Dampak Penghapusan Tarif Impor Kedelai di Indonesia

(1)

DAMPAK PENGHAPUSAN TARIF IMPOR

KEDELAI DI INDONESIA

Oleh:

RONI A 14105600

PROGRAM SARJANA EKTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(2)

RINGKASAN

RONI, Dampak Penghapusan Tarif Impor Kedelai di Indonesia. dibawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS.

Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.Indikator mendasar kemakmuran suatu bangsa adalah tersedianya pangan yang cukup, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Meskipun kedelai bukan sebagai bahan pangan utama, tetapi kedelai merupakan komoditas palawija yang dimasukan ke dalam kebijakan pangan nasional.

Terkait dengan itu, berkembang tuntutan keberpihakan kepada petani dalam bentuk pembatasan impor komoditas pertanian. Tuntutan ini muncul sebagai reaksi terhadap kondisi yang terjadi beberapa tahun terakhir dimana; (i) Pasar Indonesia semakin banyak dimasuki oleh produk (pertanian) impor dengan harga yang murah, (ii) Luas areal tananam dan produksi beberapa komoditas pertanian cenderung menurun atau stagnan (tetap), dan (iii) Banyak negara, khususnya negara maju, yang melakukan perlindungan kepada petani mereka. Sentimen seperti ini cepat memperoleh dukungan politisi dan masyarakat luas, terutama setelah melihat dan mendengar kenyataan bahwa negara-negara utama pengekspor produk pertanian ke Indonesia, seperti Amerika Serikat, banyak mengeluarkan milyaran dollar untuk melindungi petaninya.

Gambaran perkedelaian nasional, data limabelas tahun terakhir menunjukan bahwa terjadi kecenderungan menurunnya luas areal panen yang berakibat pada menurunnya produksi kedelai nasional. Pada tahun 1994 luas areal panen nasional 1.564.179 hektar turun menjadi 549.412 hektar pda tahun 2008 atau turun sebesar 49,79 persen. Produksi pada tahun 1998 mencapai 1.304.950 ton turun menjadi 723.535 ton pada tahun 2008, atau turun sebesar 44,55 persen (Deptan, 2008). Konsumsi kedelai per kapta per tahun terbaru sebesar 15,37 kg. Sedangkan pemenuhan kebutuhan kedelai nasional 65,46 persennya dipenuhi dari impor.

Liberalisasi perdagangan dalam berbagai kebijakan terutama penghapusan tariff impor atau kuota terhadap komoditi kedelai akhir-akhir ini akan berpengaruh terhadap keragaan permintaan dan penawaran kedelai sehingga mempengaruhi harga dunia. Perubahan-perubahan harga dunia selanjutnya akan mempengaruhi keputusan produsen dalam investasinya dan mempengaruhi keputusan konsumen dalam mengkonsumsi kedelai.

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah di paparkan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengestimasi dampak kebijakan penghapusan tarif impor kedelai di Indonesia. Sehubungan dengan itu faktor yang akan dikupas sebagai berikut; (1) menghitung dekomposisi tarif dan estimasi skenario analisis, (2) mengestimasi dampak kebijakan impor terhadap harga pada tingkat grosir dan jumlah permintaan, harga produsen dan jumlah penawaran, dan jumlah impor, (3) mengestimasi dampak kebijakan tarif terhadap surplus ekonomi yaitu surplus konsumen, produsen, perubahan penerimaan pemerintah dan surplus ekonomi neto, dan (4) mengestimasi dampak kebijakan tarif terhadap usahatani.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder time series sebanyak 40 data (1969-2008) yang diperoleh dari berbagai sumber seperti


(3)

Deptan, BPS, Depperindag, jurnal, depkeu dan lainnya. Kemudian dilakukan analisis dengan pendekatan model keseimbanagan parsial dan regresi simultan untuk mensimulasikan skenario kebijakan dan mencari elastisitasnya.

Dekomposisi tarif yang diterapkan oleh pemerintah Indinesia untuk saat ini sebesar 1.222,23 per kg dan skenario kebijakan yang lakukan oleh penulis adalah sebagai berikut; D1 (mempertahankan tarif impor) dan D0 (mengahapus

tarif impor). Kebijakan proteksi (penerpan tarif impor (D1)) lebih meminimalkan

dampak secara signifikan. Dampak menghapus tarif impor berdasarkan hasil simulasi adalah menurunkan harga kedelai domestik baik pada tingkat produsen (petani) maupun pedegang besar (grosir). Jika pemerintah menghapuskan kebijakan proteksi tersebut (seperti sekarang), dikhawatirkan kedepannya akan menyebabkan pertanian kedelai Indonesia semakin terpuruk.

Oleh karena itu disarankan agar: (1) Pemerintah perlu tetap mempertahankan kebijkan penerapan tarif impor (30 persen, Skenaro D1) seperti

yang pernah dilakukan tahun 70-80-an, (2) Terus berjuang bersama dengan negara-negara lain untuk menekan negara-negara ekspotir kedelai agar bersedia secara sungguh-sungguh menurunkan subsidi ekspor dan bantuan domestik sehinnga harga dunia stabil, dan (3) terus mengupayakan perbaikan efisienasi usahatani kedelai untuk meningkatkan daya saing. Pada muaranya diharapakan Indonesia dapat mewujudkan cita-citanya yaitu dapat berswasembada kedelai dan mempunyai ketahanan pangan yang solid.


(4)

DAMPAK PENGHAPUSAN TARIF IMPOR

KEDELAI DI INDONESIA

Oleh:

RONI A 14105600

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUl ”DAMPAK PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI DI INDONESIA ” BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI TULISAN KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Oktober 2008


(6)

Judul : Dampak Penghapusan Tarif Impor Kedelai di Indonesia Nama : Roni

NRP : A14105600

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Muhammad Firdaus Ph.D NIP. 131 578 790

Menyetujui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Indramayu, pada tanggal 23 November 1982. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Madun bin Sarkam dan Ibu Sutincem binti Toha.

Penulis memulai jenjang pendidikan pada tahun 1989 di Sekolah Dasar Negeri Cangkingan V Kecamatan Karangampel, lulus tahun 1995, lalu melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Karangampel, lulus pada tahun 1998. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTA Negeri 1 Sliyeg, Indramayu dan lulus pada tahun 2001.

Pada tahun 2002 penulis melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) pada Program Diploma III Agribisnis Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan jenjang pendidikan di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Selama manjadi mahasiswa, penulis bekerja di Bank Mandiri dan aktif dalam berbagai organisasi di kampus atau diluar kampus.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah ”Dampak Kebijakan Penghapusan Tarif Impor Kedelai di Indonesia”. Adapun skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Belakangan ini terjadi kenaikan harga kedelai dunia yang berdampak langsung terhadap meningkatnya harga kedelai lokal. Kenaikan tersebut mencapai lebih dari seratus persen yang menyebabkan banyak pengrajin tahu, tempe gulung tikar karena tidak mampu memebeli bahan baku tersebut. Konsumen pun terkena dampak yang tidak kurang lebih baik dari para pengrajin tempe dan tahu tersebut. Untuk mengatasi dampak yang lebih serius dari itu pemerintah mengeluarkan kebijakan yang sangat tidak populer yaitu menghapus tarif impor dari 10 persen menjadi nol persen. Oleh karena fenomena tersebut penulis tertarik mengkaji dampak kebijakan penghapusan tarif impor kedelai di Indonesia. Ditengah kebijakan pemerintah yang tidak populer dan bertentangan dengan visi pertanian Indonesia yaitu berpihak terhadap nasib petani kecil.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki banyak

kekurangan dan keterbatasan.

Bogor, September 2008


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur Alhamdulilah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan segala kerendahaan hati, dukungan, dan bantuan baik secara moril maupu materil yang penulis peroleh, dalam kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua saya yang tercinta yang telah memberikan kasih sayang, dorongan moril maupun materil serta do’a yang terus mengalir sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik skripsi ini

2. Bapak Muhammad Firdaus Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses penulisan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan sangat baik.

3. Kakak-kakak ku yang selalu tulus dan tanpa lelah dalam memberikan semangat dan bantuan moril dan materil dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Keluarga besar Ekstensi MAB, IPB, yang telah memberikan bantuan dalm

bentuk pelayanan. Mohon maaf penulis tidak dapat disebutkan satu-persatu.

5. Sahabat saya Ety Toifah yang selalu ada dan tanpa lelah meberikan semangat, doa dan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselasaikan.

Akhir kata penulis mendedikasikan seluruh goresan skripsi ini sabagai bakti untuk kedua orang tuaku Ibu dan Bapak. Semoga Allah SWT membalas budi baik yang telah diberikan kepada penulis.


(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

RIWAYAT HIDUP PENULIS... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 14

II. TTINJAUAN PUSTAKA ... 15

2.1 Teori dan Kebijakan Internasional ... 15

2.2 Hambatan Perdagangan ... 16

2.2.1 Hambatan Tarif (Tariff Barriers)... 16

2.2.2 Hambatan Non Tarif (Non Tariff Barriers)... 17

2.3 Keragaan Komoditi Kedelai di Indonesia ... 18

2.4 Kebijakan Perkedelaian Pascareformasi ... 18

2.5 Hasil Penelitian Terdahulu ... 20

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 23

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 23

3.1.1 Teori Permintaan ... 23

3.1.2 Teori Penawaran ... 24

3.1.3 Teori Kebijakan Perdagangan Internasional ... 25

3.1.4 Kebijakan Tarif Impor ... 26

3.1.5 Biaya dan Manfaat Tarif ... 28


(11)

DAMPAK PENGHAPUSAN TARIF IMPOR

KEDELAI DI INDONESIA

Oleh:

RONI A 14105600

PROGRAM SARJANA EKTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(12)

RINGKASAN

RONI, Dampak Penghapusan Tarif Impor Kedelai di Indonesia. dibawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS.

Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.Indikator mendasar kemakmuran suatu bangsa adalah tersedianya pangan yang cukup, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Meskipun kedelai bukan sebagai bahan pangan utama, tetapi kedelai merupakan komoditas palawija yang dimasukan ke dalam kebijakan pangan nasional.

Terkait dengan itu, berkembang tuntutan keberpihakan kepada petani dalam bentuk pembatasan impor komoditas pertanian. Tuntutan ini muncul sebagai reaksi terhadap kondisi yang terjadi beberapa tahun terakhir dimana; (i) Pasar Indonesia semakin banyak dimasuki oleh produk (pertanian) impor dengan harga yang murah, (ii) Luas areal tananam dan produksi beberapa komoditas pertanian cenderung menurun atau stagnan (tetap), dan (iii) Banyak negara, khususnya negara maju, yang melakukan perlindungan kepada petani mereka. Sentimen seperti ini cepat memperoleh dukungan politisi dan masyarakat luas, terutama setelah melihat dan mendengar kenyataan bahwa negara-negara utama pengekspor produk pertanian ke Indonesia, seperti Amerika Serikat, banyak mengeluarkan milyaran dollar untuk melindungi petaninya.

Gambaran perkedelaian nasional, data limabelas tahun terakhir menunjukan bahwa terjadi kecenderungan menurunnya luas areal panen yang berakibat pada menurunnya produksi kedelai nasional. Pada tahun 1994 luas areal panen nasional 1.564.179 hektar turun menjadi 549.412 hektar pda tahun 2008 atau turun sebesar 49,79 persen. Produksi pada tahun 1998 mencapai 1.304.950 ton turun menjadi 723.535 ton pada tahun 2008, atau turun sebesar 44,55 persen (Deptan, 2008). Konsumsi kedelai per kapta per tahun terbaru sebesar 15,37 kg. Sedangkan pemenuhan kebutuhan kedelai nasional 65,46 persennya dipenuhi dari impor.

