Dampak Tarif Impor terhadap Produksi dan Impor Kedelai di Indonesia

(1)

GINANJAR BAGUS NUGROHO

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Tarif Impor terhadap Produksi dan Impor Kedelai di Indonesia adalah karya penulis dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini penulis melimpahkan hak cipta dari karya tulis penulis kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Ginanjar Bagus Nugroho NIM H44090026


(3)

Impor Kedelai di Indonesia. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT.

Indonesia merupakan negara importir kedelai. Sekitar 70% kebutuhan kedelai nasional dipenuhi dari kedelai impor. Berbagai kebijakan telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi volume impor kedelai, salah satunya dengan kebijakan proteksi berupa tarif impor. Tarif impor bertujuan untuk melindungi petani dari banyaknya kedelai yang masuk ke pasar dalam negeri sehingga kedelai domestik dapat bersaing dengan kedelai impor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kebijakan kedelai yang berlaku di Indonesia, menganalisis faktor yang mempengaruhi volume impor kedelai dan menganalisis dampak tarif impor terhadap volume impor dan produksi kedelai Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan model persamaan simultan untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan. Hasil identifikasi kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan pemerintah untuk menekan volume impor antara lain kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian serta kebijakan perdagangan berupa tarif impor. Faktor yang mempengaruhi volume impor kedelai Indonesia adalah konsumsi kedelai, tarif impor tahun sebelumnya, dan volume impor tahun sebelumnya. Berdasarkan hasil simulasi, penetapan tarif impor sebesar 10% mampu mengurangi volume impor sebesar 11.99% dan meningkatkan produksi kedelai domestik sebesar 0.05%. Penetapan tarif impor sebesar 15% dapat menurunkan volume impor sebesar 33.54% dan meningkatkan produksi kedelai domestik sebesar 0.12%


(4)

GINANJAR BAGUS NUGROHO. Impact of Import Tariff on Production and Import of Soybean in Indonesia. Supervised by YUSMAN SYAUKAT.

Indonesia is a soybean importing country. Approximately 70% of Indonesian soybean consumption is fulfilled from import of soybean. There are many policies that have been promoted by Indonesian government to reduce the volume of imported soybean. One of the policies is import tariff protection. The purpose of import tariff is to protect farmers from a huge amount of imported soybean in domestic market, so the domestic soybean can compete with imported soybean. This research aimed to identify Indonesian government policies on soybean, to analyze the variable that affect the volume of imported soybean, and to analyze the tariff impact on the import volume and domestic soybean production. The analyses were conducted using descriptive analysis and simultaneous equations model. The identification of the policies to reduce the volume of imported soybean resulted the following three policies: agriculture intensification, agriculture extensification, and import tariff policies. Furthermore, the volume of imported soybean was affected by the following three variables: soybean consumption, import tariff and import volume of the preceding year. The simulation result showed that determining of 10% import tariff decrease 11.99% of import volume and increase 0.05% of domestic soybean production. However, 15% of import tariff decrease the import volume by 33.54% and increase the soybean production by 0.12%.


(5)

GINANJAR BAGUS NUGROHO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(6)

Nama : Ginanjar Bagus Nugroho NIM : H44090026

Disetujui oleh

Dr.Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr.Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen


(7)

Nama Ginanj r B gm _ ugroho

NIM H440900J 6

Disetujui oleh

Dr.Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

.. セ BM ...セM N@


(8)

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak Juli 2013 hingga November 2013 adalah perdagangan pertanian dengan judul “Dampak Tarif Impor terhadap Produksi Kedelai dan Impor Kedelai Indonesia”

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr.Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku dosen pembimbing atas bimbingannya selama penelitian. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Bonar M Sinaga, MA selaku dosen penguji utama dan Ibu Hastuti, SP, MP, M.Si selaku dosen penguji wakil departemen yang telah memberi saran dan masukan kepada penulis. Penghargaan penulis sampaikan kepada dosen dan staf sekretariat Departemen ESL yang telah membantu penulis selama perkuliahan dan penyusunan skripsi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ayah, Ibu serta Kakak atas kasih sayang serta doa yang yang dipanjatkan. Terima kasih juga kepada kawan-kawan sebimbingan, kawan-kawan ESL 46, juga kawan-kawan ADK IPB yang banyak memberikan semangat kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu secara moril dan materil kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian ini dengan baik.


(9)

DAFTAR ISI

Hal

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Ruang Lingkup ... 6

II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Teori Perdagangan Internasional ... 8

2.2 Hambatan Perdagangan Internasional ... 9

2.3 Teori Penawaran ... 11

2.4 Teori Permintaan ... 12

2.5 Penelitian Terdahulu ... 12

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 15

IV METODE PENELITIAN ... 18

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 18

4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 18

4.3.1 Metode Analisis Deskriptif ... 18

4.3.2 Metode Persamaan Simultan ... 19

4.3.3.1 Perumusan Model ... 19

4.3.3.2 Identifikasi Model ... 22

4.3.3.3 Uji Kesesuaian Model ... 24

4.3.3.4 Uji Dugaan Variabel secara Pasrial ... 25


(10)

4.3.3.6 Uji Multicollinearity ... 26

4.3.3.7 Uji Kohomogenan Sisaan ... 26

4.3.3.8 Elastisitas ... 26

4.4 Validasi Model ... 27

4.5 Simulasi kebijakan ... 28

V KERAGAAN MODEL EKONOMI KEDELAI DI INDONESIA ... 30

5.1 Produksi Kedelai Nasinal ... 30

5.2 Kebijakan Kedelai Impor Indonesia ... 32

VI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPEGARUHI KERAGAAN KEDELAI DI INDONESIA ... 35

6.1 Hasil Pendugaan Model ... 35

6.2 Luas Area Panen ... 36

6.3 Produktivitas Kedelai ... 37

6.4 Harga Kedelai Tingkat Petani ... 38

6.5 Konsumsi Kedelai ... 40

6.4 Harga Riil Kedelai Eceran ... 41

6.5 Impor Kedelai ... 42

6.6 Harga Riil Kedelai Impor ... 44

VII DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN TERHADAP KERAGAAN KEDELAI DI INDONESIA ... 47

7.1 Hasil Validasi Model ... 47

7.2 Dampak Perubahan Tarif Impor ... 47

VIII SIMPULAN DAN SARAN ... 50

8.1 Simpulan ... 50

8.2 Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

LAMPIRAN ... 55


(11)

DAFTAR TABEL

No Hal

1. Tarif impor kedelai Indonesia tahun 1974 – 2012 ... 5

2. Pencapaian program peningkatan produksi kedelai domestik Indonesia pada masa Orde Baru (1979-1998) ... 30

3. Perkembangan luas panen, produktivitas dan produksi kedelai di Indonesia tahun 2005-2011 ... 31

4. Skenario pelaksanaan kegiatan pencapaian produksi kedelai domestik Indonesia tahun 2013 ... 32

5. Perkembangan kebijakan pemerintah terkait kedelai Indonesia tahun 1982-2013 ... 34

6. Hasil pendugaan model kinerja kedelai di Indonesia 1983-2011 ... 35

7. Hasil pendugaan luas area panen kedelai di Indonesia 1983-2011 ... 36

8. Hasil pendugaan produktivitas kedelai di Indonesia 1983-2011 ... 37

9. Hasil pendugaan harga riil kedelai tingkat petani Indonesia 1983-2011 ... 39

10 Hasil pendugaan konsumsi kedelai Indonesia 1983-2011 ... 40

11. Hasil pendugaan harga riil kedelai eceran Indonesia 1983-2011... 41

12. Hasil pendugaan impor kedelai Indonesia 1983-2011 ... 42

13. Hasil pendugaan harga riil kedelai impor Indonesia tahun 1983-2011... 45

14. Hasil validasi model perkembangan kedelai di Indonesia tahun 1983-2011 ... 47


(12)

DAFTAR GAMBAR

No Hal

1. Perkembangan konsumsi tahu dan tempe Indonesia tahun1993 – 2011 ... 2

2. Luas panen (ha) dan produksi (ton) kedelai tahun 2000 - 2011 ... 3

3. Perbandingan produksi kedelai, konsumsi kedelai dan volume impor kedelai Indonesia tahun 2001 – 2011 ... 4

4. Teori kurva terjadinya perdangangan internasional ... 8

5. Ilustrasi pengaruh tarif pada Negara Berkembang ... 10


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1. Data model keragaan ekonomi kedelai Indoensia 1983-2011 ... 55 2. Program komputer estimasi model keragaan ekonomi kedelai 1983-2011

menggunakan metode 2SLS dan prosedur SYSLIN dengan software SAS/ETS 9.1 ... 58 3. Hasil estimasi model keragaan ekonomi kedelai 1983-2011 menggunakan

metode 2SLS dan prosedur SYSLIN dengan software SAS/ETS 9.1 ... 59 4. Hasil uji multikolinearitas menggunakan nilai VIF dan uji

heterokedastisitas menggunakan uji white dengan software SAS/ETS 9.1.. 64 5. Program komputer validasi model ekonomi kedelai 1983-2011

menggunakan metode NEWTON dan prosedur SIMLIN dengan software SAS/ETS 9.1 ... 69 6. Hasil validasi model ekonomi kedelai 1983-2011 menggunakan metode

NEWTON dan prosedur SIMLIN dengan software SAS/ETS 9.1 ... 70 7. Program komputer simulasi model ekonomi kedelai 2004-2011

menggunakan metode NEWTON dan prosedur SIMLIN dengan software SAS/ETS 9.1 ... 73 8. Hasil simulasi model ekonomi kedelai 2004-2011 menggunakan metode


(14)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan pertanian sebagai salah satu sektor strategis dalam perekonomian dan pembangunan nasional. Menurut Kementerian Pertanian (2004), peran sektor pertanian antara lain sebagai penyedia bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi, penyerap tenaga kerja, sumber devisa negara, serta sumber pendapatan masyarakat. Sektor pertanian masih menjadi andalan dalam penyerapan tenaga kerja nasional. Jumlah penyerapan tenaga kerja sektor pertanian pada tahun 2011 sebesar 39.3 juta orang atau 33.51 persen dari jumlah angkatan kerja nasional. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2011 atas dasar harga konstan tahun 2000 sebesar Rp 315 triliun dengan laju pertumbuhan tahun 2011 sebesar 3.07 persen (Pusdatin 2012). Berdasarkan kondisi tersebut pembangunan pertanian menjadi hal yang penting untuk perekonomian dan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.

Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang ingin mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Indikator mendasar dari kemakmuran suatu bangsa adalah tersedianya pangan yang cukup, baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Kumenaung 1994). Pembangunan bidang pangan di Indonesia telah ditegaskan dalam Undang-Undang nomor 7 tahun 1996 yaitu untuk mewujudkan tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau oleh masyarakat sesuai kebutuhan serta ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga dalam jumlah yang cukup, memiliki mutu gizi yang layak, dan aman dikonsumsi oleh setiap individu rumah tangga. Oleh karena itu, pangan menjadi kebutuhan pokok yang pemenuhannya menjadi hak asasi bagi setiap rakyat Indonesia.

