BAB IV
HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Politik Redaksional Koran Sindo dalam Pemberitaan 2 Dua Pasangan
Capres-Cawapres 2014
Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, bahwa Politik redaksi adalah suatu sikap dan campur tangan elitis media dari mulai owner, pemegang saham,
penyedia modal sponsor dan faktor lain seperti regulasi bidang media, yang meliputi undang-undang, peraturan pemerintah, dan sebagainya, dalam hal
mengolah, mengendalikan, mempengaruhi, menetapkan atau mengatur kemasan
berita untuk tujuan-tujuan tertentu.
Politik redaksi muncul saat media massa sulit menemukan objektivitas dalam pemberitaan media sebab pemberitaan media tidak terlepas dari fakta atau
opini wartawan yang kemudian hal itu menjadi kebijaksanaan redaksional ini membawa pada politik pemberitaan media massa yang juga disebut sebagai
politik media. Apa yang pantas dan apa yang tidak pantas untuk ditampilkan dalam media merupakan suatu politik media untuk mengkonstruksi realitas dalam
berita.
Untuk menganalisis penelitian ini, maka peneliti mengaitkan politik redaksi dengan aspek-aspek politik redaksi sebagaimana paparan Dan Nimmo dalam
bukunya komunikasi politik. Aspek-aspek tersebut meliputi:
1.
Nilai
Baik secara implisit maupun eksplisit, dalam operasi setiap organisasi berita terdapat seperangkat nilai yang dominan yang menjadi pedoman pemilihan kebijakan,
terutama dalam pemilihan berita. Begitu pula sama halnya dengan dengan Koran Sindo.
Terkait dengan nilai yang ditanamkan dan diterapkan terhadap para pekerja Sindo, sudah diterapkan semenjak awal saat mereka komitmen untuk bergabung atau dengan
kata lain saat perekrerutan. Sebagaimana pernyataan Wapemred Sindo, Djaka Susila:
Berawal dari datangnya mereka saat mulai bergabung rekruitment di koran Sindo ini. Kita sudah memberikan pembekalan kepada mereka bahwa hal-hal apa
saja yang menjadi acuan pemberitaan, yang kemudian acuan tersebut dengan rukun koran Sindo.
1
Berdasarkan pernyataan Djaka Susila ini, nilai-nilai dan pedoman yang diterapkan oleh Koran Sindo
inilah yang kemudian sudah terangkum dan disebutnya dengan „Rukun Koran Sindo‟.
2. Prosedural
Proses ini mencakup, pertama, prosedur penugasan mencari berita. Kedua, prosedur untuk mengedit naskah berita, apakah naskah itu disajikan melalui surat kabar,
majalah, atau televisi. Ketiga, cerita dapat dihentikan melalui putusan manajemen. Putusan ini yang kemudian dilakukan saat rapat redaksi. Prosedur pemberitaan milik Dan
Nimmo inilah yang kemudian sama persis dengan proses prosedural kelayakan pemberitaan di Sindo, sebagaimana yang dijelaskan oleh Sabir Laluhu
Sebelum berita masuk ke dalam rapat redaksi, semua berita yang didapatkan oleh para reporter diajukan dalam rapat berita di listing. Dalam rapat, maka
1
Wawancara Pribadi dengan wapemred Koran Sindo, Jakarta 2 Juli 2014.
dipilihlah beberapa berita yang pantas di post untuk esok hari. Hasil berita yang masuk di meja Pemred dan Redpel dalam rapat redaksi merupakan berita yang
baik dan layak di posting.
2
Sebagaimana penjelasan Sabir sebagai wartawan Sindo, kerja Sindo secara prosedural dalam memproduksi berita tidak jauh berbeda dengan media-media lainnya.
Bahkan hingga pada tingkatan kelayakan berita sekalipun. Berawal dari wartawan yang ditugaskan untuk mencari berita, kemudian naskah berita memasuki tahap editing, dan
berakhir dan dihentikan melalui putusan manajemen, yaitu putusan yang berasal dari rapat redaksi.
