Latar Belakang Kewenangan Kurator Dalam Mengeksekusi Harta Pailit Ketika Debitur Mengalihkan Asetnya Pada Pihak Lain (Analisis Putusan Pengadilan Niaga Medan No. Reg : 07/Pdt. Sus–Actio Pauliana/2015/Pengadilan Niaga. Mdn)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Krisis moneter yang melanda hampir seluruh belahan dunia di pertengahan tahun 1997 telah memporak-porandakkan sendi-sendi perekonomian. Dunia usaha merupakan dunia yang paling menderita dan merasakan dampak krisis yang tengah melanda. Negara kita memang tidak sendirian dalam menghadapi krisis tersebut, namun tidak dapat dipungkiri bahwa negara kita adalah salah satu negara yang paling menderita dan merasakan akibatnya. Selanjutnya tidak sedikit dunia usaha yang gulung tikar, sedangkan yang masih dapat bertahan pun hidupnya menderita. Untuk mengantisipasi adanya kecenderungan dunia usaha yang bangkrut yang akan berakibat pula pada tidak dapat dipenuhinya kewajiban-kewajiban yang sudah jatuh tempo, maka pemerintah melakukan perubahan-perubahan yang cukup signifikan dalam peraturan perundang-undangan, salah satunya adalah dengan merevisi Undang- Undang Kepailitan yang ada. Inisiatif pemerintah untuk merevisi Undang-Undang Kepailitan, sebenarnya timbul karena adanya tekanan dari Dana Moneter Internasional International Monetary Fund IMF yang mendesak supaya Indonesia menyempurnakan sarana hukum yang mengatur permasalahan pemenuhan kewajiban oleh Debitur kepada Kreditur. IMF merasa bahwa peraturan kepailitan yang merupakan warisan pemerintahan kolonial Belanda selama ini kurang memadai dan kurang dapat memenuhi tuntutan zaman. 1 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU tersebut sebagian besar substansinya sama dengan UUK lama, dengan penyempurnaan pada beberapa hal Memang tidak dapat mengelak desakan IMF yang seolah-olah mendikte tersebut. Setelah negara kita hampir bangkrut karena krisis ekonomi yang berkepanjangan, IMF bagaikan dewa penolong yang memberikan setetes air di tengah padang kehausan. Namun untuk dapat menikmati bantuan IMF ini kita mau tidak mau harus mengikuti aturan main yang telah disusun sedemikian rupa oleh IMF agar bantuan baca: utang tersebut mengucur ke negara kita guna mempertahankan nafas ditengah-tengah hampir tenggelamnya sebagian besar tatanan ekonomi dan politik kita. Sebelum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 jo Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1998 di keluarkan, masalah kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang di negara kita di atur dalam Faillisements Verordening. Meskipun UUK lama telah dibentuk, namun masih terdapat kekurangan, salah satunya adalah ketidakjelasan mengenai defenisi utang. Oleh karena itu, untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam UUK lama, maka Pemerintah bersama DPR melakukan revisi terhadap UUK lama dan akhirnya dijadikan Undang-Undang baru yaitu Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang selanjutnya disebut Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. 1 Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Bisnis Perusahaan Pailit Jakarta : Swadaya, 2009, hlm. 1. sehubungan dengan berbagai penyelesaian perkara kepailitan dan PKPU yang tidakbelum memuaskan yang mempergunakan UUK lama. 2 Orang yang meminjamkan uang disebut kreditur, sedangkan yang meminjam uang disebut debitur. Debitur wajib membayarkan utangnya kepada kreditur sebagaimana yang diperjanjikan. Apabila debitur ingkar janji, kreditur dapat mengajukan permohonan pailit kepada Pengadilan Niaga agar debitur dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya. Kebutuhan hidup financial setiap orang dapat diperoleh dengan berbagai cara. Orang orang perseorangan dan badan hukum yang hendak memenuhi kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang lain yang lazimnya dituangkan dalam suatu perjanjian utang piutang atau perjanjian kredit. 3 Kepailitan merupakan suatu proses legal untuk mengupayakan pembayaran utang melalui pengadilan niaga apabila debitur tidak membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dengan cara mengajukan permohonan pailit kepada ketua pengadilan niaga di tempat debitur. 4 Sifat ini penting sekali sebagai upaya untuk menghindari usaha-usaha debitur pailit untuk mengurangi jumlah boedel pailit yang dilakukan dengan cara Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah dipenuhi. Selain itu sifat putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu menarik untuk diperhatinkan, meskipun masih ada upaya hukum yang diajukan para pihak. 2 Gunawan Widjaja,Op.Cit, hlm. 2-5. 3 Syamsudin M. Sinaga, Hukum Kepailitan Indonesia Jakarta : Tatanusa, 2012, hlm. 1. 4 Ibid., hlm. 81. mengalihkan sebagian dari hartanya dengan cara menghibahkan ataupun menjual di bawah harga yang wajar. Undang – undang Nomor 37 Tahun 2004tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang selanjutnya disebut Undang-Undang Kepailitan dan PKPU memberikan perlindungan hukum kepada kreditur untuk mengajukan permohonan melakukan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitur selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum diucapkan atau menunjuk kurator sementara untuk mengawasi pengelolaan usaha debitur, pembayaran kepada kreditur, pengalihan atau pengagunan kekayaan debitur yang dalam kepailitan merupakan wewenang kurator. Upaya pengamanan dalam ketentuan ini bersifat preventif dan sementara, dan dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan bagi debitur melakukan tindakan terhadap kekayaannya, sehingga dapat merugikan kepentingan kreditur dalam rangka pelunasan utangnya. 