Salah satu komoditas pangan utama di Indonesia setelah padi dan jagung adalah kedelai. Kedelai termasuk komoditas palawija yang diatur dalam kebijakan pangan nasional. Kedelai merupakan sumber protein nabati paling populer bagi masyarakat Indonesia. Konsumsi terbanyak kedelai berupa tempe dan tahu. Menurut Pusdatin (2012) produk olahan lain dari kedelai antara lain kecap, tauco


(15)

dan susu kedelai. Konsumsi kedelai Indonesia berfluktuatif namun cenderung naik. Menurut pusdatin (2012) konsumsi produk olahan kedelai berupa tempe rata-rata 7.02 kg/kapita/tahun dan tahu rata-rata 6.60 kg/kapita/tahun. Perkembangan konsumsi kedelai berupa produk olahan tempe dan tahu dari tahun 1993 sampai 2011 dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber: Pusdatin, 2012

Gambar 1 Perkembangan konsumsi tahu dan tempe Indonesia tahun 1993-2011 Berkembangnya industri pangan dan pakan berbahan baku kedelai yang disertai dengan pertumbuhan penduduk mengakibatkan permintaan kedelai di Indonesia juga meningkat. Konsumsi kedelai yang cenderung meningkat ternyata tidak sebanding dengan produksi kedelai dalam negeri. Pusdatin (2012) menyatakan bahwa pada tahun 2011 total konsumsi kedelai sebesar 2.57 juta ton, sedangkan produksi kedelai dalam negeri hanya sebesar 851.29 ribu ton atau turun sebesar 55.74 ribu ton (enam persen) dibandingkan tahun 2010. Produksi kedelai dalam negeri terbesar adalah Jawa Timur sebesar 43 persen diikuti Jawa Tengah (13 persen), Nusa Tenggara Barat (10 persen), Jawa Barat (tujuh persen), Aceh (enam persen), DI Yogyakarta dan Sulawesi Selatan masing-masing empat persen, sedangkan sisanya sebesar 13 persen tersebar berasal dari provinsi lainnya.

Penurunan produksi kedelai terjadi karena luas panen kedelai juga cenderung menurun yang diakibatkan penurunan harga riil kedelai dan adanya persaingan penggunaan lahan dengan tanaman palawija lainnya yang memiliki harga riil lebih tinggi dan pemeliharaan yang relatif mudah seperti jagung (Purnamasari 2006). Gambar 2 menunjukkan besarnya luas panen yang

0 2 4 6 8 10 12

K

g

/k

ap

/t

h

n


(16)

berbanding lurus dengan produksi kedelai. Selama tahun 2000-2011 luas panen dan produksi berfluktuatif namun cenderung menurun. Pada tahun 2000, produksi kedelai mencapai satu juta ton, sedangkan pada tahun 2011 hanya sekitar 850 ribu ton kedelai.

Sumber : Badan Pusat Statistik 2013 (diolah)

Gambar 2 Luas panen (ha) dan produksi (ton) kedelai tahun 2000-2011 Ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi tersebut menyebabkan Indonesia harus mengimpor kedelai untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang belum tercukupi oleh produksi dalam negeri. Pusdatin (2012) menyatakan bahwa kebutuhan kedelai pada tahun 2011 sebesar 77 persen dipenuhi dari impor luar negeri sedangkan sisanya dipenuhi pasokan dalam negeri. Kondisi impor yang tinggi tersebut dapat mengakibatkan ketergantungan terhadap kedelai impor. Kedelai impor Indonesia dipasok dari berbagai negara, lima besar di antaranya berasal dari Amerika, Malaysia, Kanada, Ukraina, dan China.

1.2 Rumusan Masalah

Kebutuhan kedelai untuk konsumsi nasional tidak dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Kekurangan tersebut dipenuhi pemerintah dengan mengimpor kedelai dari luar negeri, Amerika menjadi pemasok terbesar kedelai impor untuk Indonesia. Tahun 2010 impor Indonesia dari Amerika mencapai 1.58 juta ton atau 89.5 persen dari total impor kedelai Indonesia (BPS 2012). Struktur pasar kedelai lebih mendekati pasar oligopoli sehingga bagi negara importir

0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

T

o

n

,

H

a


(17)

seperti Indonesia akan beresiko tinggi terhadap instabilitas pasokan dan harga kedelai impor (Nuryanti dan Kustiari 2007). Perbandingan produksi kedelai domestik dengan volume kedelai impor Indonesia mulai tahun 2001-2011 dapat dilihat pada Gambar 3.

Sumber: Pusdatin, 2013 (diolah)

Gambar 3 Perbandingan produksi kedelai,konsumsi kedelai dan volume impor Indonesia tahun 2001-2011

Berdasarkan Gambar 3, produksi kedelai Indonesia pada tahun 2001-2011 cenderung menurun sedangkan konsumsi kedelai cenderung meningkat terutama pada tahun 2007-2011. Selisih antara produksi dan konsumsi kedelai tersebut dicukupi dengan mengimpor kedelai. Volume impor kedelai yang cenderung naik dari tahun 2008-2011 mengakibatkan kedelai impor yang beredar di pasar domestik semakin banyak. Impor kedelai tertinggi terjadi pada tahun 2006. Kualitas kedelai impor yang lebih baik dan harga yang relatif lebih murah membuat kedelai domestik sulit bersaing dengan kedelai impor.

Volume impor yang mencapai 77 persen membuat Indonesia menjadi sangat bergantung terhadap pasokan kedelai impor. Kedelai impor yang banyak beredar di dalam negeri membuat pemerintah melakukan beberapa bentuk proteksi untuk melindungi produksi kedelai dalam negeri dan petani kedelai domestik. Pemerintah menerapkan kebijakan tarif impor kedelai sebagai alternatif untuk melindungi produsen kedelai dalam negeri. Tarif impor yang digunakan adalah tarif ad-valorem dengan besar tarif berubah-ubah setiap waktu. Tarif

ad-0.0 500.0 1000.0 1500.0 2000.0 2500.0 3000.0 3500.0

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

R

ib

u

T

o

n


(18)

valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka presentase tertentu dari nilai barang yang diimpor (Salvatore 1977).

Tabel 1 menunjukkan tarif impor kedelai yang berlaku di Indnesia sejak 1974 hingga 2012. Tarif impor kedelai memang berfluktuatif bahkan pernah mencapai 0 persen. Pada 29 September 1998 hingga 2003 tarif impor 0 persen diberlakukan sesuai kesepakatan Indonesia dengan Internatioal Monetary Fund (IMF) yang tertuang dalam Letter of Intent (LoI).

Tabel 1 Tarif impor kedelai Indonesia tahun 1974-2012

Jangka waktu (tahun) Besar Tarif impor kedelai (%)

1974 – 1982 30

1983 – 1993 10

1994 – 1996 5

1977 2.5

1 Januari 1998 20

29 September 1998 0

2003 15

2004 – 2005 5

2006 – 2007 10

2008 - 2009 0

2010 10

31 Maret 2011 – 31 Desember 2011 0

1 Januari 2012 5

Sumber : Facino, 2012 (diolah)

Tahun 2008 dan 2011 tarif yang diberlakukan 0 persen lebih disebabkan untuk menjaga kestabilan harga kedelai dalam negeri dan mengantisipasi kekurangan stok kedelai dalam negeri yang harganya naik melebihi kenaikan harga kedelai di tingkat dunia. Dampak lain penghapusan tarif impor hingga 0 persen justru meningkatkan volume kedelai yang masuk di pasar domestik yang dapat membuat harga kedelai di tingkat petani menurun.

Sebagai anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia harus mematuhi Agreement on Agricultural (AoA). AoA memuat kesepakatan untuk mengurangi hambatan perdagangan pertanian melalui program reformasi jangka panjang secara bertahap (Roni 2008). Inti kesepakatan AoA adalah meningkatkan akses pasar melalui pengurangan hambatan perdagangan baik hambatan tarif maupun hambatan non tarif, pengurangan subsidi ekspor, dan pengurangan bantuan kepada petani dalam negeri. Kebijakan ini membuat Indonesia sebagai negara importir kedelai bisa mendapatkan kedelai kualitas tinggi dengan harga


(19)

yang bersaing. Di sisi lain, kebijakan ini merugikan produsen kedelai domestik karena produksi kedelai domestik justru menjadi terhambat dengan tidak adanya bantuan untuk berproduksi.

Pemenuhan kebutuhan kedelai Indonesia kini sangat bergantung pada kedelai impor sehingga tarif impor kedelai yang berubah-ubah dalam waktu yang singkat menunjukkan bahwa impor kedelai yang dilakukan Indonesia mampu mempengaruhi penawaran dan permintaan kedelai di Indonesia. Kebijakan pemerintah untuk melindungi para petani kedelai dari maraknya kedelai impor dengan memberlakukan tarif pun perlu dievaluasi sejauh mana keefektifan kebijakan proteksi tersebut.

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perkembangan kebijakan perkedelaian yang berlaku di Indonesia? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume impor kedelai di

Indonesia?

3. Bagiamana dampak tarif impor yang diberlakukan pemerintah terhadap volume impor dan produksi kedelai domestik?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi perkembangan kebijakan perkedelaian yang berlaku di Indonesia.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor kedelai di Indonesia.

3. Menganalisis dampak tarif impor terhadap produksi kedelai dan impor kedelai Indonesia.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji dampak perubahan tarif terhadap produksi dan impor kedelai di Indonesia. Oleh karena itu ruang lingkup dan keterbatasan dalam penelitian ini adalah:

1. Jenis kedelai yang dianalisis adalah jenis kedelai kuning (Glycine max). 2. Data yang digunakan adalah data tahunan dari tahun 1983 hingga 2011.


(20)

3. Data jumlah impor kedelai yang digunkan tidak dibedakan berdasarkan jenis kedelai dan asal negaranya.

4. Data harga kedelai impor adalah harga berdasarkan nilai CIF (border price) 5. Penawaran kedelai merupakan penjumlahan antara produksi dan impor

kedelai.

6. Permintaan kedelai dicirikan dengan variabel konsumsi kedelai.

7. Data konsumsi kedelai yang digunakan adalah konsumsi kedelai yang digunakan sebagai bahan pangan.

8. Penelitian ini hanya melihat pengaruh kebijakan tarif impor terhadap porduksi kedelai dan impor kedelai Indonesia.


(21)

Sumber: Salvatore, 1977

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional

Menurut Adam Smith dalam Salvatore (1977), negara akan melakukan perdagangan secara sukarela jika kedua negara tersebut memperoleh keuntungan. Teori Adam Smith ini terkenal dengan teori keunggulan absolut (absolute advantage). Teori keungulan absolut mengungkapkan jika sebuah negara lebih efisien daripada negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi namun kurang efisien dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan menukarkannya dengan komoditi lain dengan kerugian absolut. Akan tetapi teori keunggulan absolut hanya dapat menjelaskan sebagian kecil saja dari perdagangan dunia sehingga David Ricardo menyampaikan teori keunggulan komparatif yang mungkin lebih dapat menjelaskan dasar dan keuntungan dari perdagangan (Salvatore 1977).

