6.2.3 Hubungan Variabel Jenis Kelamin dengan Perbaikan Klinis Penderita Stroke Hemoragik
Analisis bivariat variabel jenis kelamin terhadap perbaikan klinis penderita stroke hemoragik pada penelitian ini didapatkan subjek berjenis kelamin laki-laki
memiliki kemungkinan 1,24 kali mengalami perbaikan klinis dibandingkan dengan perempuan. Hubungan ini tidak bermakna secara statistik dengan nilai
p=0,57. Hasil penelitian ini didukung oleh Rathore et al. 2011 bahwa dari hasil
penelitian kohort Framingham didapatkan angka mortalitas dan perburukan klinis penderita stroke hemoragik pada laki-laki lebih kecil yaitu 14 dibandingkan
dengan perempuan yaitu sebesar 20. Walaupun pada peneliian oleh Rathore et al. 2011 tidak didapatkan hubungan yang bermakna pada perbedaan jenis
kelamin. Hasil pada penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Muengtaweepongsa dan Seamhan 2013 serta Sun et al. 2013 bahwa subjek
berjenis kelamin perempuan memiliki luaran lebih baik daripada laki-laki. Angka mortalitas dalam 30 hari lebih besar pada laki-laki walaupun hubungan ini tidak
bermakna dengan nilai p=0,809. Hubungan jenis kelamin terhadap luaran stroke belum dapat dijelaskan pada penelitian terdahulu. Hubungan jenis kelamin
terhadap perbaikan klinis penderita stroke hemoragik pada penelitian ini tidak bermakna secara statistik dapat disebabkan oleh distribusi subjek antara kedua
kelompok tidak merata. Subjek berjenis kelamin laki-laki pada penelitian ini lebih banyak yang memiliki usia ≤55 tahun, hal ini dapat menjelaskan bahwa subjek
berjenis kelamin laki-laki memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami
perbaikan klinis dibandingkan perempuan. Selain itu, perbedaan tipe stroke dan perbedaan perberatan klinis penderita ikut berkontribusi terhadap luaran klinis
penderita.
6.2.4 Hubungan Variabel Jenis Perdarahan dengan Perbaikan Klinis Penderita Stroke Hemoragik
Analisis bivariat variabel jenis perdarahan terhadap perbaikan klinis penderita stroke hemoragik pada penelitian ini didapatkan perdarahan
intraserebral memiliki kemungkinan 0,83 kali menurunkan perbaikan klinis dibandingkan dengan perdarahan subaraknoid. Hubungan ini tidak bermakna
secara statistik dengan nilai p=0,67. Angka rata-rata harapan hidup penderita perdarahan intraserebral adalah 3
tahun, sedangkan perdarahan subaraknoid adalah 2,8 tahun. Risiko kematian dalam 5 tahun pada penderita perdarahan intraserebral yaitu 1,6 kali dibandingkan
dengan perdarahan subaraknoid yaitu 1,4 kali. Penderita perdarahan subaraknoid, sekali mereka selamat dalam bulan pertama, mereka akan memiliki
kecenderungan untuk selamat dalam 5 tahun kedepan. Sedangkan pada penderita perdarahan intraserebral cepat terjadi kematian pada bulan pertama dan mereka
juga memiliki angka kematian yang tinggi dalam beberapa tahun kedepan. Proses inflamasi pada perdarahan subaraknoid lebih hebat daripada perdarahan
intraserebral kecuali pada volume perdarahan intraserebral yang luas Sun et al., 2013. Hubungan jenis perdarahan terhadap perbaikan klinis penderita pada
penelitian ini tidak bermakna secara statistik hal ini dapat disebabkan oleh jumlah
jenis perdarahan subaraknoid yang tidak seimbang dengan perdarahan intraserebral. Selain itu, penelitian ini mengeksklusi penderita dengan volume
perdarahan intraserebral yang luas yaitu 30 ml, perdarahan subaraknoid derajat 4 dan 5 dan skor GCS awal masuk 3-8.
6.2.5 Hubungan Variabel Pergeseran Garis Tengah pada CT Sken Kepala dengan Perbaikan Klinis Penderita Stroke Hemoragik
Analisis bivariat pergeseran garis tengah pada CT sken kepala terhadap perbaikan klinis penderita stroke hemoragik pada penelitian ini didapatkan subjek
yang terdapat pergeseran garis tengah memiliki kemungkinan 0,56 kali menurunkan perbaikan klinis. Hubungan ini tidak bermakna secara statistik
dengan nilai p=0,22. Penelitian yang dilakukan oleh Selariu et al. 2012 didapatkan hasil
adanya pergeseran garis tengah mempunyai prognosis yang buruk. Menurut Daverat et al. 2015, adanya pergeseran garis tengah pada CT sken kepala awal
memiliki risiko relatif 34,1 kali untuk terjadi perburukan klinis dibandingkan dengan yang tanpa pergeseran garis tengah pada penderita stroke hemoragik yang
bermakna secara statistik dengan nilai p=0,0001. Sedangkan untuk angka mortalitas dalam 30 hari, adanya pergeseran garis tengah ini mempunyai risiko
relatif 2,7 kali terjadi perburukan klinis dibandingkan dengan yang tanpa pergeseran garis tengah walaupun tidak bermakna secara statistik dengan nilai
p=0,09. Adanya pergeseran garis tengah mempunyai risiko relatif 1,9 kali untuk kemungkinan mortalitas dalam 6 bulan dibandingkan yang tanpa pergeseran garis
tengah walaupun tidak bermakna secara statistik dengan nilai p=0,51. Selain GCS awal masuk dan volume perdarahan, pergeseran garis tengah pada CT sken kepala
awal sangat penting dalam menentukan prognosis penderita, bahkan ketiganya merupakan prediktor independent yang kuat. Penelitian yang dilakukan oleh Di
Napoli et al. 2011 didapatkan hasil subjek penelitian dengan pergeseran garis tengah mempunyai angka kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang
tanpa pergeseran garis tengah. Penderita dengan pergeseran garis tengah ≥5 mm memiliki risiko 1,688 kali mengalami perburukan klinis dengan nilai NIHSS ≥16.
Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Nag et al. 2012 ini pergeseran garis tengah ≥ 5 mm bukan merupakan prediktor independent terjadinya luaran buruk
pada penderita stroke hemoragik. Variabel ini dapat digunakan sebagai prediktor luaran buruk hanya bila terjadi bersamaan dengan efek massa yang lain seperti
kompresi ventrikel oleh perdarahan otak. Penelitian terdahulu oleh Folgelholm et al. 2005, pergeseran garis tengah 6 mm merupakan prediktor kuat terjadinya
luaran buruk penderita. Hubungan pergeseran garis tengah terhadap buruknya luaran klinis penderita tidak bermakna pada penelitian ini. Menurut Nag et al.
2005, hal ini dapat disebabkan karena pergeseran garis tengah bukan merupakan indikator satu-satunya dari adanya efek massa pada parenkim otak, akan tetapi
kompresi ventrikel juga ikut berkontribusi. Adanya pergeseran garis tengah pada otak merupakan kondisi yang
mengancam jiwa dan membutuhkan diagnosis dan penanganan yang segera. Penelitian terdahulu melaporkan mortalitas penderita stroke hemoragik meningkat
dua kali lipat bila terdapat pergeseran garis tengah melebihi 1 cm pada CT sken
kepala. Akhir-akhir ini, pergeseran garis tengah melebihi 0,5 cm pada CT sken kepala awal merupakan prediktor luaran neurologis yang buruk dengan positive
predictive value 78. Sedangkan hanya 14 kasus yang tanpa pergeseran garis tengah pada CT sken kepala yang berkaitan dengan luaran klinis yang buruk.
Bahkan adanya pergeseran garis tengah ini dapat menjadi prediktor mortalitas dalam 15 hari setelah stroke akut. Adanya pergeseran garis tengah berkaitan
dengan efek massa akibat perdarahan otak dan merupakan prediktor luaran mayor. Deteksi awal dari pergeseran garis tengah sangat penting karena berkaitan dengan
implementasi rencana terapi yang tepat Zazulia et al., 1999; Motuel et al., 2014. Adanya pergeseran garis tengah ini berkaitan dengan keluhan nyeri kepala, mual
dan muntah serta adanya kaku kuduk pada penderita Baraff et al., 2010. Menurut Zazulia et al. 1999, adanya pergeseran garis tengah merupakan
salah satu indikator adanya efek massa akibat edema sitotoksik dan vasogenik yang diakibatkan oleh perdarahan pada parenkim otak selain kompresi ventrikel,
obliterasi sisterna basalis dan efek penekanan lokal pada parenkim otak. Pergeseran garis tengah juga berkaitan dengan jenis dan lokasi herniasi yang
dialami penderita. Derajat dan jenis herniasi menentukan prognosis penderita. Adanya pergeseran garis tengah ini membantu para klinisi untuk mencegah
perburukan klinis lebih lanjut dengan pemberian terapi anti edema dengan agem osmotik, steroid dan hiperventilasi terkontrol. Efek massa yang diakibatkan oleh
hidrosefalus dapat diatasi dengan ventrikulostomi sehingga diharapkan dengan drainase ventrikel ini efek massa yang ditimbulkan dapat dikurangi. Hubungan
pergeserah garis tengah terhadap luaran klinis penderita pada penelitian ini tidak
bermakna secara statistik dapat disebabkan karena distribusi subjek yang tidak merata yaitu jumlah penderita dengan pergeseran garis tengah lebih sedikit pada
kedua kelompok dibandingkan dengan yang tanpa pergeseran garis tengah. Selain itu, penelitian ini mengeksklusi penderita dengan volume perdarahan intraserebral
yang luas yaitu 30 ml, perdarahan subaraknoid derajat 4 dan 5 dan skor GCS awal masuk 3-8 dimana ketiga hal ini berkaitan dengan adanya pergeseran garis
tengah yang bermakna pada CT sken kepala. Selain itu, penelitian ini hanya mengkategorikan penderita yang mengalami pergeseran garis tengah dan tidak
tanpa memperhitungkan seberapa besar pergeseran garis tengah yang dikatakan bermakna.
6.2.6 Hubungan Variabel GCS Awal Masuk dengan Perbaikan Klinis Penderita Stroke Hemoragik