Liberalisasi perdagangan dalam berbagai kebijakan terutama penghapusan tariff impor atau kuota terhadap komoditi kedelai akhir-akhir ini akan berpengaruh terhadap keragaan permintaan dan penawaran kedelai sehingga mempengaruhi harga dunia. Perubahan-perubahan harga dunia selanjutnya akan mempengaruhi keputusan produsen dalam investasinya dan mempengaruhi keputusan konsumen dalam mengkonsumsi kedelai.

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah di paparkan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengestimasi dampak kebijakan penghapusan tarif impor kedelai di Indonesia. Sehubungan dengan itu faktor yang akan dikupas sebagai berikut; (1) menghitung dekomposisi tarif dan estimasi skenario analisis, (2) mengestimasi dampak kebijakan impor terhadap harga pada tingkat grosir dan jumlah permintaan, harga produsen dan jumlah penawaran, dan jumlah impor, (3) mengestimasi dampak kebijakan tarif terhadap surplus ekonomi yaitu surplus konsumen, produsen, perubahan penerimaan pemerintah dan surplus ekonomi neto, dan (4) mengestimasi dampak kebijakan tarif terhadap usahatani.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder time series sebanyak 40 data (1969-2008) yang diperoleh dari berbagai sumber seperti


(13)

Deptan, BPS, Depperindag, jurnal, depkeu dan lainnya. Kemudian dilakukan analisis dengan pendekatan model keseimbanagan parsial dan regresi simultan untuk mensimulasikan skenario kebijakan dan mencari elastisitasnya.

Dekomposisi tarif yang diterapkan oleh pemerintah Indinesia untuk saat ini sebesar 1.222,23 per kg dan skenario kebijakan yang lakukan oleh penulis adalah sebagai berikut; D1 (mempertahankan tarif impor) dan D0 (mengahapus

tarif impor). Kebijakan proteksi (penerpan tarif impor (D1)) lebih meminimalkan

dampak secara signifikan. Dampak menghapus tarif impor berdasarkan hasil simulasi adalah menurunkan harga kedelai domestik baik pada tingkat produsen (petani) maupun pedegang besar (grosir). Jika pemerintah menghapuskan kebijakan proteksi tersebut (seperti sekarang), dikhawatirkan kedepannya akan menyebabkan pertanian kedelai Indonesia semakin terpuruk.

Oleh karena itu disarankan agar: (1) Pemerintah perlu tetap mempertahankan kebijkan penerapan tarif impor (30 persen, Skenaro D1) seperti

yang pernah dilakukan tahun 70-80-an, (2) Terus berjuang bersama dengan negara-negara lain untuk menekan negara-negara ekspotir kedelai agar bersedia secara sungguh-sungguh menurunkan subsidi ekspor dan bantuan domestik sehinnga harga dunia stabil, dan (3) terus mengupayakan perbaikan efisienasi usahatani kedelai untuk meningkatkan daya saing. Pada muaranya diharapakan Indonesia dapat mewujudkan cita-citanya yaitu dapat berswasembada kedelai dan mempunyai ketahanan pangan yang solid.


(14)

DAMPAK PENGHAPUSAN TARIF IMPOR

KEDELAI DI INDONESIA

Oleh:

RONI A 14105600

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(15)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUl ”DAMPAK PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI DI INDONESIA ” BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI TULISAN KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Oktober 2008


(16)

Judul : Dampak Penghapusan Tarif Impor Kedelai di Indonesia Nama : Roni

NRP : A14105600

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Muhammad Firdaus Ph.D NIP. 131 578 790

Menyetujui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Indramayu, pada tanggal 23 November 1982. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Madun bin Sarkam dan Ibu Sutincem binti Toha.

Penulis memulai jenjang pendidikan pada tahun 1989 di Sekolah Dasar Negeri Cangkingan V Kecamatan Karangampel, lulus tahun 1995, lalu melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Karangampel, lulus pada tahun 1998. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTA Negeri 1 Sliyeg, Indramayu dan lulus pada tahun 2001.

Pada tahun 2002 penulis melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) pada Program Diploma III Agribisnis Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan jenjang pendidikan di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Selama manjadi mahasiswa, penulis bekerja di Bank Mandiri dan aktif dalam berbagai organisasi di kampus atau diluar kampus.


(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah ”Dampak Kebijakan Penghapusan Tarif Impor Kedelai di Indonesia”. Adapun skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Belakangan ini terjadi kenaikan harga kedelai dunia yang berdampak langsung terhadap meningkatnya harga kedelai lokal. Kenaikan tersebut mencapai lebih dari seratus persen yang menyebabkan banyak pengrajin tahu, tempe gulung tikar karena tidak mampu memebeli bahan baku tersebut. Konsumen pun terkena dampak yang tidak kurang lebih baik dari para pengrajin tempe dan tahu tersebut. Untuk mengatasi dampak yang lebih serius dari itu pemerintah mengeluarkan kebijakan yang sangat tidak populer yaitu menghapus tarif impor dari 10 persen menjadi nol persen. Oleh karena fenomena tersebut penulis tertarik mengkaji dampak kebijakan penghapusan tarif impor kedelai di Indonesia. Ditengah kebijakan pemerintah yang tidak populer dan bertentangan dengan visi pertanian Indonesia yaitu berpihak terhadap nasib petani kecil.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki banyak

kekurangan dan keterbatasan.

Bogor, September 2008


(19)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur Alhamdulilah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan segala kerendahaan hati, dukungan, dan bantuan baik secara moril maupu materil yang penulis peroleh, dalam kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua saya yang tercinta yang telah memberikan kasih sayang, dorongan moril maupun materil serta do’a yang terus mengalir sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik skripsi ini

2. Bapak Muhammad Firdaus Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses penulisan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan sangat baik.

3. Kakak-kakak ku yang selalu tulus dan tanpa lelah dalam memberikan semangat dan bantuan moril dan materil dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Keluarga besar Ekstensi MAB, IPB, yang telah memberikan bantuan dalm

bentuk pelayanan. Mohon maaf penulis tidak dapat disebutkan satu-persatu.

5. Sahabat saya Ety Toifah yang selalu ada dan tanpa lelah meberikan semangat, doa dan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselasaikan.

Akhir kata penulis mendedikasikan seluruh goresan skripsi ini sabagai bakti untuk kedua orang tuaku Ibu dan Bapak. Semoga Allah SWT membalas budi baik yang telah diberikan kepada penulis.


(20)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

RIWAYAT HIDUP PENULIS... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 14

II. TTINJAUAN PUSTAKA ... 15

2.1 Teori dan Kebijakan Internasional ... 15

2.2 Hambatan Perdagangan ... 16

2.2.1 Hambatan Tarif (Tariff Barriers)... 16

2.2.2 Hambatan Non Tarif (Non Tariff Barriers)... 17

2.3 Keragaan Komoditi Kedelai di Indonesia ... 18

2.4 Kebijakan Perkedelaian Pascareformasi ... 18

2.5 Hasil Penelitian Terdahulu ... 20

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 23

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 23

3.1.1 Teori Permintaan ... 23

3.1.2 Teori Penawaran ... 24

3.1.3 Teori Kebijakan Perdagangan Internasional ... 25

3.1.4 Kebijakan Tarif Impor ... 26

3.1.5 Biaya dan Manfaat Tarif ... 28


(21)

3.3 Kerangka Pemikiran Operasional ... 31

3.4 Asumsi dan Batasan Penelitian ... 36

3.4.1 Asumsi Penelitian ... 36

3.4.2 Batasan Penelitian ... 36

3.5 Hipotesis Penelitian... 37

IV. METODE PENELITIAN ... 38

4.1 Jenis dan Sumber Data ... 38

4.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 38

4.2.1 Metode Analisis ... 39

4.2.1.1 Estimasi Dampak Penghapusan Tarif Impor ... 40

4.2.1.2 Estimasi Dampak Usaha Tani ... 44

4.2.1.3 Dekomposisi Tarif ... 45

4.2.2 Analisis Persamaan Simultan ... 46

4.2.2.1 Identifikasi Model ... 46

4.2.2.2 Validasi Model ... 50

4.2.2.3 Simulasi Model Persamaan Simultan... 51

4.2.2.4 Simulasi Historis ... 52

4.3 Definisis Operasional ... 53

V. GAMABARAN UMUM PERKEDELAIAN NASIONAL... 55

5.1 Produksi Kedelai Indonesia ... 55

5.2 Konsumsi Kedelai Nasional... 57

5.3 Impor Kedelai Indonesia ... 60

5.4 Kebijakan Perkedelaian Nasional ... 62

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN... 71

6.1 Hasil Validasi Model Persamaan Simultan... 71

6.2 Dekomposisi Tarif ... 84

6.3 Dampak Kebijakan Penghapusan Tarif Impor... 84

6.3.1 Dampak terhadap Harga Grosir, Permintaan dan Surplus Konsumen ... 84


(22)

6.3.3 Dampak terhadap Impor dan Penerimaan Pemerintah ... 89 6.3.4 Dampak terhadap Surplus Ekonomi Netto... 91 6.4 Dampak Kebijakan Perdagangan (Impor) Kedelai terhadap Usahatani

Kedelai Nasional ... 93

VII. KESIMPULAN DAN SARAN... 99 7.1 Kesimpulan ... 99 7.2 Saran... 100

DAFTAR PUSTAKA... 102

DAFTAR LAMPIRAN... 105


(23)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perkembangan Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Indonesia Tahun 1990-2007 ... 3

2. Produksi, Konsumsi dan Impor Kedelai Indonesia Tahun 1994-2008... 6

3. Perkembangan Impor Komoditi Kedelai (termasuk bungkil kedelai)

Indonesia Menurut Negara Asal, 2002-2007... 8

4. Perkembangan Produksi, Luas Areal Panen, dan Produktivitas Kedelai di Indonesia pada Tahun 1969-2008 ... 56

5. Penurunan Jumlah Konsumsi Pada Rentang Tahun 1971-2005 (Ton).... 58

6. Perkembangan Konsumsi Kedelai Per Kapita di Indonesia dari

Tahun 1969-2008 (Kg per Tahun)... 59

7. Neraca Perubahan Produksi, Konsumsi dan Impor Kedelai di Indonesi Tahun 1969-2008... 61

8. Program Prokema 2000: Sasaran Produksi dan Peranan Impor Indonesia Tahun 1998-2003... 66

9. Hasil Perbandingan Program Prokema dengan Kondisi Riil (Yang SebenarnyaTerjadi) pada Tahun 1998-2003... 66

10. Hasil Validasi Persamaan Simultan... 71

11. Hasil Regresi Persamaan Harga Paritas Impor pada Tingkat Grosir... 72

12. Hasil Regresi Persamaan Konsumsi Kedelai Per Kapita ... 75

13. Hasil Regresi Persamaan Harga Kedelai pada Tingkat Produsen ... 78

14. Hasil Regresi Persamaan Jumlah Produksi (Penawaran) Kedelai... 81

15. Dampak Kebijakan Penghapusan Tarif Impor Kedelai terhadap Harga Petani, Penawaran (Produksi) dan Surplus Produsen pada Periode Tahun 1969-2008 ... 83

16. Dampak Kebijakan Penghapusan Tarif Impor Kedelai terhadap Harga Petani, Penawaran (Produksi) dan Surplus Produsen pada Periode Tahun 1969-2008 ... 87