Menurut hukum keunggulan komparatif David Ricardo, meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Teori sederhana terjadinya perdagangan internasional yang dilakukan oleh dua negara ditunjukkan oleh Gambar 4.


(22)

Pada Gambar 4 sebelum terjadi perdagangan internasional, harga komoditi ‘x’ di negara 1 sebesar P1 dan harga di negara 2 sebesar P3. Penawaran internasional akan terjadi jika harga internasional lebih besar dari P1, sedangkan permintaan akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari P3. Harga akan terbentuk jika penawaran dan permintaan bertemu di satu titik, yaitu P2.

2.2 Hambatan Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional yang dilakukan negara di dunia ada yang sudah menerapkan perdagangan bebas (free trade), namun dalam prakteknya perdagangan internasional antar dua negara selalu merugikan negara yang lemah (developing country). Tingkat harga lebih banyak ditentukan negara maju karena tingkat ketergantungan negara berkembang terhadap negara maju (Tan 1988). Pemerintah membuat kebijakan hambatan perdagangan untuk melindungi industri dalam negeri. Alasan diterapkannya hambatan tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan nasional atau bentuk perlindungan terhadap produksi komoditi domestik.

Hambatan perdagangan ada dua macam yaitu hambatan tarif (tariff barrier) dan hambatan non tarif (non-tariff barrier). Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Ditinjau dari aspek komoditi ada dua macam tarif yaitu tarif impor (pajak yang dikenakan pada komoditi yang diimpor) dan tarif ekspor (pajak yang dikenakan pada komoditi ekspor). Apabila ditinjau dari aspek penghitungannya, tarif terdiri dari tarif ad valorem yaitu pajak yang dikenakan berdasar persentase tertentu dari nilai barang yang diimpor, kemudian ada tarif spesifik yaitu pajak yang dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor.

Menurut Tan (1988), pengaruh tarif dalam negara berkembang ada enam, dengan asumsi perdagangan dilakukan antar dua negara dan harga ditentukan oleh produsen luar negeri. Pengaruh tarif pada negara berkembang berupa consumption effect, production effect, revenue effect, redistribution effect, employment effect dan balance of payment effect. Gambar 6 menunjukkan ilustrasi pemberian tarif impor terhadap suatu komoditi di sebuah negara berkembang.


(23)

Gambar 5 Ilustrasi pengaruh tarif pada negara berkembang Keterangan :

SD = Supply dalam negeri DD = Demand dalam negeri

P1 = Harga sebelum diberlakukan tarif

P2 = Harga setelah diberlakukan tarif

Q1,3 = Jumlah barang yang ditawarkan

Q2,4 = Jumlah barang yang diminta

E* = Titik Keseimbangan

Titik E* adalah titik keseimbangan dalam negeri dan terjadi transaksi antara konsumen dan produsen suatu komoditi. P1 adalah harga dunia untuk

sebuah komoditi. Jika komoditi impor masuk ke dalam negeri maka akan mengurangi surplus produsen sementara produsen hanya mampu menawarkan komoditi tersebut sebesar Q1 sedangkan permintaan sebesar Q2. Pemerintah

memberlakukan tarif impor untuk melindungi produsen dalam negeri sehingga mengakibatkan harga naik menjadi P2. Pada harga P2, produsen mampu

meningkatkan produksinya menjadi Q3 sedangkan permintaan sebesar Q4.

Berdasarkan Gambar 5, pemberlakuan tarif akan meningkatkan produksi dalam negeri suatu komoditi, selain itu pemerintah juga mendapatkan penerimaan dari tarif sebesar B.

Consumption effect akibat tarif impor yaitu berkurangnya konsumsi sebesar Q2-Q4 karena harga yang naik. Production effect yaitu pengaruh yang

E* P

Q SD

DD

Q1 Q3 Q4 Q2

P 1

P 2

Sumber : Tan, 1988 B A


(24)

menyebabkan produsen dalam negeri meningkatkan produksinya dari Q1 ke Q3. Revenue effect tarif adalah penerimaan yang diterima pemerintah sebesar tarif (B). Redistribution effect adalah tarif yang dikenakan terhadap komoditi sehingga produsen tidak mau merugi, maka produsen menaikan harga-harga dalam negeri, nilai redistribution effect sebesar A. Kenaikan produksi membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Hal tersebut merupakan employment effect adanya tarif. Balance of payment effect digambarkan dengan impor yang berkurang ketika terjadi peningkatan produksi. Saat impor turun sementara ekspor naik maka neraca pembayaran akan meningkat.

Hambatan non tarif dilakukan dengan tidak memungut pajak melainkan dengan kebijakan yang diberlakukan oleh suatu negara. Ada beberapa bentuk kebijakan hambatan non tarif, salah satunya adalah kuota impor. Kuota adalah pembatasan secara langsung terhadap jumlah ekspor ataupun impor. Kuota bisa berupa pembatasan kuantitas pasokan atau pembatasan nilai. Kuota impor dapat digunakan untuk melindungi sektor industri domestik tertentu atau sektor pertanian agar sektor tersebut bisa lebih berkembang. Selain kuota impor, bentuk hambatan lainnya berupa pembatasan ekspor ‘sukarela’, hambatan administratif, kartel-kartel internasional, dumping, dan subsidi ekspor.

2.3 Teori Penawaran

Penawaran adalah jumlah komoditas yang ditawarkan produsen kepada konsumen dalam suatu pasar pada tingkat harga dan jangka waktu tertentu (Putong 2007). Harga dan jumlah yang ditawarkan memiliki hubungan yang positif, artinya jika harga naik maka jumlah komoditas yang ditawarkan semakin banyak. Asumsi yang digunakan adalah ceteris paribus yaitu suatu keadaan dimana faktor-faktor lain dianggap tetap. Misal, apabila harga suatu komoditas naik, dengan asumsi ceteris paribus maka faktor-faktor selain komoditas tersebut diasumsikan tetap atau tidak mengalami perubahan (Lipsey 1995).

Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditas dapat digambarkan dengan fungsi sebagai berikut:


(25)

Keterangan :

Qsk = Penawaran komoditas Pk = Harga komoditas itu sendiri

Ps = Harga komoditas lain (substitusi dan komplementer) Pi = Harga input (faktor produksi)

G = Tujuan perusahaan T = Teknologi

Tx = Pajak dan subsidi

2.4 Teori Permintaan

Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli konsumen selama periode waktu tertentu (Pappas dan Hirschey 1995). Menurut Mankiw (2003), permintaan suatu barang atau jasa akan berlaku hukum permintaan yaitu jika harga sebuah barang meningkat, maka kuantitas barang yang diminta akan menurun dengan menganggap hal lainnya tetap (ceteris paribus). Gorman (2009) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempegaruhi permintaan yaitu harga barang itu sendiri, harga barang dan jasa lainnya, pendapatan, preferensi dan persepsi akan harga di masa depan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan suatu komoditas dapat digambarkan dengan fungsi sebagai berikut:

Qdk = f (Pk, Pl, I, S, PH)………(2.2) Keterangan:

Qdk = permintaan komoditi Pk = harga barang itu sendiri Pl = harga barang atau jasa lain I = pendapatan

S = preferensi atau selera

PH = persepsi harga di masa depan

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian Anggasari tahun 2008 membahas analisis faktor yang mempengaruhi volume impor kedelai Indonesia. Analisis penelitian tersebut menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan variable produksi kedelai domestik, harga kedelai domestik, harga kedelai luar negeri, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dummy tarif impor 10 persen dan dummy impor lima persen. Analisis tersebut menunjukkan volume impor kedelai secara nyata


(26)

dipengaruhi oleh harga kedelai domestik, harga kedelai luar negeri, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dan dummy penetapan tarif impor sebesar 10 persen.

Roni (2008) melakukan penelitian dampak penghapusan tarif impor kedelai di Indonesia. Liberalisasi perdagangan pada komoditi kedelai salah satunya dengan penghapusan tarif impor. Gejolak perdagangan bebas ini menyebabkan tidak menentunya perbahan harga komoditi kedelai. Harga kedelai pernah naik secara drastis dengan harga Rp 900 per kg menjadi Rp 9.000 per kg. Roni (2008) mengungkapkan bahwa kebijakan menghapus tarif impor kedelai berdampak pada turunnya harga kedelai baik di tingkat petani maupun grosir. Penghapusan tarif impor juga berdampak pada turunnya jumlah penawaran kedelai. Tarif impor yang dihapuskan mengakibatkan meningkatnya jumlah volume impor dan menurunnya surplus produsen, surplus konsumen, surplus netto dan menghilangkan penerimaan pajak impor kedelai. Keuntungan usaha tani menurun sebesar 32.41 persen untuk wilayah yang menjadi sampel yaitu Jawa Timur dan Jawa Barat.

Facino (2012) melakukan penelitian tentang kebijakan perkedelaian nasional. Penelitian ini lebih banyak membahas secara deskriptif kebijakan perkedelaian Indonesia. Pada penelitian ini diketahui perdagangan kedelai dunia masih didominasi oleh Amerika Serikat diikuti Brazil, Argentina, China dan India. Amerika menjadi negara penyuplai kedelai ke Indonesia terbesar dengan rata-rata 70 persen setiap tahunnya. Produksi kedelai lebih banyak dipasok oleh produsen di Pulau Jawa daripada di luar Jawa. Kebutuhan kedelai Indonesia setiap tahunnya meningkat rata-rata di atas 2 juta ton yang 90 persen di antaranya digunakan sebagai bahan pangan. Produksi kedelai dalam negeri hanya mampu memasok kedelai sebesar 36.59 persen dari kebutuhan nasional sedangkan sisanya sebesar 63.41 persen dipasok dari kedelai impor.

Pemerintah menggalakkan program Kedelai Mandiri pada tahun 2000 dan program Bangkit Kedelai pada tahun 2008 untuk mengatasi kekurangan pasokan kedelai dalam negeri, akan tetapi kedua program tersebut belum mencapai sasaran dan target pemerintah dalam mengurangi laju impor kedelai dan meningkatkan produksi kedelai nasional. Penetapan tarif impor yang fluktuatif tidak banyak


(27)

membantu petani kedelai. Impor kedelai Indonesia justru terus mengalir ke pasar domestik dengan jumlah angka semakin tinggi sementara produksi kedelai nasional semakin tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Kumenaung (1994) melakukan penelitian mengenai dampak kebijakan ekonomi terhadap industri komoditi kedelai Indonesia. Salah satu tujuan penelitiannya adalah melihat perubahan kesejahteraan para pelaku ekonomi karena adanya kebijakan ekonomi berupa peningkatan harga dasar, peningkatan harga pupuk, peningkatan harga bibit, peningkatan pajak impor dari harga kedelai impor, devaluasi, peningkatan suku bunga dan kuota impor. Analisis dilakukan dengan model persamaan simultan dan metode Three Stage Least Squares (3 SLS). Metode ini ternyata dapat menghasilkan model penawaran dan permintaan komoditas kedelai dengan validitas model yang cukup baik.

