengantar Memahami Bahasa Al-Qur’a Balaghah 1 Il u Baya , (Jakarta: Adabia Press, 2012), h. 2 & 50.

39

Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik Edisi Keempat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 90.

Metode simak dengan tekniknya yaitu teknik simak bebas cakap

Metode catat Data diperoleh


(42)

28

F.Analisis Data

Hubungan konsep dengan cara menganalisis data, semua data yang telah dikumpulkan melalui metode observasi dengan teknik catat dianalisis dengan sifat data dan tujuan penelitian. Data yang diperoleh lewat teknik catat yaitu berupa teks-teks terjemahan yang terdapat dalam kitab tersebut, yaitu teks-teks yang

mengandung gaya bahasa dalam aspek balaghahnya. Analisis data pada penelitian

ini terdiri atas dua tahap:

1. Digunakan kata-kata benda yang diumpamakan makhluk seperti manusia untuk

menganalisis gaya bahasa personifikasi.

2. Digunakan kata depan dan penghubung untuk menganalisis gaya bahasa simile.

3. Digunakan kata konkret dan kata abstrak untuk menangkap daya indra.

4. Digunakan imaji atau pencitraan untuk memberikan efek visual, supaya

pembaca seolah-olah bisa melihat dan merasakan peristiwaa yang terjadi.

5. Digunakan tema untuk memberikan tafsiran tema bagi sebuah terjemahan.

6. Rasa digunakan untuk menonjolkan sikap pengarang terhadap terjemahannya.

7. Amanat digunakan untuk menyampaikan pesan yang terkandung dalam

terjemahan tersebut.

G.Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis data penelitian ini ditampilkan dengan menggunakan metode informal. Pelaksanaan penelitian ini melalui beberapa tahap yaitu:


(43)

29

Metodologi penelitian

Metode Kualitatif

Paradigma Semantik

Sumber Data

kalimat yang sudah diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia, yang diidentifikasikan mengandung gaya bahasa dalam aspek balaghah, kemudian mengklasifikasikannya sesuai dengan kategori gaya bahasa yaitu berdasarkan : langsung tidaknya makna.

Penyediaan data

1. Metode simak dan tekniknya yaitu teknik simak bebas cakap, peneliti hanya menyimak informasi teks baik yang berkenaan dengan isi maupun satuan bahasa teks.

2. Metode catat .

Analisis Data

1. Digunakan kata-kata benda yang diumpamakan makhluk seperti manusia untuk menganalisis gaya bahasa personifikasi.

2. Digunakan kata depan dan penghubung untuk menganalisis gaya bahasa simile. 3. Digunakan kata konkret dan kata abstrak

untuk menangkap daya indra. 4. Digunakan imaji atau pencitraan untuk

memberikan efek visual, supaya pembaca seolah-olah bisa melihat dan merasakan peristiwaa yang terjadi.

5. Digunakan tema untuk memberikan tafsiran tema bagi sebuah terjemahan.

6. Rasa digunakan untuk menonjolkan sikap pengarang terhadap terjemahannya. 7. Amanat digunakan untuk menyampaikan

pesan yang terkandung dalam terjemahan tersebut.

Penyajian Data


(44)

30

GAMBARAN TENTANG KITAB DURRATUN NASHIHIN

a. Riwayat Hidup Pengarang

Seorang ulama yang hidup pada abad ke-18 H, dengan nama lengkapnya adalah Syekh Usman bin Hasan bin Ahmad Syakir Al-Khaubawy ( 1224 M ).

Beliau (Istanbul, Turki).40 Nama al-Khaubawy dinisbatkan dengan kata khaubah

yang berarti para pekerja tarbazun.41 Beliau berasal dari Roma yang bermadzhab

Hanafi, beliau juga seorang ahli hukum, mufassir serta seorang pakar hadis, namun bukan termasuk periwayat hadis. Riwayat hidup pengarang secara lengkap baik tentang kapan lahirnya, kehidupan dimasa kecil sampai beliau dewasa, jenjang pendidikannya dan kondisi sosial kemasyarakatan dimana beliau hidup belum penulis temukan.