17. Dampak Kebijakan Penghapusan Tarif Impor terhadap Volume Impor dan Penerimaan Pemerintah pada Periode Tahun 1969-2008 ... 89


(24)

18. Dampak Kebijakan Penghapusan Tarif Impor Kedelai terhadap Perubahan Total Kesejahteraan (Surplus Netto) pada Periode

Tahun 1969-2008... 92

19. Dampak Kebijakan Penghapusan Tarif Impor terhadap Keuntungan Kedelai Per Hektar di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur pada

Periode Tahun 1969-2008 ... 94

20. Dampak Kebijakan Penghapusan Tarif Impor Kedelai terhadap Keuntungan Usahatani Kedelai Per Hektar di Provinsi Jawa Barat

dan Jawa Timur pada Periode Tahun 1969-2008 ... 96

21. Hasil Simulasi Dampak Kebijakan Penghapusan Tarif Impor Kedelai.... 117

22. Data Keragaan Kedelai Di Indonesia Periode Taahun 1969-2008... 118


(25)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Market Share Volume Impor Komoditi Tanaman Pangan

Tahun 1994–2008... 7

2. Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan... 23

3. Pergerakan dan Pergeseran Kurva Penawaran... 24

4. Dampak Keseimbangan Parsial akibat Pemberlakuan Tarif ... 27

5. Biaya dan Manfaat Pemberlakuan Tarif ... 28

6. Kerangka Model Ekonometrika... 30 7. Ilustrasi Konsep Dampak kebijakan Tarif terhadap Perdagangan

Kedelai di Indonesia... 33

8. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ... 35


(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil Regresi Persamaan Simultan ... 105 2 Hasil Simulasi Dampak Kebijakan Penghapusan Tarif Impor Kedelai . 117 3 Data Keragaan Kedelai Nasional Periode 1969-2008... 118


(27)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan pertanian nasional muaranya bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Adapun visi pembangunan pertanian Indonesia adalah terwujudnya masyarakat yang sejahtera, khususnya petani melalui pembangunan sistem agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan desentralisasi. Indikator mendasar dari kemakmuran suatu bangsa adalah tersedianya pangan yang cukup, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Salah satu bahan pangan yang dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah kedelai. Meskipun kedelai bukan sebagai bahan pangan utama, tetapi kedelai merupakan komoditas palawija yang dimasukan ke dalam kebijakan pangan nasional.

Belakangan ini berkembang tuntutan keberpihakan kepada petani dalam bentuk pembatasan impor komoditas pertanian. Tuntutan ini muncul sebagai reaksi terhadap kondisi yang terjadi beberapa tahun terakhir dimana; (i) Pasar Indonesia semakin banyak dimasuki oleh produk (pertanian) impor dengan harga yang murah, (ii) Luas areal tananam dan produksi beberapa komoditas pertanian cenderung menurun atau stagnan (tetap), dan (iii) Banyak negara, khususnya negara maju, yang melakukan perlindungan kepada petani mereka. Sentimen seperti ini cepat memperoleh dukungan politisi dan masyarakat luas, terutama setelah melihat dan mendengar kenyataan bahwa negara-negara utama pengekspor


(28)

produk pertanian ke Indonesia. Ambil salah satu contoh, Amerika Serikat yang telah banyak mengeluarkan milyaran dollar untuk melindungi petaninya.

Menanggapi tuntutan tersebut, pemerintah Indonesia sejak dasawarsa terakhir ini telah dan sedang melakukan upaya untuk meningkatkan produksi kedelai nasional. Upaya tersebut terus dilakukan karena kedelai merupakan komoditas penting dalam pencapaian ketahanan pangan dan perekonomian nasional. Upaya-upaya dalam peningkatan produksi dan pemenihan kebutuhan kedelai telah dilakukan pemerintah sejak tahun 1986. Pada tahun anggaran 1990/1991 sampai dengan tahun anggaran 1997/1998 juga dilakukan upaya berkesinambungan dalam rangka peningkatan produksi kedelai nasional. Pada tahun 2001 pemerintah telah melakukan peningkatan produksi kedelai dengan program Gema Palagung 2001 (Deptan, 2000).

Upaya-upaya pemerintah dalam rangka peningkatan produksi kedelai selalu sempurna dalam perencanaannya. Dalam kenyataannya (aktualisasi) sasaran produksi kedelai nasional belum dapat tercapai, karena berbagai kendala dan permasalahan yang dihadapi. Belajar dari kegagalan yang terdahulu, pada tahun 2008 ini pemerintah sedang melaksanakan Program dan Aksi Peningkatan Produksi Kedelai Nasional Tahun 2008 yaitu aksi percepatan peningkatan produksi kedelai nasional yaitu sasaran produksi mencapai 1,2 juta ton dengan luas panen 760.000 hektar (Deptan, 2008). Rencana dari program pemerintah tersebut adalah untuk mengurangi jumlah impor kedelai dan memperpaiki perkedelaian nasional.

Program pemerintah tersebut dilandasi dari fakta kemunduran perkedelaian nasional. Data limabelas tahun terakhir menunjukan bahwa terjadi kecenderungan


(29)

menurunnya luas areal panen yang berakibat pada menurunnya produksi kedelai nasional. Pada tahun 1994 luas areal panen nasional 1.564.179 hektar turun menjadi 549.412 hektar pda tahun 2008 atau turun sebesar 49,79 persen. Produksi pada tahun 1998 mencapai 1.304.950 ton turun menjadi 723.535 ton pada tahun 2008, atau turun sebesar 44,55 persen (Deptan, 2008). Penurunan jumlah produksi kedelai juga disebabkan oleh permasalahan harga kedelai. Harga kedelai petani yang kalah bersaing dengan kedelai impor akan mempengaruhi keputusan petani dalam menanam kedelai. Pada akhirnya jumlah produksi kedelai nasional pun akan berkurang akhibat semakin sedikitnya petani menanam kedelai.

Tabel 1. Perkembangan Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Indonesia Tahun 1990-2007.

Tahun Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha)

1994 1.406.039 1.564.179 1.112

1995 1.476.285 1.679.092 1.137

1996 1.277.736 1.515.937 1.186

1997 1.118.140 1.356.108 1.213

1998 1.094.262 1.305.640 1.193

1999 1.151.079 1.382.848 1.201

2000 824.484 1.017.634 1.234

2001 678.848 826.932 1.218 2002 544.522 673.056 1.236 2003 526.796 671.600 1.275 2004 565.155 723.483 1.280 2005 621.541 808.353 1.301 2006 580.534 747.611 1.288 2007 502.104 664.438 1.323 2008* 549.412 723.535 1.317 Sumber: Deptan, Ditjen Tanaman Pangan 2008, Diolah.

Keterangan: (*) ARAM II 2008.


(30)

Melihat posisi kedelai yang sangat strategis di negeri ini, maka dibutuhkan suatu kebijakan yang tepat. Dengan kebijakan yang tepat, diharapkan tidak ada pihak yang mengambil keuntungan yang dapat merugikan bangsa. Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Siswono Yudohusodo (2005) mengilustrasikan, bahwa dimasa yang akan datang akan terjadi lonjakan kebutuhan pangan yang sangat besar, tak terkecuali kedelai. Melihat hal tersebut , sehingga dibutuhkan persiapan dan pembenaan. Tak lain dikarenakan kedelai yang mempunyai banyak kegunaan, yaitu selain untuk dikonsumsi langsung maupun sebagai bahan agroindustri seperti tempe, tahu, susu kedelai, tauco, dan kecap, kedelai juga digunakan untuk keperluan industri pakan ternak.

Data konsumsi kedalai yang terbaru untuk berbagai kepentingan adalah sebagai berikut: untuk bibit 2,0 persen dari total produksi, diolah untuk produk bukan makanan 0,7 persen dari total produksi, sedangkan kedelai yang tercecer 5,0 persen dari total produksi dan sisanya 92,3 persen diolah menjadi bahan makanan, terutama tempe, tahu dan kecap (BPS, 2007). Dari berbagai produk hasil olahan kedelai, maka data yang konsisten adalah data pengolahan tempe, tahu dan kecap.

Pengadaan dan pengembangan komoditas kedelai sangat penting dan strategis. Mengingat produksi nasional akhir-akhir ini belum mampu mencukupi kebutuhan nasional. Padahal dahulu sebelum tahun 1975 Indonesia merupakan negara pengekspor kedelai tetapi sekarang justru yang terjadi sebaliknya. Hal tersebut disebabkan peningakatan permintaan kedelai yang begitu cepat, sementara produksi berkembang dengan lambat bahkan lebih cenderung menurun. Konsumsi meningkat dari 2,83 kg per kapita per tahun pada tahun 1969 menjadi 4


(31)

10 kg per kapita per tahun pada tahun 2008 atau meningkat rata-rata 7,29 persen per tahun (BPS, 2008).

Indonesia sebagai negara agraris dengan lahan yang luas sudah semestinya harus mampu mengembangkan produksi kedelai nasional sendiri. Dengan berswasembada kedelai, pemenuhan kebutuhan dalam negeri pun tidak mutlak tergantung pada produk impor. Apalagi bila produk impor ternyata merupakan hasil rekayasa genetika dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas. Sehingga jika terjadi kenaikan harga kedelai impor yang terlalu tinggi, Indonesia tidak terlalu besar terkena dampaknya.

Seiring pertambahan penduduk dengan pertambahan konsumsi akan kedelai yang semakin meningkat, maka dibutuhkan suatu jalan keluar. Salah satu jalan keluarnya adalah meningkatkan jumlah produksi sesuai dengan jumlah pertambahan penduduk dan konsumsi. Sementara peningkatan jumlah penduduk dan konsumsi semakin cepat, tetapi hal tersebut tidak diikuti oleh peningkatan jumlah produksi kedelai. Keadaan tersebut diperparah dengan keadaan perkedelaian Indonesia yaitu produksi kedelai yang berjalan stagnan bahkan relatif menunjukan penurunan. Penurunan produksi kedelai di Indonesia disebabkan oleh semakin berkurangnya lahan untuk produksi, yang dikonversikan untuk perumahan dan industri. Kondisi tersebut semakin memicu untuk terjadinya impor kedelai. Impor tersebut untuk menutupi kekurangan permintaan dalam negeri yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Sedikitmya 2,5 juta ton per tahun jumlah kebutuhan kedelai nasional sekarang ini, 70 persennya atau sekitar 1,5 juta ton dipenuhi melalui impor. Jumlah tersebut sebagian besar


(32)

digunakan untuk kebutuhan industri pakan ternak, makanan dan minuman serta industri rumah tangga.

Jumlah kebutuhan kedelai nasional yang tidak dapat dipenuhi dari produksi kedelai nasional, akhirnya senantiasa dipenuhi melalui impor. Seperti yang terlihat pada data sepuluh tahun di bawah ini. Seperti pada data lainnya menunjukan dalam kurun waktu 15 tahun terakhir (Tabel 2) konsumsi kedelai meningkat 160 persen. Kondisi ini semakin memperlebar kesenjangan antara produksi dan konsumsi. Sehingga tak heran jika Indonesia menjadi salah satu negara pengimpor kedelai di dunia dengan pangsa yang cukup besar, selain Belanda, Jepang, Korea Selatan dan Jerman.

