2.00 4.00 Kesimpulan Saran Proses Pengambilan Keputusan Konsumen Dalam Mengkonsumsi Beras (Studi Kasus : Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan)

mempengaruhi jumlah beras yang dikonsumsi setiap bulannya. Tabel 5.2 merupakan tabulasi silang antara tingkat pendapatan dan jumlah anggota keluarga. Tabel 5.2Tabulasi Silang antara Pendapatan dan Jumlah Anggota Keluarga Pendapatan Jumlah Anggota Keluarga Total

1.00 2.00

3.00 4.00

5.00 6.00

Rp 2.500.000 A 7 6 6 1 20 .0 35.0 30.0 30.0 5.0 .0 100.0 Rp 2.500.000 – Rp 6.000.000 B 1 7 8 2 2 20 .0 5.0 35.0 40.0 10.0 10.0 100.0 Rp 6.000.000 – Rp 10.000.000 C 1 3 5 10 1 20 5.0 .0 15.0 25.0 50.0 5.0 100.0 Rp 10.000.000 – Rp 15.000.000 D 2 2 5 6 5 20 .0 10.0 10.0 25.0 30.0 25.0 100.0 Rp 15.000.000 E 4 2 6 5 3 20 .0 20.0 10.0 30.0 25.0 15.0 100.0 Total 1 14 20 30 24 11 100

1.0 14.0

20.0 30.0

24.0 11.0

100.0 Sumber : Diolah oleh SPSS 17.0 Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan terakhir responden terbanyak adalah SMA 41 persen, S1 33 persen, S2 10 persen dan SD 9 persen. Apabila dilihat dari masing-masing kelas, responden kelas A didominasi oleh responden berpendidikan SD. Responden kelas B dankelas C didominasi oleh responden berpendidikan SMA, sedangkan respondenkelas D dankelas E mayoritas Sarjana dan Pasca Sarjana. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kelas sosial dilihat dari sisi pendapatan responden, maka semakin tinggi pula pendidikannya. Tingkat pendidikan menyebabkan semakin peka terhadap informasi yang sangat menentukan dalam proses keputusan pembelian beras. Pada akhirnya tingkat pendidikan responden mempengaruhi pekerjaan responden, dan pekerjaan responden mempengaruhi pendapatan rata-rata per bulan. Tabel 5.3. merupakan tabulasi silang antara tingkat pendapatan dan pendidikan responden. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.3 Tabulasi Silang antara Pendapatan dan Pendidikan Responden Pendapatan Pendidikan Total SD SMP SMA D3 S1 S2 Rp 2.500.000 A 5 3 12 20 25.0 15.0 60.0 .0 .0 .0 100.0 Rp 2.500.000 – Rp 6.000.000 B 3 1 13 3 20 15.0 5.0 65.0 .0 15.0 .0 100.0 Rp 6.000.000 – Rp 10.000.000 C 1 1 9 2 6 1 20 5.0 5.0 45.0 10.0 30.0 5.0 100.0 Rp 10.000.000 – Rp 15.000.000 D 4 13 3 20 .0 .0 20.0 .0 65.0 15.0 100.0 Rp 15.000.000 E 3 11 6 20 .0 .0 15.0 .0 55.0 30.0 100.0 Total 9 5 41 2 33 10 100

9.0 5.0

41.0 2.0

33.0 10.0

100.0 Sumber : Diolah oleh SPSS 17.0 Dilihat dari sisi pekerjaan, sebagian besar responden adalah wiraswasta 58 persen, karyawan swasta 14 persen, dan pegawai negeri sipil 8 persen. Apabila dirinci pada masing-masing kelas,terlihat bahwa pekerjaan responden disetiap kelas sebagian besar adalah wiraswasta. Hal ini disebabkan oleh luasnya cakupan dari pekerjaan wiraswasta mulai pengusaha skala kecil, menengah, maupun skala besar. Wiraswasta tidak memiliki indikator apakah termasuk pekerjaan dengan pendapatan tinggi atau pekerjaan dengan pendapatan rendah. Selama responden adalah seorang pengusaha, baik skala kecil, menengah, bahkan besar termasuk pekerjaan wiraswasta. Dilihat dari sisi pendidikan, responden dengan tingkat pendidikan rendah cenderung melakukan usaha skala kecil dan menengah sedangkan responden dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung melakukan usaha skala besar. Tingkat Pendidikan secara tidak langsung mempengaruhi besarnya pendapatan RT per bulan responden. Gambar 4 menunjukkan persentase jenis pekerjaan responden. Universitas Sumatera Utara Gambar 4. Persentase Jenis Pekerjaan Responden persen Tingkat pendidikan secara tidak langsung juga berpengaruh pada pendapatan responden per bulan. Ini dikarenakan tingkat pendidikan akan mempengaruhi pekerjaan seseorang. Pendapatan yang dihitung pada penelitian ini adalah pendapatan rata-rata rumah tangga per bulan. Pendapatan rata-rata keluarga per bulan yaitu pendapatan seluruh anggota keluarga yang bekerja dan dipakai untuk pengeluaran keluarga. Dari hasil penelitian diperoleh pendapatan tertinggi responden kelas A sebesar Rp 2.000.000 dan terendahsebesar Rp 1.500.000. Untuk responden kelas B pendapatan tertinggi sebesar Rp 4.500.000 dan terendahsebesar Rp 3.000.000, untuk responden kelas C pendapatan tertinggi sebesar Rp 9.500.000 dan terendah sebesar Rp 6.100.000, Untuk responden kelas D pendapatan tertinggi sebesar Rp 14.000.000 dan terendah sebesar Rp10.100.000, dan Untuk responden kelas E pendapatan tertinggi sebesar Rp 80.000.000 dan terendah sebesar Rp 15.100.000. Hal ini sesuai dengan indikator BKKBN yaitu semakin tinggi pendapatan rumah tangga, maka semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan rumah tangga. Semakin 1 2 1 58 14 8 1 1 4 1 3 1 5 Dokter Dosen Guru Wiraswasta Karyawan Swasta PNS TNI POLRI BUMN Pensiunan Buruh Petani Lainnya Universitas Sumatera Utara tinggi pendapatan, maka seseorang akan lebih leluasa dalam pemilihan beras yang akan dikonsumsi. Pendapatan yang berbeda akan mempengaruhi pilihan beras yang berbeda pula pada setiap konsumen. Kondisi kesehatan responden dilihat dari ada atau tidaknya penyakit yang diderita. Penyakit tersebut adalah diabetes dan koleterol. Jika responden tidak menderita penyakit apapun, maka responden dinyatakan sehat. Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 100 responden, terdapat 7 responden menderita diabetes, 7 responden menderita kolesterol, dan sisanya sejumlah 86 responden menyatakan diri mereka dalam keadaan sehat. Gambar 5 menunjukkan persentase kondisi kesehatan responden. Gambar 5. Persentase Kondisi Kesehatan Responden persen 5.2 Proses Pengambilan Keputusan Mengkonsumsi Beras Mengkonsumsi beras merupakan hal yang biasa bagi masyarakat. Tetapi belakangan ini proses keputusan pembelian beras terus berkembang. Hal ini salah 86 7 7 Sehat Diabetes Kolesterol Universitas Sumatera Utara satunya disebabkan oleh tingkat pendidikan dan pendapatan masyarakat yang cenderung meningkat sehingga mempengaruhi konsumsi beras baik dalam pengenalan kebutuhan akan beras, informasi yang diperoleh konsumen, alternatifpilihan yang semakin berkembang, berbagai cara pembelian, serta tingkatkepuasan konsumen dalam mengkonsumsi beras. Selain itu, terdapat berbagaipilihan beras yang terus berkembang di pasaran sehingga memungkinkan konsumen untuk memilih beras yang sesuai dengan yang mereka inginkan. Keputusan mengkonsumsi beras oleh responden dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