Keinginan Usman al-Khaubawy untuk menulis pengajaran atau nasehat-nasehat tersebut serta meluruskan kekeliruan-kekeliruannya itu belum dapat terwujud, dikarenakan beberapa hari setelah Usman al-Khaubawy ditimpa musibah sakit keras yang memaksanya berbaring ditempat tidur untuk beberapa lama. Akibat dari sakitnya itu beliau tidak mampu berbicara, dalam keadaan

seperti ini beliau bernazar “bila Allah SWT masih melindungi sari dari segala

bencana dan bahaya, maka saya akan menyajikan sesuatu yang digemari (nasehat)

dikalangan para penggemarnya dikalangan masyarakat”. Setelah beliau b etul-betul sembuh, kemudian menyiapkan kertas putih dan menulisnya laksana

40

Usman Al-Khaubawi, Durratun Nashihin fi al-wa’zi wa al-Irsyadi, (Beirut: Dar al-fikr 1998), h. 3.

41

Umar Ridha Kahhalah, Mu’ja al-muallafin tarajim musannifi al-Kutub al-Arabiyah, (Beirut: Dar al-Haya’ 957), h. 5 -253.


(45)

31

mengalirkan air sungai dan air laut yang diperlukan dikalangan mereka. Setelah

selesai penulisannya yang diibaratkan sebagai “Permata atau Mutiara yang belum pernah disentuh”, kemudian beliau memberi nama kitab itu dengan nama

Durratun Nashihin. Penulisan dan penyusunan kitab Durratun Nashihin selesai pada tahun 1804 M/ 1224 H, kemudian Utsman bin Hasan bin Ahmad Syakir al-Khaubawy meninggal pada tahun 1804 M tidak lama setelah selesai menyusun kitab tersebut.

Dalam pembahasan kitab Durratun Nashihin terbagi dalam beberapa

penyajian (bab) yang terdiri atas fadhilah-fadhilah (misalnya: shalat berjama‟ah,

fadhilah birrul walidain, berdzikir, berteman, fadhilah bulan rajab, sya‟ban,

ramadhan dan lain-lainya), yang didukung dengan ayat-ayat Al-Qur‟an, hadis

-hadisnya serta dilengkapi dengan pendapat para ulama dan kisah-kisah yang relevan dengan pembahasan masing-masing.


(46)

32

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. ANALISIS DATA PENELITIAN

Mencermati data penelitian ini ditemukan beberapa jenis gaya bahasa antara lain personifikasi, dan gaya bahasa simile. Gaya bahasa tersebut ditinjau dari aspek balaghah yaitu sebagai berikut:

1. Personifikasi.

Berdasarkan data yang ada gaya bahasa personifikasi yang terdapat pada kitab Durratun Nashihin ( selanjutnya di singkat DN1 ) sebagai berikut:

Bersumber dari Jabir, dari Nabi Saw. Bahwa beliau bersabda:

1)

٬

٬

٬

Artinya:”Apabila tiba malam terakhir dari bulan Ramadhan, maka menangislah langit, bumi dan para malaikat atas musibah yang menimpa umat Muhammad Saw. Seorang bertanya: “Ya Rasulullah, musibah apakah itu?” Jawab Rasul Saw: ”Perginya bulan Ramadhan. Karena sesungguhnya doa-doa di waktu itu dikabulkan, sedekah-sedekah diterima, kebaikan-kebaikan dilipatkan, sedang azab ditahan.42

42

Usman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawiy, Durratun Nashihin, (Jakarta: Bintang Terang 2007), h. 38.


