Nilai Pendidikan Sabar Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Al-Qur’an

53 Ibadah tersebut memiliki pengaruh yang luar biasa dalam diri anak, pada saat anak melakukan salah satu ibadah, secara tidak langsung akan ada dorongan kekuatan yang terjadi dalam jiwa anak tersebut. Jika anak tersebut tidak melakukan ibadah seperti biasa yang ia lakukan maka dia merasa ada suatu kekurangan yang terjadi dalam jiwa anak tersebut, hal ini dilatar belakangi oleh kebiasaan yang dilakukan anak. Untuk itu setiap orang tua di rumah harus mengusahakan dan membiasakan agar anaknya dapat melaksanakan ibadah shalat atau ibadah lainnya setiap hari.

2. Nilai Pendidikan Sabar

Sabar diartikan tabah, yaitu dapat menahan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan hukum Islam, baik dalam keadaan lapang maupun sulit, mampu mengendalikan nafsu yang dapat mengguncang iman. 71 Menurut M. Quraish Shihab, sabar adalah menahan kehendak nafsu demi mencapai sesuatu yang baik atau lebih baik. Secara umum, kesabaran dapat dibagi dalam dua bagian pokok: yaitu sabar jasmani dan sabar ruhani. Yang pertama adalah kesabaran dalam menerima dan melaksanakan perintah-perintah keagamaan yang melibatkan anggota tubuh, seperti sabar dalam melaksanakan ibadah haji yang mengakibatkan keletihan atau sabar dalam menerima cobaan-cobaan yang menimpa jasmani, seperti penyakit, penganiayaan dan semacamnya. Sedangkan sabar ruhani menyangkut kemampuan menahan kehendak nafsu seksual yang bukan pada tempatnya. 72 Kata sabar ܐبصلا , dari segi bahasa berarti mencegah dan menahan. Yaitu kedudukan tinggi yang tidak akan diraih kecuali oleh orang-orang yang memiliki semangat tinggi dan jiwa yang suci. Dalam firman-Nya Qs-Luqman: 17                     71 Ahsin, op. cit., h. 257. 72 M. Quraish Shihab, op. cit., h. 593. 54 “ Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal- hal yang diwajibkan oleh Allah”.Qs. Al- Luqman [31]: 17  Kata washbir `ala maa ashaa bak, yaitu “Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu.Selanjutnya, Rif`at Syauqi Nawawi mengutip pendapat Imam Ghazali mengenai lingkup wilayah aplikasi sabar, yaitu meliputi tiga wilayah, yaitu a. Ash-Shabr fi ath-tha`ah terus-menerus sabar menjalankan ketaatan . b. Ash-shabr `an al-ma`shiyyah sabar dalam rangka menghindarkan diri dari maksiat, dan c. Ash-Shabr`alaal-mushibah tegar dan sabar dalam menghadapi musibah. 73 Dari paparan Imam Al-Ghazali tersebut dapat ditegaskan bahwa kesabaran yang dimiliki manusia seharusnya menghasilkan sikap aktif dalam beberapa hal, yaitu terus menerus menjunjung sikap taat kepada Allah, terus menerus berusaha menghindarkan diri dan tindakan-tindakan maksiat kepada Allah, dan tetap tegar dan optimis serta tabah dalam menghadapi hal-hal yang secara lahiriah tidak menyenangkan, seperti bersabar dalam menghadapi berbagai keadaan yang tidak sesuai dengan keinginannya. Namun, sabar juga memiliki cakupan yang lebih luas daripada itu, antara lain”. 74 1. Sabar dalam menuntut ilmu Diperlukan kesabaran bagi siapa saja yang menuntut ilmu. Betapa banyak gangguan yang harus dihadapinya. Misalnya, dia harus bersabar menahan lapar, kekurangan harta, jauh dari keluarga dan tanah airnya. Dia harus bersabar dalam upaya menimba ilmu dengan cara menghadiri kuliahkelas, mencatat dan memperhatikan penjelasan serta mengulang-ulang pelajaran dan sebagainya. 73 Rif`at Syauqi Nawawi, Kepribadian Qur`ani, Jakarta: Amzah, 2011, Cet. I, h. 74. 74 M. Imam Pamungkas, Akhlak Muslim Modern Membangun Karakter Generasi Muda, Bandung: Marja, 2012, Cet. I, h. 74. 55 Yahya bin Abi Katsir pernah berkata,”Ilmu tidak akan pernah didapat dengan banyak mengistirahatkan badan.” Seseorang yang menuntut ilmu seringkali mendapatkan gangguan dan halangan, baik yang berasal dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya. Maka diperlukan kesabaran dan ketegaran dalam menuntut ilmu agar tidak mogok ditengah jalan. 