5.2.1 Pengenalan Kebutuhan

Keputusan membeli suatu produk diawali ketika konsumen menyadari adanya kebutuhan akan produk tersebut. Kebutuhan akan beras dimotivasi oleh dua manfaat yaitu manfaat utilitarian dan manfaat hedonis. Manfaat utilitarian adalah manfaat fungsional dari beras, sedangkan manfaat hedonis adalah manfaat beras yang mencakup respon emosional, kesenangan panca indera, dan pertimbangan estetika keindahan. Tabel 5.4 Tabulasi Silang antara Pendapatan dan Alasan Mengkonsumsi Beras Pendapatan Alasan Mengkonsumsi Beras Total Harga Terjangkau Mudah Didapat Kebiasa- an Prestise Lebih Mengenya- ngkan Mudah Diolah Alasan Keseha- tan Rp 2.500.000 A 6 1 9 4 20 30.0 5.0 45.0 .0 20.0 .0 .0 100.0 Rp 2.500.000 – Rp 6.000.000 B 1 16 1 1 1 20 5.0 .0 80.0 .0 5.0 5.0 5.0 100.0 Rp 6.000.000 – Rp 10.000.000 C 3 12 3 2 20 15.0 .0 60.0 .0 15.0 10.0 .0 100.0 Rp 10.000.000 – Rp 15.000.000 D 1 17 2 20 .0 5.0 85.0 0 .0 .0 10.0 100.0 Rp 15.000.000 E 18 2 20 .0 .0 90.0 .0 .0 .0 10.0 100.0 Universitas Sumatera Utara Total 10 2 72 8 3 5 100

10.0 2.0

72.0 0 8.0

3.0 5.0 100.0

Sumber : Diolah oleh SPSS 17.0 Tabel 5.4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden baik pada kategori pendapatan kelas A, B, C, D, dan E mengkonsumsi beras dengan memperhatikan manfaat hedonis, yaitu karena sudah kebiasaan 72 persen. Ini berarti responden beranggapan bahwa tindakan mengkonsumsi beras dibandingkan bahan pangan pokok lainnya adalah karena budaya Bangsa Indonesia yang terbiasa mengkonsumsi nasi untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat. Responden yang paling banyak dimotivasi oleh alasan ini adalah kelas E 90 persen, kelas D 85 persen, kelas B 80 persen, kelas C 60 persen, kelas A 45 persen. Dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakat daerah penelitian dengan berbagai tingkat pendapatan memilih beras sebagai makanan pokok karena kebiasaan dan budaya. Alasan lain yang mempengaruhi responden dalam pembelian beras masih didasari manfaat hedonis, yaitu beras di anggap memiliki harga yang cukup terjangkau dibandingkan bahan pangan lainnya. Responden yang paling dimotivasi oleh alasan ini adalah kelas A 30 persen. Walaupun pada kenyataanya harga beras lebih tinggi dibandingkan beberapa bahan pangan pokok lainnya, namun responden menganggap beras lebih mengenyangkan dibandingkan bahan pangan pokok lainnya 8 persen. Selanjutnya adalah alasan utilitarian yaitu kandungan gizi yang dianggap cukup baik dalam pemenuhan karbohidrat tubuh 5 persen, kemudahan mengolah beras dibandingkan bahan pokok lainnya 3 persen dan kemudahan mendapatkan beras dibandingkan bahan pokok lainnya 2 persen. Universitas Sumatera Utara Frekuensi mengkonsumsi nasi responden di daerah penelitian masih terpusat pada makan nasi tiga kali dalam sehari 85 persen. Pada setiap kelas, baik kelas A, B, C, D, bahkan E, frekuensi mengkonsumsi nasi tiga kali sehari juga menempati urutan pertama. Ini menunjukkan rata-rata konsumsi beras masyarakat Indonesia masih tinggi. Selanjutnya sebesar 13 persen responden mengkonsumsi nasi dua kali sehari didominasi oleh responden kelas E. Alasan responden kelas E mengkonsumsi nasi dua kali sehari adalah diversifikasi pangan, sehingga konsumsi nasi sengaja diganti pangan pokok lain seperti roti, sereal, dan kentang. Sisanya 2 persen responden mengkonsumsi nasi lebih dari tiga kali sehari, seluruhnya merupakan responden kelas A. Alasan mengapa responden kelas A mengkonsumsi nasi lebih dari 3 kali sehari karena pendapatan mereka tergolong rendah. Untuk mencukupi kebutuhan gizi, mereka memperbanyak mengkonsumsi karbohidrat nasi dibandingkan protein, lemak, dan vitamin. Pendapatan mereka tidak mencukupi untuk mengkonsumsi karbohidrat, protein, mineral, lemak, dan vitamin secara bersamaan. Mereka lebih memilih memperbanyak konsumsi karbohidrat nasi dibandingakan pangan lainnya. Tabel 5.5 merupakan tabulasi silang antara tingkat pendapatan dan frekuensi konsumsi. Tabel 5.5 Tabulasi Silang antara Pendapatan dan Frekuensi Konsumsi Pendapatan Frekuensi Mengkonsumsi Beras 1 hari Total 2 kali 3 kali 3 kali Rp 2.500.000 A 2 16 2 20 10.0 80.0 10.0 100.0 Rp 2.500.000 – Rp 6.000.000 B 2 18 20 10.0 90.0 .0 100.0 Rp 6.000.000 –Rp 10.000.000 C 2 18 20 10.0 90.0 .0 100.0 Rp 10.000.000 – Rp 15.000.000 D 2 18 20 10.0 90.0 .0 100.0 Rp 15.000.000 E 5 15 20 25.0 75.0 .0 100.0 Universitas Sumatera Utara Total 13 85 2 100 13.0

85.0 2.0

100.0 Sumber : Diolah oleh SPSS 17.0

5.2.2 Pencarian Informasi

Setelah pengenalan kebutuhan terjadi, maka konsumen akan mencari informasi yang berhubungan dengan beras, baik pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan pencarian internal maupun informasi yang diperoleh dari lingkungan pencarian eksternal. Tabel 5.6 Tabulasi Silang antara Pendapatan dan Sumber Informasi Tentang Produk Beras Pendapatan Sumber Informasi Tentang Produk Beras Total Penjual Temankenalan Keluarga Diri sendiri Rp 2.500.000 A 14 1 3 2 20 70.0 5.0 15.0 10.0 100.0 Rp 2.500.000 –Rp 6.000.000 B 14 3 1 2 20 70.0 15.0 5.0 10.0 100.0 Rp 6.000.000 –Rp 10.000.000 C 11 1 3 5 20 55.0 5.0 15.0 25.0 100.0 Rp 10.000.000 – Rp 15.000.000 D 11 4 4 1 20 55.0 20.0 20.0 5.0 100.0 Rp 15.000.000 E 7 1 7 5 20 35.0 5.0 35.0 25.0 100.0 Total 57 10 18 15 100

57.0 10.0

18.0 15.0

100.0 Sumber : Diolah oleh SPSS 17.0 Tabel 5.6 menunjukkan bahwa sumber informasi tentang beras pada seluruh kelas responden didominasi oleh penjual beras. Total responden yang menyatakan hal tersebut dari kelima kelas sebesar 57 persen. Ini dikarenakan sumberinformasi lainnya sangat terbatas bagi responden. Selain itu, penjual beras dianggap lebih mengetahui perkembangan informasi tentang beras dan sebagian responden Universitas Sumatera Utara berlangganan beras telah cukup lama. Hal ini menyebabkan mereka yakin pada informasi dari penjual beras, sehingga penjaul beras dapat dijadikan sumber yang kredibilitasnya baik. Keluarga 18 persen menjadi sumber informasi terpercaya kedua setelah penjual beras karena informasi yang diberikan oleh keluarga biasanya tidak jauh berbeda dengan kenyataan yang dianggap benar oleh responden.Pencarian informasi secara internal yaitu diri sendiri menempati urutan ketiga setelah penjual dan keluarga sebesar 15 persen. Alasannya adalah beberapa responden lebih percaya pada pengalaman pribadi yang telah masuk ke dalam ingatan mengenai beras apa yang mereka konsumsi setiap hari. Selain itu, sumber informasi yang dipercaya adalah teman atau kenalan 10 persen. Kepercayaan terhadap teman atau kenalan dipengaruhi olehlingkungan pergaulan responden. Semakin responden dekat dengan teman atau kenalan itu, tentu akan semakin besar tingkat kepercayaan responden mengenai informasi yang diberikan teman atau kenalan.