(47)

33

Untuk menentukan terjemahan itu disebut personifikasi, apabila memenuhi tiga aspek yang dikemukakan oleh Syatibi, yaitu:

i. Bukan digunakan pada tempat yang seharusnya.

ii. Memiliki ALAQAH Æĉاý (hubungan).

iii. Memiliki QARINAH ÆĚĥàĉ(penyebab/indikator).43

Personifikasi pada terjemahan di atas terdapat pada kalimat ÇاğĖÀ{æđا ÈĎÃ

ïßأاğ„maka menangislah langit dan bumi‟, terjemahan seperti itu mengandung

sebuah perumpamaan. Kata langit dalam bahasa Indonesia dirujuk sebagai

nomina (kata benda), kata langit dalam bahasa Indonesia dikategorikan sebagai ruang luas yang terbentang di atas bumi, tempat beradanya bulan, bintang, matahari, dan planet yang lain; di mana bumi dipijak, di situ langit di junjung

(KBBI, 2008 : 784). Berdasarkan definisi itu langit adalah benda yang tidak sama

dengan manusia yang dapat menangis, oleh karena itu kata langit digunakan

bukan pada tempatnya. Dengan demikian, kata langit dikategorikan sebagai majaz

(áÀجĕ).

Adanya hubungan kesamaan antara kata “langit” yang tertulis dengan kata

“manusia”, yang dimaksud hubungan kesamaan ini disebut alaqah ( Æĉاý ).

Hubungan kesamaan antara “langit” dan “manusia” yaitu sama-sama bisa mengeluarkan air. Dalam Al-Munawwir Arab-Indonesia, dijelaskan bahwa:

43

Ahmad Syatibi, Pengantar Memahami Bahasa Al-Qur’a Balaghah 1 Il u Baya , (Jakarta: Adabia Press, 2012), h. 52.


(48)

34

Langit : ÇاĠĖ{æđا Manusia:44àêÄđا : ) ãÀęأ Ï( äęإا

Di sini kata “menangis” disebut qarinah (ÆĚĥàĉ ). Qarinah adalah kata yang

menghalangi suatu kata lain dari arti sebenarnya, yaitu: “langit menangis ”. Langit

seolah-olah seperti manusia yang bisa mengeluarkan air mata pada kata ت ب

dengan demikian, kalimat di atas kata ضرأاو تاوماّس ا diserupakan dengan

manusia, musyabbah-bihnya (manusia) ditiadakan dan diisyaratkan oleh salah satu

sifat khasnya yaitu ت ب sebagai personifikasi, qarinahnya ت ب kepada تاومّس ا

ضرأاو.

Terjemahan di atas menunjukkan penggunaan gaya bahasa personifikasi, dalam personifikasi terdapat unsur persamaan yang kuat antara satu objek dengan objek lain. Personifikasi di atas menggambarkan manusia pada bulan ramadhan itu diperlakukan oleh Tuhan sebagai makhluk istimewa, karena perbuatan manusia yang baik selalu diberikan pahala, dan perbuatan yang buruk selalu dimohonkan ampun. Pada akhir bulan ramadhan pintu-pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu. Analisis berikutnya diberi tanda dengan angka (2).

Diriwayatkan dari Nabi Saw. Bahwa beliau bersabda:

2)

44

Achmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1997), h. 664& 43.


(49)

35

artinya:“Barangsiapa menghidupkan malam dari dua hari raya dan malam pertengahan bulan Sya‟ban, maka hatinya takkan mati pada saat hati-hati (orang lain)pada mati.45

Personifikasi pada terjemahan di atas terdapat pada kalimat ĘĦح ĜÄĒĉ ÈĖĥ Ĕđ

ÁĠĒĊđا ÇĠĖÉ „maka hatinya takkan mati pada saat hati-hati (orang lain) pada

mati‟. Merujuk kepada model analisis yang dikemukakan oleh Syatibi (2012 : 50)

yang mengatakan bahwa adanya benda yang diperbandingkan kesamaannya tetapi tidak ditempatkan pada tempatnya, perumpamaan seperti ini digunakan sebagai

analisis tipe satu. Kata hati yang diterjemahkan dari kata ب ق tidak digunakan

sebagaimana mestinya, kata itu merupakan sebuah perumpamaan yang disebut

majaz ( áÀجĕ ). Adanya hubungan kesamaan antara kata hati dan manusia, yang

dimaksud hubungan kesamaan ini disebut alaqah ( Æĉاý ). Hubungan kesamaan

antara kata hati dan manusia yaitu sama-sama bisa mati.

