informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila a
turan itu sudah tidak sesuai lagi”.
112
Salah satu ahli pendidikan yang mengembangkan konstruktivisme adalah Piaget yang sebelumnya merumuskan teori kognitivisme. Teori Piaget
berlandaskan gagasan bahwa perkembangan anak bermakna membangun struktur kognitifnya dengan istilah skema. Skema pada teori ini adalah seluruh
pengetahuan diorganisasikan menjadi unit-unit atau skema yang kemudian disimpan sebagai infromasi. Sehingga, skema dapat dimaknai sebagai suatu
deskripsi umum atau suatu sistem konseptual untuk memahami pengetahuan tentang bagaimana pengetahuan itu dinyatakan atau diterapkan.
113
Jadi, dalam teori Piaget masih menekankan pada aspek kognitif yang dimiliki individu dengan mengkonstruksi sebuah skema pengetahuan. Teori
Piaget ini masih mendasarkan pada perkembangan kognitif karena teori kognitif yang dikemukakan oleh Piaget masih berkesinambungan dengan teori
kostruktivisme. Dalam teori konstruktivisme pengetahuan tidak dapat begitu saja ditransfer
dari pikiran guru kepada pikiran peserta didik. Artinya peserta didik harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kemampuan
kognitif yang
dimilikinya.
114
Berdasarkan pernyataan
tersebut, teori
konstruktivisme merupakan pengembangan dari teori-teori psikologi pendidikan sebelumnya, diantaranya adalah psikologi daya ingat dan kognitif.
Kemudian, bila dikaitkan dengan kondisi pendidikan kontemporer, ketiga metode tersebut diatas merupakan praktik diskusi ilmiah yang dianjurkan oleh al-
Zarnuji bagi penuntut ilmu yang sedang melakukan kegiatan belajar. Menurut Aly As’ad metode-metode ini merupakan tiga kompetensi dalam praktik diskusi.
Mudzakarah adalah tukar pendapat untuk saling melengkapi, munazharah adalah saling mengkritisi pendapat masing-masing, dan mutharahah adalah adu pendapat
112
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, Cet.ke-2, h. 74.
113
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, .... h. 105.
114
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, .... h. 108.
untuk diuji dan dicari mana yang benar.
115
Diharapkan dengan metode-metode yang dilakukan ini, konstruksi pengetahuan yang dimiliki peserta didik menjadi
komprehensif. Selain menerangkan cara atau metode diskusi ilmiah, al-Zarnuji juga
memberikan pengetahuan adab dalam melakukan metode diskusi tersebut. Menurut al-Zarnuji ketiga metode tersebut adalah sebuah kegiatan pembahasan
atau bisa dikatakan sebagai musyawarah yang merupakan sebuah tindakan yang mulia. Oleh karena itu, al-Zarnuji menyarankan untuk menyingkirkan hal-hal
yang negatif seperti kekerasan dan keributan. Ini karena, kegiatan tersebut dilakukan untuk mencari kebenaran. Bukan mencari siapa yang paling benar.
Untuk itu, diperlukan sikap persahabatan dan perdamaian. Oleh karena itu, sesuai dengan teori belajar konstruktivisme, para peserta didik dengan sadar dan
tanggung jawab berusaha melibatkan diri dalam proses belajar terutama pada proses perubahan konseptual dengan memperhatikan bimbingan guru dan kerja
sama dengan peserta didik lainnya.
116
Jika kegiatan-kegiatan tersebut ditujukan untuk mejadi perang lidah dan akan menimbulkan permusuhan, maka tidak dibolehkan. al-Zarnuji mengatakan
dalam kitab Ta’limnya sebagai berikut:
نإف تناك
هتين نم
ةثحابما مازلإ
مص ا ،رهقو
اف ،لح
امإو ل
كلذ راهظإ
ق ا .
هيومتلاو ةلي او
ا زو
،اهيف اإ
اذإ ناك
مص ا ،ات عتم
ا ابلاط
قحلل .
ناكو دم
نب ى
اذإ هجوت
هيلع لاكشإا
مو رض
باو ا لوقي
: ام
هتمزلأ ،مزا
انأو هيف
،رظان قوفو
لك ىذ
ملع ميلع
.
“Apabila di dalam pembahasan itu dimaksudkan untuk sekedar mengobarkan perang lidah, maka tidak diperbolehkan menurut agama. Yang
diperbolehkan adalah dalam rangka mencari kebenaran. Bicara berbelit-belit
115
Aly As’ad, Bimbingan Bagi Para Penuntut Ilmu Pengetahuan Terjemah Ta’lim al- Mut
a’allim, .... h. 80. dalam catatan kaki.