5.2.3 Evaluasi Alternatif

Tahap ketiga dari proses keputusan pembelian adalah evaluasi alternatif . Dalam proses ini konsumen akan melakukan proses evaluasi pilihan produk dan merek, dan memilihnya sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Hal ini dilakukan dengan cara membandingkan berbagai pilihan yang tersedia di pasar. Responden mempertimbangkan beberapa kriteria yang pada akhirnya dapat dipilih produk yang sesuai dengan kebutuhannya. Universitas Sumatera Utara Evaluasi alternatif dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan nilai berurutan pada variabel-variabel awal yang dipertimbangkan konsumen dalam mengkonsumsi beras. Tidak boleh ada variabel yang dinilai yang sama oleh seorang responden. Variabel yang dianggap paling penting akan diberi nilai minimal yaitu satu. Semakin besar nilai yang diberikan konsumen, maka semakin menunjukkan bahwa variabel tersebut semakin tidak dipertimbangkan oleh konsumen dalam keputusan pembeliannya. Setelah itu, nilai-nilai tersebut dijumlahkan per atributnya. Variabel yang memiliki nilai total terkecil adalah atribut yang paling dipertimbangkan konsumen dalam memutuskan pembelian beras. Sebaliknya, atribut yang memiliki nilai total paling besar adalah atribut yang paling tidak dipertimbangkan konsumen. Berikut ini merupakan total nilai yang diberikan setiap kelas. Tabel 5.7 Total Nilai Terhadap Variabel Awal yang Dipertimbangkan Responden Sebelum Membeli Beras Variabel Awal Kelas A Kelas B Kelas C Kelas D Kelas E Total Kepulenan 61 66 51 60 51 289 Aroma Nasi 106 86 92 87 85 456 Sifat Fisik Beras 35 35 52 38 42 202 Jenisvarietas Beras 130 109 79 93 77 488 Daya tahan Beras 74 81 90 87 96 428 Merek dan Kemasan 151 140 152 122 113 678 Tempat Pembelian 135 148 149 144 133 709 Harga Beras 44 96 82 116 145 483 Kemudahan Mendapatkan Beras 142 147 145 148 147 729 Iklan Beras 198 199 200 199 200 996 Total 1076 1107 1092 1094 1089 5458 Sumber : Analisis Data Primer Setelah didapat nilai total untuk setiap atribut dan nilai total keseluruhan, lalu dicari peringkatnya untuk setiap atribut beras setiap kelas responden. Ini dilakukan agar dapat diketahui lebih jelas perbandingan setiap variabel dalam satu Universitas Sumatera Utara kelas maupun dengan kelas lainnya dalam persen. Tabel 5.8 menunjukkan peringkat dari variabel-variabel yang dipertimbangkan responden dalam pembelian beras. Peringkat ini merupakan kelanjutan dari Tabel 5.7. Peringkat pertama dari Tabel 5.8 merupakan variabel yang mempunyai nilai total dan persentase terkecil dalam Tabel 5.7. Peringkat pertama merupakan variabel yang paling dipertimbangkan responden dalam pembelian beras. Tabel 5.8 Urutan Variabel Awal yang Dipertimbangkan Responden Sebelum Membeli Beras Variabel Awal Kelas A Kelas B Kelas C Kelas D Kelas E Total Kepulenan 3 2 1 2 2 2 Aroma Nasi 5 4 6 3 4 4 Sifat Fisik Beras 1 1 2 1 1 1 Jenisvarietas Beras 6 6 3 5 3 6 Daya tahan Beras 4 3 5 4 5 3 Merek dan Kemasan 9 7 9 7 6 7 Tempat Pembelian 7 9 8 8 7 8 Harga Beras 2 5 4 6 8 5 Kemudahan Mendapatkan Beras 8 8 7 9 9 9 Iklan Beras 10 10 10 10 10 10 Total 55 55 55 55 55 55 Sumber : Analisis Data Primer Tabel 5.8 menunjukkan bahwa secara keseluruhan, atribut yang paling dipertimbangkan konsumen adalah sifat fisik beras. Dilihat pada setiap kelas, sifat fisik beras termasuk pada peringkat pertama kecuali pada kelas C, sifat fisik beras menempati peringkat kedua. Hal ini menunjukkan bahwa sifat fisik beras adalah atribut yang sangat penting bagi responden secara keseluruhan dan yang paling dominan dalam setiap kelas. Kepulenan menempati peringkat kedua atribut yang paling dipertimbangkan setelah sifat fisik beras. Secara keseluruhan dan dalam setiap kelas, kepulenan termasuk peringkat kedua yang paling dipertimbangkan. Bahkan pada kelas C, Universitas Sumatera Utara kepulenan menempati peringkat pertama yang paling dipertimbangkan dalam membeli beras. Responden daerah penelitian pada setiap tingkat pendapatan sangat mempertimbangkan kepulenan dari nasi yang dikonsumsi. Daya tahan adalah atribut beras yang menempati peringkat ketiga secara keseluruhan. Berdasarkan tingkat pendapatan, daya tahan menempati urutan keempat untuk kelas A, urutan ketiga untuk kelas B, urutan kelima untuk kelas C, keempat untuk kelas D, dan urutan kelima untuk kelas E. Bagi responden, daya tahan sangat penting karena seluruh responden pada setiap kelas membeli beras dalam jumlah yang relatif banyak, tentu mempertimbangkan daya tahan sebagai variabel yang penting. Jumlah beras yang dibeli responden mempengaruhi harga beras. Masyarakat daerah penelitian cenderung membeli beras dalam jumlah banyak agar harga beras menjadi lebih murah. Aroma menempati peringkat keempat secara keseluruhan responden. Pada kelas A, B dan C, atribut ini menempati peringkat kelima, keempat, dan keenam. Sedangkan pada kelas D dan E, atribut ini menempati peringkat ketiga. Dapat diambil kesimpulan bahwa semakin tinggi pendapatan responden, semakin memperhatikan aroma dari nasi yang dikonsumsi. Atribut yang menempati peringkat kelima menurut responden secara keseluruhan adalah harga. Kelas A menganggap harga adalah hal yang paling utama sebagai variabel yang dipertimbangkan responden. Kelas A menempatkan harga sebagai atribut peringkat kedua yang paling dipertimbangkan. Kelas B menempatkan harga pada peringkat kelima, kelas C menempatkan harga pada peringkat keempat, kelas D menempatkan harga pada peringkat keenam, bahkan kelas E Universitas Sumatera Utara menempatkan harga pada peringkat kedelapan. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kelas sosial, semakin tidak dipertimbangkan harga dibandingkan variabel lainnya. Hal ini dikarenakan semakin tinggi kelas sosial, pendapatan yang dimiliki juga semakin besar sehingga akan lebih mengutamakan kualitas dan kepuasan dalam mengkonsumsi suatu produk dibandingkan harga produk tersebut. Varietas, serta merek dan kemasan secara keseluruhan menempati peringkat keenam dan ketujuh. Penilaian total ini tidak jauh berbeda dengan penilaian setiap kelas sosial. Ini menunjukkan atribut tersebut lumayan dipertimbangkan dalam pembelian beras. Terlihat juga bahwa responden kelas E dan D lebih mempertimbangkan varietas dibandingkan kelas C, B, dan A. Kelas E dan D menempatkan varietas pada peringkat ketiga dan kelima, sedangkan Kelas C, B dan A menempatkan varietas pada peringkat keenam. Untuk atribut beras merek dan kemasan, Kelas E dan D menempatkan varietas pada peringkat keenam dan ketujuh, sedangkan Kelas C, B dan A menempatkan merek dan kemasan pada peringkat kesembilan. Ini menunjukkan tuntutan responden kelas E dan D terhadap kualitas beras lebih tinggi daripada ketiga kelas sosial lainnya. Tempat pembelian menempati peringkat kedelapan menurut responden secara keseluruhan. Penilaian total ini tidak jauh berbeda dengan penilaian setiap kelas sosial. Ini menunjukkan atribut tersebuttidak terlalu dipertimbangkan dalam pembelian beras. Namun terlihat juga bahwa kelas E dan A peringkat ketujuh lebih mempertimbangkan tempat pembelian beras dibandingkan ketiga kelas lainnya dengan alasan yang berbeda. Sebagian besar responden kelas E menganggap tempatpembelian sangat penting karena mereka menyukai tempat pembelian yang nyaman.Sebagian besar responden kelas A menganggap Universitas Sumatera Utara tempatpembelian sangat penting karena mereka memikirkan biaya transportasi untuk membeli beras. Mereka cenderung membeli beras di warung atau grosir terdekat. Kemudahan memperoleh beras menjadi urutan kesembilan. Kelas E dan D menempatkan atribut ini pada peringkat kesembilan, kelas C menempatkan atribut ini pada peringkat ketujuh, kelas B dan A menempatkan atribut ini pada peringkat kedelapan. Hal ini menunjukkan atribut tersebut tidak dipertimbangkan responden dalam pembelian beras. Iklan adalah atribut yang paling tidak dipertimbangkan dalam evaluasi alternatif pada proses keputusan pembelian beras. Penilaian ini diperoleh dari responden secara keseluruhan maupun pada setiap kleas sosial. Hal ini dikarenakan keadaan beras yang sebenarnya terkadang tidak sesuai dengan apa yang dipromosikan.