Dalam KBBI “Hati” n sesuatu yang ada di dalam tubuh

manusia yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian (perasaan dsb):

“Manusia”n makhluk yang berakal budi (mampu menguasai

makhluk lain); insan; orang;46

Hati : ÂĒĉ ßÜîĕ : ÂĒĊđا

ÂĒđا

manusia: 47àêÄđا : ) ãÀęأ Ï( äęإا

Di sini kata „mati‟ disebut qarinah ( ÆĚĥàĉ ). Qarinah adalah kata yang

menghalangi suatu kata lain dari arti sebenarnya. Dalam kamus linguistik konsep

45

Usman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawiy, Durratun Nashihin, (Jakarta: Bintang Terang 2007), h. 760.

46

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 487& 877.

47

Achmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1997), h. 114& 43.


(50)

36

ini disebut idiom, Kridalaksana (2008: 90). Dengan memahami qarinah atau

idiom, hati manusia dapat diklasifikasikan dua jenis: 1. Baik hati „baik‟

2. Besar hati „bangga‟

3. Hati mati „jahat‟

Dengan demikian, kalimat di atas kata هب قdiserupakan seperti manusia, ada unsur

yang disamakan dengan manusia yaitu ditiadakan dan diisyaratkan oleh salah satu

sifat khasnya sebagai personifikasi, qarinahnya تمي kepada هب ق.

Interpretasi personifikasi di atas menunjukkan bahwa umat Islam

mempunyai dua jenis hari raya, yaitu hari raya I‟dul Adha dan hari raya I‟dul

Fitri. Ada bulan yang disebut dalam terjemahan ini yaitu bulan Sya‟ban, dimana

pada pertengahan bulan tersebut orang Islam harus menghidupkannya. Orang-orang yang melakukan ibadah pada tiga waktu itu, maka hatinya akan mendapat cahaya kebaikan. Analisis berkutnya diberi tanda angka (3).

Dari Nabi Saw, bahwa beliau bersabda:

3)

٬

Artinya: “Sesungguhnya Allah Ta‟ala menciptakan sebuah tiang di hadapan Arsy. Maka, apabila seseorang mengucapkan:” Laa ilaaha illallaahu, Muhammadur Rasulullah”, bergoyanglah tiang itu. Lalu, Allah Ta‟ala berfirman: “Diamlah, hai tiang.” Namun, tiang itu menjawab: “Bagaimana aku bisa diam, sedang Engkau belum mengampuni orang yang mengucap kalimat tadi?” Maka


(51)

37

Allah Ta‟al berkata: “Sungguh, Aku telah mengampuninya.” Barulah ketika itu dia mau diam.”48

Personifikasi pada terjemahan di atas terdapat pada kalimat ÛĠĖþđا ďĠĊĦف

namun tiang itu menjawab‟, Kata tiang digunakan bukan pada tempatnya karena

“tiang” sebenarnya tidak bernyawa. Perumpamaan seperti ini digunakan sebagai analisis tipe 2, dengan demikian kata “tiang” dikategorikan sebagai majaz ( áÀجĕ ).

Adanya hubungan kesamaan antara kata “tiang” yang tertulis dengan kata “manusia” yang dimaksud dengan hubungan kesamaan ini disebut alaqah ( Æĉاý).

Frase tiang itu menjawab mengindikasikan bahwa tiang bisa berbicara dengan

Allah SWT, hubungan kesamaan antara “tiang” dan “manusia” yaitu sama-sama

cipataan Allah SWT.

Namun, ada perbedaan dalam KBBI, dijelaskan bahwa: “Tiang n tonggak

panjang (dari bambu, besi, kayu, dsb). “Manusia n makhluk yang berakal budi

(mampu menguasai makhluk lain); insani; orang;.49 Di sini ditunjukkan bahwa

ada personifikasi yang digunakan yaitu tiang diumpamakan seperti manusia.

