Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user xviii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam dalam hidupnya. Untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja, baik bekerja yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Seperti yang di ungkapkan dalam jurnal Internasional yang berjudul Termination for Incompetence yang menyatakan bahwa: Work is one of the most fundamental aspects in a persons life, providing the individual with a means of financial support and, as importantly, a contributory role in society. A persons employment is an essential component of his or her sense of identity, self-worth and emotional well-being. Accordingly, the conditions in which a person works are highly significant in shaping the whole compendium of psychological, emotional and physical elements of a persons dignity and self respect. Janice Payne, Shane Sawyer, Barrister Solicitor, Student-at-law, Nelligan O’Brien Payne Nelligan O’Brien Payne.Jurnal.2004:4 Maksud dari jurnal internasional di atas menjelaskan mengenai arti dari pekerjaan, jadi yang dimaksut dengan Pekerjaan adalah salah satu aspek yang paling fundamental dalam hidup seseorang, salah satu cara yang digunakan seseorang untuk mencari penghasilan dan memberikan kontribusi yang besar kepada masyarakat, pekerjaan seseorang merupakan komponen penting dari rasa identitas, harga diri dan kesejahteraan emosional. Oleh karena itu, dengan bekerja dapat membentuk seluruh ringkasan martabat dan harga diri. Pekerja menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Sedangkan yang dimaksud dengan pemberi kerja adalah pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pada Jurnal Internasional yang berjudul “Termination of Labor Contracts and Unfair Dismissal Under Turkish Labor Law” menjelaskan mengenai pengertian pemberi commit to user xix kerja atau pengusa. Menurut jurnal tersebut yang dimaksud dengan pengusaha adalah : “According to the Labor Code, the employer’s representative is any person acting in the establishment on behalf of the employer and is the one who is in charge of the administration of the work, the establishment as well as the enterprise.” Levent Akint. Jurnal.Vol.25.2005:566 Menurut jurnal internasional di atas yang dimaksud dengan pengusaha pemberi kerja adalah setiap orang yang bertindak dalam pendirian perusahaan yang biasa disebut dengan majikan dan orang yang bertanggung jawab atas administrasi pekerjaan. Hubungan antara pekerja dengan pemberi kerja atau pengusaha secara yuridis, pekerja adalah bebas karena prinsip di negara Indonesia tidak seorangpun boleh diperbudak maupun diperhamba, namun secara sosiologis pekerja ini tidak bebas karena pekerja sebagai orang yang tidak mempunyai bekal hidup yang lain selain tenaganya. Terkadang pekerja dengan terpaksa menerima hubungan kerja dengan pengusaha meskipun memberatkan bagi diri pekerja itu sendiri, lebih-lebih lagi pada saat ini banyaknya jumlah tenaga kerja yang tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan definisi hubungan kerja, yaitu “hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerjaburuh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah”. “Obyek hukum dalam hubungan kerja tertuang di dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan kesepakatan kerja bersama perjanjian kerja bersama. Kedudukan perjanjian kerja adalah di bawah peraturan perusahaan, sehingga apabila ada ketentuan dalam perjanjian kerja yang bertentangan dengan peraturan perusahaan, maka yang berlaku adalah peraturan perusahaan”. Asri Wijayanti, 2009:40 Sebelum terjadi hubungan kerja, biasanya antara pengusaha atau pemberi kerja membuat sebuah perjanjian yang berhubungan dengan hak dan kewajiban masing- masing dalam melaksanakan hubungan kerja. Perjanjian yang dimaksud adalah commit to user xx perjanjian kerja, di dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 pada Pasal 1 dijelaskan mengenai parjanjian kerja. Jadi yang dimaksud dengan perjanjian kerja adalah “perjanjian antara pekerjaburuh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak”. “Obyek dalam perjanjian kerja, yaitu hak dan kewajiban masing-masing secara timbal balik yang meliputi syarat-syarat kerja atau hal lain akibat adanya