Pengaturan Actio Pauliana Kewenangan Kurator Dalam Mengeksekusi Harta Pailit Ketika Debitur Mengalihkan Asetnya Pada Pihak Lain (Analisis Putusan Pengadilan Niaga Medan No. Reg : 07/Pdt. Sus–Actio Pauliana/2015/Pengadilan Niaga. Mdn)

tidak diwajibkan dan debitor mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan merugikan kreditor. 81 Kata-kata Actio Pauliana berasal dari orang Romawi, yang maksudnya untuk menunjukkan kepada semua upaya hukum yang digunakan untuk menyatakan batal tindakan debitor yang meniadakan arti Pasal 1131 KUHPerdata, yaitu debitor yang merasa bahwa ia akan dinyatakan pailit melakukan tindakan hukum untuk memindahkan hak atas sebagian kekayaannya atau secara lain merugikan para kreditornya. Pada dasarnya Actio Pauliana adalah suatu legal recourse yang diberikan kepada kurator untuk membatalkan tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh debitor pailit sebelum penetapan pernyataan pailit yang merugikan kepentingan- kepentingan kreditornya.

C. Pengaturan Actio Pauliana

82 Berkaitan dengan kepailitan misalnya, tindakan debitor, yang mengetahui akan dinyatakan pailit, melakukan perbuatan hukum berupa memindahkan haknya atas sebagian dari harta kekayaannya kepada pihak lain dan perbuatan tersebut dapat merugikan para kreditornya. 83 81 Siti Anisah, Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam Hukum Kepailitan diIndonesia, Total Media: Yogyakarta 2008 hlm.16. 82 Sunarmi, Op.Cit., hlm. 186. 83 Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., hlm. 248. 1. Actio Pauliana dalam KUH Perdata Lembaga perlindungan hak kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1341 KUH Perdata, yang dikenal dengan nama actio pauliana, memperoleh peraturan pelaksanaannya dalam UUK-PKPU sebagaimana terdapat dalam ketentuan Pasal 41 s.d. Pasal 50 UK-PKPU. Pasal 1341 diatur mengenai actio pauliana yang berbunyi sebagai berikut: 1 Meskipun demikian, tiap orang berpiutang boleh mengajukan batalnya segala perbuatan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh si berutang dengan nama apa pun juga, yang merugikan orang-orang berpiutang, asal dibuktikan, bahwa ketika perbuatan dilakukan, baik si berutang maupun orang dengan atau untuk siapa si berutang itu berbuat, mengetahui perbuatan itu membawa akibat yang merugikan orang-orang berpiutang. 2 Hak-hak yang diperolehnya dengan itikad baik oleh orang-orang pihak ketiga atas barang-barang yang menjadi pokok perbuatan yang batal itu, dilindungi. 3 Untuk mengajukan hal batalnya perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan cuma-cuma oleh si berutang, cukuplah si berpiutang membuktikan bahwa si berutang pada waktu melakukan perbuatan itu tahu, bahwa ia dengan berbuat demikian merugikan orang-orang yang mengutangkan padanya, tak peduli apakah orang yang menerima keutungan juga mengetahuinya atau tidak. Dalam pasal 1341 ayat 1 tersebut dapat diartikan bahwa terdapat hak dari seorang kreditur untuk mengajukan pembatalan terhadap tindakan- tindakan hukum yang tidak diwajibkan, yang telah dilakukan oleh debitur. Yang dimana perbuatan tersebut dapat merugikan pihak kreditur. Selain itu, pasal tersebut juga membuktikan tentang sifat dasar perjanjian yang mengikat kedua belah pihak. Di dalam pasal 1341 ayat 2 yang berbunyi “Hal-hal yang diperolehnya dengan itikad baik oleh orang-orang pihak ketiga atas barang- barang yang menjadi pokok perbuatan yang batal itu, dilindungi.” juga ditambahkan tentang asas itikad baik good faith. Jadi walaupun barang- barang atau aset-aset yang dimiliki oleh debitur sudah dikuasai oleh pihak ketiga, maka aset-aset tersebut dapat diminta kembali dengan actio pauliana dan untuk pihak ketiga yang terlanjur melakukan transaksi dengan debitur yang akan dinyatakan pailit, akan diberikan pengembalian terhadap harga yang telah dibayarnya oleh kurator. Kartini Mulyadi berpendapat bahwa kata ‘actio’ dipertanyakan karena tidak perlu adanya tuntutangugatan untuk membatalkan suatu tindakan ‘Pauliana’, karena tindakan hukum itu memang batal nietig dan bukannya dapat dibatalkan vernietigbaar. Karenya, tidak perlu diajukan gugatan untuk menyatakan suatu tindakan Pauliana batal, tetapi cukup kurator dapat menyatakan inroepen bahwa tindakan itu batal, asalkan kurator dapat membuktikan bahwa pada saat debitor melakukan tindakan hukum tersebut, ia dan pihak dengan siapa debitor melakukan tindakan tersebut, mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbutannya itu akan merugikan kreditor. Ketentuan actio pauliana