Prosedur Pelaksanaan PHK Oleh CV. Nova Furniture Terhadap Pekerja

commit to user lxxxiii Jadi berdasarkan ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kepmenakertrans Nomor Kep-150MEN2000 tentang Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja danPenetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, dan Ganti Kerugian dari Perusahaan, tertanggal 20 Juni 2000, maka alasan yang mendasari PHK oleh CV. Nova Furniture terhadap pekerjanya sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan tentang Ketenagakerjaan.

2. Prosedur Pelaksanaan PHK Oleh CV. Nova Furniture Terhadap Pekerja

yang di PHK Menurut ketentuan di dalam Pasal 151 dan 152 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, prosedur Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh Pengusaha adalah : a. Pengusaha, pekerjaburuh, serikat pekerjaserikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja; b. Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerjaserikat buruh atau dengan pekerjaburuh apabila pekerjaburuh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerjaserikat buruh; c. Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud benar-benar tidak menghasilkan persetu-juan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerjaburuh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial; d. Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya; commit to user lxxxiv e. Permohonan penetapan dapat diterima oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial apabila telah dirundingkan; f. Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya dapat diberikan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan, tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan. Berdasarkan ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai prosedur pelaksanaan PHK oleh Pengusaha, maka Prosedur PHK yang dilakukan oleh CV. Nova Furniture terhadap Setiawan dan Wiyono yang melakukan PHK tanpa melakukan upaya pencegahan terlebih dahulu agar PHK tidak terjadi tidak sesuai dengan ketentuan di dalam Pasal 151 ayat 1, dimana Pengusaha, pekerjaburuh, serikat pekerjaserikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. Upaya yang dimaksut didalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak tampak dalam pelaksanaan PHK oleh CV. Nova Furniture, terlihat bahwa pengusaha langsung melakukan PHK terhadap Wiyono ketika ia masuk kerja setelah menjalani masa tahanannya, dan kepada Setiawan Pengusaha melakukan Skorsing tanpa alasan yang jelas, dan ketika skorsing berakhir pihak Pengusaha langsung melakukan PHK terhadap Setiawan. Di dalam penjelasan pada Pasal 151 ayat 1 menjelaskan bahwa Yang dimaksud dengan segala upaya dalam ayat ini adalah kegiatan-kegiatan yang positif yang pada akhirnya dapat menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja antara lain pengaturan waktu kerja, penghematan, pembenahan metode kerja, dan memberikan pembinaan kepada pekerjaburuh. Karena PHK yang dilakukan oleh CV. Nova Furniture bukan karena perusahaan tutup karena kondisi perekonomian melainkan karena pekerja telah melakukan kesalahan berat di luar perusahaan, maka upaya yang dapat dilakukan oleh Pengusaha adalah melakukan pembinaan terhadap pekerja yang telah dihukum pidana oleh pihak yang berwajib. Melihat prestasi kerja yang telah dilakukan pekerja selama pekerja bekerja pada CV. Nova Furniture, seharusnya pengusaha memberikan commit to user lxxxv kesempatan terhadap pekerja. Sebab PHK merupakan upaya terakhir dalam perselisihan hubungan industrial, apabila masih dapat dilakukan pencegahan, seharusnya PHK dicegah agar tidak terjadi. Pihak Pengusaha telah mengeluarkan Surat Keputusan Pemutusan Hubungan Kerja terlebih dahulu kepada kedua pekerjanya yang telah melakukan kesalahan berat di luar perusahaan tersebut, Pihak Pengusaha tidak melakukan upaya pencegahan dan perundingan Bipartit terlebih dahulu dalam melakukan PHK terhadap pekerjanya. Karena tidak puas atas PHK sepihak yang dilakukan oleh pihak Pengusaha dan tidak menyetujui SK PHK yang telah dikeluarkan oleh Pengusaha, maka pekerja dan pengusaha yang didampingi oleh serikat pekerja CV. Nova Furniture Karanganyar melakukan perundingan secara bipartit. Serikat Pekerja sebagai organisasi yang memperjuangkan hak-hak buruh seharusnya mengupayakan segala hal agar PHK terhadap Setiawan dan Wiyono tidak terjadi. Jadi serikat pekerja belum melaksanakan fungsinya dalam melindungi hak-hak pekerja dalam pelaksanaan PHK oleh CV. Nova Furniture. Berdasarkan