2. Sabar dalam mengamalkan ilmu Demikian pula orang berilmu yang hendak mengamalkan ilmunya, gangguan dari luar dan dari dalam dirinya seringkali menghadang. Seperti, perasaan malu dan rendah diri atau tidak adanya kesempatan atau tidak adanya penghargaan. Hal-hal seperti ini meski dihadapi dan dilalui dengan kesabaran, sehingga ilmu yang dimiliki dapat diamalkan untuk kebaikan. Dengan demikian, ilmu itu tidak menjadi beban yang akan diminta pertanggungjawaban di akhirat kelak. 3. Sabar dalam berdakwah Terlebih dalam berdakwah, rintangan dan godaannya lebih besar. Orang yang berdakwah dan ingin mengajak orang lain ke arah kebenaran dan kebaikan selalu dihadapkan pada tantangan. Oleh karena itu kesabaran merupakan kunci utama untuk meraih keberhasilan dakwah tersebut. Sabar merupakan pilar kebahagiaan seorang muslim. Dengan kesabaran, seorang muslim akan terjaga dari kemaksiatan, konsisten dalam menjalankan ketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan. Sifat sabar akan membantunya untuk lebih tegar, mampu menahan amarah, tidak merugikan orang lain, bersikap lemah-lembut, dan tidak tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu. Ali bin Abi T halib Ra berkata”sabar bagi keimanan laksana kepala terhadap tubuh apabila kesabaran telah lenyap maka lenyap pulalah keimanan”. 75 Sabar adalah kompas yang mengarahkan kita pada jalan yang lurus. Tanpa sabar, iman seorang menjadi lemah dan pemahaman tauhidnya menjadi kacau. Lebih dari itu, sabar merupakan indra keenam yang kita miliki. Melalui kesabaran 75 Ibid.,h. 73. 56 ini, kita akan mampu menyingkap pusparagam misteri yang selama ini belum terpecahkan. Seringkali kita putus asa, malas, cemas, dan ragu-ragu. Pada titik ini, kita jelas membutuhkan sifat dan karakter diri yang mampu meneguhkan diri agar mampu menjadi manusia berkarakter sempurna dan paripurna. Hal ini pula yang harus dimiliki seorang guru. Sebabnya, tidak lain karena para anak didik memiliki karakter dan kepribadian masing-masing. Tidak semua anak didik adalah pribadi yang rajin, tekun, dan memperhatikan pelajaran. Tidak sedikit yang justru kerap kali menampilkan aksi-aksi negatif, semisal mengganggu temannya, usil dalam proses belajar-mengajar, tidak memperhatikan pelajaran guru, dan malas belajar. 76 Disamping itu, guru juga menghadapi akal yang bervariasi dalam hal daya paham, cara pandang, penerimaan materi dan lain sebagainya. Atau bisa jadi guru dihadapkan pada pertanyaan- pertanyaan “iseng” atau yang bukan pada tempatnya serta dikejutkan ditengah-tengah penyampaianya bahwa salah seorang siswanya tidur atau tersenyum sendiri dan seterusnya. 77 Menyikapi keadaan ini, tentu kesabaran menjadi sebuah pelita, sebuah cahaya yang tidak akan pernah redup, apalagi padam. Kesabaran akan membingkai semua tutur kata dan jalinan sikap seorang guru agar selalu dalam kebajikan. Kesabaran menjadi obat dalam pusparagam “kenakalan” yang ditampilkan anak-anak didik. 78 Karena dengan kesabaran tersebut, ia akan senantiasa terbimbing oleh sang maha pembimbing yang sempurna yaitu, Allah Swt.             Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang- orang yang sabar”.Qs Al-Baqarah [2]: 153 Di dalam kata “kesabaran” terdapat isyarat adanya proses yang harus dihadapi seseorang. Kesabaran juga mengindikasikan kesiapan menerima 76 Asef Umar Fakhruddin, op. cit., h. 100. 77 Fu`ad bin Abdul Aziz asy-Syalhub, op. cit., h .41. 78 Asef Umar Fakhruddin, op. cit., h. 101. 57 tahapan-tahapan proses itu hingga sampai kepuncaknya. Mereka yang sabar menjadikan proses itu sebagai bagian dari komitmen profesional. Orang-orang profesioanal sangat memerlukan kesabaran, Karena hanya dengan kesabaran mereka bisa mencapai puncak prestasi. 