sesungguhnya dimaksudkan untuk melindungi kepentingan kreditor yang dirugikan akibat perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitornya. Ketentuan actio pauliana dalam Hukum Kepailitan substansinya sama dengan actio pauliana yang di atur dalam KUH Perdata mulai dari Pasal 1841 sampai Pasal 1845. Hanya bedanya dari segi waktu yaitu actio pauliana dalam kepailitan dilakukan dalam jangka waktu 1 satu tahun sedangkan actio pauliana dalam KUH Perdata jangka waktunya adalah 4 empat bulan. Ketentuan mengenai actio pauliana di dalam UUK-PKPU merupakan ketentuan yang lazim ada pada bankruptcy law dari banyak negara. Pencantuman ketentuan ini, yang dikenal pula dengan nama “claw back provision”, di dalam suatu undang-undang kepailitan sangat perlu. 2. Actio Pauliana dalam UUK – PKPU 1 Actio Pauliana Sebelum Putusan Pernyataan Pailit Dalam Pasal 30 UU Kepailitan ditentukan bahwa: “Dalam hal suatu perkara dilanjutkan oleh kurator terhadap pihak lawan, maka kurator dapat mengajukan pembatalan atas segala perbuatan yang dilakukan oleh debitor sebelum yang bersangkutan dinyatakan pailit, apabila dapat dibuktikan bahwa perbuatan debitur tersebut dilakukan dengan maksud untuk merugikan kreditor dan hal ini diketahui oleh pihak lawannya”. 84 Dalam Pasal 41 UU Kepailitan diatur sebagai berikut: 85 1 Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum Debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan Kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. 2 Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan, Debitor dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditor. 3 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah perbuatan hukum Debitor yang wajib dilakukan berdasarkan perjanjian danatau karena undang-undang. Menurut Penjelasan Pasal 41 ayat 2 UUK-PKPU, yang dimaksud dengan “pihak dengan siapa perbuatan itu dilakukan” dalam ketentuan ini, termasuk pihak untuk kepentingan siapa perjanjian tersebut diadakan. Menurut Penjelasan Pasal 41 ayat 3 UUK-PKPU, dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, adalah perbuatan hukum debitor yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian danatau karena undang-undang. Diberikan contoh dalam Penjelasan Pasal 41 ayat 3 UUK- 84 Ibid., Pasal 30 UUK-PKPU. 85 Ibid., Pasal 41 UUK-PKPU. PKPU bahwa perbuatan yang wajib dilakukan karena undang-undang, misalnya, kewajiban pembayaran pajak. 86 Jadi debitur berusaha meniadakan atau menghilangkan arti penting dari pasal 1131 KUHPerdata dengan cara memindahkan sebagian aset-aset harta kepailitanya agar tidak menjadi aset yang digunakan untuk pembayaran kreditur saat debitur tersebut dipailitkan. Karena semakin besar aset yang dimiliki oleh seorang debitur maka akan menyebabkan semakin besar pula kewajiban pengeluaran asetnya untuk memenuhi kewajiban pembayaran hutang kepada kreditur. Oleh karena itu ketika debitur akan dinyatakan pailit, diperlukan suatu kewenangan hukum yang dapat membatalkan perbuatan- perbuatan hukum dari seorang debitur, kewenangan hukum ini sering disebut dengan actio pauliana. Menurut Pasal 42 UUK-PKPU : 87 86 Penjelasan Pasal 41 ayat 2 dan 3 UUK-PKPU. 87 Pasal 42 UUK-PKPU. Apabila perbuatan hukum yang merugikan kreditor dilakukan dalam jangka waktu 1 satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, sedangkan perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan debitor, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, debitor dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat 2, dalam hal perbuatan tersebut: a. merupakan perjanjian dimana kewajiban debitor jauh melebihi kewajiban pihak dengan siapa perjanjian tersebut dibuat; b. merupakan pembayaran atas, atau pemberian jaminan untuk utang yang belum jatuh tempo danatau belum atau tidak dapat ditagih; c. dilakukan oleh debitor perorangan, dengan atau untuk kepentingan: 1 suami atau istrinya, anak angkat, atau keluarganya sampai derajat ketiga; 2 suatu badan hukum dimana debitor atau pihak sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah anggota direksi atau pengurus atau apabila pihak tersebut, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan hukum tersebut lebih dari 50 lima puluh persen dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut. d. dilakukan oleh debitor yang merupakan badan hukum, dengan atau untuk kepentingan: 1 anggota direksi atau pengurus dari debitor, suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari anggota direksi atau pengurus tersebut; 2 perorangan, baik