Tabel 2. Produksi, Konsumsi dan Impor Kedelai di Indonesia Tahun 1994-2008

Tahun Produksi (ton)

Konsumsi (ton)

Impor (ton)

Persentase Impor terhadap konsumsi

(%) 1994 1.564.179 2.365.000 800.153 33.83 1995 1.679.092 2.287.000 606.993 26.54 1996 1.515.937 2.263.000 745.819 32.96 1997 1.356.108 1.973.000 616.109 31.23 1998 1.305.640 1.649.000 344.050 20.86 1999 1.382.848 2.684.000 1.301.152 48.48 2000 1.017.634 2.264.000 1.276.366 56.38

2001 826.932 1.960.000 1.133.068 57.81

2002 673.056 2.017.000 1.343.944 66.63

2003 671.600 2.016.000 1.344.400 66.69

2004 723.483 2.015.000 1.291.517 64.10

2005 808.353 1.987.469 1.086.177 54.65

2006 747.611 2.022.516 1.078.420 53.32

2007 664.438 2.059.000 1.199.839 58.27

2008* 723.535 2.095.000 1.371.465 65.46 Sumber: Deptan, Ditjen Tanaman Pangan, 2008, diolah.

Keterangan: (*) ARAM II 2008.


(33)

Kecenderungan meningkatnya pangsa kedelai impor di Indonesia, menunjukan bahwa pasar kedelai dalam negeri memiliki prospek yang cukup baik. Hal ini akan banyak dimanfaatkan oleh para importir untuk megambil keuntungan, karena terdapat gap (selisih) yang sangat besar antara harga kedelai lokal dengan kedelai impor. Sebagai gambaran harga kedelai impor Rp 1.900 per kg sedangkan harga kedelai lokal mencapai Rp 2.500 per kg (BPS, 2006).

Kontribusi impor kedelai saat ini menempati urutan kedua untuk market share berdasarkan nilai impor komoditi tanaman pangan tahun 1994–2008. Market share (pangsa pasar) kedelai sebesar 28 persen dengan rata-rata volume impor mencapai 2,65 juta ton per tahun dengan nilai 651,792,068 USD (BPS, 2008). Market share volume impor komoditi tanaman pangan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Market Share Volume Impor Komoditi Tanaman Pangan Tahun 1994 – 2008.

Sumber: BPS (2008), Diolah.

Beras Pangan Lainnya Ubi kayu

17%

Jagung

11%

Kedelai 28%

Kacang Tanah

1%

Gandum 41%

1% 1%

Produk Tanaman


(34)

Negara eksportir kedelai utama ke Indonesia adalah Amerika Serikat, dengan rata–rata share impor Indonesia dari tahun 1994–2008 sebesar 54 persen atau 1,42 juta ton per tahun dari seluruh impor kedelai Indonesia. India menempati posisi kedua dengan rata–rata share sebesar 19 persen atau sekitar 491,935,245 kg per tahun (Deptan, 2008). Apabila kondisi ini dibiarkan terjadi terus menerus dikhawatirkan akan menambah keterpurukan perkedelaian nasional. Dampak jangka panjangnya Indonesia akan selalu ketergantungan terhadap kedelai impor, sehingga akan menjadi sulit untuk memperbaikinya kembali. Hal ini sudah terbukti, terjadinya kenaikan harga kedelai impor yang melebihi 100 persen. Kondisi tersebut bukan hanya berdampak terhadap konsumen bahkan petani pun akan terkena dampak negatifnya.

Tabel 3. Perkembangan Impor Komoditi Kedelai (termasuk bungkil kedelai) Indonesia Menurut Negara Asal, 2002-2007.

Tahun Pengamatan

2002 2003 2004 2005 2006 2007 Negara

Volume (ton)

Malaysia 52.672 50.477 109.073 87.720 28.104 10.518 Argentina 254.604 284.786 - 193.132 220.632 699.354 Brazil 179.287 293.041 240 407.217 620.981 409.074 India 478.411 532.213 503.982 487.494 231.539 717.973 Amerika 1.159.795 1.274.818 2.036.976 1.415.678 1.635.109 977.828

Total 2.227.317 2.568.473 2.728.358 2.716.618 2.773.371 2.881.735 Nilai (000USD)

Malaysia 13,235 13,681 25,766 20,280 10,085 4,939 Argentina 45,865 61,827 - 43,043 48,877 242,230 Brazil 33,428 62,920 48,722 87,139 145,035 136,116 India 84,554 108,096 111,436 97,536 54,114 198,082 Amerika 270,788 280,243 454,390 309,593 435,369 361,033

Total 475,155 558.718 611,140 591,104 706,677 967,957

Sumber : Subdit Analisa dan Informasi Pasar, Dit. PI (2007) diolah Keterangan: (-) Data tidak tersedia.


(35)

Disisi lain Indonesia sebagai anggota WTO harus mematuhi Agreement on Agriculture (AoA). AoA memuat kesepakatan untuk mengurangi hambatan perdagangan pertanian melalui program reformasi jangka panjang secara bertahap (Gradual Reform). Yang pada akhirnya diharapkan akan tercipta suatu sistem perdagangan komoditas pertanian yang adil dan berorientasi pasar (a fair and equitable market oriented agriculture system). Inti kesepakatan AoA adalah: (1) Meningkatkan akses pasar melalui pengurangan hambatan perdagangan, berupa penurunan tarif impor, tarifikasi hambatan non tarif, (2) Pengurangan subsidi ekspor (export subsidy), dan (3) Pengurangan bantuan kepada petani dalam negeri (domestic support) (Deptan, 2002).

Selanjutnya ada tiga kelompok negara yang terlibat dalam perdagangan dunia pada sektor pertanian. Pertama, negara produsen eksportir yang konsisten dan efisien. Bagi kelompok negara ini, liberalisasi perdagangan dunia akan menguntungkan karena peluang pasar dunia akan terbuka lebar bagi komoditas ekspor mereka. Kedua, negara produsen eksportir yang kurang efisien atau yang memiliki banyak petani kecil dan masih membutuhkan bantuan pemerintah. Bagi kelompok negara seperti ini, AoA menimbulkan dampak negatif terhadap upaya pengembangan ekspor pertanian. Ketiga, negara konsumen importir hasil pertanian. Kelompok negara seperti ini akan diuntungkan karena liberalisasi perdagangan berarti produk bermutu tinggi dengan harga yang bersaing akan merupakan pilihan yang efisien. Berdasarkan data Sekretariat WTO (Juni, 2000), Indonesia merupakan importir kesatu untuk beras dan kesepuluh untuk kedelai dan bungkil kedelai.


(36)

Liberalisasi perdagangan dalam berbagai bentuk kebijakan, adalah penghapusan tarif impor atau kuota terhadap komoditi kedelai. Kebijakan tersebut akan berpengaruh terhadap keragaan permintaan dan penawaran kedelai sehingga mempengaruhi harga domestik. Perubahan-perubahan harga dunia selanjutnya akan mempengaruhi keputusan produsen dalam investasinya dan konsumen dalam mengkonsumsi kedelai. Perubahan-perubahan ekonomi global, regional bahkan perubahan pengelolaan dalam sistem ekonomi Indonesia dari sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi akan sangat berpengaruh terhadap perdagangan komoditas pertanian, termasuk kedelai. Gejolak dari sistem perdagangan dunia adalah tak menentunya terhadap perubahan harga komoditi. Hal tersebut terbukti sekarang dengan naiknya harga kedelai impor dunia yang mencapai lebih dari 100 persen. Harga kedelai impor berubah dari Rp 900 per kg menjadi Rp 9.000 per kg. Keadaan tersebut terpicu dari kekhawatiran masyarakat internasional yang tidak mendapatkan kedelai lagi. Alasannya Amerika Serikat sebagai negara eksportir kedelai terbesar didunia akan mengurangi produksi kedelai. Kebijakan pengurangan produksi kedelai dilakukan untuk menunjang kebijakan baru. Kebijakan baru tersebut adalah peningkatan jumlah produksi jagung yang berkaitan untuk program bio-fuel berbahan baku jagung. Untuk mensukseskan program tersebut pemerintah membutuhkan lahan, maka selanjutnya pemerintah mengkonversi lahan kedelai menjadi lahan jagung. Berawal dari issue tersebut harga kedelai impor di seluruh pasar internasonal mengalami kenaikan yang sangat besar dan susah dikontrol. Hal ini perlu diantisipasi agar stabilitas pasar kedelai dalam negeri dapat terjamin. Penanganan dan kebijakan yang tepat diharapkan dapat meminimalisir dampak terhadap konsumen dan produsen. 10


(37)

Dalam hal ini pemerintah selaku decisión maker (pengambil kebijakan) tak boleh salah dalam menentukan dan menerapkan kebijakan.

Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan perdagangan internasional yang kerap kali dilakukan adalah tarif. Kebijakan yang baik seyogyanya tidak akan menimbulkan dampak negatif dikemudian hari. Produsen (petani) dan konsumen sebagai objek yang akan merasakan dampaknya, seharusnya sudah diperhitungkan secara cermat dan matang oleh para pelaku pengambil kebijakan. Kebijakan penghapusan tarif impor secara potensial akan memberikan dampak negatif terhadap penerimaan usaha tani. Jawa Timur dan Jawa Barat sebagai salah satu lumbung kedelai nasional diperkirakan yang akan menerima dampak negatif tersebut. Apabila dampak negatif yang diterima oleh para petani dikedua wilayah tersebut dirasakan sangat besar, dikhawatirkan produksi kedelai nasional akan semakin terpuruk.

1.2. Perumusan Masalah

Beberapa waktu yang lalu, pemerintah melalui Departemen Pertanian (Deptan) meminta penambahan daftar komoditi yang dikenakan perlambatan penurunan tarif bea masuk (BM) dalam kerangka CEPT (Common Effective Prefferential Tariff /skim penurunan tarif BM) intra ASEAN. Selain gula dan beras, Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan meminta agar ditambahkan lagi kedelai dan jagung. Alasannya, komoditi ini termasuk satu paket usulan Indonesia untuk dikenakan proteksi dan promosi ke WTO. Hal ini sangat perlu dilakukan oleh pemerintah, karena petani sampai saat ini masih harus dilindungi. Sebagai gambaran, beberapa negara ASEAN, mampu menerapkan BM kedelai sesuai skim penurunan tarif CEPT intra ASEAN 0-5 persen. Misalnya Thailand menerapkan 11


(38)

BM 5 persen untuk dua jenis kedelai yakni HS.1201.00.100 dan HS.1201.00.900. Filipina diketahui menetapkan BM kedelai jenis HS. 1201.00.1000 juga 5 persen. Namun, Filipina menetapkan BM jagung impor 50 persen dan Thailand 60 persen

Disisi lain pengenaan tarif akan semakin menyulitkan para pengusaha agribisnis yang memakai bahan baku utama kedelai. Karena pemberlakuan tarif akan menaikan harga kedelai di dalam negeri. Itu sebabnya di era global saat ini, kedelai sangat rentan terhadap situasi perdagangan dunia. Apalagi Indonesia yang merupakan negara importir terbesar kesepuluh menurut data WTO. Sebagai gambaran, dari sedikitnya 2,1 juta ton kebutuhan kedelai dewasa ini, lebih dari 65,5 persen atau sekitar 1,3 juta dipasok dari impor terutama asal AS sebagai produsen utama dunia. Sisanya dipenuhi dari hasil produksi dalam negeri yang jumlahnya terus berkurang, di tengah kecenderungan meningkatnya kebutuhan akan kedelai. Akibatnya volume impor kedelai terus meningkat dari tahun ke tahun, seiring terus meningkatnya kebutuhan terutama untuk pembuatan tahu dan tempe.