Sementara dalam Al-Munawwir Arab-Indonesia, dijelaskan bahwa:

Tongkat (batang) besi : ÜĥÜحđا ÂĦةĉ : ) ÅÜĖýأ Ï ( ÛĠĖþđا Manusia :50àêÄđا : ) ãÀęأ Ï( äęإا

48

Usman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawiy, Durratun Nashihin, (Jakarta: Bintang Terang 2007), h. 598.

49

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1459 & 887.

50

Achmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1997), h. 970 & 43.


(52)

38

Selanjutnya kata “menjawab” disebut qarinah ( ÆĚĥàĉ ). Qarinah adalah

kata yang menghalangi suatu kata lain dari arti sebenarnya yaitu “tiang

diibaratkan manusia yang bisa berbicara”. Tiang seolah-olah seperti manusia yang

bisa mengeluarkan suara pada kata و ي , dengan demikian kalimat di atas kata

دومع ا diserupakan seperti manusia. Ada unsur yang disamakan dengan manusia

yaitu ditiadakan dan diisyaratkan oleh salah satu sifat khasnya sebagai

personifikasi, qarinahnya و ي kepada دومع ا .

Personifikasi di atas memberikan gambaran betapa agungnya kalam Ĝđإ ا

هÀđĠåß ÜĖحĕ هااإ sehingga tiang pun bisa bergoyang, dengan kalimat tersebut Allah SWT bisa mengampuni dosa-dosa bagi orang yang mengucapkannya. Dalam kalimat ini Allah menjelaskan bahwa Dia Tuhan yang maha esa, dan tidak ada

Tuhan selain Dia, hanya Dia sajalah yang patut disembah. Kalimat Ü Ėح ĕهاا ا đĜ اا

ß å Ġ ď

ها terdiri atas nafyu “laa ilaaha” dan itsbat “illallah” keduanya tidak dapat

dipisahkan. Artinya seorang muslim tidak boleh hanya melafadzkan nafyunya tanpa itsbat atau sebaliknya, hanya mengitsbatkan tanpa me-nafyikan kalimat ini merupakan kunci surga dan kunci dakwah para Rasul SAW. Analisis berikutnya diberi tanda dengan angka (4).

Dari Ibnu Abbas dan dari Al-Abbas bin Abdul Muthalib ra, bahwa keduanya mengatakan: Nabi Saw bersabda:


(53)

39

Artinya : “Apabila kulit seorang hamba menggigil karena takut kepada Allah

Ta‟ala, maka gugurlah darinya dosa-dosa sebagaimana daun-daun rontok dari pohon yang telah kering.”51

Personifikasi di atas terdapat pada kalimat ĜÃĠęÝ ĜĚý ÈطĊå ”maka gugurlah

darinya dosa-dosa”, merujuk kepada analisis yang dikemukakan oleh Syatibi

(2012:50) yang mengatakan bahwa ada benda yang diperbandingkan kesamaannya tetapi tidak ditempatkan pada tempatnya, perumpamaan seperti ini

digunakan sebagai analisis tipe 3. Kata dosa yang diterjemahkan dari kata بنذ

tidak digunakan sebagaimana mestinya, kata itu merupakan sebuah perumpamaan

yang disebut majaz ( áÀجĕ).

Untuk membahas alaqah ( Æĉاý ), di pastikan dalam terjemahan tersebut

adanya hubungan kesamaan antara “dosa” yang tertulis dengan kata “daun”, yang

dimaksud hubungan kesamaan ini disebut alaqah ( Æĉاý ). Hubungan kesamaan

antara “dosa” dan “daun” yaitu sama-sama bisa gugur. Dalam KBBI, dijelaskan

bahwa: “Dosa” n 1 perbuatan yang melanggar hukum Tuhan atau agama; 2

Perbuatan salah. Daun n 1 bagian tanaman yang tumbuh berhelai-helai pada

ranting (biasanya hijau) sebagai alat bernapas dan mengolah zat makanan; 2

bagian barang yang tipis lebar; 3 bagian barang yang berhelai-helai.52 Sementara

dalam Al-Munawwir, dijelaskan bahwa:

51

Usman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawiy, Durratun Nashihin, (Jakarta: Bintang Terang 2007), h. 884.