sendiri atau bersama-sama dengan suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga, yang ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada Debitor lebih dari 50 lima puluh persen dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut; 3 perorangan yang suami atau istri, anak angkat, atau keluarganya sampai derajat ketiga, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitor lebih dari 50 lima puluh persen dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut. e. dilakukan oleh debitor yang merupakan badan hukum dengan atau untuk kepentingan badan hukum lainnya, apabila: 1 perorangan anggota direksi atau pengurus pada kedua badan usaha tersebut adalah orang yang sama; 2 suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari perorangan anggota direksi atau pengurus debitor yang juga merupakan anggota direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya; 3 perorangan anggota direksi atau pengurus, atau anggota badan pengawas pada debitor, atau suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga, baik sendiri atau bersama-sama, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan hukum lainnya lebih dari 50 lima puluh persen dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut, atau sebaliknya; 4 Debitor adalah anggota direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya; 5 badan hukum yang sama, atau perorangan yang sama baik bersama, atau tidak dengan suami atau istrinya, dan atau para anak angkatnya dan keluarganya sampai derajat ketiga ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kedua badan hukum tersebut paling kurang sebesar 50 lima puluh persen dari modal yang disetor; f. dilakukan oleh debitor yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap badan hukum lain dalam satu grup dimana debitor adalah anggotanya; g. ketentuan dalam huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f berlaku mutatis mutandis dalam hal dilakukan oleh debitor dengan atau untuk kepentingan: 1 anggota pengurus dari suatu badan hukum, suami atau istri, anak angkat atau keluarga sampai derajat ketiga dari anggota pengurus tersebut; 2 perorangan, baik sendiri maupun bersama-sama dengan suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga yang ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam pengendalian badan hukum tersebut. Dalam Penjelasan Pasal 42 huruf c angka 1 dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan “anak angkat” adalah anak yang diangkat berdasarkan penetapan pengadilan maupun anak angkat berdasarkan hukum adat debitor pailit. Sementara itu, yang dimaksud dengan “keluarganya” adalah hubungan yang timbul karena perkawinan atau keturunan baik secara horizontal maupun vertikal. Menurut penjelasan Pasal 41 huruf c angka 2 bahwa yang dimaksud dengan “anggota direksi” adalah anggota badan pengawas, atau orang yang ikut serta dalam kepemilikan, termasuk setiap orang yang pernah menduduki posisi tersebut dalam jangka waktu kurang dari satu tahun sebelum dilakukannya perbuatan tersebut. Menurut penjelasan Pasal 42 huruf d bahwa yang dimaksud dengan “kepemilikan” adalah kepemilikan modal atau modal saham. Sementara itu, dalam penjelasan Pasal 42 huruf e dikemukakan bahwa pengendalian adalah kemampuan untuk menentukan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan cara apapun pengelolaan dan atau kebijaksanaan perusahaan. Pihak yang memiliki saham yang besarnya 25 dua puluh lima persen atau lebih dari jumlah saham yang telah dikeluarkan dan mempunyai hak suara pada perseroan dianggap mengendalikan perseroan tersebut, kecuali yang bersangkutan dapat membuktikan tidak melakukan pengendalian, sedangkan pihak yang memilki saham kurang dari 25 dua puluh lima persen dari jumlah saham yang telah dikeluarkan dan mempunyai hak suara pada perseroan dianggap tidak mengendalikan perseroan tersebut, kecuali yang bersangkutan dapat dibuktikan melakukan pengendalian. Dalam menerapkan ketentuan Pasal 42 huruf f, menurut penjelasannya dikemukakan bahwa suatu badan hukum yang merupakan anggota direksi yang berbentuk badan hukum diperlakukan sebagai direksi yang berbentuk badan hukum tersebut. 