Hasil penelitian Kumenaung (1994) menyebutkan bahwa jumlah impor dipengaruhi oleh harga impor, nilai tukar, pendapatan per kapita dan jumlah penduduk. Kebijakan tarif impor dan kuota impor hanya mempengaruhi aspek-aspek yang berkaitan langsung dengan perdagangan luar negeri, namun sisi permintaan dan produksi kedelai di dalam negeri tidak terpengaruhi. Berdasarkan kebijakan yang dianalisis, kenaikan harga dasar akan meningkatan penerimaan sehingga merangsang petani untuk memproduksi kedelai. Nilai tukar yang meningkat sebesar 15 persen akan menurunkan jumlah impor sebesar 12.58 persen.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini memfokuskan untuk mengkaji dampak perubahan kebijakan tarif impor terhadap produksi kedelai domestik dan jumlah impor kedelai. Penelitian ini menggunakan data time series dari tahun 1983-2011, sehingga bisa menggambarkan kondisi saat ini.


(28)

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kedelai merupakan bahan pangan sumber protein nabati. Kedelai digunakan untuk membuat bermacam-macam produk olahan makanan seperti tempe, tahu, kecap, tauco. Selain itu, kedelai dimanfaatkan untuk bahan pakan ternak. Permintaan yang tinggi terhadap kedelai ternyata tidak diimbangi dengan produksi kedelai dalam negeri, sehingga untuk memenuhi kebutuhan nasional Indonesia harus mengimpor kedelai dari luar negeri. Indonesia mengimpor kedelai hampir 70 persen untuk memenuhi kebutuhan kedelai nasional, kondisi ini akan membuat harga kedelai domestik sulit bersaing dengan kedelai impor. Dampak selanjutnya adalah harga kedelai domestik akan tergantung pada kondisi perkedelaian dunia.

Kedelai impor yang masuk ke Indonesia memiliki kualitas dan harga kedelai yang lebih bagus daripada kedelai domestik, sehingga para konsumen lebih memilih kedelai impor daripada kedelai domestik. Kondisi ini membuat petani kedelai domestik kurang bergairah untuk memproduksi kedelai, sehingga pasokan kedelai domestik cenderung menurun tiap tahunnya. Oleh karena itu, pemerintah menerapkan kebijakan tarif impor untuk melindungi petani domestik. Kebijakan tarif impor ini satu-satunya bentuk proteksi yang dilakukan pemerintah. Beberapa kali Indonesia kekurangan pasokan kedelai nasional sehingga pemerintah sempat menghapuskan tarif impor kedelai menjadi 0 persen. Penghapusan tarif ini justru merugikan petani kedelai domestik sehingga pada tahun 2012 pemerintah kembali menaikan tarif impor kedelai sebesar lima persen.

Ketergantungan Indonesia terhadap impor kedelai menyebabkan harga kedelai di dalam negeri juga tergantung terhadap harga kedelai dunia. Ketergantungan ini menyebabkan penawaran kedelai di dalam negeri dipengaruhi penawaran kedelai dunia sehingga besarnya volume impor akan mempengaruhi produksi kedelai domestik. Produksi kedelai domestik dalam penelitian ini diduga dipengaruhi oleh luas area panen, produktivitas, harga kedelai domestik, harga jagung, jumlah impor dan tarif impor. Kebijakan proteksi berupa tarif merupakan kebijakan yang umum dilakukan. Kebijakan tarif selain untuk melindungi produsen domestik juga menambah pemasukan pemerintah. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 6.


(29)

Kondisi perkedelaian nasional

Konsumsi kedelai meningkat

Kebijakan tarif impor

Faktor yang mempengaruh volume impor kedelai

Analisis simulasi kebijakan tarif dengan metode newton

Analisis persamaan simultan Dampak tarif impor terhadap

produksi dan volume impor kedelai

Kebijakan impor kedelai

Estimasi dengan metode Two

Stage Least Square (2SLS)

Peningkatan produksi kedelai domestik / penurunan impor

kedelai

Gambar 6 Kerangka pemikiran operasional Produksi kedelai


(30)

Perumusan model merupakan langkah pertama dan langkah yang paling penting dalam melakukan penelitian atau mempelajari berbagai hubungan antar variabel. Model digunakan untuk mewakili hubungan variabel-variabel dalam bentuk matematik dimana suatu fenomena ekonomi dapat dipelajari secara empirik (Koutsoyiannis 1977). Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem persamaan simultan. Menurut Yuwono (2005) persamaan simultan adalah persamaan estimasi dimana variabel endogen dari persamaan itu juga merupakan variabel penjelas untuk salah satu atau lebih variabel bebasnya. Model persamaan simultan memiliki dua jenis persamaan yaitu persamaan identitas dan persamaan struktural, persamaan struktural menunjukkan pengaruh langsung dari setiap variabel bebas terhadap variabel tak bebas.

Persamaan simultan dalam penelitian ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor serta menganalisis pengaruh tarif impor terhadap volume impor dan produksi kedelai domestik. Berdasarkan uji order condition dan rank condition persamaan dalam model ini teridentifikasi dengan masing-masing persamaan diidentifikasi overidentified, sehingga untuk menyelesaikan permasalahan ini dapat digunakan metode Two Stage Least Square (2SLS).

Hasil estimasi persamaan dengan metode Two Stage Least Square digunakan untuk melakukan simulasi kebijakan. Simulasi kebijakan dilakukan dengan menggunakan metode Newton berupa penetapan kebijakan tarif impor sebesar 10 persen dan 15 persen. Hasil simulasi kebijakan akan menunjukkan pengaruh penetapan tarif impor terhadap produksi kedelai dan jumlah impor kedelai.


(31)

IV.

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara nasional dengan melihat perkembangan impor komoditi kedelai Indonesia. Penelitian ini dimulai dari bulan Juli 2013 hingga November 2013.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dalam bentuk time series dengan periode waktu 29 tahun yaitu dari tahun 1983 sampai tahun 2011 yang disesuaikan dengan keadaan yang berlaku. Data yang dikumpulkan berupa data produksi kedelai domestik, luas panen kedelai, konsumsi kedelai, volume dan nilai impor kedelai serta harga kedelai domestik. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, World Bank, dan institusi lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini serta penelitian-penelitian terdahulu yang terkait. Data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data 4.3.1 Metode Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melakukan pengelompokan dari data yang telah dikumpulkan. Data tersebut kemudian dimasukkan sebagai input komputer. Pengolahan data dilakukan menggunakan software Statistical Analysis System/Econometric Time Series (SAS/ETS) versi 9.1. Hasil olahan data disajikan dalam bentuk tabulasi dan diuraikan secara deskriptif berdasar tinjauan teorinya.

4.3.2 Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif adalah suatu cara analisis langsung melalui penyajian tabel dan gambar dengan memanfaatkan data yang tersedia seperti persentase, rata-rata, dan ukuran statistik lainnya. Analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran umum


(32)

tentang produksi kedelai, impor kedelai serta kebijakan perkedelaian nasional mulai tahun 1983 sampai 2011.

4.3.3 Analisis Persamaan Simultan

Model persamaan simultan digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel eksogen (exogenous variable) terhadap variabel endogen (endogenous variable) dalam hubungan yang bersifat simultan. Variabel eksogen adalah variabel yang tidak dipengaruhi oleh variabel lain yang terdapat dalam model sistem persamaan simultan, sedangkan variabel endogen adalah variabel yang keberadaannya dipengaruhi oleh variabel lain yang terdapat di dalam model sistem persamaan simultan.

4.3.3.1 Perumusan Model

Persamaan simultan terdiri dari persamaan identitas dan persamaan struktural. Persamaan identitas dalam penelitian ini adalah fungsi produksi yaitu : PRD = LAP *PRV …....…...……….. (4.1) Ket: PRD = produksi kedelai domestik (ton)

LAP = Luas area panen (ha) PRV = Produktivitas (ton/ha)

Persamaan struktural terbentuk dari teori ekonomi yang mendasarinya (Juanda 2009). Teori yang mendasari persamaan struktural berasal dari persamaan identitas yaitu fungsi produksi. Persamaan struktural dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Fungsi Luas Area Panen

Luas area panen tanaman kedelai dipengaruhi oleh perubahan harga riil kedelai di tingkat petani (PTPt-PTPt-1), harga riil jagung tahun sebelumnya (PJG t-1), dan luas areal panen tahun sebelumnya (LAPt-1). Persamaan luas area panen

kedelai dirumuskan sebagai berikut:

LAPt = a0 + a1(PTPt-PTPt-1) + a2PJGt-1 + a3LAPt-1 + µ1t………(4.2)

Ket : LAPt = luas area panen kedelai tahun ke-t (ha)

PTPt-PTPt-1 = perubahan harga riil kedelai di tingkat petani (Rp/kg)

PJGt-1 = harga riil jagung tahun sebelumnya (Rp/kg)

LAPt-1 = luas area panen tahun sebelumnya (ha)

µ1t = variabel pengganggu


(33)

b. Fungsi Produktivitas Kedelai

Produktivitas kedelai (PRV) diduga dipengaruhi oleh perubahan harga riil kedelai di tingkat petani (PTPt-PTPt-1), rasio harga riil benih kedelai terhadap

harga riil benih tahun sebelumnya (PBNt/PBNt-1), dan produktivitas tahun

sebelumnya (PRVt-1). Persamaan produktivitas kedelai dapat dirumuskan sebagai

berikut :

PRVt = b0 + b1(PTPt-PTPt-1) + b2(PBNt/PBNt-1) + b3PRVt-1 + µ2t ... (4.3)

Ket: PRVt = produtivitas kedelai tahun ke-t (ton/ha)

PTPt-PTPt-1 = perubahan harga riil kedelai di tingkat petani (Rp/kg)

PBNt/PBNt-1 = rasio harga riil benih kedelai

PRVt-1 = produktivitas kedelai tahun sebelumnya (ton/ha)

µ2t = variabel pengganggu

Nilai dugaan parameter yang diharapkan b1 > 0; b2 < 0; 0 < b3 < 1.

c. Fungsi Harga Kedelai di Tingkat Petani

Harga kedelai di tingkat petani (PTP) diduga dipengaruhi oleh produksi kedelai (PRD), harga riil kedelai di tingkat pedagang besar (PKB), konsumsi kedelai (CON), dan harga riil kedelai impor tahun sebelumnya (PKIt-1).