Dewasa ini terjadi kendala baru untuk mendapatkan kedelai di pasar dunia yang semakin langka. China sebagai salah satu produsen terbesar kedelai, ternyata mengimpor kedelai dari AS dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Sementara itu, luas areal tanam kedelai di AS yang semakin berkurang. Penyebabnya dari semakin lemahnya daya saing kedelai dengan jagung adalah adanya issue global tentang Bio-fuel (BioDiesel) dari bahan baku jagung. Hal ini akan menyebabkan permintaan kedelai semakin tinggi sementara pasokan kedelai dunia semakin berkurang. Pada akhirnya akan meningkatkan harga kedelai dipasar dunia. Dengan kenaikan harga kedelai impor dari Rp 3.500


(39)

per kg menjadi Rp 7.000 hingga Rp 7.500 per kg dan saat ini mencapai Rp 8000 per kg, membuat para produsen tahu tempe yang sebagian besar usaha kecil dan rumah tangga terpaksa berhenti berproduksi, menunggu harga kembali normal (Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), 2008).

Impor kedelai yang makin terbebani fluktuasi kurs rupiah dan bea masuk 10 persen yang masih dikenakan pemerintah, padahal bea masuk di China sudah 0 (nol) persen. Atas berbagai situasi ini, akhirnya kedelai sampai ke tangan para perajin tahu dan tempe dengan harga sangat mahal, kenaikan harga kedelai yang melebihi 100 persen pada awal tahun 2008 ini. Kondisi ini sangat memberatkan bagi para pengusaha tahu dan tempe. Dan tentunya, konsumen yang mengkonsumsi tahu dan tempe juga terkena dampaknya dari kenaikan harga kedelai impor. Harga yang mahal tersebut pada akhirnya akan menambah jumlah pengeluaran yang harus di tanggung oleh konsumen. Apabila masalah ini di diamkan ada sekitar 1,2 juta usaha kecil dan rumah tangga dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 2,5 juta orang dan 5.000 perusahaan skala besar dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 780 ribu orang terancam gulung tikar. Disebabkan karena masalah pasokan bahan baku yang akan semakin membebani biaya produksi (GAPMMI, 2008).

Menanggapi berbagai pro dan kontra terhadap pemberlakuan tarif impor atau bea masuk ini, baik yang terkait urgensi, tingkat tarif yang akan dikenakan (Level of Tariff Rate), maupun dampak potensial yang akan ditimbulkan oleh tarif impor. Hal ini sesuai dengan kondisi yang terjadi akhir-akhir ini, yaitu terjadi gejolak terhadap kenaikan harga kedelai yang melebihi 100 persen.


(40)

Tindakan yang dilakukan pemerintah untuk menekan semakin tingginya harga kedelai pada tingkat domestik adalah dengan menghilangkan tarif impor. Kebijakan tersebut diharapkan akan menurunkan harga kedelai pada tingkat domestik, tentunya juga diharapakan tidak menimbulkan dampak negatif yang tidak terlalu besar khususnya bagi para petani.

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah di paparkan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengestimasi dampak dari dekomposisi tarif, harga produsen, konsumen, surplus producen, produksi, permintaan, surplus konsumen, jumlah impor, perdagangan netto, penerimaan pemerintah dan perubahan penerimaan usahatani.

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan oleh seluruh stakeholder dalam memajukan perkedelaian nasional, sehingga diharapkan Indonesia kelak bisa berswasembada kedelai dan terlepas dari ketergantungan terhadap kedelai impor. Stakeholder yang terkait diantaranya mencakup tiga pihak yaitu pemerintah sebagai pengambil kebijakan, pelaku ekonomi, dan akademisi sebagai data dasar (Bench Mark Data) bagi penelitian selanjutnya yang terkait dalam bidang ini.


(41)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebijakan Perdagangan Internasional

Kebijakan perdagangan internasional termasuk dalam ilmu ekonomi internasional. Menurut Salvatore (1997), Ilmu ekonomi internasional mengkaji saling ketergantungan antar negara. Secara spesifik, ilmu ekonomi internasional membahas teori perdagangan internasional, kebijakan perdagangan internasional, paluta pasar asing dan neraca pembayaran (Balance of Payment), serta ilmu makroekonomi pada perdagangan terbuka.

Teori dan kebijakan perdagangan internasional merupakan aspek mikroekonomi ilmu ekonomi internasional sebab berhubungan dengan masing-masing negara sebagai individu yang diperlakukan sebagai unit tunggal, serta berhubungan dengan harga relatif satu komoditas. Teori perdagangan internasional menganalisa dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional serta keuntungan yang di perolehnya (Salvatore, 1997). Masih menurut pendapat Salvatore (1997), kebijakan perdagangan internasional mengkaji alasan-alasan serta pengaruh pembatasan perdagangan, serta yang hal-hal menyangkut proteksionisme baru (New Protectionism).

Salvatore menyimpulkan, model perdagangan internasional pada dasarnya sama-sama memiliki sejumlah kesamaan sebagai berikut;

1. Kapasitas produktif dari dari suatu perekonomian terbuka akan dapat di ketahui berdasarkan kurva batas-batas kemungkinan produksinya, dan sesungguhnya perbedaan di dalam batas-batas kemungkinan produksi

14 14


(42)

itulah yang membuka peluang bagi terjadinya hubungan perdagangan diantara negara-negara yang bersangkutan.

2. Batas-batas kemungkinan produksi senantiasa menetukan skedul penawaran relatif dari masing-masing negara.

3. Keseimbangan dunia akan ditentukan oleh permintaan relatif dunia dan skedul penawaran relatif dunia yang terletak antara skedul-skedul penawaran relatif nasional (per negara).

2.2 Hambatan Perdagangan

Perdagangan bebas (Free Trade) akan dapat memaksimalkan output dan keuntungan bagi setiap negara yang terlibat di dalamnya, apabila tidak ada berbagai bentuk hambatan. Namun pada kenyataannya, hampir di setiap negara masih menerapkan berbagai bentuk hambatan. Karena hambatan-hambatan tersebut berkaitan erat dengan praktek dan kepentingan perdagangan atau komersial dari masing-masing negara. Hambatan-hambatan tersebut biasa disebut sebagai kebijakan perdagangan (Trade Policy) atau kebijakan komersial (Commercial Policy).

2.2.1 Hambatan Tarif(Tariff Barries)

Bentuk hambatan perdagangan yang paling penting atau menonjol secara sejarah adalah tarif (Tariff). Salvatore (1997) mendefinisikan, tarif adalah pajak atau cukai yang di kenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas-lintas wilayah negara. Tarif merupakan bentuk kebijakan yang paling tua dan secara tradisional telah di gunakan sebagai bentuk penerimaan pemerintah sejak lama. Ditinjau dari aspek asal komoditi, Salvatore membedakan tarif menjadi dua 16


(43)

macam yaitu tarif impor (Import Tariff), yakni pajak yang di kenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain; dan tarif ekspor (Export Tariff) yang merupakan pajak untuk suatu komoditi yang di ekspor.

Ditinjau dari mekanisme perhitungannya, ada beberapa jenis tarif yaitu (1) Tarif spesifik (Specific Tariff) merupakan pajak yang di kenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor, (2) Tarif ad valorem (Ad Valorem Tariff) adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang yang di impor, dan (3) Tarif campuran (Compound Tariff) adalah gabungan dari keduanya (Salvatore,1997). Hambatan perdagangan berupa tarif ini banyak dipakai untuk sektor pertanian.

2.2.2 Hambatan Non Tarif (Non Tariff Barriers)

Peranan tarif di negara-negara industri telah menurun dalam era modern sekarang ini, khususnya untuk sektor manufaktur, karena pemerintah dari berbagai negara lebih suka memberlakukan berbagai macam dan bentuk hambatan non tarif. Menurut Salavatore (1997) ada berbagai bentuk hambatan nontarif, diantaranya yaitu (1) Kuota impor, (2) Pembatasan ekspor sukarela (VERs, Voluntary Export Restraints), (3) Aneka standar dan ketentuan teknis, administratif dan berbagai macam ketentuan lainnya yang menghambat perdagangan (impor), seperti subsidi kredit ekspor, hambatan birokrasi, kebijakan pengutamaan produk dalam negeri, pajak perbatasan dan perjanjian komoditi internasional, (4) Kartel-kartel internasional dan (5) Dumping.


(44)

2.3 Keragaan Komoditi Kedelai di Indonesia

Kedelai merupakan sumber bahan makanan yang mempunyai kandungan protein cukup tinggi yaitu 15 persen (FMPI, Forum Masyarakat Perunggasan Indonesia, 2007). Kedelai juga merupakan sumber bahan makanan yang paling banyak di konsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kedelai banyak digunakan sebagai bahan baku untuk tempe, tahu, kecap, tauco, susu, kosmetik, obat dan pakan ternak. Berdasarkan catatan dan informasi yang ada, informasi pekembangan penanaman kedelai di Indonesia baru dapat diikuti mulai tahun 1918 dimana tercatat luas areal panen kedelai sebesar 158.900 hektar.

Kedelai nasional masih dihasilkan terutama dari tanaman usahatani rakyat yang sebagian besar berskala usaha relatif kecil dan tersebar sebagian besar di pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara Barat (Deptan, 2007). Berdasarkan kajian Puslitbang Tanaman Pangan (2005) pengembangan usahatani kedelai di lahan sawah dan lahan kering di tempuh melalui; (1) perluasan areal, (2) peningkatan produktivitas hasil, (3) peningkatan stabilitas hasil, (4) penekanan senjang hasil, (5) penekanan kehilangan hasil dan, (6) sistem produksi kedelai yang berkelanjutan berwawasan lingkungan.

2.4 Kebijakan Perkedelaian Pascareformasi

Produksi kedelai dalam negeri dari tahun ke tahun semakin menurun. Tahun 2007, misalnya produksi kedelai turun sebesar 18,6 persen dari tahun 2006 yang mnencapai 747.611 ton (Deptan, 2008). Tahun 2000, produksi kedelai Amerika Serikat (AS) melimpah sehingga sulit untuk menampung penen kedelai petaninya. Untuk menjaga insentif bagi petaninya, pemerintah AS melalui USDA (United State Departement of Agriculture) meluncurkan kredit ekspor, GSM 102. 18


(45)

pada tahun 2000 kredit ekspor di berikan sebesar 12 juta dollar AS dan tahun 2001 sebesar 750 juta dollar AS. Fasilitas kredit ini di berikan khusus kepada importir kedelai Indonesia. Dengan fasilitas kredit tersebut, importir Indonesia banyak yang mendatangkan kedelai dari AS, karene harganya lebih murah Rp 550 per kg bila dibandingkan dengan kedelai lokal. Harga kedali lokal Rp 2.500 per kg sedangkan kedelai impor Rp 1.950 per kg ( Prabowo H, 2008).

Prabowo H (2008) menjelaskan, kebijakan AS yang diterima begitu saja oleh pemerintah Indonesia tanpa mengkaji resiko yang lebih panjang, akan menyebabkan kedelai lokal kalah bersaing dengan kedelai impor. Dampak selanjutnya, petani lambat laun tak lagi bersemangat untuk menanam kedelai. Pada akhirnya petani pun menjauhi kedelai dan beralih menanam jagung, ubi jalar, kacang tanah, dan tanaman palawija lain yang lebih menguntungkan. Hal tersebut ditambah dengan adanya UU N0.12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Undang-undang tersebut membebaskan petani untuk mengembangkan komoditas yang mereka sukai (Deptan).

Menurut Prabowo H (2008), kebijakan pemerintah yang menurunkan tarif impor dari 10 persen menjadi nol persen tidak akan berarti banyak. Karena menurutnya, penurunan tarif impor yang hanya 10 persen tidak sebanding dengan peningkatan harga kedelai yang mencapai 100 persen. Harga kedelai impor saat ini Rp 8.000 per kg, dengan penurunan tarif impor menjadi nol persen, hanya menurunkan harga kedelai sebesar Rp 800 per kg.