88 88 Penjelasan Pasal 42 UUK-PKPU. Pasal 42 ini, maka bukan saja perbuatan hukum yang dilakukan setelah debitor dinyatakan pailit dapat dibatalkan, tetapi juga perbuatan hukum yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit ditetapkan dapat juga dibatalkan. Pasal 42 UUK-PKPU mengatur dengan rinci jenis perbuatan hukum yang apabila dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit ditetapkan, dengan syarat: a. Perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan oleh debitor, b. Debitor dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan merugikan kreditor, dan c. Perbuatan tersebut memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 42 huruf a sampai dengan g. Menurut Pasal 43 UUK-PKPU : Hibah yang dilakukan debitor dapat dimintakan pembatalan kepada Pengadilan, apabila kurator dapat membuktikan bahwa pada saat hibah tersebut dilakukan debitor mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor. Menurut penjelasan Pasal 43, dengan ketentuan ini, kurator tidak perlu membuktikan bahwa penerima hibah tersebut mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor. 89 Menurut Pasal 44, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya oleh debitor, debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah tersebut merugikan kreditor, apabila hibah tersebut dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. 90 Perbedaan Pasal 43 dan Pasal 44 UUK-PKPU sebagai berikut : 91 1. Pasal 43 UUK-PKPU berlaku untuk hibah yang dilakukan lebih dari satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Sementara itu, Pasal 89 Penjelasan Pasal 43 UUK-PKPU. 90 Pasal 44 UUK-PKPU. 91 Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., hlm. 254. 44 UUK-PKPU berlaku bagi hibah yang dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. 2. Pada Pasal 43, kuratorlah yang harus membuktikan bahwa pada saat hibah dilakukan, debitor mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor. Sementara itu pada Pasal 44, debitorlah yang harus membuktikan bahwa pada saat hibah dilakukan debitor tidak mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor. Pasal 45 UUK-PKPU menentukan, pembayaran suatu utang yang sudah dapat ditagih hanya dapat dibatalkan apabila dibuktikan bahwa penerima pembayaran mengetahui bahwa permohonan pernyataan pailit debitor sudah didaftarkan, atau dalam hal pembayaran tersebut merupakan akibat dari persekongkolan antara debitor dan kreditor dengan maksud menguntungkan kreditor tersebut melebihi kreditor lainnya. 92 2 Dalam hal pembayaran tidak dapat diminta kembali sebagaimana dimaksud pada ayat 1, orang yang mendapat keuntungan sebagai akibat Pasal 46 UUK-PKPU menentukan : 1 Berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, pembayaran yang telah diterima oleh pemegang surat pengganti atau surat atas tunjuk yang karena hubungan hukum dengan pemegang terdahulu wajib menerima pembayaran, pembayaran tersebut tidak dapat diminta kembali. 92 Pasal 45 UUK-PKPU. diterbitkannya surat pengganti atau surat atas tunjuk, wajib mengembalikan kepada harta pailit jumlah uang yang telah dibayar oleh debitor apabila: a. dapat dibuktikan bahwa pada waktu penerbitan surat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang bersangkutan mengetahui bahwa permohonan pernyataan pailit Debitor sudah didaftarkan; atau b. penerbitan surat tersebut merupakan akibat dari persekongkolan antara debitor dan pemegang pertama. 2 Actio Pauliana Sesudah Putusan Pernyataan Pailit Pasal 50 UUK-PKPU mengatur mengenai pembayaran piutang debitor pailit yang dilakukan oleh kreditornya sesudah putusan pernyataan pailit diucapkan. Pasal 50 adalah sebagai berikut : 93 2 Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang dilakukan sesudah putusan pernyataan pailit diumumkan, tidak membebaskan terhadap harta pailit kecuali apabila yang melakukan dapat membuktikan bahwa 1 Setiap orang yang sesudah putusan pernyataan pailit diucapkan tetapi belum diumumkan, membayar kepada debitor pailit untuk memenuhi perikatan yang terbit sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, dibebaskan terhadap harta pailit sejauh tidak dibuktikan bahwa yang bersangkutan mengetahui adanya putusan pernyataan pailit tersebut. 93 Pasal 50 UUK-PKPU. pengumuman putusan pernyataan pailit yang dilakukan menurut undang- undang tidak mungkin diketahui di tempat tinggalnya. 