Pasal 151 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Prosedur yang dilakukan oleh CV. Nova Furniture ini tidak sesuai di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, sebab dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerjaserikat buruh atau dengan pekerjaburuh apabila pekerjaburuh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerjaserikat buruh. Pihak CV. Nova Furniture telah mengeluarkan Surat Keputusan Pemutusan Hubungan Kerja terlebih dahulu sebelum dilakukan perundingan antara pekerja dan pengusaha, seharusnya pekerja dan pengusaha melakukan perundingan terlebih dahulu untuk membicarakan maksut dan tujuan dilakukannya PHK tersebut bukan secara sepihak mengeluarkan Surat Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja. Perundingan Bipartit dilakukan oleh Pengusaha pada tanggal 03 Febuari 2010. commit to user lxxxvi Perundingan Perselisihan Hubungan Industrial antara Setiawan dan Pengusaha berlanjut pada mediasi di Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Karanganyar. Menurut ketentuan di dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial : a. Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat; b. Penyelesaian perselisihan melalui bipartit harus diselesaikan paling lama 30 tiga puluh hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan; c. Apabila dalam jangka waktu 30 tiga puluh hari salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal; d. Dalam hal perundingan bipartit gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan; e. Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase; f. Dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase dalam waktu 7 tujuh hari kerja, maka instansi yang bertangung jawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator; g. Penyelesaian melalui konsiliasi dilakukan untuk penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh; commit to user lxxxvii Pencatatan Perselisihan PHK antara CV. Nova Furniture dengan pekerjanya dilakukan pada tanggal 18 Januari 2010, padahal pada tanggal tersebut pihak pengusaha dan pekeja belum melakukan perundingan bipartit, sebab perundingan bipartit baru dilakukan pada tanggal 03 Februari 2010. Menurut Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan industrial, perundingan antara pengusaha dan pekerja harus dilakukan terlebih dahulu, dan apabila perundingan gagal, para pihak dapat mencatatkan perselisishan pada instansi yang berwenang mengenai ketenagakerjaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam pencatatan perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja tersebut, belum dilampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit, sebab perundingan bipartit baru dilakukan pada tanggal 3 Februari 2010. Jadi menurut Pasal 151 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industial, Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh CV. Nova Furniture terhadap Setiawan dan Wiyono tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan tentang Ketenagakerjaan. Begitu pula prosedur Mediasi yang dilakukan oleh pihak Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Karanganyar, dimana menurut ketentuan didalam Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2004, Mediator menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari kerja terhitung sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan. Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja ini berakhir dalam jangka waktu 59 hari terhitung mulai masuknya permohonan mediasi tanggal 18 Januari 2010 sampai dengan pembuatan risalah mediasi pada tanggal 17 Maret 2010. Menurut Prof. Dr. Soerjono Soekanto,S.H.,MA, bahwa masalah pokok penegakkan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau commit to user lxxxviii negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : 2010:08 a. faktor hukumnya sendiri undang-undang; b. faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum; c. faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakkan hukum; d. faktor masyarakat. yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; e. faktor kebudayaan;yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Berdasarkan pendapat dari Prof. Dr. Soerjono Soekanto,S.H.,MA, dapat dilihat bahwa, prosedur pelaksanaan PHK yang terjadi pada CV. Nova Furniture belum menjalankan peraturan tentang Ketenagakerjaan yang ada, sehingga penegakkan hukum di bidang Ketenagakerjaan belum dapat terwujud.

3. Cara dan Pemberian Kompensasi Terhadap Pekerja yang di PHK