52

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 342 & 298.


(54)

40

Dosa: ÁĠęÝ )Ï(Âę{Þđا Daun : Àĉßğطćßğ -ğ ğ {ß ć ğا ğ ß ć {êđا ج à 53

Kata “gugur” disebut qarinah ( ÆĚĥàĉ ). Qarinah adalah kata yang

menghalangi suatu kata lain dari arti sebenarnya yaitu “dosa diibaratkan daun

yang bisa gugur pada kata تط س‟‟, dengan demikian kalimat di atas kata بنذ

diserupakan seperti manusia. Ada unsur yang disamakan dengan manusia yaitu ditiadakan dan diisyaratkan oleh salah satu sifat khasnya sebagai personifikasi,

qarinahnya تط سkepada بنذ.

5)

Artinya: Sedang menurut sebuah khabar:”Apabila Nampak hilal bulan Ramadhan, maka berteriaklah „Arsy, kursi, para malaikat dan lainnya dengan mengucapkan: “Beruntunglah umat Muhammad Saw. Dengan kemuliaan yang ada di sisi Allah Ta‟ala untuk mereka, sedang matahari, bulan dan bintang -bintang, burung-burung di udara, ikan dalam air dan semua yang bernyawa di muka bumi, siang dan malam memohonkan ampun untuk mereka…”Dan berfirmanlah Allah kepada para malaikat:‟Berikanlah shalatmu dan tasbihmu pada bulan Ramadhan kepada umat Muhammad Saw.”54

53

Achmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1997), h. 740, 452, 1553.

54

Usman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawiy, Durratun Nashihin, (Jakarta: Bintang Terang 2007), h. 22.


(55)

41

Interpretasi personifikasi di atas terdapat pada kalimat äĖ{êđا ĔĞđ ÇàĆغÊåاğ

ÂكاĠĎđاğ àĖĊđاğ “sedang matahari, bulan dan bintang-bintang memohonkan ampun untuk mereka”, terjemahan seperti itu mengandung sebuah perumpamaan,

perumpamaan seperti ini digunakan sebagai analisis tipe 4. Kata matahari, bulan

dan bintang-bintang digunakan bukan pada tempatnya, dengan demikian

kata-kata tersebut dikategorikan sebagai majaz (áÀجĕ ). Adanya hubungan kesamaan

antara kata “matahari, bulan dan bintang-bintang” yang tertulis dengan kata

”manusia” yang dimaksud dengan hubungan kesamaan ini disebut alaqah ( Æĉاý ).

Hubungan kesamaan antara matahari, bulan dan bintang-bintang dengan manusia

yaitu sama-sama ciptaan Allah Ta‟ala.

Dalam KBBI “Matahari”n benda angkasa, titik pusat tata

surya berupa bola berisi gas yang mendatangkan terang dan panas pd bumi pd siang hari;

“Bulan”n benda langit yg mengitari bumi, bersinar pd malam

hari krn pantulan sinar matahari;

“Bintang” n benda langit yg terdiri atas gas menyala spt

matahari, terutama tampak pd malam hari;. 55 Sementara dalam Al-Munawwir, dijelaskan bahwa:

Matahari : Ĕúýأا àÄĚđا : äĖ{êđا Bulan : )ßÀĖĉأ Ï ( àĖĊđا

Bintang, planet : 56)ÂكاĠك Ï ( ÂكĠĎđا

Selanjutnya kata “memohonkan ampun” disebut qarinah ( ÆĚĥàĉ ). Qarinah adalah

kata yang menghalangi suatu kata lain dari arti sebenarnya yaitu “matahari, bulan

dan bintang-bintang”. Matahari, bulan dan bintang-bintang seolah-olah seperti

55

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 887, 219, 195.

56

Achmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1997), h. 740, 1155, 1240.


