Informan Kunci Hasil Temuan

dan tambahan. Informan kunci dalam penelitian ini sekaligus sebagai sumber informasi mengenai pelaksanaan program KLA. Memperoleh data mengenai pelaksanaan program KLA dalam meningkatkan kesejahteraan anak, peneliti melakukan wawancara mendalam dengan informan utama dan informan tambahan. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan yaitu Ibu Dra.Yuslinar.Informan utama adalah 3 orang anak yang terdata sebagai peserta program KLA yaitu Alya Zahra Amalia, Aura Fitria dan Muhammad Alfan Syahbana. Selanjutnya yang menjadi informan tambahan adalah Kak Nadra Rizki Lubis sebagai koordinator lapangan, Ibu Lenggar Harahap sebagai guru SD, Bapak Zulkarnain sebagai kepala lingkungan, dan Ibu Nita Yustiana sebagai ketua posyandu.

5.2 Hasil Temuan

5.2.1 Informan Kunci

Nama : Dra. Yuslinar Usia : 46 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Jabatan : Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan Agama : Islam Suku : Jawa Peneliti melakukan wawancara dengan Ibu Yus menanyakan bagaimana sejarah lahirnya program KLA di Kota Medan, Ibu Yus menerangkan kepada peneliti latar belakang lahirnya KLA yaitu merujuk kepada dunia yang saat ini sudah bergerak sangat maju, setiap bangsa berlomba-lomba menyiapkan dunia yang lebih baik bagi masa depan warganya dan juga bagi kepentingan bersama umat manusia. Bumi ini hanya satu, sementara perilaku yang tidak menghargai tempat tinggal bersama adalah pelanggaran moralitas yang berpegang kepada norma-norma hak asasi manusia sebagai pedomannya, lebih khusus lagi kepada pengakuan dan penerapan hak anak sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari hak asasi manusia. Salah satu momen penting yang menguatkan komitmen bersama untuk mewujudkan sebuah dunia yang layak bagi anak sebagai wujud terpenuhinya hak anak adalah Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Mei 2002 yang mengadopsi laporan Komite Ad Hoc pada sesi khusus untuk anak. Dokumen itulah yang dikenal dengan judul “A World Fit For Children”. Judul dokumen tersebut menunjukkan puncak dari rangkaian upaya dunia untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap masalah masa depan bumi, kelangsungan kehidupan umat manusia dan lebih khusus lagi upaya untuk menyiapkan generasi masa depan yang lebih baik melalui anak-anak yang hidup pada masa sekarang ini dan pada masa-masa selanjutnya. Mengingat keterlibatan Indonesia yang sudah sangat awal dan begitu intens tentang pemenuhan hak anak melalui KHA, dan mengingat Dunia Layak Anak merupakan komitmen global, maka Pemerintah Indonesia segera memberikan tanggapan positif terhadap rekomendasi Majelis Umum PBB tahun 2002 tersebut. Keikutsertaan Indonesia dalam komitmen Dunia Layak Anak merupakan bagian tujuan Indonesia sebagaimana terumuskan dalam Pembukaan UUD.Setelah melakukan persiapan dan menguatkan institusi, Indonesia bergerak cepat dan memulai fondasi untuk mengembangkan KabupatenKota Layak Anak sejak tahun 2006. Ujicoba pengembangan KLA pertamakali dilakukan di 5 kabupatenkota pada tahun 2006, yaitu kotaJambi di Jambi, kota Surakarta Solo di Jawa Tengah, kabupaten Sidoarjo di Jawa Timur, kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur, dan kabupaten Gorontalo di Gorontalo. Ibu Yus menerangkan bahwa tahun 2010 kota Medan ditetapkan sebagai KLA oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, berdasarkan SK Gubernur Sumatera Utara No. 188.44725KPTS2010 tertanggal 17 Desember 2010. Tahun 2011 melalui keputusan Walikota Medan Nomor 463 K2011 ditetapkan 2 Kelurahan sebagai Lokasi KLA yaitu Kelurahan Pangkalan Mansyur di Kecamatan Medan Johor dan Kelurahan Besar di Kecamatan Medan Labuhan.Tahun 2012, melalui Keputusan Walikota Medan Nomor 4632346K2012 ditetapkan 3 Kelurahan sebagai Lokasi KLA yaitu Kelurahan Asam Kumbang di Kecamatan Medan Selayang, Kelurahan Rengas Pulau di Kecamatan Medan Marelan dan Kelurahan PB Darat II di Kcamatan Medan Timur.Tahun 2013, ditetapkan 6 Kelurahan