Persamaan harga kedelai di tingkat petani dapat dirumuskan sebagai berikut: PTPt = c0 + c1PRDt + c2PKBt + c3CONt + c4PKIt-1 + µ3t…………..……...(4.4)

Ket: PTPt = perubahan harga riil kedelai di tingkat petani (Rp/kg)

PRDt = produksi kedelai domestik (ton)

PKBt = harga riil kedelai di tingkat pedagang besar (Rp/kg)

CONt = konsumsi kedelai (ton)

PKI t-1 = harga riil kedelai impor tahun sebelumnya (US$/ton)

µ3t = variabel pengganggu

Nilai dugaan yang diharapkan c2, c3, c4 > 0; c1 < 0.

d. Fungsi Konsumsi Kedelai

Konsumsi kedelai diduga dipengaruhi oleh harga riil kedelai eceran (PKD), pendapatan nasional per kapita tahun sebelumnya (PNBt-1), dan konsumsi

kedelai tahun sebelumnya (CONt-1). Persamaan konsumsi kedelai dapat

dirumuskan sebagai berikut:

CONt = do + d1PKDt + d2PNBt-1 + d3CONt-1 + µ4t………..(4.5)

Ket: CONt = konsumsi kedelai (ton)

PKDt = harga riil kedelai eceran (Rp/kg)

PNBt-1 = pendapatan nasional per kapita tahun sebelumnya (US$)

CONt-1 = konsumsi kedelai tahun sebelumnya (ton)

µ4t = variabel pengganggu


(34)

e. Fungsi Harga Kedelai Eceran

Harga kedelai eceran diduga dipengarui oleh harga riil kedelai di tingkat pedagang besar (PKB), penawaran kedelai (PRD+JIM), dan konsumsi kedelai (CON). Persamaan harga kedelai eceran dapat dirumuskan sebagai berikut:

PKDt = e0 + e1PKBt + e2(PRD+JIM)t + e3CONt + µ5t……….(4.6)

Ket: PKDt = harga kedelai eceran (Rp/kg)

PKBt = harga riil kedelai di tingkat pedagang besar (Rp/kg)

PRDt = produksi kedelai (ton)

JIMt = jumlah impor kedelai (ton)

CONt = konsumsi kedelai (ton)

µ5t = variabel pengganggu

Nilai dugaan yang diharapkan e1, e3 > 0; e2 < 0.

f. Fungsi Impor Kedelai

Menurut Setiabakti (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi impor kedelai adalah produksi kedelai, permintaan kedelai, harga kedelai impor, dan produksi kedelai Amerika. Menurut Purwanto (2009), faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi impor kedelai adalah produksi kedelai dalam negeri, konsumsi kedelai dan harga kedelai domestik. Penelitian ini menggunakan variabel yang mengacu pada penelitian Setiabakti (2013) dan Purwanto (2009).

Jumlah impor kedelai Indonesia (JIM) diduga dipengaruhi oleh harga riil kedelai impor (PKI), produksi kedelai (PRD), konsumsi kedelai (CON), dan impor kedelai tahun sebelumnya (JIMt-1). Persamaan impor kedelai dapat

dirumuskan sebagai berikut:

JIMt = f0 + f1PKIt + f2PRDt + f3CONt + f4JIMt-1 + µ6t……… …....(4.7)

Ket: JIMt = volume impor (ton)

PKIt = harga riil kedelai impor (US$/ton)

PRDt = produksi kedelai (ton)

CONt = konsumsi (ton)

JIMt-1 = volume impor tahun sebelumnya (ton)

µ6t = variabel pengganggu

Nilai dugaan parameter yang diharapkan f3 > 0; f1, f2 < 0; 0 < f4 < 1.

g. Fungsi Harga Kedelai Impor

Harga kedelai impor diduga dipengaruhi oleh harga riil kedelai dunia (PWO), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika (EXR), tarif impor kedelai tahun sebelumnya (TIMt-1) dan harga kedelai impor tahun sebelumnya (PKIt-1).


(35)

PKIt = g0 + g1 PWOt + g2 EXRt + g3TIMt-1 + g4PKIt-1 + µ7t……… (4.8)

Ket: PKIt = harga kedelai impor (Rp/kg)

PWOt = harga riil kedelai dunia (US$/ton)

EXRt = nilai tukar rupiah terhadap Amerika (Rp/US$)

JIMt = jumlah impor kedelai (ton)

PKIt-1 = harga kedelai impor tahun sebelumnya (Rp/kg)

µ7t = variabel pengganggu

Nilai dugaan parameter yang diharapkan g1,g2,g3 > 0; 0 < g5 < 1. 4.3.3.2 Identifikasi Model

Menurut Koutsoyiannis (1977) masalah identifikasi muncul hanya untuk persamaan-persamaan yang di dalamnya terdapat koefisien-koefisien yang harus diestimasi secara statistik (dari data contoh). Masalah identifikasi tidak muncul dalam persamaaan definisi, identitas atau dalam pernyataan tentang kondisi equilibrium karena dalam hubungan tersebut tidak memerlukan pengukuran.

Teori ekonometrika mengemukakan dua kemungkinan situasi dalam suatu identifikasi, yaitu :

1. Persamaan Underidentified

Suatu persamaan dikatakan underidentified jika bentuk statistiknya tidak tunggal. Suatu sistem dikatakan underidentified ketika satu atau lebih persamaan yang ada dalam sistem tersebut underidentified. Jika suatu persamaan atau model under identified maka tidak ada nilai parameter persamaan bentuk turunannya yang dapat dihitung.

2. Persamaan Identified

Suatu persamaan identified memiliki bentuk statistik tunggal, persamaan tersebut bisa exactly identified atau overidentified. Persamaan yang teridentifikasi, koefisien yang terdapat di dalamnya dapat diduga secara statistik. Jika persamaan exactly identified maka metode yang sesuai untuk pendugaan adalah Indirect Least Square (ILS) sedangkan persamaan overidentified maka metode yang dapat digunakan adalah Two Stage Least Square (2SLS).

Berdasarkan teori Koutsoyiannis, terdapat dua tahap identifikasi terhadap suatu model persamaan simultan yaitu:


(36)

1. Order Condition

Order condition digunakan untuk mengetahui apakah persamaan yang ada dapat diidentifikasi atau tidak dapat diidentifikasi. Langkah dalam penentuan order condition yaitu :

a. Bila (K-M) ≥ (G-1), maka persamaan tersebut dapat diidentifikasi b. Bila (K-M) < (G-1), maka persamaan tersebut tidak dapat

diidentifikasi atau unidentifeid Ket: K = Total variabel dalam model

M = Total variabel endogen dan eksogen dalam persamaan yang akan diidentifikasi

G = Total persamaan dalam model 2. Rank Condition

Rank condition digunakan untuk mengidentifikasi persamaan setelah uji order condition menghasilkan kesimpulan dapat diidentifikasi. Uji rank condition dilakukan untuk melihat persamaan tersebut exactly identified atau overidentified. Penentuan rank condition sebagai berikut:

a). Persamaan tersebut exactly identified, bila (K-M) = (G-1) b). Persamaan tersebut overidentified, bila (K-M) > (G-1)

Model persamaan simultan dalam penelitian ini terdiri dari delapan persamaan dengan satu persamaan identitas dan tujuh persamaan struktural serta 20 total variabel di dalam model yang terdiri dari delapan variabel endogen dan 12 variabel predetermine (lima variabel lag endogen, tiga variabel lag eksogen, dan empat variabel eksogen). Uji order condition menghasilkan kesimpulan bahwa masing-masing model dapat diidentifikasi, hasil pengurangan total variabel dalam model dengan total variabel endogen dan eksogen dalam persamaan yang diidentifikasi lebih besar dari hasil pengurangan total persamaan dalam model dengan satu.

Uji rank condition menghasilkan kesimpulan overidentified untuk masing-masing persamaan dalam model, uji ini dapat dilihat dari hasil pengurangan total variabel dalam model dengan total variabel endogen dan eksogen dalam persamaan yang diidentifikasi lebih besar dari pengurangan total persamaan dalam model dengan satu. Hasil identifikasi yang menghasilkan kesimpulan overidentified memungkinkan persamaan untuk diestimasi dengan metode Two


(37)

Stage Least Square (2SLS). Program komputer estimasi model keragaan ekonomi kedelai dengan software SAS/ETS disajikan dalam Lampiran 2, sedangkan hasil estimasi parameter model keragaan ekonomi kedelai dengan software SAS/ETS disajikan dalam dan Lampiran 3.

4.3.3.3 Uji Kesesuaian Model

Koutsoyiannis (1977) menerangkan bahwa pengujian terhadap dugaan persamaan secara keseluruhan dilakukan dengan uji F-statistik. Uji F-statistik dapat menjelaskan kemampuan variabel eksogen secara bersama-sama dalam menjelaskan keragaman dari variabel endogen.

Hipotesis yang diuji dari pendugaan persamaan di atas adalah variabel eksogen tidak berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. Hipotesis ini disebut hipotesis nol. Mekanisme yang digunakan untuk menguji hipotesis dari parameter dugaan secara serentak (uji F-statistk) adalah:

F hitung = SSR / (k-1) SSE / (n-k)

Dengan derajat bebas = (k-1), (n-k) Ket: SSR = jumlah kuadrat regresi

SSE = jumlah kuadrat sisa k = jumlah parameter n = jumlah pengamatan

Selanjutnya dilakukan pengujian dengan kriteria uji sebagai berikut : F hitung < F tabel : Terima H0, artinya secara bersama-sama variabel eksogen

yang digunkan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel endogen (variabel yang digunakan tidak bisa menjelaskan secara nyata keragaman dari variabel endogen)

F hitung > F tabel : Tolak H0, artinya secara bersama-sama variabel eksogen

berpengaruh nyata terhadap variabel endogen (minimal terdapat satu parameter dugaan yang tidak sama dengan nol dan berpengaruh nyata terhadap keragaman variabel endogen)


(38)

4.3.3.4 Uji Dugaan Variabel Secara Parsial

Uji parsial (uji t) bertujuan untuk mengetahui apakah variabel eksogen yang terdapat di dalam model secara individu berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. Mekanisme uji statistik t adalah sebagai berikut:

T hitung = bi / S(bi)

Ket: bi = koefisien parameter dugaan S(bi) = standar deviasi parameter dugaan Dengan kriteria uji sebagai berikut:

T hitung < t tabel : Terima H0, artinya variabel eksogen secara individu tidak

berpengaruh nyata terhadap perubahan variabel eksogen T hitung > t tabel : Tolak H0, artinya ada variabel eksogen secara individu

berpengaruh nyata terhadap perubahan variabel endogen dengan tingkat kepercayaan (1-α) persen

4.3.3.5 Uji Statistik Durbin – h

Metode pengujian yang sering digunakan untuk mendeteksi adanya serial korelasi adalah dengan statistik Dw (Durbin Watson Statistic). Jika di dalam model terdapat persamaan yang mengandung variabel bedakala maka penggunaan Dw sudah tidak valid sehingga digunakan uji statistik Durbin-h (Dh) untuk mengetahui ada tidaknya serial korelasi pada persamaan yang mengandung variabel bedakala. Pindyck dan Rubinfeld (1998) menyebutkan rumus uji statistik Durbin-h sebagai berikut:

Dh = 1 − Dw2 1 1 − N Var βN

Keterangan: Dh = nilai statistik durbin-h Dw = nilai durbin watson hitung N = jumlah periode pengamatan

Var β = varians varibel bedakala endogen (SE)2

Apabila digunakan taraf nyata α = 0.05, sehingga diketahui -1.96 ≤ Dh ≤

1.96 maka dapat disimpulkan persamaan tidak mengalami serial korelasi. Namun, apabila diketahui nilai Dh < -1.96 maka terdapat serial korelasi negatif, sebaliknya apabila nilai Dh > 1.96 maka terdapat serial korelasi positif.