(56)

42

manusia yang bisa memohon ampun pada kata ترفغتساو , dengan demikian

kalimat di atas kata بكاو او٬ رم ا ٬ سمّش ا diserupakan seperti manusia. Ada unsur

yang disamakan dengan manusi yaitu ditiadakan dan diisyaratkan oleh salah satu

sifat khasnya sebagai personifikasi, qarinahnya ترفغتساو kepada ٬رم ا ٬سمّش ا

بكاو او.

Dalam terjemahan ini ada satu peristiwa yaitu peristiwa mengenai manusia-manusia di bumi yang mempunyai perilaku-perilaku shaleh dan baik menurut agama. Orang itu bisa saja bukan orang kaya, bukan orang miskin, dan juga bukan orang cacat. Yang menghambakan diri sepenuhnya kepada Allah

Ta‟ala, sehingga dengan ibadahnya itu bisa menggerakan benda-benda langit menjadi benalu untuk memohon ampun. Sehingga muncullah gaya bahasa, dan gaya bahasa ini muncul dari peristiwa bulan Ramadhan karena matahari, bulan dan bintang-bintang bisa memohonkan ampun kepada Allah, itulah tanda terima kasih dari suatu kaum. Jadi di situlah ada komunikasi antara:

Diumpamakan dapat bergerak seperti

2. Simile

Berdasarkan data yang ada gaya bahasa simile terdapat pada kitab Durratun Nashihin ( selanjutnya di singkat DN2 ) sebagai berikut:

Matahari

Bulan Bintang


(1)

77

mereka…”Dan berfirmanlah Allah kepada para malaikat:‟Berikanlah shalatmu dan tasbihmu pada bulan Ramadhan kepada umat Muhammad Saw.

2. Gaya Bahasa Simile

No. Kalimat Halaman

1.

Artinya: “Bersumber dari Zaid bin Rafi‟, dari Nabi Saw, bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa bershalawat untukku seratus kali pada hari jum‟at, maka Allah mengampuninya, sekalipun dosa-dosanya bagaikan buih di laut.

27

2.

٬

٬

Artinya: “Apabila tiba hari kiamat, maka suatu panggilan memanggil:”manakah para pecinta bulan Rajab?” lalu terbitlah suatu cahaya, maka Jibril dan Mikail as, mengikuti cahaya itu, dan diikuti pula oleh para pecinta bulan Rajab. Kemudian mereka menyebrang di atas Shirath bagaikan kilat menyambar. Selanjutnya mereka bersujud kepada Allah Ta‟ala, karena bersyukur atas berhasilnya melewati Shirath. Maka Allah Ta‟ala


(2)

78

berfirman: “Hai para pecinta bulan Rajab, angkatlah kepala kamu sekalian pada hari ini. Sesungguhnya kamu telah menunaikan sujud di dunia pada bulan-Ku. Pergilah kamu ke tempatmu masing-masing”.

3.

٬

Artinya:” Barangsiapa diantara kamu sekalian memelihara shalat dalam keadaan bagaimana pun dan di mana saja, maka dia akan dapat melewati titian bagaikan kilat menyambar bersama rombongan pertama dari mereka yang terdahulu masuk islam, dan dia datang pada hari kiamat sedang wajahnya bagaikan rembulan pada malam purnama, dan tiap-tiap sehari semalam dia memperoleh semisal pahata seribu orang yang mati syahid.”

461

4.

Artinya: “Apabila seorang hamba Allah berzina atau meminum Khamer, maka keluarlah iman darinya, lalu iman itu berada di atas kepalanya bagaikan payung. Apabila dia telah usai dari perbuatan itu, maka iman itu kembali lagi kepadanya.”

238

٬


(3)

79 5.

Artinya: “Sesungguhnya perumpamaan shalat adalah seperti sebuah sungai yang mengalir di depan pintu seorang di antara kamu, di mana ia mandi setiap harinya lima kali. Masih adakah kotoran yang tersisa padanya?” Para sahabat menjawab: “Tidak!”