sebagai Lokasi KLA yaitu Kelurahan Siti Rejo I di Kecamatan Medan Kota, Kelurahan Tanjung Rejo di Kecamatan Medan Sunggal, Kelurahan Pulau Brayan Kota di Kecamatan Medan Barat, Kelurahan Harjosari I di Kecamatan Medan Amplas, Kelurahan Sei Sikambing D di Kecamatan Medan Petisah dan Kelurahan Jati di Kecamatan Medan Maimun. Tahun 2014, 10 Kelurahan ditetapkan menuju Lokasi KLA yaitu Kelurahan Medan Tenggara di Kecamatan Medan Denai, Kelurahan Helvetia di Kecamatan Medan Helvetia, Kelurahan Mangga di Kecamatan Medan Tuntungan, Kelurahan Tanjung Mulia di Kecamatan Medan Deli, Kelurahan Pasar Merah Timur di Kecamatan Medan Area, Kelurahan Bantan di Kecamatan Medan Tembung, Kelurahan Polonia di Kecamatan Medan Polonia, Kelurahan Petisah Hulu di Kecamatan Medan Baru, Kelurahan Tegal Rejo di Kecamatan Medan Perjuangan, dan Kelurahan Belawan Sicanang di Kecamatan Medan Belawan. Peneliti kemudian menanyakan kepada Ibu Yus, kebijakan apa yang telah dikeluarkan oleh pemerintah kota Medan untuk pelaksanaan program, Ibu Yus mengatakan bahwa Pemko Medan melalui BPPKB Kota Medan ingin seluruh kecamatan dan kelurahan yang ada di Ibukota Provinsi Sumatera Utara memiliki Forum Anak. Pembentukan forum ini dinilai sangat penting dalam rangka percepatan terwujudnya KLA.Selain itu, melalui forum anak diharapkan para anak dapat diajak berpartisipasi dalam pembagunan. Ibu Yus menuturkan, Forum Anak merupakanorganisasi atau lembaga sosial yang digunakan sebagai wadah partisipasi bagi anak yang belum berusia 18 tahun dimana anggotanya merupakan perwakilan dari kelompok anak atau kelompok kegiatan anak yang dikelolah oleh anak-anak dan dibina oleh pemerintah sebagai media untuk mendengar dan memenuhi aspirasi, suara, pendapat keinginan dan kebutuhan anak dalam proses pembangunan, “secara sederhana forum anak dapat diartikan sebagai wadah partisipasi anak dalam pembangunan”. Berdasarkan peraturan menteri Negara pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak tentang pengembangan KLA, maka kebijakan pengembangan KLA di Kota Medan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip yang meliputi: a tata pemerintahan yang baik, yaitu transparansi, akuntabilitas, partisipasi, keterbukaan informasi dan supremasi hukum. b non-diskriminasi, yaitu tidak membedakan suku, ras, agama, jenis kelamin, bahasa, paham politik, asal kebangsaan, status ekonomi, kondisi fisik maupun psikis anak, atau faktor lainnya. c kepentingan terbaik bagi anak, yaitu menjadikan hal yang paling baik bagi anak sebagai pertimbangan utama dalam setiap kebijakan, program dan kegiatan. d hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan anak, yaitu menjamin hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak secara maksimal. e penghargaan terhadap pandangan anak, yaitu mengakui dan memastikan bahwa setiap anak yang memiliki kemampuan untuk menyampaikan pendapatnya, diberikan kesempatan untuk mengekspresikan pandangannya secara bebas terhadap segala sesuatu hal yang mempengaruhi dirinya. Setelah menanyakan latar belakang lahirnya KLA di kota Medan, peneliti kemudian menanyakan siapakah yang menjadi sasaran dari program KLA tersebut dan bagaimanakah bentuk sosialisasi dari program, Ibu Yus mengatakan bahwa yang menjadi sasaran dari KLA adalah anak, program KLA sendiri dilaksanakan berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu anak yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Tujuan dari perlindungan anak adalah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Sedangkan bentuk sosialisasi dari program adalah dengan melakukan kegiatan forum anak di 21 kecamatan yang ada di kota Medan dan menetapkan sekolah ramah anak di setiap kelurahan yang ditetapkan sebagai lokasi KLA. Ibu Yus menuturkan, upaya nyata yang sudah dilakukan antara lain: sosialisasi baik kepada warga maupun aparat pemerintahan daerah; koordinasi dengan berbagai organisasilembaga kemasyarakatan dalam berbagai bentuk dan profesi; adanya layanan bagi anak