5.2.4 Proses Pembelian

Setelah konsumen memutuskan alternatif yang dipilihnya, maka konsumen akan melakulan pembelian. Pembelian konsumen meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, kapan membeli, dimana membeli, dan bagaimana cara membayarnya. Pembelian produk dapat digolongkan ke dalam pembelian yang terencana sepenuhnya, pembelian separuh terencana, dan pembelian yang tidak terencana. Karena pembelian produk beras yang memiliki keterlibatan tinggi, maka lebih cocok digolongkan pada pembelian yang direncanakan, baik sepenuhnya atau separuhnya terencana. Selain itu, karena kebutuhan akan beras merupakan Universitas Sumatera Utara kebutuhan pokok yang sangat penting, makasetiap responden akan menyediakan sebagian pendapatannya untuk membeli beras. Hal ini sesuai dengan data yang terdapat pada Tabel 5.9, yaitu 92 persen responden menyatakan merencanakan pembelian beras sepenuhnya dengan menetapkan kriteria varietas, merek, atau harga tertentu. Sedangkan 8 persen responden menyatakan sudah mengetahui akan membeli beras tetapi belum memutuskan varietas atau merek yang akan dibelinya, sampai mendapatkan informasi yang lengkap dari penjaul separuh terencana. Tabel 5.9 Tabulasi Silang antara Pendapatan dan Cara Memutuskan Pembelian Beras Pendapatan Cara Memutuskan Pembelian Beras Total Terencana Sepenuhnya Separuh Terencana Rp 2.500.000 A 19 1 20 95.0 5.0 100.0 Rp 2.500.000 – Rp 6.000.000 B 20 20 100.0 .0 100.0 Rp 6.000.000 –Rp 10.000.000 C 17 3 20 85.0 15.0 100.0 Rp 10.000.000 – Rp 15.000.000 D 19 1 20 95.0 5.0 100.0 Rp 15.000.000 E 17 3 20 85.0 15.0 100.0 Total 92 8 100

92.0 8.0

100.0 Sumber : Diolah oleh SPSS 17.0 Semakin tinggi pendapatan responden, jenis atau varietas beras turut mempengaruhi pembelian. Tabel 5.10 memperlihatkan bahwa responden setiap kelas memilih berbagai varietas beras yang sering dikonsumsinya. Secara keseluruhan, varietas IR 64 menjadi varietas dominan yang dikonsumsi oleh masyarakat. Responden mengkonsumsi varietas IR 64 sebesar 48 persen, diikuti oleh kuku balam dan ramos sebesar 22 persen dan 12 persen. Selanjutnya kuku Universitas Sumatera Utara balam super, AAA dankuku balam spesial di konsumsi sebesar 11 persen, 4 persen dan 3 persen oleh responden. Varietas IR 64 menjadi dominan bagi semua kelas responden. Varietas ramos menjadi varietas dominan pada responden kelas C 25 persen. Varietas kuku balam menjadi varietas dominan pada responden kelas D 40 persen. Varietas kuku balam super menjadi varietas dominan pada responden kelas E 35 persen. Harga beras dan kualitas kuku balam super jauh lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya. Dapat disimpulkan bahwa pendapatan mempengaruhi varietas beras yang dikonsumsi. Tabel 5.10 Tabulasi Silang antara Pendapatan dan Varietas Beras yang di Konsumsi Pendapatan Varietas Beras yang Di konsumsi Total IR 64 Ramos Kuku Balam Kuku Balam Super Kuku Balam Spesial AAA Rp 2.500.000 A 19 1 20 95.0 5.0 .0 .0 .0 .0 100.0 Rp 2.500.000 – Rp 6.000.000 B 15 2 2 1 20 75.0 10.0 10.0 5.0 .0 .0 100.0 Rp 6.000.000 – Rp 10.000.000 C 7 5 6 1 1 20 35.0 25.0 30.0 5.0 5.0 .0 100.0 Rp 10.000.000 – Rp 15.000.000 D 6 4 8 2 20 30.0 20.0 40.0 10.0 .0 .0 100.0 Rp 15.000.000 E 1 6 7 2 4 20 5.0 .0 30.0 35.0 10.0 20.0 100.0 Total 48 12 22 11 3 4 100