3 Pembayaran yang dilakukan kepada Debitor Pailit, membebaskan debitornya terhadap harta pailit, jika pembayaran itu menguntungkan harta pailit. Menurut ketentuan Pasal 50 ayat 3 tersebut, pembebasan debitor pailit terhadap harta pailit dari pemenuhan kewajiban pembayaran hanya berlaku sepanjang pemenuhan kewajiban pembayaran tersebut yang diterima debitor pailit, dapat menguntungkan harta pailit tersebut. Ketentuan ini merupakan kebalikan dari ketentuan Pasal 49 ayat 4 UUK-PKPU. Misalnya, debitor sesudah dinyatakan pailit menjual rumah beserta tanahnya dengan harga Rp 3 miliar. Sesuai dengan ketentuan, Pasal 50 ayat 3 UUK-PKPU, kurator wajib mengembalikan pembayaran sebesar Rp 3 miliar itu kepada pembeli apabila harga rumah naik. Dengan memperoleh kembali rumah tersebut, kurator akan memperoleh harga lebih tinggi dalam proses kepailitan likuidasi. Akan tetapi apabila harga rumah turun, akan lebih menguntungkan bagi harta pailit apabila kurator tidak mengembalikan harga penjualan rumah itu. 3. Tindakan-Tindakan Debitor yang Dapat Dikenakan Actio Pauliana Saat melaksanakan tugas, seorang kurator juga harus memastikan terpenuhinya syarat-syarat dari actio pauliana. Syarat-syarat dari actio pauliana menurut Undang-Undang Kepailitan adalah sebagai berikut: 94 7. Kecuali dalam hal-hal berlaku pembuktian terbalik,dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum tersebut dilakukan, pihak dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui 1. Dilakukan actio pauliana tersebut untuk kepentingan harta pailit. 2. Adanya perbuatan hukum dari debitur. 3. Debitur tersebut telah dinyatakan pailit. 4.Perbuatan hukum tersebut merugikan kepentingan kreditur, contohnya: menjual barang yang harganya dibawah harga pasar, pemberian barang sebagai hibah atau hadiah, melakukan sesuatu yang dapat menambah kewajiban atau beban kepada harta pailit, melakukan sesuatu yang merugikan rangking kreditur seperti pembayaran terhadap kreditur tertentu saja. 5. Perbuatan hukum tersebut dilakukan sebelum pernyataan pailit ditetapkan. 6. Kecuali dalam hal-hal berlaku pembuktian terbalik, dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum tersebut dilakukan, debitur tersebut mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur. 94 Actio Pauliana MKN ppt diakses pada 17 April 2017. bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian pada kreditur. 8. Perbuatan hukum tersebut bukan perbuatan hukum yang diwajibkan, yaitu tidak diwajibkan oleh undang-undang atau perjanjian. Contoh: memberikan jaminan kepada kreditur yang tidak diharuskan, membayar hutang yang belum jatuh tempo, menjual barang-barang kepada kreditornya dengan kompensasi harga barang tersebut, membayar utang sudah jatuh tempo atau belum tidak secara tunai namun diganti dengan hal yang lain seperti barang. Seperti yang ada di dalam syarat-syarat actio pauliana bahwa perbuatan debitur harus merupakan perbuatan hukum. Jadi dalam perbuatan yang dapat dibatalkan dengan actio pauliana harus merupakan suatu perbuatan yang memiliki akibat hukum. Dengan demikian, minimal dua elemen yang mesti dipenuhi agar perbuatan tersebut dapat disebut sebagai perbuatan hukum, yaitu sebagai berikut : berbuat sesuatu, dan mempunyai akibat hukum. Dengan demikian, melakukan sesuatu yang tidak mempunyai akibat hukum atau tidak melakukan sesuatu tetapi mempunyai akibat hukum tidak dianggap sebagai suatu perbuatan hukum sehingga tidak terkena actio pauliana. Apabila debitur memusnahkan asetnya, debitur menolak untuk menerima sumbangan atau hibah dan debitur tidak mengeksekusi tidak memfinalkan suatu kontrak yang sudah terlebih dahulu diperjanjikanya, tidak dapat dilakukan actio pauliana karena tindakan-tindakan tersebut bukanlah suatu perbuatan hukum. 4. Prosedur Pembatalan Prosedur pembatalan diatur dalam Pasal 47 yang menyebutkan bahwa: 95 Tidak ada ketentuan yang memungkinkan bagi kreditor untuk mengajukan tuntutan. Menurut penafsiran terhadap ketentuan Pasal 47 ayat 1 itu, apabila kreditor menginginkan agar dilakukan permohonan pembatalan sebagimana dimaksud dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 46, 1 Tuntutan hak berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, dan Pasal 46 diajukan oleh Kurator ke Pengadilan. 2 Kreditor berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, dan Pasal 46 dapat mengajukan bantahan terhadap tuntutan Kurator. Menurut Pasal 47 ayat 1 tersebut, tuntutan hak berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 46 UUK-PKPU harus diajukan oleh kurator kepada pengadilan. Menurut ketentuan Pasal 47 ayat 2, kreditor berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 46 dapat mengajukan bantahan terhadap tuntutan kurator yang dilakukan berdasarkan kewenangan kurator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat 1. Ketentuan Pasal 47 ayat 1 dan ayat 2 itu adalah sebagai konsekuensi dan sejalan dengan ketentuan Pasal 26 ayat 1 UUK-PKPU. 95 Pasal 49 UUK-PKPU. kreditor dapat memintanya kepada kurator untuk mengajukan permintaan pembatalan tersebut. Bila kurator menolak, berarti timbul sengketa atau perbedaan pendapat antara kreditor dan kurator. Bila terjadi hal yang demikian, kreditor sebaiknya meminta agar hakim pengawas mengambil sikap atas penolakan kurator tersebut.Menurut Pasal 48 ayat 1 UUK-PKPU: 1 Dalam hal kepailitan berakhir dengan disahkannya perdamaian maka tuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 gugur. 