11
2. Nilai Intrinsik ialah nilai yang dianggap baik, tidak untuk sesuatu yang
lain melainkan di dalam dan dirinya sendiri.
18
Nilai instrumental dapat juga dikatagorikan sebagai nilai yang bersifat relatif dan subjektif, dan nilai intrinsik keduanya lebih tinggi dari pada nilai
instrumental. Sedangkan nilai dilihat dari segi sifat nilai itu dapat dibagi menjadi tiga
macam yaitu: a
Nilai subjektif adalah nilai yang merupakan reaksi subjek dan objek. Hal ini sangat tergantung kepada masing-masing pengalaman subjek tersebut.
b Nilai subjektif rasional logis yakni nilai-nilai yang merupakan esensi dari
objek secara logis yang dapat diketahui melalui akal sehat, seperti nilai kemerdekaan, nilai kesehatan, nilai keselamatan, badan dan jiwa, nilai
perdamaian dan sebagainya. c
Nilai yang bersifat objektif metafisik yaitu nilai yang ternyata mampu menyusun kenyataan objektif seperti nilai-nilai agama.
19
Paparan di atas dapat disimpulkan bahwa masing-masing nilai mempunyai keterkaitan dengan nilai yang satu dengan lainnya. Misalkan nilai ilahiyah
mempunyai relasi dengan nilai insani, nilai ilahi hidup etis religius mempunyai kedudukan vertikal lebih tinggi dari pada nilai hidup lainnya. Di samping secara
hierariki lebih tinggi, nilai keagamaan mempunyai konsekuensi pada nilai lainnya dan sebaliknya nilai lainnya mempunyai nilai konsultasi pada nilai etis religius.
3. Pengertian Pendidikan
Konsep pendidikan dan pembelajaran baik secara umum maupun khusus telah dibicarakan, dibahas dan didalogkan dalam berbagai buku-buku ilmiah,
maupun kegiatan-kegiatan tertentu seperti seminar, loka karya dan sebagainya oleh para ahli yang berskala nasional maupun internasional. Dalam pembicaraan
itu tetap saja hadir berbagai konsep dan pemikiran mendasar dari mereka tentang
18
Mohammad Nor Syam, Pendidikan Filsafat dan Dasar Filasafat Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional, 1986, h. 137.
19
Ibid, h. 137.
12
apa sesungguhnya pengertian pendidikan itu. Namun, sangat sulit untuk memperoleh suatu rumusan yang signifikan yang disepakati oleh mereka.
Menyadari perbedaan-perbedaan pijakan pemikiran para ahli tersebut, tentunya dilatarbelakangi oleh sudut pandang masing-masing diakibatkan oleh berbagai
faktor misalnya kondisi geografis di antara mereka, kondisi sosio kultural dari mereka, keahlian yang ditekuni, pendekatan yang digunakan serta keinginan yang
mengilhami sasaran dan tujuan yang ditetapkan, disamping komprehensif dan sangat pekanya manusia yang menjadi objek kerja pendidikan.
Keseluruhan perbedaan-perbedaan ini memiliki suatu nuansa positif dan perspektif dimana dengannya dapat disimak seberapa dalam dan luas masalah
pendidikan, sehingga dapat dihayati bahwa masalah pendidikan tidak akan tuntas dibahas, namun tetap menjadi kebutuhan dasar basic need dari manusia yang
menuntut adanya perenungan yang komprehensif dan sistematis atas dinamika pendidikan itu sekaligus berkaitan erat dengan dinamika perkembangan
masyarakat dan tuntunan zaman yang terus mengalami perubahan. Selanjutnya kata pendidikan berasal dari
raba‟-yarbu‟, artinya tumbuh dan berkembang. Dalam kamus dijelaskan ; yurabbi al-walad artinya memberinya
makan dan membuatnya tumbuh dan berkembang. Arti lainnya adalah menyucikan diri. Dalam buku al-Munjid dijelaskan; yurabbi al-walad berarti
membina dan membuatnya suci dan bersih. Sementara sebagian lain mengatakan, kata tarbiyah berakar kata dari raba-
yarbu‟ yang artinya semakin tumbuh dan bertambah.
20
Secara etimologis, sebagian cendikiawan mengartikan tarbiyah sebagai perubahan berbagai potensi menjadi kemuliaan.
21
Pendidikan merupakan proses perubahan atau pengembangan diri anak didik dalam segala aspek kehidupan
sehingga terbentuklah suatu kepribadian yang utuh insan kamil baik sebagai makhluk sosial, maupun makhluk individu, sehingga dapat beradaptasi dan hidup
20
Rasyid Majid Pur, Membenahi Akhlaq Mewarisi Kasih Sayang, Bogor: Cahaya, 2003, Cet. I, h. 1.
21
Ibid, h.2.
13
dalam masyarakat luas dengan baik. Termasuk bertanggung jawab kepada diri sendiri, orang lain, dan Tuhannya.
22
Dalam kerangka pendidikan, istilah ta‟dib mengandung arti ilmu,
pengajaran dan penguasaan yang baik. Tidak ditemui unsur penguasaan atau pemilikan terhadap objek atau anak didik, di samping tidak pula menimbulkan
interpretasi mendidik makhluk selain manusia, misalnya binatang dan tumbuh- tumbuhan. Karena menurut konsep Islam yang bisa bahkan harus didik hanyalah
makhluk manusia. Dan akhirnya, Al-Attas menekankan pentingnya pembinaan tata krama, sop
an santun, adab dan semacamnya atau secara tegas “akhlak yang terpuji” yang terdapat hanya dalam istilah ta‟dib. Dengan tidak dipakainya konsep
ta‟dib untuk menunjukkan kegiatan pendidikan, telah berakibat hilangnya adab
sehingga melunturkan citra keadilan dan kesucian. Menurut Al-Attas, keadaan semacam itu bisa membingungkan kaum muslimin, sampai-sampai tak terasa
pikiran dan cara hidup sekuler telah menggeser berbagai konsep Islam di berbagai segi kehidupan termasuk pendidikan.
Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba “pendidikan adalah bimbingan
atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama atau insan
kamil”
23
. Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan dari berbagai pandangan
yang telah dikemukakan bahwa pendidikan mempunyai pengertian sebagai upaya yang sistematis, terarah, dan terukur dalam membimbing dan mengarahkan anak
didik agar dapat memahami dan mengajarkan ajaran Islam serta menjadikannya sebagai pedoman hidup sehari-hari dalam bertindak, bersikap dan berfikir.
Disamping itu juga pendidikan merupakan aspek penting yang harus dilakukan oleh individu, keluarga, masyarakat, dan pemerintah agar segala usaha
yang dilakukan itu dapat menjadi penggerak, pengendali serta pembimbing dalam kehidupan anak-anak didik sehingga terbentuklah manusia yang sempurna insan
kamil.
22
Hasan Hafidz, Dasar-dasar Pendidikan dan Ilmu Jiwa, Solo: Ramadhani, 1989, h. 12.
23
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: PT Al- Ma‟rif, 1989, h.
cet,VIII, h. 19.
14
B. Akhlak