Kebijakan Perkedelaian Hasil Penelitian Terdahulu

2.3 Keragaan Komoditi

Kedelai di Indonesia Kedelai merupakan sumber bahan makanan yang mempunyai kandungan protein cukup tinggi yaitu 15 persen FMPI, Forum Masyarakat Perunggasan Indonesia, 2007. Kedelai juga merupakan sumber bahan makanan yang paling banyak di konsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kedelai banyak digunakan sebagai bahan baku untuk tempe, tahu, kecap, tauco, susu, kosmetik, obat dan pakan ternak. Berdasarkan catatan dan informasi yang ada, informasi pekembangan penanaman kedelai di Indonesia baru dapat diikuti mulai tahun 1918 dimana tercatat luas areal panen kedelai sebesar 158.900 hektar. Kedelai nasional masih dihasilkan terutama dari tanaman usahatani rakyat yang sebagian besar berskala usaha relatif kecil dan tersebar sebagian besar di pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara Barat Deptan, 2007. Berdasarkan kajian Puslitbang Tanaman Pangan 2005 pengembangan usahatani kedelai di lahan sawah dan lahan kering di tempuh melalui; 1 perluasan areal, 2 peningkatan produktivitas hasil, 3 peningkatan stabilitas hasil, 4 penekanan senjang hasil, 5 penekanan kehilangan hasil dan, 6 sistem produksi kedelai yang berkelanjutan berwawasan lingkungan.

2.4 Kebijakan Perkedelaian

Pascareformasi Produksi kedelai dalam negeri dari tahun ke tahun semakin menurun. Tahun 2007, misalnya produksi kedelai turun sebesar 18,6 persen dari tahun 2006 yang mnencapai 747.611 ton Deptan, 2008. Tahun 2000, produksi kedelai Amerika Serikat AS melimpah sehingga sulit untuk menampung penen kedelai petaninya. Untuk menjaga insentif bagi petaninya, pemerintah AS melalui USDA United State Departement of Agriculture meluncurkan kredit ekspor, GSM 102. pada tahun 2000 kredit ekspor di berikan sebesar 12 juta dollar AS dan tahun 2001 sebesar 750 juta dollar AS. Fasilitas kredit ini di berikan khusus kepada importir kedelai Indonesia. Dengan fasilitas kredit tersebut, importir Indonesia banyak yang mendatangkan kedelai dari AS, karene harganya lebih murah Rp 550 per kg bila dibandingkan dengan kedelai lokal. Harga kedali lokal Rp 2.500 per kg sedangkan kedelai impor Rp 1.950 per kg Prabowo H, 2008. Prabowo H 2008 menjelaskan, kebijakan AS yang diterima begitu saja oleh pemerintah Indonesia tanpa mengkaji resiko yang lebih panjang, akan menyebabkan kedelai lokal kalah bersaing dengan kedelai impor. Dampak selanjutnya, petani lambat laun tak lagi bersemangat untuk menanam kedelai. Pada akhirnya petani pun menjauhi kedelai dan beralih menanam jagung, ubi jalar, kacang tanah, dan tanaman palawija lain yang lebih menguntungkan. Hal tersebut ditambah dengan adanya UU N0.121992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Undang-undang tersebut membebaskan petani untuk mengembangkan komoditas yang mereka sukai Deptan. Menurut Prabowo H 2008, kebijakan pemerintah yang menurunkan tarif impor dari 10 persen menjadi nol persen tidak akan berarti banyak. Karena menurutnya, penurunan tarif impor yang hanya 10 persen tidak sebanding dengan peningkatan harga kedelai yang mencapai 100 persen. Harga kedelai impor saat ini Rp 8.000 per kg, dengan penurunan tarif impor menjadi nol persen, hanya menurunkan harga kedelai sebesar Rp 800 per kg. 19