2 Tuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 tidak gugur, jika perdamaian tersebut berisi pelepasan atas harta pailit, untuk itu tuntutan dapat dilanjutkan atau diajukan oleh para pemberes harta untuk kepentingan kreditor. BAB IV KEWENANGAN KURATOR TERKAIT MENGEKSEKUSI HARTA PAILIT KETIKA DEBITOR MENGALIHKAN ASETNYA PADA PIHAK LAIN A. Tugas dan Kewenangan Kurator dalam Kepailitan Dari ketentuan Pasal 21 dan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utangselanjutnya disebut Undang-Undang Kepailitan dan PKPU dapat disimpulkan bahwa kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat pernyataan pailit itu dilakukan. Sejak pernyataan pailit diumumkan, debitor kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya. Selanjutnya pengurusan dan pemberesan diambil alih kurator.Tugas dan kewenangan kurator adalah: 96 1. Melakukan pengurusan dan atau pemberesan harta pailit Pasal 12 ayat 1 dan Pasal 67 ayat 1 UU No. 41998 dan Pasal 69 ayat 1 UU No. 372004; 2. Mengawasi pengelolaan usaha debitor dan pembayaran kepada debitor, pengalihan, atau penggunaan kekayaan debitor yang dalam kepailitan merupakan wewenang kurator Pasal 10 ayat 1 poin b UU No. 372004 3. Mengumumkan putusan kasasi atau peninjauan kembali yang membatalkan putusan pailit dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling sedikit 2 dua surat kabar harian sebagaimana dimaksud Pasal 15 ayat 4, Pasal 17 ayat 1 UU No. 372004; 4. Melaporkan keadaan harta pailit Pasal 74 ayat 1 UU No.372004; 96 Bagus Irawan, Aspek-Aspek Hukum Kepailitan; Perusahaan; dan Asuransi: Analisis Yuridis tentang Kepailitan ; Perusahaan; dan Asuransi Manulife dan Prudential Bandung: P.T. Alumni, 2007, hlm 67-70. 5. Mengadakan rapat dengan panitia kreditor untuk meminta nasihat Pasal 82 UU No.372004; 6. Sebelum mengajukan gugatan atau meneruskan perkara yang sedang berlangsung, ataupun menyanggah gugatan yang diajukan atau yang sedang berlangsung, kurator wajib meminta pendapat panitia kreditor Pasal 83 ayat 1 UU No. 372004; 7. Wajib hadir dalam rapat kreditor Pasal 85 ayat 2 UU No. 372004; 8. Menyelamatkan harta pailit, antara lain menyita barang-barang perhiasaan, efek-efek, surat-surat berharga serta uang, dan menyegel harta benda si pailit atas persetujuan hakim pengawas Pasal 89 Fv atau dalam Pasal 99 ayat 1 UU No. 372004; 9. Menyusun inventaris harta pailit Pasal 100 ayat 1 dan 2; 10. Menyusun daftar utang dan piutang harta pailit Pasal 93 Fv; 11. Berdasarkan persetujuan panitia kreditor, kurator dapat melanjutkan usaha debitor yang dinyatakan pailit Pasal 95 ayat 1 UU No.41998; 12. Kurator berwenang membuka surat dan telegram yang dialamatkan kepada debitor pailit Pasal 105 ayat 1 UU No. 3720040; 13. Kurator menerima surat pengaduan dan keberatan yang berkaitan dengan harta pailit Pasal 105 ayat 4 UU No. 372004; 14. Kurator berwenang untuk memberikan sejumlah uang yang ditetapkan oleh hakim pengawas untuk biaya hidup debitor pailit dan keluarganya Pasal 106 UU No.372004; 15. Atas persetujuan hakim pengawas, kurator dapat memindahtangankan menjual harta pailit sepanjang diperlukan untuk menutup ongkos kepailitan Pasal 98 FvUndang-undang No. 41998; 16. Membungakan uang tunai yang tidak diperlukan untuk mengerjakan pengurusan Pasal 99 ayat 2 Fv; 17. Menyimpan semua uang, barang-barang perhiasaan, efek dan surat berharga lainnya, kecuali bila hakim pengawas menetapkan cara penyimpanan yang lain Pasal 108 ayat 1 UU No.372004; 18. Kurator setelah meminta nasihat dari panitia kreditor, bila ada, dan dengan persetujuan Hakim Pengawas, berwenang untuk membuat perdamian atau untuk menyelesaikan perkara Pasal 109 UU No.372004; 19. Memanggil debitor untuk memberikan keterangan yang diperlukan oleh kurator Pasal 101 ayat 1 Fv; 20. Memberikan salinan surat-surat, yang ditempatkan di kantornya yang dapat dilihat dengan cuma-cuma oleh umum, kepada kreditor atas biaya kreditor yang bersangkutan Pasal 103 Fv Dalam Pasal 69 ayat 2Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang selanjutnya disebut Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, kurator: a. tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitor atau salah satu organ debitor, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan; b. dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka meningkatkan nilai harta pailit. Sekalipun menurut Pasal 69 ayat 2 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang selanjutnya disebut Undang-Undang Kepailitan dan PKPUdalam melaksanakan tugasnya kurator tidak memerlukan persetujuan dari debitor atau memberitahukan kepada debitor, khusus untuk menghadap di muka pengadilan kurator harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari hakim pengawas. Demikian menurut ketentuan Pasal 69 ayat 5 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang selanjutnya disebut Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. 97 a. pengelolaan usaha debitor; Di samping adanya kurator kurator tetap, Undang- Undang Kepailitan juga memperkenalkan apa yang disebut dengan kurator sementara Interim receiver. Pada prinsipnya, tugas kurator sementara ini lebih terbatas dibandingakan dengan tugas-tugas kurator tetap. Kurator sementara hanya bertugas sebagai “supervisor”. Maksudnya, hanya melakukan pengawasan terhadap debitor, khusus pengelolaan terhadap: b. pembayaran kepada debitor; 97 Pasal 69 ayat 2 dan ayat 5 UUK-PKPU. c. pengalihan harta debitor; d. penjaminan harta debitor Kurator sementara ini ditunjuk sebelum putusan pernyataan pailit dijatuhkan, yang dalam hal ini ditunjuk oleh setiap kreditor atau jaksa dalam hal kepailitan untuk kepentingan umum. Kurator sementara diperlukan karena sebelum putusan pernyataan dijatuhkan, debitor belum pailit, sehingga ia masih berwenang untuk mengurus harta-hartanya. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang dilakukan oleh debitor yang belum pailit tersebut, ia perlu diawasi, dalam hal ini diawasi oleh kurator sementara. 98 Tugas kurator yang utama adalah melakukan pengurusan atau pemberesan harta pailit tanpa perlu meminta persetujuan dari Debitor karena sudah ditetapkan oleh Pengadilan Niaga. 99 98 Bagus Irawan, Op.Cit., hlm 71-72. 99 Robintan Sulaiman dan Joko Prabowo, Lebih Jauh Tentang Kepailitan Jakarta : Pusat Studi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, 2000, hlm. 29. Dalam melaksanakan tugasnya, kurator berdasarkan prinsip fiduciare duty yang artinya tugas yang diembannya berdasarkan oleh kepercayaan yang mengangkat kurator tersebut yaitu Pengadilan. Oleh karena itu, suatu hal yang wajar apabila Pasal 72 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang selanjutnya disebut Undang-Undang Kepailitan dan PKPUmengatur bahwa kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit. Hal ini merupakan pemicu supaya kurator mengerjakan tugasnya dengan sebaik- baiknya dan penuh kehati-hatian. Ketentuan demikian juga dianut dalam Pasal 67 CUndang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang selanjutnya disebut Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. 100 1. Hubungan kurator dan debitor pailit Kurator dalam melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit, tidak akan berhasil tanpa bantuan dari pihak yang terkait langsung dengan proses kepailitan tersebut. Debitor sebagai pihak yang dinyatakan pailit, kreditor sebagai pihak yang berhak mendapatkan hak atas harta debitor pailit, dan hakim pengawas dan pemberi persetujuan atas kerja pengurusan dan pemberesan yang dilakukan oleh kurtaor, yang sekaligus sebagai tempat debitor dan kreditor menyampaikan hal yang mereka inginkan atau tidak inginkan untuk dilakukan oleh kurator, adalah pihak yang akan membantu kelancaran tugas kurator jika bekerja sama dengam baik, dan menjadi penghambat jika tidak membantu kerja kurator. Kurator sangat dituntut untuk menjalin kerja sama yang baik dengan debitor pailit. Kegagalan kurator membina kerja sama dengan debitor pailit dapat menyebabkan hambatan bagi proses kepailitan itu sendiri. Kerja sama yang dimaksud antar lain: 1 memberikan seluruh data dan informasi sehubungan dengan harta pailit secara lengkap dan akurat; 100 H. Man S.Sastrawidjaja, Op.Cit., hlm. 145. 