terlantar; panti atau dari kelompok rentan administrasi kependudukan lainnya; mendekatkan layanan hingga menjangkau setiap kelurahan; kerjasama dengan komunitas warga misalnya RTRWdusun. Peneliti kemudian menanyakan badaninstasi apa sajakah yang berperan sebagai pendukung pelaksanaan program dan kontribusi apa yang dilakukan badaninstasi tersebut dalam pelaksanaan program, Ibu Yus kemudian menuturkan, “Badan Perencanaan Pembangunan Daerah BAPPEDA sebagai KetuaPimpinan gugus tugas KLA untuk menjalankan koordinasi dalam perencanaan pengembangan KLA. Gugus tugas KLA adalah lembaga koordinatif yang beranggotakan wakil dari unsur eksekutif, legislatif dan yudikatif yang membidangi anak, perguruan tinggi, organisasi nonpemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha, orangtua dan yang terpenting harus melibatkan anak.Sedangkan BPPKB sebagai Sekretaris dan dinasinstansi terkait berperan sebagai anggota-anggota dari BPPKB. Seperti Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil yang berkontribusi dalam upaya peningkatan cakupan registrasi dan kepemilikan akte kelahiran hingga mencapai target 100. Dinas Komunikasi dan Informasi, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Pendidikan dan Dinas Perpustakaan Daerah dalam menyediakan fasilitas informasi bagi anak, seperti pojok baca, perpustakaan, buku. Departemen Agama dalam upaya mengurangi persentase usia perkawinan di bawah usia 18 tahun dalam bentuk sosialisasi dan konsultasi. Dinas Sosial dalam upaya menyediakan layanan anak di luar asuhan keluarga, yaitu memberikan tempat pengasuhan anak yang bersifat ‘sementara’ sampai ditemukan keluarga yang bisa mengasuh anak.Dinas Kesehatan dalam upaya pemenuhan kesehatan dasar dan kesejahteraan anak sejak dini. Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Pekerjaan Umum dalam upaya program pengentasan kemiskinan dalm bentuk Jaminan Kesehatan Masyarakat Jamkesmas, Jaminan Persalinan Jampersal, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat PNPM Mandiri, dan Program Keluarga Harapan PKH. Dinas Perhubungan dalam upaya infrastruktur perjalanan anak. Dinas Pariwisata, Dinas Pertamanan dan Dinas Olahraga dalam upaya pemenuhan fasilitas kreatif dalam memanfaatkan waktu luang anak.” Peneliti bertanya kepada Ibu Yus, pemerintah telah melakukan apa saja pada setiap klaster yang ada, kemudian Ibu Yus menerangkan kepada peneliti pada klaster pertama, yaitu hak sipil dan kebebasan, memastikan bahwa seluruh anak tercatat dan memiliki akte kelahiran sesegara mungkin sebagai pemenuhan tanggung jawab Negara atas nama dan kewarganegaraan anak, tersedia fasilitas informasi layak anak dan forum anak sebagai ruang bagi anak untuk dapat mengeluarkan pendapatberekspresi sesuai keinginannya. Pada klaster kedua, yaitu lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, memastikan anak diasuh dan dirawat oleh orangtuanya serta tersedia lembaga konsultasi bagi orangtuakeluarga tentang pengasuhan dan perawatan anak.Pada klaster ketiga, yaitu kesehatan dasar dan kesejahteraan, memastikan setiap anak mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif dan terintegrasi serta memastikan setiap anak mendapatkan akses jaminan sosial dan fasilitas kesehatan.Pada klaster keempat, yaitu pemanfaatan waktu luang, memastikan bahwa lembaga pendidikan bertujuan untuk mengembangkan minat, bakat dan kemampuan anak serta memastikan bahwa anak memiliki waktu luang untuk beristirahat dan dapat memanfaatkan waktu senggangnya untuk melakukan berbagai kegiatan seni, budaya dan olahraga. Pada klaster kelima, yaitu perlindungan khusus, memastikan bahwa setiap anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum dan anak dalam situasi eksploitasi mendapatkan jaminan pemenuhan hak tumbuh kembang dan perlindungan secara optimal. Berdasarkan penuturan Ibu Yus, hambatan yang dialami selama pelaksanaan program KLA berjalan adalah kurangnya komitmen dari dinasinstansi terkait.