2.5 Hasil Penelitian Terdahulu

Tarif impor biasanya menaikan harga dalam negeri termasuk harga produsen, tetapi analis regresi yang dilakukan oleh Sudaryanto et al 2000 memperlihatkan bahwa harga kedelai dalam negeri tidak dipengaruhi oleh tarif impor. Lebih jauh hasil penelitian itu memperlihatkan bahwa harga kedelai ditingkat produsen dipengaruhi oleh harga paritas dan volume impor kedelai. Kumenaung 2002, meneliti dampak kebijakan ekonomi dan liberalisasi terhadap keragaan industri komoditas kedelai di Indonesia dengan menggunakan model persamaan simultan. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa kombinasi kebijakan yang memberikan dampak pertumbuhan produksi tertinggi adalah kombinasi kebijakan penghapusan tarif impor kedelai, peningkatan harga kedelai petani, peningkatan suku bunga, dan pemberian subsidi pupuk. Dalam mengestimasi dampak kebijakan, Erwidodo dan Hadi 2002 menganalisis tarif impor jagung dengan menggunakan Partial Welfare Analysis. Hasil analisis memperlihatkan bahwa usaha tani jagung masih menguntungkan dan mampu bersaing dengan jagung impor, dengan memberikan keuntungan bersih pada kisaran 29-35 persen. Dengan demikian menurut penelitian Erwidodo dan Hadi, pemerintah tidak mempunyai alasan cukup kuat untuk memberlakukan tarif impor jagung. Dampak kebijakan proteksi beras, pernah diteliti oleh Prajogo U.Hadi dan Budi W.2005. Penelitian tersebut menunjukan bahwa kebijakan proteksi yang merupakan kombinasi tarif dan nontarif meningkatkan harga produsen, jumlah produksi, surplus produsen dan pendapatan petani serta menurunkan impor beras secra signifikan. Kebijakan yang dilakukan adalah pengenaan tarif impor sebesar 20 Rp 450 per kg, yang mengkombinasikan dengan kebijakan non tarif yaitu pengaturan, pengawasan dan pembatasan impor, sebelum negara-negara lain eksportir bersedia mengurangi subsidi ekspor dan subsidi domestik secara signifikan. Desi Rahmawati 2005, menganalisis dampak kebijakan tarif impor dan variabel-variabel yang mempengaruhi volume impor gula. Untuk anlisis dampak pengenaan tarif menggunakan pendekatan keseimbangan parsial Partial Equilibrium Approach dan analisis variabel-variabel yang mempengaruhi volume impor gula menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa jumlah permintaan, tarif dan produksi kedelai mempengaruhi jumlah volume impor kedelai secara signifikan. Berdasarkan hasil penelitian Purnamasari 2006, mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan impor kedelai di Indonesia dengan menggunakan model persamaan simultan. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa faktor–faktor yang mempengaruhi produksi kedelai nasional adalah luas areal panen, produktivitas kedelai dan harga kedelai. Sedangkan faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi jumlah impor kedelai adalah harga kedelai internasional, jumlah populasi, jumlah produksi kedelai dan jumlah konsumsi kedelai. Penelitian terdahulu mengenai tarif impor kedelai menunjukan bahwa pemberlakuan tarif impor tidak efektif dalam menaikan harga dalam negeri, karena pada saat tarif impor menurun, nisbah harga konsumen terhadap harga paritas malah meningkat. Oleh karena kebijakan tarif tidak efektif dalam 21 menaikan harga kedelai domestik, maka peningkatan kesejahteraan sebagai akibat dari penghapusan tarif tersebut mungkin tidak terjadi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini mengkaji dampak pemberlakuan tarif impor terhadap komoditas kedelai di Indonesia dengan menggunakan analisis keseimbangan parsial Partial Equilibrium dan persamaan simultan. Sejauh pengamatan dan tinjauan pustaka yang dilakukan oleh penulis, penelitian mengenai dampak pemberlakuan tarif impor terhadap komoditas kedelai di Indonesia dengan menggunakan analisis keseimbangan parsial Partial Equilibrium belum pernah dilakukan. 22

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Teori Permintaan

Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh para pelanggankonsumen selama periode waktu tertentu berdasarkan sekelompok kondisis tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan adalah haraga barang yang bersangkutan, harga dan ketersediaan barang lain yang berkaitan, perkiraan akan perubahan harga, pendapatan konsumen, selera, preferensi konsumen, pengeluaran periklanan dan sebagainya Papas, 1995. Kecuali faktor harga yang bersangkutan, faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan tersebut akan menggeser kurva permintaan. Pergeseran kurva pemintaan berdasarkan Gambar 2, ditunjukan pergeseran dari D 1 ke D 2 . Gambar 2. Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan Sumber: Papas, 1995 Berdasarkan Gambar 2, kurva permintaan menunjukan bahwa kuantitas permintaan responsif terhadap harga, bila harga tinggi maka jumlahkuantitas permintaan akan sedikit begitu pun sebaliknya. Pergerakan kurva permintaan dari P harga P 2 P 1 Q 2 Q 1 B A D 1 D 2 Q kuantitas