1 Penempatan informasi yang mencolok menempatkan headline, depan
atau bagian belakang. 2
Pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan.
3 Pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang atau peristiwa yang
diberitakan. 4
Asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplikasi dan sebagainya.
Semua aspek diatas tersebut dipakai untuk membuat dimensi tertentu dan konstruksi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak.
Memframing terhadap suatu realitas menjadi sebuah berita merupakan suatu strategi dalam politik redaksi media untuk menarik perhatian khalayak dalam
memberikan respon terhadap wacana teks dalam berita. Menurut Hamad mengutip pendapat Gitlin, Todd, pembuatan frame itu
sendiri didasarkan atas berbagai kepentingan internal maupun eksternal media baik teknis, ekonomis, politis maupun ideologis. Sehingga pembuatan sebuah
wacana tidak saja mengindikasikan adanya kepentingan-kepentingan itu, tetapi juga bisa mengarahkan hendak dibawa kemana isu itu diangkat dalam
wacana tersebut.
25
24
Tommy Suprapto, Politik Redaksi Berita: Menguak Latar Belakang Teks Berita Media, h.71.
25
Ibid h.73.
B. Politik Redaksi Media 1.
Definisi Politik Redaksi
Membahas definisi politik redaksi berita, terlebih dahulu harus ada pemahaman terhadap pengertian politik itu sendiri. Secara terminologi, politik
itu sendiri memiliki dua arti yakni politics dan policy. Politics yakni berkaitan dengan hal-hal yang menyangkut kenegaraan dan atau kekuasaan. Ishwara
dalam Suprapto mengatakan bahwa politik adalah perjuangan untuk memperoleh kekuasaan. Sedangkan, policy dapat diartikan sebagai
kebijaksaan atau wisdom. Bijak menurut Purwadarminta memiliki arti kepandaian menggunakan akal budinya termasuk pengalaman dan
pengetahuannya.
26
Maka, kebijaksanaan selalu terkait dengan upaya
pengambilan keputusan.
Politik menurut Budiardjo dewasa ini, definisi mengenai politik yang sangat normatif telah didesak oleh definisi-definisi lain yang lebih
menekankan pada upaya means untuk mencapai masyarakat yang baik, seperti kekuasaan, pembuatan kekuasaan, pembuat keputusan, kebijakan,
alokasi nilai, dan sebagainya.
27
Politik redaksi media merupakan konsumsi masyarakat sendiri yang bukan sesuatu yang alamiah. Kerapkali menghasilkan pemberitaan yang tidak
objektif guna memenuhi tuntutan selera pasar dan heterogennya khalayak.
26
Ibid, h.14.
27
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009, h.14.
Sehingga, mau tidak mau media membuat segmentasi pembaca untuk
memenuhi selera khalayak.
Maksud politik redaksi media menurut Suprapto, berawal dari sulitnya media masssa untuk menemukan objektivitas dalam pemberitaan media sebab
pemberitaan media tidak terlepas dari fakta atau opini wartawan yang kemudian menjadi kebijaksanaan redaksional. Kebijaksanaan redaksional ini
membawa pada politik pemberitaan media massa yang juga disebut sebagai politik media. Apa yang pantas dan apa yang tidak pantas untuk ditampilkan
dalam media merupakan suatu politik media untuk mengkonstruksi realitas.
28
Politik redaksi adalah bagian dari Politik Komunikasi di sektor jurnalistik sebagai salah satu sektor di lingkungan kehidupan media, sehingga
politik redaksi merupakan suatu sikap dan campur tangan elitis media owner, pemegang saham, penyedia modal, sponsor dan faktor lain seperti regulasi
bidang media undang-undang, peraturan pemerintah dan sebagainya dalam hal mengolah, mengendalikan, mempengaruhi, menetapkan atau mengatur
kemasan berita untuk tujuan-tujuan tertentu.
29
Politik redaksi amat terkait dengan kebijaksanaan redaksi dalam membentuk realitas sosial. Realitas yang dibentuk oleh media sangat
berpengaruh terhadap struktur teks dan penampilan di media. dalam menerapkan kebijaksanaan tersebut redaksi selalu berpedoman pada regulasi
28
Tommy Suprapto, Politik Redaksi Berita: Menguak Latar Belakang Teks Berita Media, Jakarta: Pustaka Kaiswaran, 2010, h.15.
29
Ibid, h.17.
mengenai pengelolaan media, seperti undang-undang pokok pers, etika pers
dan jurnalistik.
Dapat ditarik kesimpulan, definisi politik redaksi berita adalah kebijaksanaan redaksi dalam mengemas dan menyajikan berita untuk
memenuhi kebutuhan atau kepentingan sebagian besar khalayaknya guna mencapai visi dan misi media bersangkutan. Sehingga pada akhirnya
kebijakan redaksional inilah yang menentukan arah dan fokus pemberitaan, pemilihan topik, peliputan, pengemasan dan penyajian berita di media massa
yang mempengaruhi teks yang dihasilkan.
Dengan demikian, kebijakan redaksional yang dimaksud merupakan karena adanya pengaruh organisasi berita dalam mempengaruhi produksi
berita tersebut. Organisasi berita menurut Dan Nimmo, adalah badan usaha yang personelnya mengumpulkan, menyunting, dan menyebarkan laporan
serta evaluasi tentang peristiwa
30
. Organisasi berita inilah yang kemudian kita sebut sebagai awak media, yang terdiri dari pemimpin surat kabar, pengelola,
pemimpin redaksi, asisten pemimpin redaksi, redaktur pelaksana, asisten redaktur pelaksana, editor, asisten editor, penulis teks, reporter, pencetak,
distributor, dan lain sebagainya.
2. Aspek-aspek Politik Redaksi
Tunstall mengemukakan bahwa organisasi berita merupakan birokrasi nonrutin, hubungan pemerintah dan pers, setidak-tidaknya sebagian, adalah
jaringan transaksi antara birokrasi rutin dan birokrasi nonrutin. Beberapa
30
Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan dan Media, Bandung: Remadja Karya CV, 1989, h.252.
aspek organisasi berita sebagai birokrasi non rutin mempengaruhi perannya dalam pembuatan berita, diantaranya yaitu :
31
a.
Nilai
Baik secara implisit maupun eksplisit, dalam operasi setiap organisasi berita terdapat seperangkat nilai yang dominan yang menjadi
pedoman pemilihan kebijakan, terutama dalam pemilihan berita. Sebuah organisasi, misalnya bisa memperhatikan terutama pembinaan jumlah
pembaca atau penilaian khalayak, yang lain bisa membanggakan diri atas pelaporannya yang cermat, dengan komitmen “dapatkanlah paling dulu,
tetapi dapatkan yang benar”.
b.
Prosedural
Banyak jalan prosedur yang diikuti organisasi berita dalam memproses peristiwa menjadi berita. Hal ini juga yang kemudian
mempengaruhi sifat pelaporan. Proses ini mencakup, pertama, prosedur penugasan mencari berita. Kedua, prosedur untuk mengedit naskah berita,
apakah naskah itu disajikan melalui surat kabar, majalah, atau televisi. Ketiga, cerita dapat dihentikan melalui putusan manajemen. Putusan ini
yang kemudian dilakukan saat rapat redaksi.
c. Ritual Berita
Untuk menghindari tuduhan mempunyai kecendrungan politik, banyak organisasi berita yang bersiteguh bahwa jurnalis mereka
31
Ibid, h.253.