19 19


(46)

2.5 Hasil Penelitian Terdahulu

Tarif impor biasanya menaikan harga dalam negeri termasuk harga produsen, tetapi analis regresi yang dilakukan oleh Sudaryanto et al (2000) memperlihatkan bahwa harga kedelai dalam negeri tidak dipengaruhi oleh tarif impor. Lebih jauh hasil penelitian itu memperlihatkan bahwa harga kedelai ditingkat produsen dipengaruhi oleh harga paritas dan volume impor kedelai.

Kumenaung (2002), meneliti dampak kebijakan ekonomi dan liberalisasi terhadap keragaan industri komoditas kedelai di Indonesia dengan menggunakan model persamaan simultan. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa kombinasi kebijakan yang memberikan dampak pertumbuhan produksi tertinggi adalah kombinasi kebijakan penghapusan tarif impor kedelai, peningkatan harga kedelai petani, peningkatan suku bunga, dan pemberian subsidi pupuk.

Dalam mengestimasi dampak kebijakan, Erwidodo dan Hadi (2002) menganalisis tarif impor jagung dengan menggunakan Partial Welfare Analysis. Hasil analisis memperlihatkan bahwa usaha tani jagung masih menguntungkan dan mampu bersaing dengan jagung impor, dengan memberikan keuntungan bersih pada kisaran 29-35 persen. Dengan demikian menurut penelitian Erwidodo dan Hadi, pemerintah tidak mempunyai alasan cukup kuat untuk memberlakukan tarif impor jagung.

Dampak kebijakan proteksi beras, pernah diteliti oleh Prajogo U.Hadi dan Budi W.(2005). Penelitian tersebut menunjukan bahwa kebijakan proteksi yang merupakan kombinasi tarif dan nontarif meningkatkan harga produsen, jumlah produksi, surplus produsen dan pendapatan petani serta menurunkan impor beras secra signifikan. Kebijakan yang dilakukan adalah pengenaan tarif impor sebesar 20


(47)

Rp 450 per kg, yang mengkombinasikan dengan kebijakan non tarif yaitu pengaturan, pengawasan dan pembatasan impor, sebelum negara-negara lain (eksportir) bersedia mengurangi subsidi ekspor dan subsidi domestik secara signifikan.

Desi Rahmawati (2005), menganalisis dampak kebijakan tarif impor dan variabel-variabel yang mempengaruhi volume impor gula. Untuk anlisis dampak pengenaan tarif menggunakan pendekatan keseimbangan parsial (Partial Equilibrium Approach) dan analisis variabel-variabel yang mempengaruhi volume impor gula menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa jumlah permintaan, tarif dan produksi kedelai mempengaruhi jumlah volume impor kedelai secara signifikan.

Berdasarkan hasil penelitian Purnamasari (2006), mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan impor kedelai di Indonesia dengan menggunakan model persamaan simultan. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa faktor–faktor yang mempengaruhi produksi kedelai nasional adalah luas areal panen, produktivitas kedelai dan harga kedelai. Sedangkan faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi jumlah impor kedelai adalah harga kedelai internasional, jumlah populasi, jumlah produksi kedelai dan jumlah konsumsi kedelai.

Penelitian terdahulu mengenai tarif impor kedelai menunjukan bahwa pemberlakuan tarif impor tidak efektif dalam menaikan harga dalam negeri, karena pada saat tarif impor menurun, nisbah harga konsumen terhadap harga paritas malah meningkat. Oleh karena kebijakan tarif tidak efektif dalam


(48)

menaikan harga kedelai domestik, maka peningkatan kesejahteraan sebagai akibat dari penghapusan tarif tersebut mungkin tidak terjadi.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini mengkaji dampak pemberlakuan tarif impor terhadap komoditas kedelai di Indonesia dengan menggunakan analisis keseimbangan parsial (Partial Equilibrium) dan persamaan simultan. Sejauh pengamatan dan tinjauan pustaka yang dilakukan oleh penulis, penelitian mengenai dampak pemberlakuan tarif impor terhadap komoditas kedelai di Indonesia dengan menggunakan analisis keseimbangan parsial (Partial Equilibrium) belum pernah dilakukan.


(49)

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan

Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh para pelanggan/konsumen selama periode waktu tertentu berdasarkan sekelompok kondisis tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan adalah haraga barang yang bersangkutan, harga dan ketersediaan barang lain yang berkaitan, perkiraan akan perubahan harga, pendapatan konsumen, selera, preferensi konsumen, pengeluaran periklanan dan sebagainya (Papas, 1995). Kecuali faktor harga yang bersangkutan, faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan tersebut akan menggeser kurva permintaan. Pergeseran kurva pemintaan berdasarkan Gambar 2, ditunjukan pergeseran dari D1 ke D2.

Gambar 2. Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan Sumber: Papas, 1995

Berdasarkan Gambar 2, kurva permintaan menunjukan bahwa kuantitas permintaan responsif terhadap harga, bila harga tinggi maka jumlah/kuantitas permintaan akan sedikit begitu pun sebaliknya. Pergerakan kurva permintaan dari

P (harga)

P2

P1

0 Q2 Q1

B

A D1

D2


(50)

A ke B dipengaruhi oleh harga barang yang bersangkutan yaitu perubahan harga dari P1 ke P2. pengenaan tarif impor dengan pendekatan analisa kurva permintaan

akan merubah posisi harga barang yang bersangkutan sehingga terjadi pergerakan terhadap kurva permintaan tersebut.

3.1.2. Teori Penawaran

Penawaran merupakan jumlah sutu barang dan jasa yang rela dan mampu dijual oleh para produsen dalam jangka waktu tertentu dan berdasarkan sekelompok kondisi tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran adalah harga barang yang bersangkutan, harga barang lain yang berkaitan, teknologi, tingkat masukan/input, cuaca dan sebagainya. Komponen kunci dalam penetapan penawaran adalah keuntungan marjinal dan biaya marjinal yang berkaitan dengan keluaran/output (Papas, 1995). Kecuali faktor harga yang bersangkutan, faktor-faktor lain yang mempengaruhi penawaran tersebut akan menggeser kurva penawaran. Pergeseran kurva penawaran berdasarkan Gambar 3, ditunjukan pergeseran dari S1 ke S2.

Gambar 3. Pergerakan dan Pergeseran Kurva Penawaran Sumber: Papas, 1995

P (harga)

Q (kuantitas) P2

P1

0

Q1 Q2

S2

S1

M N


(51)

Kurva penawaran yang terlihat pada Gambar 3, menunjukan bahwa kuantitas penawaran responsif terhadap harga, bila harga naik maka kuantitas (jumlah) yang ditawarkan pun akan naik, begitu juga sebaliknya. Pergerakan kurva penawaran dari M ke N dipengaruhi oleh barang yang bersangkutan yaitu perubahan P1 ke P2. Pergerakan tarif impor dengan pendekatan analisa kurva

penawaran akan merubah posisi harga barang yang bersangkutan, sehingga terjadi pergerakan kurva penawaran tersebut.

Menurut Kumenaung (2002) menyatakan bahwa penawaran kedelai bersifat elastis terhadap perubahan harganya. Elastisitas harga kedelai di pulau Jawa lebih besar dibandingkan di luar pulau Jawa. Hal ini berimplikasi pada perluasan areal panen yang seharusnya lebih besar di Jawa dibandingkan di luar wilayah Jawa.

3.1.3. Teori Kebijakan Perdagangan Internasional

Teori kebijakan perdagangan internasional termasuk dalam ilmu ekonomi internasional. Menurut Salvatore (1997), Ilmu ekonomi internasional mengkaji saling ketergantungan antar negara. Secara spesifik, ilmu ekonomi internasional membahas teori perdagangan internasional, kebijakan perdagangan internasional, valuta pasar asing dan neraca pembayaran (Balance of Payment), serta ilmu makroekonomi pada perdagangan terbuka.

Teori kebijakan perdagangan internasional merupakan aspek mikroekonomi ilmu ekonomi internasional sebab berhubungan dengan masing-masing negara sebagai individu yang diperlakukan sebagai unit tunggal, serta berhubungan dengan harga relatif satu komoditas. Teori perdagangan internasional menganalisa dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional serta


(52)

keuntungan yang di perolehnya (Salvatore, 1997). Masih menurut Salvatore (1997), kebijakan perdagangan internasional mengkaji alasan-alasan serta pengaruh pembatasan perdagangan, serta yang hal-hal menyangkut proteksionisme baru (New Protectionism).

3.1.4 Kebijakan Tarif Impor

Tarif impor secara teori dapat meningkatkan harga barang domestik pada negara pengimpor. Akhibatnya untuk konsumen pada negara pengimpor secara relatif akan mengalami kerugian. Para produsen di negara pengimpor akan memperoleh keuntungan.

Menurut Salvatore (1997), dampak pemberlakuan tarif impor terhadap konsumsi (Consumtion Effect of The Tariff) yakni berkurangnya konsumsi domestik. Dampak pengenaan tarif terhadap produksi (Production Effect of The Tariff) adalah peningkatan produk domestik (khususnya terhadap komoditi yang semula lebih banyak di impor). Dampak pengenaan tarif terhadap perdagangan (Trade Effect of The Tariff) yaitu turunnya impor akibat kenaikan harga di negara pengimpor.

Dampak-dampak keseimbangan parsial akibat pemberlakuan tarif impor dapat di lihat pada Gambar 4 berikut ini.


(53)

Gambar 4. Dampak Keseimbangan Parsial Akibat Pemberlakuan Tarif. Sumber: Salvatore, 1997

Dalam Gambar 4, Dq dan Sq melambangkan kurva permintaan dan

penawaran komoditi (barang) Q di negara pengimpor atau di istilahkan dengan Negara 2. dalam kondisi perdagangan bebas harga komoditi C adalah P1. Negara 2

akan mengkonsumsinya sebanyak Q4 (AB); Q1 (AC) diantaranya merupakan

produksi domestik, sedangkan Q4-Q1 (CB) harus di impor dari negara lain. Jika

Negara 2 memberlakukan tarif sebesar T persen terhadap komoditi Q, maka Pq

akan naik menjadi P2 yang sebelumnya di P1, itilah harga yang harus ditanggung

oleh konsumen di Negara 2,sedangkan harga bagi konsumen dunia tidak berubah. Akibatnya, penduduk pada Negara 2 akan menurunkan tingkat konsumsinya sebanyak Q3 (GH), serta akan merubah seluruh komposisinya menjadi; Q2 (GJ)

merupakan produksi domestik, sedangkan Q3-Q2 (JH) harus diimpor dari negara

lain untuk menutupi kekurangan kebutuhan domestik. Dengan demikian, dampak pemberlakuan tarif terhadap konsumsi domestik bersifat negatif, adalah sebesar (– (Q4-Q3)) (BN), dampak terhadap produksi bersifat positif, yakni sebesar ( Q2

-Q1) (CM). Namun secara keseluruhan, pemberlakuan tarif akan merugikan

P2

PE

P1

E

J G

A C M

H

N B

Dq

T Sq

Sf + T

Sf

Q1 Q2 Q3 Q4

Q (quantitas) Pq ( harga )

27 27 27


(54)

perdagangan, yakni [-{(Q4-Q3) + (Q2-Q1)}] (BN + CM), meskipun tarif

memberikan penerimaan kepada pemerintah Negara 2 sebanyak [(Q4-Q3) + (Q2

-Q1)] (MJHN) dikali dengan kenaikan harga akibat adanya tarif (P2-P1).