79 Menahan emosi dan menundukannya merupakan indikasi kuatnya seorang guru, bukan indikasi kelemahanya. Sehingga dengan karakter kesabaranya itulah faktor kesuksesan seorang guru. 3. Pendidikan Mensyukuri Terambil dari ayat di atas yang bertujuan untuk diteliti yaitu kata “wasykuru” yang berasal dari kata syakara-yaskuru yang bermakna “membuka”. Kata ini dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai rasa terima kasih kepada Allah dan untunglah menyatakan lega, senang dan sebagainya. Ini berarti bersyukur adalah menampakkan nikmat yang Allah Swt berikan kepada kita, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Dalam kamus Al-Qur`an, syukur menurut bahasa adalah berterima kasih. Adapun menurut istilah adalah merasa gembira dan puas serta berterima kasih atas segala nikmat dan anugerah Allah yang dilimpahkan kepadanya. Oleh karena itu syukur merupakan cara hamba untuk mendekatkan dirinya kepada Sang Khaliq, berapapun yang didapat, bagaimanapun hasilnya itu merupakan sebuah anugrah yang mesti dan patut disyukuri sebagai makhluk Allah. Allah menciptakan segala sesuatu dengan tujuan tertentu, seperti anugrah-Nya. Setiap anugrah ini, keimanan, kesehatan, dan segala bentuk ciptaan- Nya merupakan anugrah untuk manusia agar mensyukuri karuni-Nya. Begitu juga halnya dengan seorang guru pertama-tama harus bersyukur kepada Allah Swt, Tuhan yang Maha Esa, atas semua nikmat yang telah Dia anugerahkan. Posisi, jabatan dan status sosialnya di masyarakat sebagai guru merupakan karunia Allah yang sangat besar. Ini mengingat jarang sekali ada orang yang secara sadar ingin mengabdikan diri kepada Allah melalui profesi guru. Allah telah menunjuk dan mempercayakan peran itu kepadanya, oleh karena itu dia wajib mensyukurinya. 79 Hamka Abdul Aziz, op. cit., h.101. 58 Rasa bersyukur merupakan ibadah dan juga cara untuk melindungi kita dari “penyimpangan”. Tidak bersyukur berarti melangkah menuju kerusakan dan kejahatan, merupakan kelemahan-kelemahan, dan menjadi takbabur ketika mereka semakin kaya dan berkuasa. Mereka yang menunjukan rasa syukurnya kepada Allah swt disertai ilmu bahwa semua yang mereka capai adalah pemberian dari Allah, berarti mereka mengetahui bahwasannya mereka bertanggung jawab menggunakan semua rahmat ini dijalan Allah seperti kehendak-Nya. Itulah rasa syukur kepada Allah yang didasari kerendahan hati dan kedewasaan para Rasul. Ar-Raghib Al-Asfahani salah seorang yang dikenal sebagai pakar bahasa Al- Qur‟an menulis dalam al-mufradat fi gharib Al-Qur‟an, bahwa kata “syukur” mengandung arti “gambaran dalam benak tentang nikmat dan menampakkannya kepermukaan”. Syukur dapat dikualifikasikan menjadi tiga macam: a. Syukur dengan hati, yaitu dengan merenungkan nikmat sendiri. b. Syukur melalui lisan, yaitu dengan memuji dan menyanjung sang pemberi nikmat. c. Syukur dengan anggota badan, yaitu dengan membalas nikmat karunia yang diterimanya sesuai dengan kemampuan dan etika bersyukur. Jika ditelisik lebih dalam tentang makna syukur dari sudut pandang komunikasi dua arah antara yang bersyukur dengan yang disyukuri, maka katagori syukur dibedakan menjadi tiga macam. “Pertama, syukur seseorang kepada atasannya yang keduanya lebih tinggi notabene Allah dengan cara berbakti, memuji dan berbakti kepadanya. Kedua, syukur seseorang kepada sesamanya yang sepadan dengan cara membalas kembali pemberiannya sesuai dengan kondisi dan kemampuan yang ada pada dirinya. Ketiga, syukur seseorang kepada orang yang kedudukannya lebih rendah dari padanya, yaitu berupa pemberian imbalan yang sepantasnya” 80 80 Abdullah bin Jarullah, Fenomena Syukur, Berzikir dan Berfikir, h. 41-42 59

4. Nilai Pendidikan Iman Kepada Hari kebangkitan