8
puasa plasma 80-100 mgdl dan respon maksimal diperoleh pada kadar glukosa yang berkisar dari 300 hingga 500 mgdl Kjems dkk., 2003.
Sejumlah hormon mempengaruhi pelepasan insulin. Preparat agonis alfa adrenergik, khususnya epinefrin menghambat pelepasan insulin. Preparat agonis ß
adrenergik merangsang pelepasan insulin, yang mungkin dengan cara meningkatkan c-AMP intrasel. Pajanan yang terus menerus dari hormon pertumbuhan, kortisol,
laktogen plasenta, estrogen dan progestin dalam jumlah yang berlebihan juga akan meningkatkan sekresi insulin. Banyak obat yang dapat merangsang sekresi insulin,
senyawa sulfonilurea salah satunya, yang dewasa ini digunakan paling banyak sebagai pengobatan pada manusia. Insulin disekresikan dalam sel Beta normal
sebagai reaksi terhadap stimulus glukosa dengan mode bifasik dengan lonjakan dini fase awal yang diikuti dengan peningkatan sekresi insulin secara progresif fase
kedua sepanjang ada stimulus hiperglikemik. Dengan keberadaan resistensi insulin, sekresi insulin sel B pankreas meningkat dengan cara kompensasi dan DMT2
berkembang bila peningkatan kompensasi dalam kadar insulin tidak lagi mencukupi untuk menjaga euglikemia Kjems dkk., 2003.
2.4 Sekresi dan Resistensi Insulin
Insulin berfungsi mengurangi produksi glukosa dalam tubuh terutama dari hepar dan menyebabkan ambilan glukosa di otot dan jaringan adiposa. Insulin
menghambat digesti protein dari usus dan meningkatkan ambilan asam amino ke dalam sel untuk dibentuk protein Eckel dan Grundy, 2005. Selama periode 24
jam, 50 total insulin disekresi oleh pankreas pada keadaan basal, sedang sisanya disekresikan bila ada makanan yang masuk. Sekresi insulin basal berkisal 18-32
9
unit24 jam 0,7-1,3 mg. Respon sekresi insulin berlangsung cepat sesudah makan dan meningkat 5 kali dari keadaan basal dan mencapai puncak dalam 60 menit.
Profil sekresi insulin normal ditandai oleh adanya serial pulsasi dari sekresi insulin. Sesudah makan pagi terdapat 1,8 ± 0,2 pulsasi sekresi pada sukarelawan normal dan
mencapai puncak 42,8 ± 3,4 sesudah makan. Multipel pulsasi sekresi insulin mencapai 4 kali juga didapatkan sesudah makan siang dan makan malam. Pada
interval 5 jam sesudah makan siang didapatkan rerata pulsasi sekresi 2,5 ± 0,3 dan 2,6 ± 0,2 sesudah makan malam. Pulsasi sekresi insulin yang tidak berhubungan
dengan makan terjadi pada waktu antara jam 23.00 hingga jam 06.00 hari berikutnya, dan 3 jam sebelum makan pagi dengan rerata pulsasi sekresi 3,9 ± 0,3
pada subjek normal. Jadi selama periode 24 jam terdapat total 11,1 ± 0,5 pulsasi pada subjek normal Polansky dkk., 2008; Buse dkk.,2011.
Sensitifitas insulin menurun dimulai sejak masa pubertas demikian pula kadar insulin puasa meningkat 2-3 kali sesudah masa prapubertas Grumbach dan Styne,
2003. Pada pengamatan selama 7 tahun, terjadi peningkatan rerata insulin puasa 10-25, peningkatan rerata glukosa puasa 7-10 tanpa membedakan ras dan jenis
kelamin. Prediktor terkuat terjadinya peningkatan insulin dan glukosa adalah peningkatan massa tubuh dalam 7 tahun. Insulin puasa meningkat 5 µUml tiap
peningkatan IMT 5 kgm
2
p 0,05 dan insulin puasa meningkat 2,5 µUml tiap peningkatan 0,08 unit rasio pinggangpinggul p 0,05 Folsom dkk., 2004.
Resistensi insulin adalah kondisi di mana jumlah normal insulin tidak memadai untuk menghasilkan respon insulin normal dari lemak, otot dan sel hati.
Resistensi insulin dalam sel lemak mengurangi efek insulin dan mengakibatkan peningkatan hidrolisis trigliserida yang disimpan Stumvoll dkk., 2010.