Ada empat dampak yang ditimbulkan dari pengenaan tarif yaitu (1) dampak terhadap konsumsi, (2) dampak terhadap produksi, (3) dampak terhadap penerimaan pemerintah, dan (4) dampak terhadap perdagangan ( Salvatore,1997).

3.1.5 Biaya dan Manfaat Tarif

Seperti yang telah dijelaskan oleh Salvatore, bahwa untuk membandingkan biaya dan manfaat tarif, diperlukan perhitungan secara cermat agar dapat diputuskan tarif secara keseluruhan dapat memberikan gambaran keuntungan atau kerugian. Pendekatan yang biasa di tempuh untuk mengukur biaya dan manfaat tarif tergantung pada dua konsep yang lazim digunakan dalam analisis makroekonomi adalah surplus konsumen dan surplus produsen. Hal ini dapat diilustrasikan pada Gambar 5. diperoleh dari pengembangan pada Gambar 4.

Gambar 5. Biaya dan Manfaat dari Pemberlakuan Tarif. Sumber: Salvatore, 1997.

R

a ba

c d

P2

PE

P1

E

J G

A C b

H

N

B Dq

Sq

Q1 Q2 Q3 Q4

Q (quantitas) Pq ( harga )


(55)

3.2 Model Persamaan Simultan

Perumusan model merupakan langkah pertama dan langkah yang paling penting untuk kita lakukan dalam melakukan suatu penelitian atau mempelajari berbagai hubungan antar variabel-variabel. Model digunakan untuk mewakili hubungan variabel-variabel dalam bentuk matematik dimana suatu fenomena ekonomi dapat dipelajari secara empirik (Koutsoyiannis,1997).

Model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem persamaan simultan (simultaneous-equations system). Menurut Supranto (1983), model pesamaan simultan merupakan suatu himpunan persamaan dimana variabel tak bebas dalam satu atau lebih persamaan juga merupakan variabel bebas dalam beberapa persamaan lainnya, yaitu keadaan dimana di dalam sistem persamaan suatu variabel sekaligus mempunyai dua peranan, yaitu sebagai variabel tak bebas dan variabel bebas. Jadi, tidak hanya variabel tak bebas Y yang ditentukan, misalnya oleh variabel bebas X, tetapi bisa juga X ditentukan oleh Y, sehingga X dan Y nilainya ditentukan secara bersama-sama (Jointly of Simultaneously Determined).

Didalam model persamaan simultan, terdapat dua jenis persamaan yaitu persamaan identitas dan persamaan struktural, dimana persamaan struktural menunjukan pengaruh langsung dari setiap variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Kerangka model ekonoetrika dapat dilihat pada Gambar 6.


(56)

(-) (+) (+) (+) (-) (-) (+) (+) (+) (+) (+) (-) (+) (-) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (+) (+) (+) (+) (+)

Exschange rate Lag harga

kedelai Harga kedelai

domestic/ grosir

Lag harga kedelai di tingkat produsen Lag harga kedelai impor Harga kedelai internasional /(CIF) Lag jumlah kedelai impor Populasi penduduk Lag produktivitas Harga kedelai impor Konsumsi

kedelai Harga benih

kedelai

Harga jagung dunia

Harga kedelai di tingkat produsen

Produktivitas kedelai

Produksi kedelai

Luas areal panen kedelai

Lag luas areal panen Dummy

kebijakan tariff impor

Jumlah kedelai impor

Pendapatan perkapita

(+) (+) (+)

(+)

Keterangan:

: Variabel Endogen : Variabel Eksogen Gambar 6. Kerangka Model Ekonometrika


(57)

3.3 Kerangka Pemikiran Operasional

Pasar kedelai Indonesia saat ini merupakan competitive market (pasar bersaing) yang terbuka untuk impor. Dengan kebijakan penghapusan tarif impor yang dilakukan pemerintah saat ini dan dihilangkannya monopoli BULOG terhadap pengadaan dan distribusi kedelai, sebagai tuntutan dari liberalisasi perdagangan semakin menambah peluang masuknya kedelai impor.

Kebutuhan kedelai nasional yang sangat bergantung dari Amerika Serikat, bermula dari pemberian fasilitas kredit, khusus kepada importir kedelai Indonesia melalui USDA pada athun 2000. Dengan fasilitas kredit tersebut, impotir Indonesia banyak yang mendatangkan kedelai dari Amerika Serikat. Alasanya jelas, karena harga kedelai yang berasal dari Amerika Serikat tersebut sangat murah, apabila dibandingkan dengan harga kedelai lokal sangat berbeda signifikan (Deptan, 2006).

Fluktuasi harga kedelai di pasar dunia tampaknya ditransmisikan secara proporsional, terbukti dengan terbentuknya harga kedelai yang lebih tinggi di pasar domestik dibandingkan dengan harga kedelai di pasar dunia. Harga kedelai lokal waktu itu seharga Rp 2500 per kg, sedangkan harga kedelai impor dari Amerika Serikat seharga Rp 1950 per kg. Dari kedua harga tersebut terdapat margin antara kedelai lokal dan impor yaitu sebesar Rp 550 per kg. Hal ini terkait dengan faktor-faktor lain, diantaranya nilai tukar rupiah yang terus berfluktuasi, adanya biaya pengiriman (transfer cost), serta hambatan-hambatan lainnya meskipun pada tahun 1998-2002 pernah dihapuskan tarif impor kedelai sama dengan nol.


(58)

Dampak panjang dari ketergantungan tersebut bagi petani kedelai adalah mereka semakin meninggalkan dan malas untuk menanam kedelai karena dari faktor harga petani lokal, akan sulit bersaing dengan kedelai impor.Dampak selanjutnya, harga kedelai domestik akan sangat tergantung pada kondisi perkedelaian ( produksi ) dari Amerika Serikat. Dampak yang paling terasasa saat ini adalah naiknya harga kedelai domestik melebihi 100% akibat produksi kedelai AS semakin berkurang. Kondisi ini semakin tidak terkontrol akibat adanya tarif impor sebesar 10 persen.

Dampak kebijakan perdagangan kedelai (kebijakan proteksi) di negara impotir netto (net importir) kedelai seperti Indonesia dapat diestimasi dengan menggunakan pendekatan model Keseimbangan Parsial (partial equilibrium model) sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 7 dan disimulasi yang sebelumnya dihitung dengan menggunakan model persamaan simultan. Harga barang-barang normal di pasar dunia lebih murah dari pada di pasar dalam negeri. Namun harga yang berlaku di pasar dalam negeri menjadi sama dengan harga yang berlaku di pasar internasional apabila ada impor yang dapat menutup defisit produksi (yaitu selisih antara produksi dan konsumsi).

Pada Kondisi 1: (Ada kebijakan tarif impor yang menyebabkan harga kedelai yang berlaku di pasar dalam negeri (PD1) lebih tinggi dari pada harga

dunia (PW) dengan selisish T). Pada posisi ini, jumlah produksi (penawaran)

adalah QM1 = QD1 – QS1, dan penerimaan pemerintah dari pajak impor adalah

sebesar daerah segiempat ”cdgh”. Surplus produsen adalah sebesar daerah segitiga ”acPD1” yang lebih kecil dari pada surplus konsumen yaitu sebesar daerah

”bdPD1”. Perubahan kesejahteraan masyarakat (surplus ekonomi) total adalah


(59)

sebesar daerah ”acdb” karena ada surplus ekonomi yang hilang (deadweight sosial loss, DWSL) sebesar daerah segitiga ”cef dan ”dhg”.

Pada Kondisi 2. (Tanpa kebijakan tarif impor, harga yang berlaku di pasar dalam negeri turun dari PD1 menjadi sama dengan harga dunia (PW)). Pada posisi

ini, jumlah produksi (penawaran) turun menjadi QS2, jumlah konsumsi

(permintaan) naik menjadi QD2, jumlah impor meningkat menjadi QM2 = QD2 -

QS2, dan penerimaan pemerintah dari pajak impor hilang (menjadi nol). Surplus

produsen turun menjadi sebesar daerah segitiga ”aePW”, yang semakin jauh lebih

kecil daripada surplus konsumen yang meningkat menjadi sebesar daerah ”bhPW”.

Surplus ekonomi total meningkat menjadi sebesar daerah ”aehb”.

Gambar 7. Ilustrasi Konsep Dampak Kebijakan Penghapusan Tarif Terhadap Perdagangan Kedelai di Indonesia.

Gambar 7 diatas mengilustrasikan dampak kebijakan tarif impor kedelai di Indonesia. Kondisi 1 mencerminkan kondisi pada saat penelitian dilaksanakan (2008). Jika pemerintah menghilangkan seluruh biaya tarif impor, maka

T

{

PD 1

PW

E

c

e f

d

g h

D S

QS2

Harga (Rp/kg)

QS1 QD 1 QD 2

b

a

Volume (ton)

0

33 33 33 33


(60)

perdagangan kedelai di Indonesia akan berada pada kondisi 2. Perbedaan kinerja perdagangan kedelai nasional antara Kondisi 2 dan Kondisi 1 dianggap merupakan dampak dari penerapan kebijakan menghilangkan tarif impor.

Pada tahap selanjutnya dihitung perubahan harga domestik akhibat dihilangkannya tarif impor. Perhitungannya dilakukannya dengan mengunakan simulasi persamaan simultan. Kebijakan pemerintah menghilangkan tarif impor sebesar nol persen dihipotesis dapat menurunkan harga domestik kedelai. Penurunan tersebut diperkirakan terjadi pada tingkat pedagang grosir dan produsen (petani). Di samping pemerintah ingin menrunkan harga kedelai pada tingkat pedagang besar juga diharapkan dapat menurunkan harga kedelai paritas impor.

Terakhir, menghitung perubahan terhadap keuntungan usahatani. Dengan diberlakukannya pembebasan tarif impor oleh pemerintah tersebut, dihapkan tidak terlampau banyak berdampak negatif terhadap perubahan keuntungan usahatani. Karena pemerintah sadar betul bahwa hal ini jika berdampak besar maka akan mematikan keiinginan petani untuk menanam kedelai. Perhitungan tersebut dihitung dengan membandingkan terhadap dua wilayah yang di indikasikan secara signifikan paling bisa mewakili seluruh wilayah Indonesia. Kedua wilayah tersebut adalah Jawa Timur dan Jawa Barat.


(61)

Gambar 8. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Penurunan produktifitas Penurunan produksi Kedelai nasional Penurunan luas areal panen Impor kedelai

(ketergantungan pada kedelai AS)

Kebijakan proteksi tarif impor

(tuntutan keberpihakan kepada petani dan swasembada kedelai)

Tingginya harga dunia Kebutuhan kedelai nasional semakin meningkat Perkembangan industri pengolahan kedelai Pertumbuhan penduduk Upaya meningkatkan gairah petani untuk

menanam kedelai (swasembada

kedelai)

Analisis dampak penghapusan tarif impor kedelai

Surplus konsumen Surplus produsen Penerimaan pemerintah Surplus ekonomi neto

Dampak kebijakan tarif impor terhadap jumlah permintaan, harga produsen dan jumlah penawaran, serta perubahan jumlah impor.