(39)

4.3.3.6 Uji Multicollinearity

Multicollinearity adalah suatu hubungan linier antara dua atau lebih variabel penjelas dalam suatu persamaan tertentu. Jika terjadi korelasi yang sempurna di antara variabel penjelas maka koefisien parameter menjadi tidak dapat ditaksir dan nilai standard error setiap koefisien estimasi menjadi tidak terhingga (Sitepu dan Sinaga 2006). Saefudin et al., (2010) menyebutkan bahwa persamaan terdapat masalah multicollinearity antar peubah penjelas jika nilai variance inflation factor (VIF) lebih besar dari 10.

4.3.3.7 Uji Kehomogenan Sisaan

Pendugaan parameter dengan metode kuadrat terkecil mengasumsikan ragam sisaan selalu tetap atau homogen. Kondisi ini disebut dengan homokedastisitas (homokedasticity), sedangkan kondisi sebaliknya disebut heterokedastisitas (heterokedasticity). Tidak terpenuhinya asumsi ini menyebabkan ragam nilai dugaan parameter regresi cenderung akan besar. Konsekuensi lain adalah selang kepercayaan bagi nilai dugaan parameter menjadi lebih lebar, uji t dan uji F tidak akurat sehingga mempengaruhi keakuratan dalam pengambilan keputusan.

Saefudin et al., (2010) menyebutkan bahwa pada program SAS uji keragaman sisaan bisa dideteksi melalui uji White dilihat dari nilai chi-square atau nilai p. Jika nilai chi-square lebih kecil dari nilai chi square tabel maka asumsi kehomogenan sisaan terpenuhi, jika p lebih besar dari taraf nyata maka asumsi kehomogenan sisaan terpenuhi (tidak terjadi heterokedastisitas).

4.3.3.8 Elastisitas

Elastisitas digunakan untuk mendapatkan ukuran kuantitatif respon suatu fungsi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya. Nilai elastisitas jangka pendek diperoleh dari rumus berikut (Pindyck dan Rubinfeld 1998):

Esr (Yt,Xt) = βt (Xt)/(Yt) dimana:

Esr (Yt,Xt) = elastisitas jangka pendek variabel penjelas Xt, terhadap variabel endogen Yt.

Βt = Parameter estimasi variabel penjelas Xt Xt = Rata-rata variabel penjelas Xt


(40)

Yt = Rata-rata variabel endogen Yt

Nilai elastisitas jangka panjang dapat diperoleh dari perhitungan:

Elr = ,

!"

dimana :

Esr (Yt,Xt) = elastisitas jangka pendek variabel penjelas Xt, terhadap variabel endogen Yt.

βt lag = Parameter estimasi lag variabel endogen Kriteria uji:

1. Jika elastisitas lebih dari satu (E>1) maka dikatakan elastis (responsif) karena perubahan satu persen variabel penjelas mengakibatkan perubahan variabel endogen lebih dari satu persen.

2. Jika nilai elastisitas kurang dari satu (E<1) maka dikatakan inelastis (tidak responsif) karena perubahan satu persen variabel penjelas mengakibatkan perubahan variabel endogen kurang dari satu persen.

3. Jika nilai elastisitas sama dengan nol (E=0) maka dikatakan inelastis sempurna.

4. Jika nilai elastisitas tak hingga (E= ~) maka dikatakan elastis sempurna. 5. Jika nilai elastisitas sama dengan satu (E= 1) maka dikatakan unitary elastis.

4.3.4 Validasi Model

Validasi suatu model dilakukan untuk melihat keragaman antara kondisi aktual dengan hasil simulasi. Validasi model persamaan simultan menggunakan solusi metode newton. Validasi juga untuk melihat seberapa valid suatu persamaan digunakan untuk menganalisis suatu persoalan. Validasi suatu model biasanya dilihat dari beberapa parameter yang digunakan sebagai indikasi validitas suatu model persamaan simultan.

Indikator statistik yang digunakan untuk validasi model Root Means Squares Percent Error (RMSPE) dan Theil Inequality (U-Theil) serta dekomposisinya. Statistik RMSPE digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai variabel endogen hasil pendugaan dari alur nilai-nilai aktualnya dalam ukuran relatif atau seberapa dekat nilai-nilai dugaan itu mengikuti nilai aktual. Indikator U-Theil digunakan untuk mengukur daya prediksi model, selang


(41)

nilainya dari 0-1. Model yang baik akan mendekati nilai nol, sebaliknya jika mendekati satu model dianggap kurang dapat menjelaskan data yang sebenarnya. Nilai U selalu berada diantara 0-1. Nilai U=0 menunjukkan bahwa nilai pendugaan model sempurna, jika U=1 menunjukkan nilai pendugaan tidak sempurna. Ketika U=1 hasil simulasi selalu bernilai nol meskipun nilai aktualnya tidak nol. Evaluasi terhadap daya prediksi suatu model (model validation) sangat diperlukan untuk mengetahui kualitas model dalam memprediksi perilaku data aktual yang digunakan dalam suatu model. Menurut Pindyck dan Rubinfeld (1998), formula RMSPE dan U-Theil yaitu:

#$%&' =

( )*+,- +,.

+,. /

0 1

,23

4 =

5

( ∑ *+

,- +,.

+,. /

0 1

,23

5

( ∑1,237+,-80

+ 5

( ∑1,237+,.80

4.3.5 Simulasi Kebijakan

Analisis simulasi digunakan untuk mengukur dampak perubahan variabel eksogen. Tujuan simulasi setidaknya ada tiga yaitu: (1) pengujian dan evaluasi, (2) analisis kebijakan historis, dan (3) analisis peramalan (Pindyck dan Rubinfield 1998).

Simulasi digunakan untuk mempelajari perilaku model bila kebijakan diterapkan dalam suatu periode pengamatan (Kumenaung 2002). Periode simulasi dalam penelitian ini adalah periode historis yaitu dari tahun 2004-2011. Rentang simulasi historis bertujuan untuk mengevaluasi dampak kebijakan (policy review) terhadap produksi kedelai domestik dan volume kedelai impor.

Tujuan simulasi kebijakan adalah melihat dan mencari alternatif kebijakan yang efektif untuk mendorong peningkatan produksi kedelai nasional dan


(42)

menurunkan volume impor kedelai yang diharapkan bisa menghilangkan ketergantungan terhadap kedelai impor dalam jangka panjang.

Simulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah simulasi penetapan tarif impor (bea masuk). Kebijakan tarif bea masuk yang ideal adalah suatu tingkat tarif yang dapat memberikan perlindungan terhadap industri dalam negeri sekaligus melindungi konsumen dari tingginya harga barang serta memberikan dukungan bagi peningkatan penerimaan negara. Berdasarkan UU No. 17 tahun 2006, dalam pasal 12 ayat (1) dinyatakan bahwa barang impor dipungut bea masuk berdasarkan tarif setinggi-tingginya 40 persen dari nilai pabean untuk penghitungan bea masuk. Ada beberapa hal yang perlu memperhatikan dalam menentukan besarnya tarif impor diantaranya: (1) mengutamakan kepentingan ekonomi nasional dengan melihat implikasi kebijakan tarif bea masuk terhadap seluruh stakeholder, (2) mematuhi komitmen perdagangan nasional, regional dan internasional di bidang tarif bea masuk, dan (3) memperhatikan penerimaan negara dengan mengupayakan tarif terendah lebih besar dari 0 persen. Skenario untuk simulasi historis adalah:

1. Penetapan tarif impor kedelai sebesar 10 persen 2. Penetapan tarif impor kedelai sebesar 15 persen

Simulasi : Penetapan tarif impor kedelai

1). Nilai tarif impor yang paling sering diberlakukan selama 29 tahun terakhir adalah sebesar 10 persen sehingga pada simulasi yang pertama dilakukan berdasarkan pada modus tarif impor selama 29 tahun terakhir. Simulasi pertama menjelaskan dampak perubahan variabel endogen jika tarif impor ditetapkan 10 persen.

2). Batas maksimal penetapan tarif impor menurut UU no. 17 tahun 2006 sebesar 40 persen, namun Indonesia selama bergabung dengan World Trade Organization (WTO) dan menandatangani kerjasama perdagangan regional maupun global belum pernah menetapkan tarif sebesar 40 persen. Tarif tertinggi untuk komoditas kedelai setelah Indonesia bergabung dengan WTO dan menandatangani LOI yaitu sebesar 15 persen pada tahun 2003. Simulasi kedua pada penelitian ini menetapkan tarif impor sebesar 15 persen.


(43)

5.1 Produksi Kedelai Nasional

Pada era orde baru pengembangan kedelai di Indonesia dilakukan dengan berbagai usaha di antaranya peningkatan luas lahan dan produktivitas kedelai melalui program INMAS (Intensifikasi Masal) dan BIMAS (Bimbingan Masal). Peningkatan produksi kedelai dimulai dari strategi Pembangunan Lima Tahun (Pelita) yang dicanangkan presiden Soeharto. Periode Pelita I (1969-1973) peningkatan produksi kedelai masih kecil karena program utama pembangunan sektor pertanian pada waktu itu diprioritaskan pada peningkatan produksi beras nasional. Pelita II (1974-1978) dan Pelita III (1979-1983) pembangunan sektor pertanian masih terfokus kepada peningkatan beras untuk mencapai swasembada beras. Tabel 2 menunjukkan pencapaian program peningkatan produksi kedelai domestik Indonesia tahun 1979-1998. Luas area panen kedelai pada Pelita III sebesar 0.64 juta ha dengan produksi sebesar 0.54 juta ton. Hal tersebut terjadi karena pemerintah masih memfokuskan pada swasembada beras.

Pada pelita IV (1984-1988) baru dilaksanakan program untuk kedelai yaitu OPSUS (Operasi Khusus), INMUM (Intensifikasi Umum), dan INSUS (Intensifikasi Khusus). Melalui program OPSUS, INMUM, dan INSUS terlihat produksi kedelai mengalami kenaikan yang cukup pesat menjadi 1.27 juta ton dan luas panen meningkat menjadi 1.17 juta ha.