“Seolah-olah KLA milik sendiri.Kurangnya koordinasi dari dinasinstansi terkait dalam mengumpulkan data, kami dari BPPKB harus mengingatkan soal pengumpulan-pengumpulan data.Program KLA perlu dilanjutkan.Pada dasarnya semua program baik karena dibuat untuk tujuan yang baik, namun agar setiap pelaksanaan program dapat berjalan dengan baik, sudah selayaknya terjalin kerjasama dan koordinasi yang baik antara atasan dan bawahan.Masyarakat juga diharapkan berpartisipasi untuk mewujudkan KLA dengan ikut sosialisasi dan juga koordinasidengan berbagai organisasilembaga kemasyarakatan dalam berbagai bentuk dan profesi; masyarakat sekitar juga diharapkan untuk memiliki kesadaran dalam menjaga dan merawat fasilitas yang disediakan bagi anak”. ANALISIS DATA Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan informan kunci yaitu Ibu Yus, peneliti mengetahui bagaimana bentuk pelaksanaan program KLA tersebut di Kota Medan. Sejarah lahirnya program KLA ialah tanggapan positif pemerintah Indonesia dalam memberikan tanggapan positif terhadap rekomendasi Majelis Umum PBB tahun 2002 mengingat keterlibatan Indonesia yang sudah sangat awal dan begitu intens tentang pemenuhan hak anak melalui KHA, dan mengingat Dunia Layak Anak merupakan komitmen global,. Keikutsertaan Indonesia dalam komitmen Dunia Layak Anak merupakan bagian tujuan Indonesia sebagaimana terumuskan dalam Pembukaan UUD.Setelah melakukan persiapan dan menguatkan institusi, Indonesia bergerak cepat dan memulai fondasi untuk mengembangkan KabupatenKota Layak Anak sejak tahun 2006. Ujicoba pengembangan KLA pertamakali dilakukan di 5 kabupatenkota pada tahun 2006, yaitu kota Jambi di Jambi, kota Surakarta Solo di Jawa Tengah, kabupaten Sidoarjo di Jawa Timur, kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur, dan kabupaten Gorontalo di Gorontalo. Kota Medan sendiri ditetapkan sebagai KLA oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, berdasarkan SK Gubernur Sumatera Utara No. 188.44725KPTS2010 tertanggal 17 Desember 2010. Kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah kota Medan untuk pelaksanaan program dapat dilihat melalui penuturan Pemko Medan melalui BPPKB Kota Medan, yaitu ingin seluruh kecamatan dan kelurahan yang ada di Ibukota Provinsi Sumatera Utara memiliki Forum Anak. Pembentukan forum ini dinilai sangat penting dalam rangka percepatan terwujudnya KLA.Selain itu, melalui forum anak diharapkan para anak dapat diajak berpartisipasi dalam pembagunan. Sasaran dari KLA adalah anak, program KLA sendiri dilaksanakan berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu anak yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Tujuan dari perlindungan anak adalah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Sedangkan bentuk sosialisasi dari program adalah dengan melakukan kegiatan forum anak di 21 kecamatan yang ada di kota Medan dan menetapkan sekolah ramah anak di setiap kelurahan yang ditetapkan sebagai lokasi KLA. Dan juga upaya nyata yang sudah dilakukan antara lain: sosialisasi baik kepada warga maupun aparat pemerintahan daerah; koordinasi dengan berbagai organisasilembaga kemasyarakatan dalam berbagai bentuk dan profesi; adanya layanan bagi anak terlantar; panti atau dari kelompok rentan administrasi kependudukan lainnya; mendekatkan layanan hingga menjangkau setiap kelurahan; kerjasama dengan komunitas warga misalnya RTRWdusun. Tahapan pengembangan KLA juga dilakukan dengan dibentuknya Gugus Tugas KLA yaitu lembaga koordinatif yang beranggotakan wakil dari unsur eksekutif, legislatif dan yudikatif yang membidangi anak, perguruan tinggi, organisasi nonpemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha, orangtua dan yang terpenting harus melibatkan anak dengan pimpinan Gugus Tugas KLA diketuai oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah BAPPEDA untuk menjalankan koordinasi dalam perencanaan pengembangan KLA dan BPPKB sebagai Sekretaris serta dinasinstansi terkait berperan sebagai anggota-anggota dari BPPKB.

5.2.2 Informan Utama