Sabda Nabi: “Demikian pulalah shalat mencuci dosa -dosa.”


(4)

80

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Ali Al Khuli. A Dictionary Of Theoretical Linguistics English-Arabic, Beirut: Librairie du Liban, 1982.

Al-Khaubawi, Usman. Durratun Nashihin fi al-wa‟zi wa al-Irsyadi, Beirut: Dar al-fikr, 1998.

Bunyamin Solihin. Panduan Belajar Menerjemahkan Al-Qur‟an metode Granada Sistem Delapan Jam, Jakarta: Pustaka Panji Mas, 2003.

Catford. A Linguistic Theory of Translation, London: Oxford University Press, 1974.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Djajasudarma, T. Fatimah. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian, Bandung: Refika Aditama, 2006.

Eugene A. Nida and Charles R. Taber. The Theory and Practice of Translation, Leiden: The United Bible Societies, 1974.

Hanafi, Nurchman. Teori dan Seni Menerjemahkan, Flores: Nusa Indah, 1986. Hartoko, Dick dan Rahmanto. Pemandu di Dunia Sastra, Yogyakarta : Kanisius,

1986.

Hasan bin Usman bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawy. Durratun Nashihin, Jakarta: Bintang Terang,2007.

Ibrahim Nini. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: Uhamka Press, 2009.

J. Waluyo Herman. Teori dan Apresiasi Puisi, Jakarta: Erlangga, 1987.

Kaserun AS, Rahman, Nur Mufid. Buku Pintar Menerjemah Arab-Indonesia (Cara Paling Tepat, Mudah dan Kreatif), Surabaya: Pustaka Progressif, 2007.

Keraf, Gorys. Tata Bahasa Indonesia Sekolah Menengah Tingkat Atas, Jakarta: Nusa Indah, 1969.


(5)

81

Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009. Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik edisi ketiga, Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 1993.

Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik edisi keempat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Machali, Rochayah. Pedoman Bagi Penerjemah, Bandung : Mizan Pustaka, 2009.

Mahsun. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode dan Tekniknya, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.

Muhammad. Metode Penelitian Bahasa, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.

Munawwir, Achmad Warson. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1997.

Ridha Kahhalah, Umar. Mu‟jam al-muallafin tarajim musannifi Kutub al-Arabiyah, Beirut: Dar al-Haya‟, 1957.

Rukhiyatun Umi. Tesis Gaya Bahasa Qasasal-Hayawan Fi Al-Qur‟an (Analisis Stilistika), Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Sayuti, A. Suminto. Puisi dan Pengajarannya, Semarang : Penerbit IKIP, 1985. Simon (ed) Peter. The Norton Introduction to Literature, London: W. W. Norton

& Company, 2002.

Siswanto Wahyudi. Pengantar Teori Sastra, Jakarta: Grasindo, 2008. Sugihastuti. Editor Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006. Sunarto, Achmad. Durratun Nashihin, Jakarta: Bintang Terang, 2007.

Suparno, Darsita. Komposisi Bahasa Indonesia, Jakarta: Adabia Press, 2012. Moch Hidayatullah Syarif. Tarjim Al-An (Cara Mudah Menerjemahkan

Arab-Indonesia, Pamulang Barat : Penerbit Dikara, 2011.

Syatibi, Ahmad. Pengantar Memahami Bahasa Al-Qur‟an Balaghah 1 (Ilmu Bayan), Jakarta: Adabia Press, 2012.


(6)

82

Putrayasa, Ida Bagus. Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika), Bandung: Refika Aditama, 2007.

: ÅàĝÀĊđا( ÆĦÃßأا ÂĦđÀåأا ďĠصأ ÆĦĒĦĒحÉ ÆĦغاà ÆåاßÛ ÁĠĒåأا )ÀĊÃÀå( ÅàĝÀĊđا ÆþĕÀجà ÝÀÊåأا

ÆĥàîĖđا ÆةĞĚđا ÆÄÊĎĕ

٤١٤١ -٤٩٩١ .ë) ٤١