5 Kepailitan hanya mengakibatkan debitur pailit kehilangan hak keperdataan untuk menguasai, mengurus, dan mengalihkan hartanya. Kewenangan untuk mengurus dan mengalihkan harta atau budel pailit beralih karena hukum kepada kurator. 6 Terhadap perbuatan yang dilakukan oleh debitur yang dapat merugikan para kreditur, Pasal 41 sampai dengan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang selanjutnya disebut Undang-Undang Kepailitan dan PKPUmemberikan perlindungan kepada kreditur yang disebut Actio Pauliana. Istilah actio 5 Sunarmi, Hukum Kepailitan Edisi 2 Jakarta : Softmedia, 2010, hlm. 70-72. 6 Syamsudin M. Sinaga, Op.Cit., hlm. 118. paulianaberasal dari bahasa Romawi atau claw back provision dalam bahasa Inggris, berlaku untuk perbuatan hukum debitur pailit yang merugikan kreditur yang dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum putusan pailit diucapkan. 7 Berkaitan dengan kepailitan misalnya, tindakan debitur yang mengetahui akan dinyatakan pailit, melakukan perbuatan hukum berupa memindahkan haknya atas sebagian dari harta kekayaannya kepada pihak lain dan perbuatan tersebut dapat merugikan para krediturnya. 8 Pengajuan actio pauliana diajukan ke Pengadilan Niaga. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang selanjutnya disebut Undang-Undang Kepailitan dan PKPU yang menyatakan bahwa putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan danatau diatur dalam undang-undang ini diputuskan oleh pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitur. Actio pauliana diajukan oleh kurator atas persetujuan hakim pengawas. Gugatan actio pauliana dalam kepailitan disyaratkan bahwa debitur dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur. 9 7 Ibid., hlm. 181. 8 Sutan Remy Sjahdein, Hukum Kepailitan Memahami Undang-undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009, hlm. 248. 9 Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan Prinsip,Norma dan Praktik di Peradilan Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008,hlm. 176. Kurator, dalam melakukan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit, apabila menemukan perbuatan hukum debitur pailit yang merugikan kreditur berhak mengajukan pembatalan kepada ketua pengadilan niaga. Permasalahan penerapan actio pauliana secara nyata dapat dianalisis pada pengajuan permohonan actio pauliana oleh Lop Tua Sagala, SH yang merupakan kurator PT. Heat Exchangers Indonesia yang telah diputus pailit berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor : 03 Pdt. Sus -Pembatalan 2015Pengadilan Niaga. Mdn, Jo. Nomor : 07 Pdt. Sus - PKPU 2014 Pengadilan Niaga Medan. Bahwa Lop Tua Sagala in casu penggugat mempunyai hak untuk memintakan pembatalan hukum perbuatan debitor PT. Heat Exchangers, in casu Tergugat I berdasarkan Pasal 41 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU, yang selanjutnya unsur-unsur pemenuhannya termaktub dalam Pasal 41 ayat 2 UU Kepailitan dan PKPU. Permohonan pembatalan perbuatan debitor dilakukan dikarenakan ditemukannya dokumen yang menyatakan bahwa PT. Heat Exchangers Indonesia telah mengalihkan atau menjual seluruh hartanya kepada pihak lain pada bulan November 2014 dengan harga total senilai USD. 1.405.358,13,- satu juta empat ratus lima ribu tiga ratus lima puluh delapan koma tiga belas US Dollar tanpa sepengetahuan dirinya selaku kurator PT. Heat Exchangers Indonesia. Namun gugatan yang diajukan oleh Lop Tua Sagala dinyatakan salah tuju error in persona karena karena dalam gugatannya, penggugat telah menarik PT. Heat Exchangers Indonesia dalam pailit selaku Tergugat – I. Padahal PT. Heat Exchangers Indonesia telah pailit, sehingga Direksi sudah tidak memiliki kewenangan bertindak atas nama perseroan dan yang dapat bertindak untuk dan atas nama perseroan adalah kurator. Kemudian para tergugat juga menyatakan tidak terpenuhi salah satu unsur dari gugatan actio paulianayaitu adanya itikad tidak baik karena pengalihan aset pada boedel pailit ditujukan agar PT. Heat Exchangers Indonesia tetap dapat beroperasional dan juga untuk membayar utangnya pada kreditor lain. Berdasarkan uraian tersebut, maka pada kesempatan ini penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan melakukan tinjaun yuridis terhadap salah satu putusan Pengadilan Niaga Medan. Tinjauan yuridis dilakukan untuk mengkaji penerapan Actio Pauliana untuk melihat apakah penerapan Actio Pauliana ini diterapkan dalam pertimbangan hukum hakim yang memutus perkara tersebut. Adapun judul tulisan skripsi ini adalah “Kewenangan Kurator dalam Mengeksekusi Harta Pailit Ketika Debitur Mengalihkan Asetnya Pada Pihak Lain Pada Putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor : 07 Pdt.Sus-Actio Pauliana 2015 Pengadilan.Niaga.Mdn”

B. Rumusan Masalah