116
Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Erlangga, 2011, h.166.
dan membuat alasan itu tidak diperkenankan, selama musuh bicaranya tidak sekedar mencari kemenangan dan masih dalam mencari kebenaran. Bila kepada
Muhammad bin Yahya diajukan suatu kemuskilan yang beliau sendiri belum menemukan pemecahannya, maka ia katakan : “pertanyaan anda saya catat
dahulu untuk kucari pemecahannya. Diatas orang berilmu, masih ada yang lebih banyak ilmunya.”
Dengan demikian, untuk hasil yang baik, kegiatan diskusi ilmiah perlu adanya kesadaran persaudaraan yang kuat agar hal-hal yang negatif tersebut tidak
didapatkan.
d. Tahap Akhir Belajar
ىغب يف نأ
ا نواهتي
ى مهفلا
لب دهت
وعديو ها
عرضتيو هيلإ
هنإف بي
نم ، اعد
او بي
نم اجر
.
117
“Hendaknya pula, dengan sungguh-sungguh memanjatkan do’a kepada Allah dan meratap serta meronta. Allah pasti mengabulkan do’a yang di
mohonkan, dan tidak mengabaikan orang yang mengharapkan”.
Ini adalah kegiatan yang harus dilakukan seorang penuntu ilmu baik sebelum memulai belajar, maupun sesudah belajar. Ketika ingin memulai belajar
berdoa diiringi dengan niat bersungguh-sungguh untuk fokus belajar dan menuntut ilmu. Kemudian ketika selesai belajar doa dipanjatkan untuk
menjadikan ilmu yang telah diperoleh menjadi bermanfaat, dan senantiasa berharap agar ilmu yang diperoleh tetap dijaga.
Syaikh Ibrahim menjelaskan perkataan al-Zarnuji diatas bahwa seorang penuntut ilmu sangat diharuskan untuk bersungguh-sungguh memanjatkan doa
kepada Allah swt dalam rangka menjalankan perintah-Nya. Hal tersebut sesuai dengan firman-
Nya yang berbunyi “Berdoalah kalian kepada-Ku, pasti akan Aku kabulkan”.
118
Dalam pandangan agama, berdoa merupakan kewajiban seorang hamba sebagai manifestasi bahwa dirinya sangat membutuhkan Tuhan.
117
Aly As’ad, Bimbingan Bagi Para Penuntut Ilmu Pengetahuan Terjemah Ta’lim al- Muta’allim, .... h. 78.
118
Ibrahim bin Ismail, Syarh Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 28.
Secara umum apa yang dikemukakan oleh al-Zarnuji dalam Ta’lim adalah
tata cara belajar yang ideal. Bagi al-Zarnuji, belajar adalah keseluruhan proses yang melibatkan seorang peserta didik dalam sebuah dunia pencarian makna dan
hidup. Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas menunjukan bahwa al-Zarnuji telah merancang sebuah konsep belajar Thariq al-
Ta’allum yang bernuansa pendidikan ideal. Disebut ideal karena menurut penulis, al-Zarnuji menawarkan
konsep pendidikan yang mengandung aspek etika yang sesuai dengan pendidikan Islam, juga mengandung aspek teknik-praktik tentang pendayagunaan potensi
otak dengan adanya pertimbangan psikologis. Dengan demikian, apabila dikaitkan dengan pendidikan kontemporer,
konsep yang ada pada kitab Ta’lim al-Muta’allim karya Syaikh al-Zarnuji masih
relevan. Hanya saja, pendidikan kontemporer lebih variatif dengan pengembangan sedemikian rupa, yaitu dengan adanya pendekatan, strategi, metode, teknik, dan
model pembelajaran. Hal ini karena konsep belajar al-Zarnuji pada kitab Ta’limnya masih tergolong sebagai sistem pendidikan tradisional.
Walaupun masih tergolong tradisional, al- Zarnuji dalam kitabnya Ta’lim
tetap memiliki kelebihan dari pendidikan kontemporer. Kelebihannya adalah pada aspek etika atau adab dalam menuntut ilmu. Aspek etika ini yang sangat
ditekankan oleh al-Zarnuji kepada penuntut ilmu. Terutama dalam sikap menghormati guru dan adab belajar yang dalam pendidikan kontemporer
sepertinya agak kurang. Al-Zarnuji sangat mementingkan akhlak untuk penuntut ilmu. Karena menurut al-Zarnuji, pengetahuan yang diperoleh akan percuma tanpa
disertai akhlak yang baik. Dengan demikian, konsep al-Zarnuji bisa dijadikan rujukan atau dijadikan dasar-dasar pengembangan konsep pembelajaran dan
metodologi pendidikan. Terutama pada pembetukan karakter peserta didik agar memiliki akhlak yang baik.
109
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari rangkaian pembahasan dan beberapa uraian Thariq al- Ta’allum
Konsep Tata Cara Belajar dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim karya Syaikh al-
Zarnuji, dengan analisis terhadap aspek psikologis peserta didik dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Thariq al-Ta’allum Konsep Tata Cara Belajar yang dikemukakan oleh al-
Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim terdiri dari dua aspek utama, yaitu
aspek etika dan aspek teknik-praktik. a.