2 menyerahkan seluruh kewenangan pengurusan harta pailit dan usahanya pada kurator dan tidak lagi menjalankan sendiri; 3 jika diminta, membantu kurator dalam menjalankan tugasnya; dan 4 tidak menghalangi, baik sengaja atau tidak, pelaksanaan tugas kurator. Terhadap debitor pailit yang tidak kooperatif, kurator mengusulkan kepada hakim pengawas untuk dapat diambil tindakan-tindakan hukum agar debitor pailit dapat segera mematuhi proses kepailitan. Sebaliknya, tidak semua tindakan hukum yang dilakukan oleh kurator harus dengan begitu saja diterima oleh debitor pailit. Debitor pailit dibolehkan dengan surat permohonan mengajukan perlawanan yang ditujukan kepada hakim pengawas terhadap setiap perbuatan yang dilakukan oleh kurator ataupun meminta dikeluarkannya perintah hakim, supaya kurator melakukan suatu perbuatan yang sudah dirancangkan. Hubungan kurator dan debitor berakhir jika proses pemberesan harta pailit telah selesai atau jika terjadi pengesahan perdamaian yang telah memperoleh kekuatan mutlak, maka di hadapan hakim pengawas, kurator wajib melakukan perhitungan tanggung jawab kepada debitor. 2. Hubungan kurator dan kreditor Dalam suatu proses kepailitan, meskipun yang mengajukan permohonan pailit hanya satu atau dua kreditor, namun pada saat debitor dinyatakan pailit, maka yang berhak mendapatkan haknya atas harta pailit bukan hanya yang mengajukan permohonan pailit tetapi semua kreditor dari debitor pailit. Dalam menjalin kerja sama dengan para kreditor, sulit bagi kurator jika harus berhubungan dengan orang perorangan dari para kreditor. Untuk itu, dibentuklah panitia kreditor yang selanjutnya menjadi lembaga bagi para kreditor debitor pailit. Hal ini mempermudah kerja kurator karena ia tidak harus berurusan dengan semua kreditor tapi cukup dengan panitia kreditor. Undang-Undang Kepailitan tidak mewajibkan adanya panitia tersebut. Akan tetapi apabila kepentingan menghendaki demi suksesnya pelaksanaan kepailitan, pengadilan dapat membentuk panitia kreditor. Namun demikian, hakim pengawas wajib menawarkan pembentukan panitia tersebut kepada para kreditor. Panitia kreditor setiap waktu berhak meminta diperlihatkan segala buku dan surat- surat yang mengenai kepailitan, dan terhadap hal tersebut, kurator diwajibkan untuk memberikan kepada panitia kreditor segala keterangan yang dimintanya. Selain itu, panitia juga berhak meminta diadakannya rapat-rapat kreditor, serta dapat memberikan dan bahkan wajib memberikan saran tertulis kepada rapat verifikasi mengenai perdamaian yang ditawarkan. Kurator oleh Undang-Undang Kepailitan dibolehkan setiap saat mengadakan rapat dengan panitia kreditor untuk meminta nasihat panitia kreditor bila dianggap perlu. Namun demikian, kurator tidak wajib mengikuti nasihat dari panitia kreditor. Akibatnya jika terhadap nasihat tersebut, tidak diterima atau ditolak oleh kurator, kurator harus segera menyampaikan hal tersebut kepada panitia kreditor. Selanjutnya jika panitia kreditor kemudian merasa keberatan atau tidak menerima penolakan kurator, panitia kreditor dapat meminta keputusan atas hal tersebut kepada hakim pengawas. Terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh kurator, jika oleh kreditor dianggap merugikan, kreditor dapat melakukan perlawanan terhadap perbuatan hukum kurator tersebut. Perlawanan ini diajukan kepada hakim pengawas. Kreditor dapat meminta kepada hakim pengawas untuk memerintahkan kurator melakukan atau tidak melakukan sesuatu tindakan. Hal yang tidak kalah penting yang harus dilakukan oleh para kreditor dalamrangka menyukseskan tugas kurator adalah membantu kurator secara terbuka untuk menunjukkan kebendaan harta dari debitor pailit yang diketahuinya. 101 3. Hubungan kurator dan hakim pengawas Kurator tidaklah sepenuhnya bebas dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Kurator senantiasa berada di bawah pengawasan hakim pengawas. Tugas hakim pengawas adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit yang menjadi tugas kurator yang dilakukan oleh kurator. 102 Karenanya kurator harus menyampaikan laporan kepada hakim pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya setiap tiga bulan. 103 101 Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2005hlm. 43-52. 102 Pasal 63 UUK-PKPU. 103 Pasal 70 B Ayat 1 UUK-PKPU. Hakim pengawas harus arif dan bijaksana karena ia mengemban kepentingan si apilit, para kreditor dan pihak ketiga. Hakim pengawas juga memiliki kewenangan untuk memimpin rapat verifikasi dan menyerahkan tagihan-tagihan yang tidak diakui kepada hakim pengadilan untuk diputus. Bentuk bantuan yang bisa diberikan dan harus senantiasa dilakukan oleh seorang hakim pengawas adalah memberi masukan kepada kurator tentang bagaimana baiknya melakukan pengurusan dan pemberesan atas harta pailit. Saran tersebut diberikan demi menjaga agar nilai harta pailit tetap atau bahkan meningkat. 104

B. Akibat Pembatalan Perbuatan hukum Terhadap Orang yang Telah