hubungan kerja. Syarat-syarat kerja selalu berkaitan dengan upaya peningkatan produktivitas bagi majikan dan upaya peningkatan kesejahteraan oleh buruh”.Asri Wijayanti, 2009:40 Masalah ketenagakerjaan yang terpenting adalah soal pemutusan hubungan kerja atau biasa yang kita kenal dengan istilah PHK. Berakhirnya hubungan kerja bagi pekerja berarti kehilangan mata pencaharian yang berarti pula permulaan masa pengangguran dengan segala akibatnya , sehingga untuk menjamin kepastian dan ketenteraman hidup bagi pekerja seharusnya tidak ada pemutusan hubungan kerja . Seperti telah kita ketahui bahwa kasus Pemutusan Hubungan Kerja yang melibatkan pihak pengusaha dengan pihak tenaga kerja banyak terjadi di berbagai perusahaan. Apabila Pemutusan Hubungan Kerja sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku maka hal itu bukan merupakan suatu masalah, misalnya saja pada awal krisis moneter terjadi perampingan tenaga kerja pada perusahaan sehingga banyak tenaga kerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja, hal ini dimaksudkan agar pengeluaran perusahaan tidak terlalu besar karena harga kebutuhan mengalami kenaikan akibat krisis moneter itu. Meskipun PHK merupakan hal yang wajar dalam dunia ketenagakerjaan, pelaksanaannya tidak semudah yang dibayangkan karena di dalamnya masih ada berbagai macam kepentingan dalam pengertian positif. Selain itu, tata caranya pun membutuhkan waktu, biaya, dan tenaga pikiran. Oleh karena itu, PHK harus merupakan upaya terakhir yang dilakukan. Itulah sebabnya, pengusaha, pekerja, serikat pekerja, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar tidak terjadi PHK seperti pengaturan waktu kerja, penghematan, pembenahan metode kerja, commit to user xxi dan memberikan pembinaan kepada pekerja. Namun dalam kenyataannya membuktikan bahwa pemutusan hubungan kerja tidak dapat dicegah seluruhnya. Jika segala upaya telah dilakukan, tetapi PHK tidak dapat dihindari, maksud PHK tersebut wajib dirundingkan oleh pengusaha dan pekerjaserikat pekerja. Dalam hal perundingan benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat mem-PHK dengan pekerja setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial PPHI. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat 25 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 pengertian pemutusan hubungan kerja yaitu : ”Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berkhirnya hak dan kewajiban antara pekerjaburuh dan pengusaha”. Berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan bahwa PHK dapat terjadi karena bermacam sebab. Untuk beberapa ketentuan, diperlukan adanya Penetapan dari lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial untuk sahnya PHK tersebut, namun terdapat juga ketentuan jenis PHK yang tidak memerlukan ketentuan penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. “Sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.” Asri Wijayanti. 2009:6 Pemerintah telah menetapkan kebijakan dibidang ketenagakerjaan yang dirumuskan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003, pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Oleh sebab itu pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur dan merata baik materiil maupun spiritual. commit to user xxii Selanjutnya, berdasarkan ketentuan Pasal 3 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah. Hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam penjelasannnya, yaitu : ”Asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi Pancasila serta asas adil dan merata. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan dengan berbagai pihak yaitu antara pemerintah, pengusaha dan pekerja buruh. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dalam bentuk kerja sama yang saling mendukung”. Tenaga kerja memliki peran dan kedudukan yang penting sebagai pelaku dalam mencapai pembangunan. Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dan kemitraan. Oleh karena itu, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa pembangunan Ketenagakerjaan bertujuan untuk: 1. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi; 2. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah; 3. memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan dan; 4. meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Perlindungan pekerja dari kekuasaan pengusaha terlaksana apabila peraturan- peraturan dalam bidang perburuhan yang mengharuskan atau memaksa majikan bertindak seperti dalam perundang-undangan tersebut benar dilaksanakan semua pihak karena keberlakuan hukum tidak dapat diukur secara yuridis saja, tetapi juga diukur secara sosiologis, dan filosofis. Peraturan perundang-undangan yang ada ditujukan untuk pengendalian. Baik pemberi pekerja maupun yang diberi pekerjaan, masing-masing harus terkendali atau masing- commit to user xxiii masing harus menundukkan diri pada segala ketentuan dan peraturan yang berlaku, harus bertanggungjawab dalam melaksanakan kegiatan masing-masing sesuai dengan tugas dan wewenangnya, hingga keserasian dan keselarasan akan selalu terwujud. ”Perlindungan hukum dalam pemutusan hubungan kerja yang terpenting adalah menyangkut kebenaran status pekerja dalam hubungan kerja serta kebenaran alasan PHK. Alasan yang dipakai dasar untuk menjatuhkan PHK dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu, alasan yang diizinkan dan alasan yang tidak diizinkan untuk di- PHK.” Asri Wijayanti. 2009: 167 PHK selalu memiliki akibat hukum, baik bagi pengusaha maupun bagi buruh pekerja sendiri. Akibat hukum dimaksud adalah bentuk pemberian kompensasi upah kepada pekerja yang hubungan kerjanya diputus oleh pengusaha. Upah merupakan salah satu perwujudan riil dari pemberian kompensasi. Bagi pengusaha, upah adalah perwujudan dari kompensasi yang paling besar diberikan kepada pekerja. Apabila PHK tidak dapat dicegah atau dihindari, maka pekerja yang di PHK oleh majikan sesuai dengan alasan yang mendasari terjadinya PHK akan mendapatkan uang pesangon, penghargaan masa kerja dan uang ganti kerugian. Kesemuanya itu dimaksudkan berfungsi sebagai jaminan pendapatan. Sehubungan PHK memiliki dampak yang sangat kompleks dan cenderung menimbulkan perselisihan, maka mekanisme dan prosedur PHK diatur sedemukian rupa agar pekerja tetap mendapatkan perlindungan yang layak dan memperoleh hak- haknya sesuai dengan ketentuan. Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa pemerintah memberikan perlindungan terhadap pekerja yang mengalami PHK, perlindungan ini diwujudkan dengan adanya peraturan-peraturan yang dibuat untuk melindungi hak-hak pekerja yang di PHK. Oleh karena itu pengusaha sebagai salah satu pihak yang berhubungan dengan hukum ketenagakerjaan harus mematuhi dan mentaati segala aturan yang ada di dalam aturan-aturan mengenai ketenagakerjaan, khususnya mengenai PHK yang dilakukan oleh pengusaha terhadap pekerja. Pengusaha harus memperhatikan hak-hak pekerja commit to user xxiv yang di PHK sesuai dengan peraturan yang ada dan dalam melakukan PHK Pengusaha harus menggunakan alasan yang sesuai dengan peraturan yang ada. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai pelaksanaan PHK di perusahaan swasta yaitu di CV. NOVA FURNITURE berkedudukan di Karanganyar. Karena pemerintah telah menetapkan peraturan mengenai perlindungan hukum kepada pekerja dalam hal PHK, penulis ingin mengetahui mengenai penerapan nyata dalam pelaksanaan PHK di CV. Nova Furniture yang berkedudukan di Karanganyar dalam hal alasan yang mendasari PHK, prosedur PHK dan kompensasi yang diberikan terhadap pekerja yang di PHK apakah sudah sesuai dengan peraturan yang ada. Dalam penulisan hukum ini penulis mengambil judul PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DALAM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH CV. NOVA FURNITURE KARANGANYAR B. Perumusan Masalah “Perumusan masalah dalam suatu penelitian hukum menjadi titik sentral, perumusan masalah yang tajam disertai dengan isu-isu hukum akan memberikan arah dalam menjawab pertanyaan atau isu hukum yang diketengahkan.” Amiruddin,

2004: 37.

Dalam penelitian ini, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah alasan Pemutusan Hubungan Kerja oleh CV. Nova Furniture sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan? 2. Bagaimana Prosedur Pemutusan Hubangan Kerja di CV Nova Furniture? 3. Apakah cara dan pemberian kompensasi terhadap pekerja yang mendapat Pemutusan Hubungan Kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan?

C. Tujuan Penelitian