Namun, kewenangan dalam pengambilan keputusan layak atau tidaknya berita tetap dipegang oleh pemimpin redaksi sebagaimana yang dipaparkan oleh Susila,
wapemred Sindo, bahwasanya segi kewenangan dan tanggung jawab seleksi berita tetap berada di tangan pemimpin redaksi pemred.
“Dilihat dari segi kewenangan dan tanggung jawab, seleksi berita terletak pada pemred. Karena berita apapun yang diproduksi oleh Sindo dialah yang
bertanggung jawa b”.
3
3. Ritual Berita
Tujuan ritualisasi berita berikut ialah untuk mengurangi kecendrungan media terhadap politik tertentu. Seperti argumentasi Tuchman, pelaporan objektif adalah ritual,
prosedur rutin yang hampir tidak ada hubungannya dengan penghilangan sikap memihak dari pembuatan berita.
4
Maka, terdapat 5 lima strategi yang dapat menyesuaikan gaya dan meritualkan pembuatan berita menurut pedoman organisasi tentang objektivitas sebagaimana yang
2
Wawancara pribadi dengan wartawan harian Koran Sindo, Sabir Laluhu, 13 April 2014.
3
Wawancara pribadi dengan wapemred Koran Sindo, Djaka Susila, Jakarta 2 Juli 20014.
4
Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan dan Media, h.254.
dipaparkan oleh Nimmo, berikut: 1 Penyajian kemungkinan yang bertentangan; 2 Penyajian bukti yang mendukung; 3 Kebijaksanaan penggunaan tanda kutip; 4
Penyusunan cerita dengan urutan yang tepat; 5 Pelabelan analisis berita. Berdasarkan starategi-strategi di atas, strategi ke-3 yang sering digunakan dan
menjadi kebijakan Koran Sindo, yaitu kebijakan penggunaan tanda kutip. Opini wartawan yang disertai dengan penggunaan tanda kutip menegaskan bahwa berita
tersebut tidak hanya opini wartawan semata. Namun, dengan kutipan inilah yang kemudian menunjukkan objektivitas sebuah pemberitaan.
“Apakah berita-berita yang kita sajikan berusaha untuk mengarah kepada kebenaran dan objektifitas? Maka jawabannya akan iya. Caranya adalah salah
satunya yaitu, pertama, melakukan verifikasi, kedua, melakukan kode etik jurnalistik, ketiga, melakukan langkah-langkah perencanaan yang benar dan tepat.
Dengan menjunjung tinggi etika-etika jurnalistik.
Ketentuan berita memang harus menjunjung nilai objektivitas. Namun, pada hakikatnya media diharuskan melakukan seobjektif mungkin bukan objektif 0.
Seperti apa yang dikatakan Bill Kovach dalam 9 langkah yang harus diperhatikan dalam jurnalistik, maka ada dua langkah yang paling urgent dan sering dilakukan,
yaitu verifikasi narasumber, memverifikasi informasi, memverifikasi perkataan, kemudian membuat agar bagaimana kita menjadi komprehensive, bisa dilihat dari
sisi mana saja.
”
5
Sebagaimana Tamburaka menjelaskan bahwa objektivitas absolut tidak mungkin terjadi, tetapi kenyataannya seorang jurnalis atau komunikator lain bisa melakukan
banyak hal untuk bisa objektif dengan mengacu sebanyak mungkin pada laporan dan meninggalkan inferensi serta penilaian dan dengan melakukan usaha sadar untuk
menghindari slanting.
6
Dengan demikian, pemaparan Susila akan objektivitas berbanding lurus dengan pernyataan pernyataan Tamburaka diatas. Bahwa objektivitas pada berita tidak mungkin
5
Wawancara pribadi dengan wapemred Koran Sindo, Djaka Susila, Jakarta 2 Juli 2014.
6
Lihat: Apriadi Tamburaka, Agenda Setting Media Massa, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012, h.127.