Tabel 2 Pencapaian program peningkatan produksi kedelai domestik Indonesia pada masa Orde Baru (1979-1998)

Program Luas Area Panen (Ha) Produksi (Ton)

PELITA III (1979-1983) 640.000 536.000

PELITA IV (1984-1988) 1.170.000 1.270.000 PELITA V (1989-1993) 1.460.000 1.310.000 PELITA VI (1994-1998) 1.090.000 1.300.000 Sumber: Amang et al., 1996 (diolah)

Tabel 2 menunjukan pada Pelita V (1989-1993) produksi dan luas panen kedelai terus meningkat, bahkan pada tahun 1992 luas area panen dan produksi kedelai merupakan yang terbesar dengan luas area panen 1.66 juta ha sedangkan produksi mencapai 1.87 ton. Kondisi ini tidak berlangsung lama karena pada 1993


(44)

hingga memasuki Pelita VI luas panen dan produksi kembali menurun masing-masing menjadi 1.46 juta ha dan 1.31 juta ton. Pelita VI (1994-1998) luas area panen dan produksi kedelai terus menurun, pemerintah menciptakan program baru yaitu Gema Palagung (Gerakan Mandiri Peningkatan Produksi Padi, Kedelai, dan Jagung) pada tahun 1997. Program Gema Palagung ternyata belum cukup untuk mengatasi penurunan produksi kedelai. Luas area panen menjadi 1.09 juta ha sedangkan produksi berkurang hingga 1.30 juta ton.

Pasca era orde baru produksi kedelai nasional terus turun seiring dengan luas panen yang menurun, Tabel 3 menunjukkan perkembangan luas area panen dan produksi kedelai hingga tahun 2012.

Tabel 3 Perkembangan luas panen, produktivitas dan produksi kedelai di Indonesia tahun 2005-2011

Tahun Luas panen

(ribu ha)

Produktivitas (ton/ha)

Produksi (ribu ton)

2005 621.54 1.30 808.35

2006 580.53 1.28 747.61

2007 459.12 1.29 592.53

2008 590.96 1.31 775.71

2009 722.79 1.34 974.51

2010 660.82 1.37 907.03

2011 622.25 1.36 851.29

Rata-rata : 608.28 1.32 808.14

Sumber: Pusdatin, Kementan 2012

Berdasarkan Tabel 3 luas area panen, produktivitas dan produksi kedelai mengalami fluktuasi. Rata-rata luas panen kedelai sebesar 608.28 ribu ha, angka ini turun sebesar 44 persen dibandingkan saat orde baru. Pasca orde baru luas area panen terendah terjadi pada tahun 2007 dengan luas 459.12 ribu ha. Rata-rata produktivitas kedelai sebesar 1.32 ton/ha, meskipun berfluktuatif tetapi nilai pertumbuhan produktivitas kedelai kecil. Rendahnya teknologi budidaya kedelai dan keterbatasan input produksi diduga sebagai salah satu alasan produktivitas kedelai tidak terlalu signifikan. Rata-rata produksi kedelai sebesar 808.14 ribu ton. Produksi kedelai terendah terjadi pada tahun 2007, hal ini sejalan dengan luas panen pada saat itu juga luas panen terendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa produksi kedelai sangat dipengaruhi oleh luas panen kedelai.

Tahun 2008 pemerintah meluncurkan program Bangkit Kedelai melalui Program dan Aksi Peningkatan Produksi Kedelai Nasional. Program ini


(45)

menargetkan Indonesia bisa swasembada kedelai pada tahun 2014, tapi pada kenyataannya sampai tahun 2013 Indonesia masih mengimpor dan harga kedelai semakin naik.

Program lain yang sampai tahun 2013 masih terus digencarkan untuk meningkatkan produksi antara lain SL-PTT (Sekolah Lapang Pertanian Tanaman Terpadu), Pengembangan Model PTT (Pertanian Tanaman Terpadu), dan Perluasan Areal Tanam Baru (PATB). Tabel 4 menunjukkan skenario pelaksanaan kegiatan produksi kedelai domestik Indonesia tahun 2013.

Tabel 4 Skenario pelaksanaan kegiatan pencapaian produksi kedelai domestik Indonesia tahun 2013

Uraian Luas

tanam (ha)

Luas panen (ha)

Produksi (ton) Peningkatan Produktivitas 600.000 571.440 888.618

a. SL-PTT eksisting area 455.000 433.342 693.347 b. Pembinaan areal swadaya 145.000 138.098 195.271

Perluasan Area Tanam 418.500 398.560 611.382

a. Pengembangan Model PTT areal

baru 110.000 104.764 178.099

b. PATB 118.250 112.621 191.456

c. Pengembangan di lahan perhutani 10.000 9.523 13.244 d. Perluasan areal swadaya 180.250 171.652 228.583

Jumlah 1.018.500 970.000 1.500.000

Sumber : Dit. Buakabi Tanaman Pangan, Kementan, 2013

Berdasarkan Tabel 4 target luas tanam SL-PTT yaitu seluas 455.000 ha di 29 provinsi berupa bantuan subsidi benih kepada petani tetapi realisasinya baru 124.000 ha akibat adanya hambatan distribusi benih. Target Pengembangan Model PTT seluas 110.000 ha berupa bantuan paket saprodi lengkap dan peralatan mekanisasi pra panen dan pasca panen namun realisasi program ini hanya 59.679 ha akibat ketersediaan benih kedelai varietas unggul bersertifikat di lapangan terbatas, selanjutnya target Perluasan Areal Tanam Baru (PATB) seluas 118.250 ha di 13 provinsi berupa bantuan paket saprodi lengkap dengan pola bantuan transfer barang dari pusat. Program PATB ini terkendala dengan proses lelang yang memerlukan waktu panjang.

5.2 Kebijakan Impor Kedelai Indonesia

Sejarah impor kedelai Indonesia sudah terjadi terjadi sejak 1928 dari Manchuria sebesar 63.000 ton/tahun. Pemerintah orde lama dalam program


(46)

pembangunan semesta berencana mencanangkan peningkatan produksi kedelai pada tahun 1964. Impor kedelai meningkat mengikuti kenaikan deret hitung mulai tahun 1975. Tahun 1975 sampai 1980 impor kedelai masih sekitar 150.000 ton/tahun hingga 280.000 ton/tahun. Tahun 1991 hingga 2000 impor kedelai meningkat menjadi 900.000 ton/tahun hingga 1.5 juta ton/tahun, sedangkan pada tahun 2011 impor kedelai sebesar 2.12 juta ton.

Tabel 5 menunjukkan perkembangan kebijakan tarif impor kedelai Indonesia dari tahun 1980-an, Berdasarkan Tabel 5 kebijakan tarif impor kedelai berlaku dengan adanya Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No.503 dan 504/Kp/XII/1982, Keppres Nomor 103, Keppres Nomor 50 tahun 1995, dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.230/MP/Kep/7/1997, tujuan impor adalah untuk pengendalian stok, harga dan mutu yang tugas tersebut dilakukan oleh BULOG (Badan Urusan Logistik). BULOG menyalurkan kedelai impor ke KOPTI (Koperasi Tahu dan Tempe Indonesia), KPKD (Kelompok Pedagang Kacang Kedelai) dan idustri pengelola pangan lainnya. Era reformasi pemerintah melakukan kesepakatan dengan IMF (Internasional Monetary Fund) dalam upaya menangani krisis ekonomi pada tahun 1998, salah satunya dengan penandatanganan Letter of Intent (LOI). LOI ini kemudian menjadi acuan pemerintah untuk menghapus monopoli impor kedelai oleh BULOG dan penurunan tarif impor pangan melalui Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.406/MPP/Kep/II/97 dan Keputusan Menteri Keuangan No.444/KMK.01/1998.

Kebijakan perdagangan kedelai impor dilakukan dengan pemberlakuan tarif impor. Keputusan Menteri Keuangan No. 444/KMK.01/1998 menerangkan tarif bea masuk kedelai impor dihilangkan menjadi 0 persen. Keputusan Menteri Keuangan No.557/KMK.01/2003 menentukan tarif bea masuk kedelai berubah menjadi 15 persen, pada tahun 2006 diperbaharui lagi menjadi 10 persen. Tahun 2008 terjadi perubahan harga kedelai di dalam negeri mencapai lebih 100 persen sehingga untuk mengantisipasi kekurangan stok kedelai dalam negeri, peningkatan konsumsi dan tingginya harga maka pemerintah kembali menghapus tarif bea masuk kedelai impor menjadi 0 persen.


(47)

Tabel 5. Perkembangan kebijakan pemerintah terkait kedelai Indonesia tahun 1982-2013

Peraturan Isi

Keputusan Menteri Perdagangan dan

Koperasi No.503 dan 504/Kp/XII/1982 Tujuan impor untuk pengendalian stok, harga dan mutu komoditas yang tugas tersebut dilakukan oleh Badan Urusan Logistik (BULOG).

Keppres Nomor 103 dan Keppres Nomor 50 tahun 1995

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.230/MP/Kep/7/1997 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.406/MPP/Kep/II/97

Menghapus monopoli impor kedelai oleh BULOG.

Keputusan Menteri Keuangan No.444/KMK.01/1998

Tarif bea masuk kedelai impor dihilangkan menjadi 0 persen. Keputusan Menteri Keuangan

No.557/KMK.01/2003

Menentukan tarif bea masuk kedelai berubah menjadi 15 persen.

Perpres No 32 tahun 2013

Menugaskan Perusahaan Umum (Perum) BULOG untuk melakukan pengamanan harga dan penyaluran kedelai.

Permendag No 23/M-DAG/PER/5/2013 Program stabilisasi harga kedelai. Permendag No 24/M-DAG/PER/5/2013 Ketentuan impor kedelai.

Permendag No 25/M-DAG/PER/5/2013 Penetapan harga pembelian kedelai petani.

Permendag No 45/M-DAG/PER/8/2013 Merevisi Permendag No 23 dan mencabut Permendag No 24. Sumber: Facino, 2012, (diolah)

Tahun 2013 terjadi pergolakan harga kedelai sehingga pemerintah melalui Perpres No. 32 tahun 2013 menugaskan Perusahaan Umum (Perum) BULOG untuk melakukan pengamanan harga dan penyaluran kedelai. Pemerintah juga mengeluarkan Permendag No. 23/M-DAG/PER/5/2013 tentang program stabilisasi harga kedelai, Permendag No. 24/M-DAG/PER/5/2013 tentang ketentuan impor dan Permendag No. 25/M-DAG/PER/5/2013 tentang penetapan harga pembelian kedelai petani. Pergolakan harga yang terus terjadi membuat Kementerian Perdagangan merevisi Permendag No. 23 dan mencabut Permendag No. 24 kemudian diganti dengan Permendag No. 45/M-DAG/PER/8/2013, dalam Permendag No. 45 tidak ada lagi ketentuan yang mengharuskan kepemilikan dokumen Importir Terdaftar (IT) untuk mengimpor kedelai seperti yang disebutkan pada Permendag No. 24.