48.0 12.0 22.0 11.0

3.0 4.0 100.0

Sumber : Diolah oleh SPSS 17.0 Harga rata-rata beras yang sering dikonsumsi semakin mahal dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Rata-rata beras yang sering dikonsumsi respondenkelas A berharga Rp. 9.575 per kg, responden kelas B sering mengkonsumsi beras dengan harga Rp. 10.400 per kg, responden kelas C sering mengkonsumsi beras dengan harga Rp. 10.685 per kg, responden kelas D sering mengkonsumsi beras dengan harga Rp. 11.100 per kg sedangkan responden kelas E mengkonsumsi beras dengan harga rata-rata Rp. 12.925 per kg. Dapat Universitas Sumatera Utara disimpulkan bahwa tingkat pendapatan berbanding lurus dengan harga beras yang dibeli responden. Responden dengan tingkat pendapatan tinggi cenderung lebih memperhatikan kualitas beras, tentunya beras dengan kualitas tinggi memiliki harga yang tinggi juga. Secara keseluruhan, sebagian besar responden membeli beras sebulan sekali 50 persen dan 2 minggu sekali 25 persen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dilihat darisetiap kelas sebagian besar juga membeli beras sebulan sekali dan 2 minggu sekali. Tidak ada pengaruh antara tingkat pendapatan terhadap tingkat keseringan membeli beras. Tabel 5.11 merupakan tabulasi silang antara pendapatan dan tingkat keseringan membeli beras. Tabel 5.11 Tabulasi Silang antara Pendapatan dan Tingkat Keseringan Membeli Beras Pendapatan Tingkat Keseringan Membeli Beras Total Setiap hari Antara 2- 6 hari Seminggu sekali Dua minggu sekali Sebulan sekali Lainnya Rp 2.500.000 A 2 1 2 6 8 1 20 10.0 5.0 10.0 30.0 40.0 5.0 100.0 Rp 2.500.000 – Rp 6.000.000 B 2 6 2 8 2 20 10.0 .0 30.0 10.0 40.0 10.0 100.0 Rp 6.000.000 – Rp 10.000.000 C 3 5 12 20 .0 .0 15.0 25.0 60.0 .0 100.0 Rp 10.000.000 – Rp 15.000.000 D 1 1 6 10 2 20 .0 5.0 5.0 30.0 50.0 10.0 100.0 Rp 15.000.000 E 1 1 6 12 20 .0 5.0 5.0 30.0 60.0 .0 100.0 Total 4 3 13 25 50 5 100

4.0 3.0

13.0 25.0

50.0 5.0 100.0

Sumber : Diolah oleh SPSS 17.0 Dilihat dari ukuran pembelian beras, sebagian besar responden membeli beras dengan jumlah 5-10 kg 44 persen dan dengan jumlah 30 kg 31 persen seperti yang terlihat pada Tabel 5.12. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dilihat darisetiap kelas sebagian besar juga membeli beras dengan jumlah 5-10 kg Universitas Sumatera Utara dan dengan jumlah 30 kg. Tidak ada pengaruh antara tingkat pendapatan terhadap jumlah beras yang dibeli. Tabel 5.12. merupakan tabulasi silang antara pendapatan dan ukuran pembelian beras. Tabel 5.12 Tabulasi Silang antara Pendapatan dan Ukuran Pembelian Beras Pendapatan Jumlah Pembelian Beras Total 5 kg 5-10 kg 15 kg 30 kg Rp 2.500.000 A 4 9 3 4 20 20.0 45.0 15.0 20.0 100.0 Rp 2.500.000 – Rp 6.000.000 B 3 8 4 5 20 15.0 40.0 20.0 25.0 100.0 Rp 6.000.000 –Rp 10.000.000 C 1 6 4 9 20 5.0 30.0 20.0 45.0 100.0 Rp 10.000.000 – Rp 15.000.000 D 8 4 8 20 .0 40.0 20.0 40.0 100.0 Rp 15.000.000 E 13 2 5 20 .0 65.0 10.0 25.0 100.0 Total 8 44 17 31 100

8.0 44.0

17.0 31.0

100.0 Sumber : Diolah oleh SPSS 17.0 Keputusan responden dalam menentukan lokasi pembelian beras disajikan pada Tabel 5.13, dimana secara berurutan responden membeli beras di grosir 42 persen, warung 21 persen, pasar tradisional 14 persen, supermarket 11 persen dan lainnya 12 persen. Grosir merupakan tempat pembelian dominan responden semua kelas dengan pertimbangan biaya transportasi memilih tempat pembelian yang mudah dijangkau dan tidak mengeluarkan ongkos. Selain itu, harga beras di grosir jauh lebih murah dibandingkan warung. Harga grosir mendekati harga di pasar tradisional. Pasar tradisional tidak terlalu menjadi pilihan bagi responden. Hal ini karena jarak pasar tradisional terlalu jauh dari tempat tinggal responden dan harga yang tidak jauh berbeda dengan grosir. Universitas Sumatera Utara Pasar Tradisional menjadi pilihan kedua setelah grosir oleh responden kelas D. Hal ini dikarenakan responden kelas D didominasi responden yang berumur 60-69 tahun. Responden yang berumur 60-69 tahun lebih nyaman berbelanja di pasar tradisional karena kebiasaan dan kepeercayaan responden. Supermarket atau mall menjadi pilihan pertama bagi Responden kelas E 50 persen. Lebih mudah bagi responden kelas E untuk memilih tempat pembelian beras karena memiliki sarana transportasi pribadi, alat komunikasi, serta pendapatan yang lebih tinggi. Alasan responden kelas atas memilih tempat pembelian tersebut adalah karena kualitas yang terjamin, lokasi yang mudah dijangkau dan suasana yang nyaman. Tabel 5.13 Tabulasi Silang antara Pendapatan dan Lokasi Pembelian Beras Pendapatan Lokasi Pembelian Beras Total Pasar Tradsional Supermarket Warung Grosir Lainnya Rp 2.500.000 A 2 4 12 2 20 10.0 .0 20.0 60.0 10.0 100.0 Rp 2.500.000 – Rp 6.000.000 B 2 10 6 2 20 10.0 .0 50.0 30.0 10.0 100.0 Rp 6.000.000 – Rp 10.000.000 C 3 1 4 8 4 20 15.0 5.0 20.0 40.0 20.0 100.0 Rp 10.000.000 – Rp 15.000.000 D 6 3 9 2 20 30.0 .0 15.0 45.0 10.0 100.0 Rp 15.000.000 E 1 10 7 2 20 5.0 50.0 .0 35.0 10.0 100.0 Total 14 11 21 42 12

100 14.0

11.0 21.0

42.0 12.0 100.0

Sumber : Diolah oleh SPSS 17.0 Dalam hal pengambilan keputusan pembelian beras,sebagian besar pengambil keputusan adalah istri. Hal ini terlihat pada Tabel 5.14 dimana sebagian besar 73 persen pengambil keputusan adalah istri karenasebagian besar suami sibuk mencari nafkah sehingga keputusan tersebut diserahkan kepada istri. Selain istri, yang menjadi pengambil keputusan yaitu anak 12 persen, pembantu 7 persen, suami 4 persen, orang tua 3 persen dan lainnya 1 persen. Universitas Sumatera Utara Untuk pengambil keputusan adalah anak, dikarenakan kedua orang tuanya sibuk dengan pekerjaan di kantor, sehingga yang membeli beras adalah anak. Untuk pengambil keputusan adalah pembantu, dikarenakan sang majikan terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan berdasarkan hasil penelitian yang mengambil keputusan adalah pembantu adalah responden kelas E. Untuk pengambil keputusan adalah suami, ini dikarenakan istri yang bekerja sehingga akan lebih mudah bagi keluarga tersebut bila keputusan pembelian beras diserahkan pada suami. Untuk pengambil keputusan adalah orang tua, ini dikarenakan pasangan suami istri yang masih tinggal dengan orang tuanya. Tabel 5.14 Tabulasi Silang antara Pendapatan dan Pengambil Keputusan Pendapatan Pengambil Keputusan Total Suami Istri Anak Orang tua Pembantu Lainnya Rp 2.500.000 A 16 3 1 20 .0 80.0 15.0 5.0 .0 .0 100.0 Rp 2.500.000 – Rp 6.000.000 B 1 17 1 1 20 5.0 85.0 5.0 5.0 .0 .0 100.0 Rp 6.000.000 – Rp 10.000.000 C 18 2 20 .0 90.0 10.0 .0 .0 .0 100.0 Rp 10.000.000 – Rp 15.000.000 D 2 13 2 1 1 1 20 10.0 65.0 10.0 5.0 5.0 5.0 100.0 Rp 15.000.000 E 1 9 4 6 20 5.0 45.0 20.0 .0 30.0 .0 100.0 Total 4 73 12 3 7 1 100