Dampak tarif impor terhadap kesejahteraan Dampak harga domestik

dan paritas impor

Dampak terhadap Keuntungan Usahatani


(1)

Casewise Diagnosticsa

Case

Number Std. Residual lnHG Predicted Value Residual 1 -.595 3.69 3.8690 -.17898 2 -.303 3.83 3.9210 -.09100 3 -.105 4.03 4.0617 -.03167

4 .148 4.43 4.3854 .04456

5 -.743 4.62 4.8433 -.22334

6 .301 4.80 4.7094 .09060

7 1.402 4.89 4.4687 .42130

8 .606 5.03 4.8480 .18203

9 -.267 5.11 5.1902 -.08024 10 -.690 5.43 5.6375 -.20747 11 -.360 5.58 5.6883 -.10835

12 .044 5.72 5.7068 .01315

13 1.096 5.87 5.5407 .32928

14 .983 5.93 5.6346 .29544

15 -.292 5.97 6.0577 -.08771 16 -.093 6.17 6.1980 -.02800

17 .257 6.23 6.1527 .07730

18 -.637 6.26 6.4513 -.19134 19 -.360 6.32 6.4282 -.10822 20 -.697 6.40 6.6096 -.20956 21 -.794 6.45 6.6888 -.23876 22 -.158 6.61 6.6575 -.04753 23 -.116 6.67 6.7047 -.03474

24 .120 6.76 6.7238 .03619

25 .925 7.03 6.7519 .27806

26 .494 6.98 6.8315 .14847

27 .499 7.01 6.8600 .14996

28 .194 7.03 6.9718 .05819

29 -1.780 7.06 7.5950 -.53495 30 -2.766 7.16 7.9913 -.83130 31 -2.437 7.20 7.9324 -.73237


(2)

32 -.555 7.62 7.7868 -.16685

33 .263 7.81 7.7310 .07904

34 .293 7.79 7.7019 .08813

35 .322 7.91 7.8131 .09693

36 .385 8.33 8.2142 .11577

37 .364 8.32 8.2106 .10945

38 1.294 8.51 8.1211 .38885 39 1.645 8.82 8.3254 .49458 40 2.113 8.94 8.3049 .63512 a. Dependent Variable: lnHG

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 3.8690 8.3254 6.4080 1.33854 40 Residual -.83130 .63512 .00000 .28878 40 Std. Predicted Value -1.897 1.432 .000 1.000 40 Std. Residual -2.766 2.113 .000 .961 40 a. Dependent Variable: lnHG


(3)

Lampiran 2. Hasil Simulasi Kebijakan

Tabel 21. Hasil Simulasi Dampak Kebijakan Penghapusan Tarif Impor Kedelai

Skenario simulasi

Variabel Notasi Sumber

D1(10%) D0 (0 %) Perubahan

Harga Impor-CIF (US$/Kg) PWD Data 0.6531 0.6531

Nilai Tukar (Rp/US$) ER Data 9120 9120

Harga Impor-CIF (Rp/Kg) PWR PWD*ER 5956.27 5956.27

Harga Paritas Impor Tingkat

Grosir (Rp/Kg) PMG PWR*1.08 6432.77 6432.77

Harga Grosir t (Rp/Kg) PWS1 Regresi 8846.48 8609.48

Tarif Impor Spesifik Implisit

TI1 (Rp/Kg) Ti1 PWS-PMG 2413.70 2176.70

Tarif Impor Spesifik Eksplisit

TI2(Rp/Kg) Ti2 Skenario 1786.88 0.00

Harga Produsen t1 (Rp/Kg) PF1 Regresi 7846.94 7635.0753

Volume Impor (Ton 000) QM1 Data 1672.4 1672.4

Permintaan Kedelai T1 (Ton

000) QD1 Data 2395.9 2395.9

Produksi Kedelai (Ton 000) QS1 Data 723.5 723.5

Elastisitas Permintaan Kedelai ED Regresi -0.045 -0.045

Elastisitas Penawaran Kedelai ES Regresi 0.170 0.170

Elastisitas Transmisi Harga Pws

Ke PF EP Regresi 0.895 0.895

Dampak Perubahan Kebijakan

Perubahan Harga Grosir (Rp/Kg) dPWS Ti2 - Ti1 -626.82 -2176.70 -1549.88

Harga Grosir t2 (Rp/Kg) PWS2 PWS1+ dPWS 8219.66 6432.77 -1786.88

Perubahan Harga Grosir (%) %dPWS (dPWS/PWS1)*100 -7.09 -25.28 -18.20

Dampak Terhadap Harga

Produsen (%) %dPF %dPWS *EP -6.34 -22.63 -16.29

Perubahan Harga Produsen

(Rp/Kg) dPF %dPF*PF1/100 -497.62 -1727.66 -1230.04

Harga Produsen t2 (Rp/Kg) PF2 PF1+dPF 7349.32 5907.41 -1441.91

Dampak Terhadap Permintaan

(%) %dQD %dPWS* ED 28.21 97.95 69.74

Perubahan Permintaan (Ton) dQD %dQD*QD1/100 675.81 2346.82 1671.01

Permintaan Tahun t2 (Ton 000) QD2 QD1+dQD 3071.71 4742.72 1671.01

Dampak Terhadap Penawaran

(%) %dQS %dPF*ES -1.08 -3.85 -2.77

Perubahan Penawaran Kedelai

(Ton) dQS %dQS*QS1/100 -7.80 -27.83 -20.03

Penawaran Kedelai t2 (Ton 000) QS2 QS1+dQS 715.70 695.67 -20.03

Impor t2 (Ton 000) QM2 QD2-QS2 2356.01 4047.05 1691.04

Dampak Terhadap Impor (Ton) dQM QM2-QM1 683.61 2374.65 1691.04

Dampak Thd Surplus Konsumen

(Rp000) dCS dPWS*(QD1-dQD/2) -1289993 -2660994 -1371001.33

Dampak Thd Surplus Produsen

(Rp000) dPS dPF*(QS1+dQS/2) -358085.9 -1225921 -867835.49

Dampak Thd Penerimaan

Pemerintah (Rp000) dGR (QM2*TI2)-(QM1*TI1) 173234.4 -3640316 -3813550.22

Dampak Terhadap Surplus Netto


(4)

Lampiran 3. Data Kedelai Indonesia

Tabel 22. Data Keragaan Kedelai Nasional Periode 1969-2008

T Lp Pr Prv Kn Im

1969 553000 388898 0.703 192119 -1000 1970 695000 497883 0.716 429520 -4000 1971 680000 515644 0.758 423681 0 1972 698000 518229 0.742 447573 -3000 1973 733014 541040 0.738 439707 -36000 1974 768027 589239 0.767 506122 -4000 1975 751689 589831 0.785 512691 17802 1976 646336 521777 0.807 600149 171746 1977 646121 522821 0.809 530588 89101 1978 733142 616539 0.841 646105 130499 1979 784489 679825 0.867 734458 176620 1980 726013 652762 0.899 654977 100878 1981 809978 703811 0.869 1075360 361000 1982 607778 521394 0.858 934590 361000 1983 639847 536103 0.838 764780 221520 1984 858854 769384 0.896 1194680 401678 1985 896220 869718 0.97 1224010 301952 1986 1253767 1226737 0.978 1667840 359041 1987 1100565 1160963 1.055 1513470 286702 1988 1177360 1270418 1.079 1794680 465837 1989 1198096 1315113 1.098 1774360 384700 1990 1133765 1487207 1.312 2167430 526325 1991 1367156 1554694 1.137 2362070 631038 1992 1664182 1868342 1.123 2692070 690287 1993 1468316 1707126 1.163 2567530 722472 1994 1406039 1564179 1.112 2489860 800153 1995 1476285 1679092 1.137 2443360 606993 1996 1277736 1515937 1.186 2287660 745819 1997 1118140 1356108 1.213 2118710 616109 1998 1094262 1305640 1.193 1860740 344050 1999 1151079 1382848 1.201 2684000 1301152 2000 824484 1017634 1.234 2294000 1276366 2001 678848 826932 1.218 1960000 1133068 2002 544522 673056 1.236 2017000 1343944 2003 526796 671600 1.275 2016000 1344400 2004 565155 723483 1.28 2215000 1291517 2005 621541 808353 1.301 2022517 1086177 2006 580534 747611 1.288 2122561 1078420 2007 502104 664438 1.323 2325998 1199839 2008 549412 723535 1.317 2395923 1672388


(5)

Lanjutan Lampiran 3

Tabel 22. Data Keragaan Kedelai Nasional Periode 1969-2008

Gnp Cif NTRI Tik Hp HTG Cp

2683 0.01986 358 30 125.98 39.94 3.07 3290 0.01965 381 30 136.89 46.29 3.82 3605 0.02166 420 30 148.73 56.18 3.91 4405 0.04372 420 30 161.6 83.74 3.81 6508 0.11811 420 30 175.59 101.5 3.62 10201 0.08667 423 30 190.78 121.49 4.12 12087 0.05247 421 30 207.29 133.2 4.10 15035 0.11837 421 30 225.23 152.81 4.71 18332 0.24882 421 30 244.72 166.31 4.07 21879 0.28462 634 30 265.89 228.42 4.80 30541 0.31587 632 30 288.9 265.74 5.52 43435 0.32839 634 30 284.38 306.31 5.54 52102 0.22183 643 30 321 352.65 6.38 57675 0.23420 692 30 345.43 376.41 5.74 70339 0.28029 994 10 395.7 393.28 5.61 82887 0.32316 1076 10 458.34 476.46 6.71 90789 0.26383 1131 10 468.47 505.7 6.71 98490 0.23226 1655 10 517 524.34 8.87 118795 0.22025 1652 10 612.15 558.06 8.17 135183 0.29634 1729 10 665.17 600.1 9.43 159111 0.32975 1795 10 766.22 634.18 9.32 187304 0.27201 1901 10 705.11 743.21 10.22 216551 0.27373 1992 10 766.22 790.07 10.35 247438 0.26823 2062 10 837.47 860.43 12.06 285849 0.27162 2110 10 816.52 1131.32 11.54 367941 0.29359 2200 5 887 1071.82 11.20 441148 0.28767 2308 5 1170.95 1110.89 11.00 518296 0.33704 2383 5 1271.45 1130.38 9.90 607151 0.33672 4650 5 1230.9 1160.28 10.31 935679 0.34446 7000 0 1350.57 1284.42 10.40 1015967 0.37747 8000 0 1454.23 1335.09 11.70 1172757 0.21183 9100 0 2538.11 2035 8.80 1623229 0.19583 8940 0 2632.19 2462.42 9.80 1808762 0.21292 8330 0 2752.43 2412.5 10.12 1936261 0.26400 8465 15 2858.23 2725 10.53 2190476 0.30650 9290 15 3497.46 4157.28 11.55 2649960 0.27440 9830 15 3468.71 4101 12.46 3193995 0.26842 9020 10 3885.37 4976.07 13.41


(6)

Keterangan:

T = Tahun Pengamatan

Lp = Luas Panen Kedelai Nasional (Ha)

Pr = Produksi ( penawaran) Kedelai Nasional (Ton)

Prv = Produktivitas Kedelai Nasional (Ton/ha)

Kn = Konsumsi (Kebutuhan) Kedelai Nasional (Ton)

Im = Impor Kedelai Indonesia (Ton)

Gnp = Pendapatan Nasional Kotor per kapita (Rp)

Cif = Harga Kedelai Impor di Pelabuhan Indonesia (U$D/kg)

NTRI = Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika (Rp)

Tik = Tarif Impor Kedelai (persen)

Hp = Harga Kedelai Nasional Pada Tingkat Produsen (Petani) (Rp/kg)

HTG = Harga Kedelai Nasional Pada Tingkat Grosir (Pedagang Besar) (Rp/kg)

Cp = Konsumsi Kedelai Nasional Per Kapita (Kg)