10
Peningkatan mobilisasi depot lipid akan meningkatkan asam lemak bebas dalam plasma darah. Resistensi insulin dalam sel otot mengurangi pengambilan
glukosa dan penyimpanan lokal glukosa sebagai glikogen, sedangkan resistensi insulin dalam sel hati mempengaruhi sintesis glikogen dan kemampuan untuk
menekan produksi glukosa Girard, 2008. Peningkatan konsentrasi asam lemak darah sehubungan dengan resistensi
insulin dapat mengurangi pengambilan glukosa otot, dan meningkatkan produksi glukosa hati, sehingga berkontribusi terhadap peningkatan konsentrasi glukosa
darah. Kadar plasma insulin yang tinggi dan glukosa yang tinggi akibat resistensi insulin diyakini merupakan awal dari sindrom metabolik dan DMT2, termasuk
komplikasinya Asmar, 2011. Pada orang dengan metabolisme normal, insulin dilepaskan dari sel beta
Langerhans pankreas setelah makan postprandial , dan berikatan pada reseptor di jaringan sensitif insulin misalnya otot dan adiposa untuk menyerap glukosa. Hal
ini akan menurunkan kadar glukosa darah. Sel beta kemudian menurunkan produksi insulin setelah kadar glukosa darah turun, dimana glukosa darah dipertahankan
sekitar 5 mmol L mM 90 mg dL . Pada penderita dengan resistensi insulin, kadar normal insulin yang ada tidak berefek baik pada otot dan sel-sel adiposa,
sehingga hasilnya kadar glukosa tetap lebih tinggi dari normal. Untuk mengkompensasi hal ini, pankreas dirangsang untuk melepaskan lebih banyak
insulin sehingga terjadi hiperinsulinemia Hui, 2005. Berbagai kondisi dapat membuat jaringan tubuh lebih resisten terhadap
insulin. Diantaranya adalah infeksi dimediasi oleh sitokin TNFa dan asidosis. Pemberian insulin sendiri dapat menyebabkan resistensi insulin; setiap kali sebuah
11
sel terpapar insulin, produksi GLUT-4 reseptor glukosa tipe 4 pada membran sel menurun. Hal ini menyebabkan kebutuhan akan meningkat untuk memperoleh
suplai insulin, yang kemudian mengurangi kembali GLUT-4 Timothy James Kieffer dan Habener, 2009.
Resistensi insulin sering ditemukan pada orang dengan adipositas visera yaitu kandungan jaringan lemak yang tinggi di bawah dinding otot perut, yang berbeda
dengan adipositas subkutan atau lemak antara kulit dan dinding otot khususnya di tempat lain pada tubuh, seperti pinggul atau paha, hipertensi, hiperglikemia dan
dislipidemia yang disertai trigliserida yang tinggi, partikel small dense low-density lipoprotein sdLDL, dan penurunan kadar kolesterol HDL. Sehubungan dengan
adipositas viseral, banyak bukti menunjukkan adanya hubungan erat dengan resistensi insulin. Pertama, tidak seperti jaringan adiposa subkutan, sel-sel adiposa
viseral menghasilkan sejumlah besar sitokin pro-inflamasi seperti tumor necrosis factor-alpha TNF-a, dan interleukin-1 serta interleukin-6 Perfetti dan Merkel,
2000. Pada beberapa model eksperimental, sitokin pro-inflamasi ini sangat
mengganggu aksi normal insulin dalam lemak dan sel-sel otot, dan mungkin menjadi faktor utama dalam menyebabkan resistensi insulin seluruh tubuh yang
diamati pada penderita dengan adipositas viseral. Banyak perhatian pada produksi sitokin pro-inflamasi yang terfokus kepada jalur IKK-betaNF-kappa-B, jaringan
protein yang meningkatkan transkripsi gen sitokin. Kedua, adipositas viseral terkait dengan akumulasi lemak dalam hati, suatu kondisi yang dikenal sebagai penyakit
hati berlemak non alkohol NAFLD. Substansi hasil yang berlebihan pada NAFLD adalah pelepasan asam lemak bebas ke dalam aliran darah karena meningkatnya
12
lipolisis, dan peningkatan produksi glukosa hepatik, yang keduanya mempunyai efek memperburuk resistensi insulin perifer dan meningkatkan kecenderungan
DMT2 Philippe, 2009.
2.5 Fisiologi dan Patologi GLP-1 2.5.1 Penemuan Hormon Inkretin