4.0 73.0 12.0 3.0

7.0 1.0 100.0

Sumber : Diolah oleh SPSS 17.0

5.2.5 Pasca Pembelian

Setelah membeli beras yang diinginkan dan membandingkan kenyataan atau hasilnya dengan pertimbangan awal, maka akan terbentuk sikap tertentu yang akan mempengaruhi niat pembelian di masa yang akan datang. Sikap tersebut tergantung pada penilaian konsumen setelah membeli dan mengkonsumsi beras tersebut. Penilaian tersebutsalah satunya dapat digambarkan dalam keluhan yang Universitas Sumatera Utara dialami konsumen. Tabel 5.15 memperlihatkan bahwa responden yang memiliki keluhan 27 persen lebih sedikit dibandingkan responden yang tidak memiliki keluhan 73 persen terhadapberas yang dikonsumsinya. Tabel 5.15 Tabulasi Silang antara Pendapatan dan Keluhan Keluhan Pendapatan Total Rp 2.500.000 A Rp 2.500.000- Rp 6.000.000 B Rp 6.000.000- Rp 10.000.000 C Rp 10.000.000- Rp 15.000.000 D Rp 15.000.000 E Ada 5 5 8 6 3 27 18.5 18.5 29.6 22.2 11.1 100.0 Tidak Ada 15 15 12 14 17 73 20.5 20.5 16.4 19.2 23.3 100.0 Sumber : Diolah oleh SPSS 17.0 Cara konsumen menanggapi keluhan tersebut berbeda-beda. Terlihat pada Tabel 5.16 bahwa cara terbanyak yang dilakukan konsumen adalah menyampaikan keluhan tersebut pada penjual dan tetap membeli beras dengan jenis yang sama di tempat yang sama 54 persen. Cara lain konsumen menanggapi keluhan adalah membeli beras yang sama di tempat lain 20 persen, tidak melakukan apa-apa 18 persen dan membeli beras jenis lain di tempat yang sama 8 persen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden dari setiap kelas jika mengalami keluhan juga langsung menyampaikan keluhan tersebut pada penjual dan tetap membeli beras dengan jenis yang sama di tempat yang sama. Tabel 5.16 Tabulasi Silang antara Pendapatan dan Tindakan Pada Keluhan Pendapatan Tindakan Menghadapi Keluhan Total Menyampaiakan keluhan ke penjual Membeli beras yang sama di tempat lain Membeli beras jenis lain di tempat yang sama Tidak ada Rp 2.500.000 A 11 5 3 1 20 55.0 25.0 15.0 5.0 100.0 Rp 2.500.000 – Rp 6.000.000 B 12 4 4 20 60.0 20.0 .0 20.0 100.0 Rp 6.000.000 – Rp 10.000.000 C 14 3 3 20 70.0 15.0 .0 15.0 100.0 Universitas Sumatera Utara Rp 10.000.000 – Rp 15.000.000 D 9 4 1 6 20 45.0 20.0 5.0 30.0 100.0 Rp 15.000.000 E 8 4 4 4 20 40.0 20.0 20.0 20.0 100.0 Total 54 20 8 18 100

54.0 20.0

8.0 18.0 100.0 Sumber : Diolah oleh SPSS 17.0 Apabila harga beras dinaikkan, tidak ada responden yang menjawab akan mengganti dengan pangan lain. Sebagian besar menjawab tidak terpengaruh dan akan terus mengkonsumsi beras yang sama 79 persen. Kelas sosial yang menjawab ini paling banyak pada kelas E seperti yang terlihat pada Tabel 5.17 Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kelas sosial seseorang, maka semakin tidak terpangaruh pada perubahan harga beras. Sisanya 21 persen didominasi oleh responden kelas A akan mengganti dengan beras yang lebih murah namun harus tetap beras.Ini menandakan budaya memakan nasi yang sudah sangat melekat sehingga sangat sulit diganti dengan jenis pangan pokok lainnya. Tabel 5.17 Tabulasi Silang antara Pendapatan dan Tindakan Jika Harga Beras Naik Pendapatan Tindakan Jika Harga Beras Naik Total Tetap membeli beras yang harga lebih murah Tetap membeli beras yang sama Rp 2.500.000 A 12 8 20 60.0 40.0 100.0 Rp 2.500.000 – Rp 6.000.000 B 4 16 20 20.0 80.0 100.0 Rp 6.000.000 –Rp 10.000.000 C 4 16 20 20.0 80.0 100.0 Rp 10.000.000 – Rp 15.000.000 D 1 19 20 5.0 95.0 100.0 Rp 15.000.000 E 20 20 .0 100.0 100.0 Total 21 79 100

21.0 79.0

100.0 Sumber : Diolah oleh SPSS 17.0 Universitas Sumatera Utara Perlakuan responden apabila beras yang diinginkan tidak tersedia di tempat pembelian disajikan pada Tabel 5.18. Sebanyak 52 persen dari responden akan mencari beras yang diinginkan ketempat yang lain, sedangkan 43 persen responden akan membeli beras yang ada di tempat yang sama. Sisanya 5 persen akan menunda pembelian beras. Tabel 5.18 Tabulasi Silang antara Pendapatan dan Tindakan Jika Beras Tidak Tersedia Pendapatan Tindakan Jika Beras Tidak Tersedia Total Membeli beras lain di tempat yang sama Membeli beras yang sama di tempat lain Tidak jadi membeli menunda Rp 2.500.000 A 18 2 20 90.0 10.0 .0 100.0 Rp 2.500.000 – Rp 6.000.000 B 14 6 20 70.0 30.0 .0 100.0 Rp 6.000.000 – Rp 10.000.000 C 5 14 1 20 25.0 70.0 5.0 100.0 Rp 10.000.000 – Rp 15.000.000 D 4 15 1 20 20.0 75.0 5.0 100.0 Rp 15.000.000 E 2 15 3 20 10.0 75.0 15.0 100.0 Total 43 52 5 100 43.0

52.0 5.0 100.0

Sumber : Diolah oleh SPSS 17.0 Sebagian besar responden kelas A 90 persen dan B 70 persen memilih membeli beras lain yang ada di tempat yang sama. Hal ini dikarenakan range harga beras di tempat pembelian kelas bawah tidak terlalu lebar sehingga masih terjangkau. Alasan lainnya adalah kemudahan ke tempat pembelian tanpa mengeluarkan biaya. Berbeda dengan kelas A dan B, ketiga kelas lainnya, terlebih kelas E 75 persen, akan memilih mencari beras yang diinginkan di tempat yang lain. Hal ini dikarenakan golongan ini benar-benar menginginkan beras yang mereka harapkan sehingga mereka memperoleh manfaat dan kepuasan yang mereka cari terlepas dari harga dan tempat membeli beras. Universitas Sumatera Utara

5.3 Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi Konsumen Beras terhadap Jumlah Konsumsi Beras