(48)

6.1 Hasil Pendugaan Model

Model yang baik harus dapat memenuhi kriteria ekonomi, kriteria statistik dan kriteria ekonometrik (Koutsoyiannis 1977). Berdasarkan kriteria ekonomi, semua variabel penjelas telah menunjukkan tanda parameter estimasi yang sesuai dengan harapan (hipotesis) dan logis dari sudut pandang ekonomi. Berdasarkan kriteria statistik, nilai koefisien determinasi (R2) secara umum cukup tinggi. Sebagian besar persamaan struktural (85 persen) mempunyai nilai R2 di atas 70 persen. Hal ini menunjukkan sebagian besar variabel penjelas mampu menjelaskan dengan baik lebih dari 70 persen perilaku variabel endogen. Model ekonometrika dalam penelitian ini berupa model simultan dinamis yang dibangun dari tujuh persamaan struktural dan satu persamaan identitas. Hasil identifikasi model dengan metode order condition dan rank condition menunjukkan bahwa seluruh persamaan dalam model overidentified. Hasil pendugaan model keragaan ekonomi kedelai dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil pendugaan model keragaan kedelai di Indonesia 1983-2011

Variabel Endogen F-Value Prob>F R2 R2- Adj DW Dh

Luas Area Panen 40.89 0.0001 0.836 0.815 1.89 0.21 Produktivitas 206.14 0.0001 0.962 0.957 2.43 -1.19 Harga Kedelai Petani 121.47 0.0001 0.954 0.946 1.81 - Konsumsi Kedelai 7.05 0.0015 0.468 0.402 2.21 -0.40 Harga Kedelai Eceran 67.57 0.0001 0.894 0.880 1.38 - Impor Kedelai 13.75 0.0001 0.705 0.653 2.28 -1.18 Harga Kedelai Impor 235.81 0.0001 0.976 0.972 1.87 -0.27 Hasil analisis statistik dengan uji F menunjukkan seluruh persamaan struktural nyata pada taraf α = 0.05. Hal ini berarti secara bersama-sama setiap

peubah eksogen dalam persamaan berpengaruh nyata terhadap peubah endogennya. Berdasarkan kriteria statistik nilai statistik Durbin-Watson dan Durbin-h, 85 persen persamaan menunjukkan tidak ada masalah serial korelasi. Persamaan yang terdapat serial korelasi yaitu persamaan harga kedelai eceran (Dw=1.38). Menurut Pindyck dan Rubinfeld (1998), masalah korelasi hanya mengurangi efisiensi pendugaan parameter dan tidak menimbulkan bias parameter


(1)

The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range TAHUN = 2004 To 2011 Theil Relative Change Forecast Error Statistics

MSE Decomposition Proportions

Corr Bias Reg Dist Var Covar Inequal Coef Var N MSE (R) (UM) (UR) (UD) (US) (UC) U1 U LAP 8 0.0421 0.62 0.29 0.35 0.36 0.09 0.62 1.2777 0.4863 PRV 8 0.000390 0.35 0.37 0.35 0.29 0.05 0.59 1.3327 0.6460 PRD 8 0.0451 0.61 0.22 0.39 0.39 0.10 0.68 1.2305 0.4753 PTP 8 0.1931 0.73 0.10 0.21 0.69 0.61 0.29 0.7149 0.5080 CON 8 0.0120 0.40 0.40 0.13 0.46 0.01 0.59 1.0763 0.4362 PKD 8 0.1391 0.82 0.06 0.02 0.91 0.21 0.73 0.5306 0.3079 JIM 8 0.0877 0.61 0.05 0.49 0.45 0.14 0.81 1.1734 0.4754 PKI 8 0.00895 0.99 0.06 0.13 0.81 0.09 0.85 0.1346 0.0665


(2)

Lampiran 7. Program komputer simulasi model ekonomi kedelai Indonesia

2004-2011 menggunakan metode NEWTON dan prosedur SIMLIN

dengan

software

SAS/ETS 9.1

OPTIONS NODATE NONUMBER; DATA KEDELAI;

SET KEDELAI; /*CREATE DATA*/

LLAP = LAG(LAP); LPUR = LAG(PUR); SKD = PRD + JIM; LPRV = LAG(PRV); LPJG = LAG(PJG);

LPKI = LAG(PKI); LPKD = LAG(PKD); LJIM = LAG(JIM); LCON = LAG(CON); LTIM = LAG(TIM); LPBN = LAG(PBN); LPNB = LAG(PNB); LPTP = LAG(PTP); /*RESPESIFIKASI*/

RPBN = PBN/LPBN; SPTP = PTP-LPTP; /*SKENARIO SIMULASI*/

TIM=10; /*TIM=15*/

RUN;

PROC SIMNLIN DATA=KEDELAI DYNAMIC SIMULATE STAT OUTPREDICT THEIL OUT=B3; ENDOGENOUS LAP PRV PRD PTP CON PKD JIM PKI;

INSTRUMENTS PJG PTP PBN EXR TIM PWO PUR PNB; PARM

A0 159355.0 A1 32.94302 A2 -33.5921 A3 0.862783 B0 0.150472 B1 7.514E-6 B2 -0.00524 B3 0.890965

C0 -1019.11 C1 -0.00048 C2 0.609562 C3 0.000314 C4 7.251340 D0 857825.6 D1 -42.9694 D2 394.0686 D3 0.436827

E0 -1462.33 E1 1.208390 E2 -0.00032 E3 0.000957

F0 122673.1 F1 -1980.39 F2 -1.02050 F3 1.178804 F4 0.580863 G0 -43.3760 G1 1.122418 G2 0.002609 G3 2.765444 G4 0.170727; LAP = A0 + A1*(PTP-LPTP) + A2*LPJG + A3*LLAP; PRV = B0 + B1*(PTP-LPTP) + B2*(PBN/LPBN) + B3*LPRV;

PTP = C0 + C1*PRD + C2*PKB + C3*CON + C4*LPKI; CON = D0 + D1*PKD + D2*LPNB + D3*LCON;

PKD = E0 + E1*PKB + E2*(PRD+JIM) + E3*CON;

JIM = F0 + F1*PKI + F2*PRD + F3*CON + F4*LJIM; PKI = G0 + G1*PWO + G2*EXR + G3*LTIM + G4*LPKI; PRD = LAP*PRV;

LLAP = LAG(LAP); LPJG = LAG(PJG); LTIM = LAG(TIM); LPRV = LAG(PRV); LCON = LAG(CON);

LPKD = LAG(PKD); LPBN = LAG(PBN); LPKI = LAG(PKI); LPNB = LAG(PNB); LJIM = LAG(JIM); LPTP = LAG(PTP); RANGE TAHUN = 2004 TO 2011;


(3)

Lampiran 8. Hasil simulasi model ekonomi kedelai Indonesia menggunakan metode

NEWTON dan prosedur SIMLIN dengan

software

SAS/ETS 9.1

1.Penetapan tarif impor kedelai sebesar 10%

The SAS System The SIMNLIN Procedure

Model Summary

Model Variables 8 Endogenous 8 Parameters 31 Range Variable TAHUN Equations 8 Number of Statements 19 Program Lag Length 1

The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation

Data Set Options DATA= KEDELAI1 OUT= B3

Solution Summary

Variables Solved 8 Simulation Lag Length 1 Solution Range TAHUN First 2004 Last 2011 Solution Method NEWTON CONVERGE= 1E-8 Maximum CC 4.63E-11 Maximum Iterations 5 Total Iterations 25 Average Iterations 3.125

Observations Processed Read 9 Lagged 1 Solved 8 First 22 Last 29


(4)

The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range TAHUN = 2004 To 2011

Descriptive Statistics

Actual Predicted

Variable N Obs N Mean Std Dev Mean Std Dev LAP 8 8 602896 76711.3 662848 60348.3 PRV 8 8 1.3200 0.0374 1.3044 0.0202 PRD 8 8 797565 117591 864577 79378.9 PTP 8 8 5268.5 1643.6 5081.9 1699.3 CON 8 8 1907625 391900 2018701 305587 PKD 8 8 6682.6 2212.2 6340.6 1953.4 JIM 8 8 2128640 818938 2076045 307788 PKI 8 8 383.0 101.7 385.7 108.0

2. Penetapan tarif impor kedelai sebesar 15%

The SAS System The SIMNLIN Procedure

Model Summary

Model Variables 8 Endogenous 8 Parameters 31 Range Variable TAHUN Equations 8 Number of Statements 19 Program Lag Length 1

The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation

Data Set Options DATA= KEDELAI1


(5)

Solution Summary

Variables Solved 8 Simulation Lag Length 1 Solution Range TAHUN First 2004 Last 2011 Solution Method NEWTON CONVERGE= 1E-8 Maximum CC 4.54E-10 Maximum Iterations 4 Total Iterations 24 Average Iterations 3

Observations Processed Read 9 Lagged 1 Solved 8 First 22 Last 29

Variables Solved For LAP PRV PRD PTP CON PKD JIM PKI The SAS System

The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation Solution Range TAHUN = 2004 To 2011

Descriptive Statistics

Actual Predicted

Variable N Obs N Mean Std Dev Mean Std Dev LAP 8 8 602896 76711.3 665098 61058.1 PRV 8 8 1.3200 0.0374 1.3050 0.0203 PRD 8 8 797565 117591 867895 80485.3 PTP 8 8 5268.5 1643.6 5182.5 1731.9 CON 8 8 1907625 391900 2017287 305135 PKD 8 8 6682.6 2212.2 6361.6 1959.4 JIM 8 8 2128640 818938 2002807 312810 PKI 8 8 383.0 101.7 401.9 108.3


(6)

bernama Sehat dan ibu Umi Chamdiyah. Penulis adalah putra kedua dari dua

bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA N 1 Banjarnegara. Pada tahun

yang sama penulis lulus Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen.

Selama mengkuti perkuliahan penulis aktif mengikuti kepanitian maupun

organisasi. Tingkat Persiapan Bersama penulis aktif di Kerohanian Islam Asrama

(KIA) serta kepanitiaan Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB).

Memasuki Fakultas penulis aktif di Lembaga Dakwah Fakulltas Forum

Mahasiswa Muslim dan Studi Islam (FORMASI). Tahun 2010 sebagai kepala

divisi Islamic Student Center (ISC) kemudian tahun 2011 sebagai ketua umum.

Penulis pernah menjadi peserta beasiswa Program Pembinaan Sumberdaya

ManusiaStrategis (PPSDMS) Nurul Fikri periode 2010-2012. Penulis mengikuti

berbagai program pelatihan seperti: Pendidikan Kepemimpinan Nasional,

National Leadership Camp

, Training Pengembangan Diri serta Pelatihan

Mengelola Hidup dan Merencanakan Masa Depan (MHMMD).