Aspek Etika, adalah aspek yang berkaitan dengan adab atau sikap yang dijadikan aturan normatif dalam menuntut ilmu. Aspek etika
tersebut adalah niat, kesungguhan dan ketekunan, tawakal, wara’, sikap penghormatan terhadap ilmu dan guru, dan musyawarah. Dalam
aspek etika ini pada esensinya adalah memfokuskan konsenterasi agar peserta didik menjadi sangat perhatian dan mempersiapkan dirinya
untuk semata-mata menuntut ilmu. b.
Aspek teknik-praktik merupakan aspek yang bersifat teknis dan praktis dalam pembelajaran. Yang termasuk dalam aspek ini adalah
pemilihan bidang studi dengan mempertimbangkan minat dan bakat peserta
didik, kualitas
dan kuantitas
pelajaran dengan
mempertimbangkan daya mental peserta didik, beberapa metode belajar yang terdapat kesesuaian dengan beberapa teori psikologi daya
mental, behavioristik, kognitif, dan konstruktivisme. Dan terakhir adalah kegiatan menutup pelajaran dengan berdoa dengan
kesungguhan hati semoga ilmu yang telah didapat bermanfaat dan tetap terjaga.
2. Berdasarkan hasil analisa banyak ditemukan kesesuaian antara Thariq al-
Ta’allum Konsep Tata Cara Belajar al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al- Muta’allim dengan kajian psikologis. Pada aspek psikologis berkaitan dengan
perhatian, minat dan bakat, motivasi, sikap, dan intelegensi peserta didik. Kemudian adanya ketersesuaian dengan beberapa teori psikologi daya mental,
behavioristik, kognitif, dan konstruktivisme yang pada pembelajaran kontemporer teori tersebut dijadikan rujukan.
Dengan demikian, dua kesimpulan di atas menunjukan terdapat relevansi secara psikologis konsep tata cara belajar yang dikemukakan al-Zarnuji dengan
pembelajaran kontemporer. Konsep Thariq al- Ta’allum al-Zarnuji dalam kitab
Ta’lim al-Muta’allim bila dianalisa memang mempertimbangkan beberapa aspek, salah satunya aspek psikologis. Namun aspek-aspek tersebut tidak dimuat dalam
kitab tersebut.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan diatas, implikasinya adalah bahwa konsep Thariq al-
Ta’allum yang terdapat dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim Syaikh al-Zarnuji masih layak untuk dijadikan pedoman bagi setiap orang yang sedang menuntut
ilmu. Bagi lembaga pendidikan juga bisa merujuk konsep pembelajaran yang ada pada kita
Ta’lim sebagai kerangka dasar metodologi pendidikan. Hal ini dikarenakan konsep Thariq al-
Ta’allum yang buat oleh al-Zarnuji adalah sebuah konsep yang komprehansif dan holistik. Meskipun pada konsep tersebut lebih
menekankan pada etika menuntut ilmu, tetapi dimuat juga tentang teknis pembelajaran dengan adanya beberapa metode belajar.
Konsep Thariq al- Ta’allum ini sangat sesuai dengan tujuan pendidikan
yaitu membentuk pribadi-pribadi yang berakhlak mulia dan berilmu pengetahuan. Oleh karena itu, konsep Thariq al-
Ta’allum al-Zarnuji bisa disandingkan atau dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman terutama pada pembelajaran
kontemporer.
C. Saran
1. Bagi para pelajar ketika sedang menuntut ilmu hendaknya bisa berpedoman
dengan mengikuti langkah-langkah cara belajar yang terdapat dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim Syaikh al-Zarnuji.
2. Bagi pemerintah yang berwenang dalam mengurusi bidang pendidikan
hendaknya dapat memberikan perhatian kepada kitab Ta’lim al-Muta’allim
untuk bisa dijadikan dasar motodologi pendidikan. Terutama pendidikan akhlak dan moral.
3. Bagi lembaga pendidikan hendaknya bisa menerapkan konsep pembelajaran
yang tertuang dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim.
4. Bagi guru hendaknya juga bisa berpedoman pada kitab Ta’lim, karena dalam
kitab tersebut bukan hanya untuk penuntut ilmu, melainkan juga untuk yang memberikan atau menyampaikan ilmu.
5. Bagi civitas akademik seharusnya bisa menaruh perhatian lebih untuk
mengadakan penelitian-penelitian terhadap kitab Ta’lim al-Muta’allim. Yang
hasil dari penelitian tersebut dapat bermanfaat untuk mengembangkan pendidikan yang ideal.
6. Bagi umat Islam hendaknya merasa bangga dan memberikan apresiasi tinggi
kepada Syaikh al-Zarnuji, seorang muslim yang telah menyusun sebuah konsep pembelajaran yang komprehansif dan holistik.