Regresi linier berganda adalah model regresi yang digunakan untuk menganalisis pengaruh antara beberapa variabel bebas terhadap satu variabel terikat. Dalam hal ini, karakteristik sosial ekonomi konsumen yang dimasukkan ke dalam model hanya variabel yang bersifat kuantitatif yaitu pendapatan, umur, jumlah anggota keluarga dan kondisi kesehatan. Semua variabel akan dilihat pengaruhnya terhadap jumlah beras yang dikonsumsi. Jumlah konsumsi beras merupakan variabel terikat Ŷ sedangkan variabel bebas pada faktor yang mempengaruhi terdiri dari 4 variabel yaitu pendapatan X 1 , umur X 2 , jumlah anggota keluarga X 3 ,dan kondisi kesehatan X 4 . Pengaruh keempat variabel tersebut akan diuji dengan menggunakan Metode Analisis Regresi Linier Berganda dengan menggunakan alat bantu SPSS versi 17.0. Secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut: Ŷ = – 1,982 – 0,000000034 X 1 + 0,081 X 2 + 5,879 X 3 – 3,375 X 4 Dimana: Ŷ = Jumlah Konsumsi Beras kg a = Nilai konstanta b1-b4 = Koefisien regresi X1 = Pendapatan Rpbulan X2 = Umur tahun X3 = Jumlah anggota keluarga orang X4 = Kondisi kesehatan sehatsakit 5.3.1 Uji Kesesuaian Model Test of Goodness of Fit 5.3.1.1 Koefisien Determinasi R 2 Universitas Sumatera Utara Koefisien determinasi R 2 menunjukkan persentase variasi seluruh variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh perubahan variabel bebas explanatory variables. Koefisien ini merupakan suatu ukuran sejauh mana variabel bebas dapat merubah variabel terikat dalam suatu hubungan.Tabel5.19 menunjukkan nilai koefisien determinasi R 2 model regresi secara terperinci. Tabel 5.19 Hasil Koefisien Determinasi Analisis Regresi Linier Berganda Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Change Statistics R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change 1 .832 a .693 .680 5.153 .693 53.545 4 95 .000 a. Predictors: Constant, Kondisi Kesehatan, Pendapatan, Jumlah Anggota Keluarga, Umur b. Dependent Variable: Jumlah Konsumsi Beras Hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0,693. Koefisien indeks determinasi tersebut menunjukkan informasi bahwa 69,3 variabel terikat jumlah konsumsi beras dapat dijelaskan oleh variabel bebas pendapatan, umur, jumlah anggota keluarga dan kondisi kesehatan. Sedangkan sisanya 30,7 dipengaruhi oleh variabel independen lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.

5.3.1.2 Uji Serempak Uji F – Statistik

Uji F adalah uji secara serempak simultan signifikansi pengaruh perubahan variabel independen terhadap variabel dependen. Artinya parameter X 1 , X 2 ,X 3, dan X 4 secara bersamaan diuji apakah memiliki signifikansi atau tidak.Tabel5.20 menunjukkan hasil uji F-Statistikmodel regresi secara terperinci. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.20 Hasil Uji F-Statistik Analisis Regresi Linier Berganda Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 5687.674 4 1421.918 53.545 .000 a Residual 2522.766 95 26.555 Total 8210.440 99 a. Predictors: Constant, Kondisi Kesehatan, Pendapatan , Jumlah Anggota Keluarga, Umur b. Dependent Variable: Jumlah Konsumsi Beras Hasil estimasi menunjukkan bahwa tingkat signifikansi F adalah sebesar 0,000 ≤ 0,05 dengan menggunakan taraf 95 α=5 maka dapat disimpulkan bahwa H ditolak dan H 1 diterima atau variabel bebas yaitu pendapatan, umur, jumlah anggota keluarga dan kondisi kesehatan secara serempak berpengaruh nyata terhadap jumlah konsumsi beras.

5.3.1.3 Uji Parsial Uji t-Statistik

Uji t adalah uji secara parsial pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara parsial berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel terikat. Taraf signifikansi α yang digunakan dalam ilmu sosial adalah 5 .Hasil uji t-Statistiksecara terperinci dapat dilihat pada Tabel5.21. Tabel 5.21 Hasil Uji t-Statistik Analisis Regresi Linier Berganda Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 Constant -1.982 2.959 -.670 .505 Pendapatan -3.462E-8 .000 -.054 -.940 .350 Umur .081 .054 .095 1.506 .135 Jumlah Anggota Keluarga 5.879 .423 .802 13.900 .000 Kondisi Kesehatan -3.375 1.648 -.129 -2.048 .043

a. Dependent Variable: Jumlah Konsumsi Beras

Berdasarkan hasil estimasi SPSS pada Tabel 5.21, maka persamaan regresi dapat dirumuskan sebagai berikut. Universitas Sumatera Utara Ŷ = – 1,982 – 0,000000034 X 1 + 0,081 X 2 + 5,879 X 3 – 3,375 X 4 Persamaan regresi linier diatas dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Konstanta sebesar -1,982 menyatakan bahwa, jika variabel bebas yaitu pendapatan RT per bulan, umur responden, jumlah anggota keluarga dan kondisi kesehatan responden sama dengan nol =0 maka jumlah konsumsi beras adalah sebesar 0 kg. 2. Koefisien Regresi X 1 Pendapatan RT bernilai -0,000000034. Artinya setiap peningkatan pendapatan RT sebesar 1 rupiah maka akan menurunkan jumlah konsumsi beras sebesar 0,000000034kg, dengan asumsi variabel lain konstan. 3. Koefisien Regresi X 2 Umur bernilai 0,081. Artinya setiap peningkatan umur responden sebesar 1 tahun maka akan meningkatkan jumlah konsumsi beras sebesar 0,081Kg, dengan asumsi variabel lain konstan. 4. Koefisien Regresi X 3 Jumlah anggota keluarga bernilai 5,879. Artinya setiap peningkatan jumlah anggota keluarga 1 orang maka akan meningkatkan jumlah konsumsi beras sebesar 5,879kg, dengan asumsi variabel lain konstan. 5. Koefisien Regresi X 4 Kondisi Kesehatan bernilai -3,375. Artinya jika kondisi kesehatan responden dalam keadaan sakit d=1, maka responden akan menurunkan jumlah konsumsi beras sebesar 3,375kg, dengan asumsi variabel lain konstan. Uji t statistik dilakukan untuk mengetahui signifikansi variabel independen secara individu terhadap variabel dependennya. Berdasarkan hasil estimasi SPSS pada Tabel 5.21 diatas diperoleh nilai probability setiap variabel bebas, yaitu: 1. Variabel Pendapatan RT X 1 0,350 0,05. Maka H diterima, H 1 ditolak. Artinya, variabel pendapatan RTsecara parsial tidak berpengaruh nyata Universitas Sumatera Utara terhadapjumlah konsumsi beras. Hal ini dikarenakan beras adalah pangan pokok bagi responden di daerah penelitian. Tingkat pendapatan tidak mempengaruhi jumlah beras yang dikonsumsi. Bagi responden di daerah penelitian, sulit untuk diversifikasi pangan pokok selain beras. 2. Variabel Umur X 2 0,135 0,05. Maka H diterima, H 1 ditolak. Artinya, variabel umur secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah konsumsi beras. Umur produktif responden yaitu 15-49 tahun mengkonsumsi beras dalam jumlah yang banyak karena beras merupakan makanan pokok bagi masyarakat. Namun memasuki usia non produktif, masyarakat cenderung mengurangi jumlah beras yang dikonsumsi. Dipengaruhi oleh kondisi kesehatan masyarakat yang menuntut pengurangan jumlah konsumsi beras. 3. Variabel Jumlah anggota keluarga X 3 0,00 0,05. Maka H ditolak, H 1 diterima. Artinya, variabel jumlah anggota keluargasecara parsial berpengaruh nyata terhadap jumlahkonsumsi beras. Sesuai dengan nilai koefesien regresi variabel jumlah anggota keluarga yang bernilai 5,879, maka semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin banyak jumlah beras yang dikonsumsi. 4. Variabel Kondisi kesehatan X 6 0,043 0,05. Maka H ditolak, H 1 diterima. Artinya, variabel kondisi kesehatan masyarakat secara parsial berpengaruh nyata terhadap jumlah konsumsi beras. Sesuai dengan nilai koefesien regresi variabel kondisi kesehatan yang bernilai –3,375, maka dapat disimpulkan jika masyarakat memiliki penyakit, masyarakat cenderung mengurangi jumlah konsumsi beras.

5.3.2 Uji Asumsi Klasik Ordinary Least Square

Universitas Sumatera Utara

5.3.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas adalah uji yang digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data mendekati distribusi normal. Uji normalitas dapat dilakukan denganNormal P-P Plot of Regresion Standardized Residual dan ujiKolmogorov Smirnov, dengan melihat nilai signifikansi. Gambar 6. Normal P-P Plot of Regresion Standardized Residual Tabel 5.22 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Unstandardized Residual N 100 Normal Parameters a,,b Mean .0000000 Std. Deviation 5.04801810 Most Extreme Differences Absolute .074 Kolmogorov-Smirnov Z .741 Asymp. Sig. 2-tailed .643 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Berdasarkan Tabel Kolmogorov-Smirnov Test pada Tabel 5.22 di atas, diketahui bahwa nilai Kolmogorov-Smirnov Test adalah 0,643 0,05 dengan demikian Universitas Sumatera Utara dapat disimpulkan bahwa H diterima dan H 1 ditolak, artinya Distribusi sampel tidak berbeda nyata dengan distribusi normal atau sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Berdasarkan hasil Uji Normalitas, baik dengan menggunakan Normal P-Plot of Regression Standarized Residual maupun dengan menggunakan Tabel Kolmogorov-Smirnov Test, maka diperoleh hasil bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas sehingga dapat diproses dengan uji selanjutnya.

5.3.2.2 Uji Heteroskedasitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah di dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain dalam model regresi.Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas.Penelitian ini menggunakan uji Park sebagai penguji heterokedastisitas, dengan melihat nilai signifikansi. Tabel 5.23 Hasil Uji t-Statistik Kuadrat Residual Ln ui 2 Analisis Regresi Linier Berganda Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 Constant .762 1.387 .549 .584 Pendapatan 1.189E-8 .000 .071 .689 .493 Umur Responden -.006 .025 -.025 -.225 .822 Jumlah Anggota Keluarga .303 .198 .157 1.530 .129 Kondisi Kesehatan .728 .773 .105 .942 .349 a. Dependent Variable: Kuadrat residual Pada Tabel 5.23, hasil estimasi menunjukkan bahwa tingkat signifikansi t seluruh variabel lebih besar dari nilai α 0,05 yaitu nilai signifikansi pendapatan 0,493 α 0,05, umur responden 0,822 α 0,05, jumlah anggota keluarga 0,129 α 0,05, Universitas Sumatera Utara dan kondisi kesehatan 0,349 α 0,05 maka terima H0 tolak H1. Sesuai dengan hipotesis apabila H0 diterima H1 ditolak artinya tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi atau model regresi adalah homokedastisitas.

5.3.2.3 Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah adanya hubungan linier korelasi yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan model regresi. Data yang digunakan adalah penggunaan faktor yang dilogaritmakan. Model regresi yang baik harusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independent. Ada atau tidaknya multikolinieritas pada model regresi terlihat dari tolerance dan VIF Variance Inlaction Factor. Tabel 5.24 Hasil Uji Multikolinieritas Model Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 Constant Pendapatan .968 1.033 Umur Responden .807 1.239 Jumlah Anggota Keluarga .972 1.029 Kondisi Kesehatan .812 1.231

a. Dependent Variable: Jumlah Konsumsi Beras

Berdasarkan Tabel 5.24, dapat diketahui bahwa semua variabel memiliki nilai nilai tolerance 0,1 dan VIF 10, maka model regresi linier pada penelitian ini bebas dari gejala Multikolinearitas.

5.3.2.4 Autokorelasi

Autokorelasi ialah adanya korelasi antara variabel itu sendiri, pada pengamatan yang berbeda waktu. Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk mendeteksi autokorelasi adalah dengan melihat pola hubungan antara residual dan variabel bebas. Metode yang digunakan adalah uji Durbin – Watson Uji dw. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.25 Hasil Uji Durbin-Watson Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 .832 a .693 .680 5.153 1.918 a. Predictors: Constant, Kondisi Kesehatan, Pendapatan , Jumlah Anggota Keluarga, Umur Responden b. Dependent Variable: Jumlah Konsumsi Beras Dari hasil pengolahan data pada Tabel 5.25 diperoleh nilai Durbin-Watson Test sebesar1,918.Dengan menggunakan tabel statistik dW dan signifikansi 0,05 dengan n=100 serta jumlah variabel bebas sebanyak 4 maka diperoleh angka dL = 1,59 dan dU = 1,76, sedangkan untuk nilai 4-dU = 2,24 dan 4-dL = 2,41. Nilai dW pada hasil SPSS adalah sebesar 1,918 yang terletak pada keadaan du ≤ d ≤ 4-du 1,76 ≤ 1,918 ≤ 2,24. Sesuai de ngan kriteria uji maka tidak ada autokorelasi positif maupun negatif atau kecenderungannya p = 0. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 68 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Terdapat beberapa perbedaan karakteristik sosial ekonomi konsumen beras meliputi jumlah anggota keluarga, umur, pekerjaan, pendidikan, dan kondisi kesehatan yang dilihat berdasarkan tingkat pendapatan. Hal ini mempengaruhi perilaku konsumen dalam mengkonsumsi beras. 2. Perbedaan dalam proses pengambilan keputusan terlihat dari alasan utama dalam mengkonsumsi beras, frekuensi konsumsi, sumber informasi produk, atribut-atribut beras yang paling dipertimbangkan, cara memutuskan pembelian, jenisvarietas beras, pengambil keputusan, lokasi pembelian, frekuensi dan ukuran pembelian, serta tindakan terhadap keluhan. Responden dengan pendapatan Rp 15.000.000 lebih mempertimbangkan kualitas, ketersediaan, pelayanan, dan kenyamanan di tempat pembelian, pendapatan Rp 10.000.000 – Rp 15.000.000 dan pendapatan Rp 6.000.000 – Rp 10.000.000 lebih mempertimbangkan kualitas yang sesuai dengan harga, ketersediaan, informasi dan lokasi pembelian, sedangkan pendapatan Rp 2.500.000 – Rp 6.000.000 dan pendapatan Rp 2.500.000 lebih mempertimbangkan keterjangkauan harga beras. 3. Variabel bebas karakteristik sosial ekonomi konsumen yaitu pendapatan, umur responden, jumlah anggota keluarga dan kondisi kesehatan secara serempak berpengaruh nyata terhadap jumlah konsumsi beras dan secara parsial hanya variabel jumlah anggota keluarga dan kondisi kesehatan yangberpengaruh nyata terhadap jumlah konsumsi beras. Universitas Sumatera Utara

6.2 Saran

1. Kepada Produsen dan Pengusaha Beras Kepada produen atau pengusaha beras untuk lebih cermat dalam memilih jenis dan kualitas beras yang akan diproduksi atau dipasarkan dan disesuaikan dengan tingkat pendapatan konsumen. 2. Kepada Peneliti Selanjutnya Kepada peneliti lain hendaknya melakukan pengembangan model dengan menambah variabel bebas lain yang berhubungan dengan penelitian ini misalnya selera, harga beras, dan pengetahuan. Universitas Sumatera Utara 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Karakteristik Beras