Interpretasi Data Partisipan II Dinda

dalam rumah tangganya sangat merasakan kelelahan. Partisipan terkadang tidak dapat mengontrol emosinya kepada anak-anaknya tidak dapat diaturnya, sehingga partisipan memukul anaknya. Partisipan sangat menyesal telah memukul anak- anaknya, tetapi karena ia merasa anaknya tidak dapat diatur maka partisipan memukul anak-anaknya. Jikalau partisipan memukul anak-anaknya, suami partisipan memarahi partisipan dan tidak mau partisipan sampai memukul anak- anaknya. “Pentinglah. Ibaratnya aku sekarang yang jadi mamak tapi aku juga jadi bapak untuk nyari nafkah, harus kerja.” R2W1b.1151-1153hal 26 “Aku harus nyayangi anak-anakku lebih ekstra lagi ya kan. Kadang-kadang emosi kalau anak-anak ini nggak bisa diatur. Kadang mau juga sih aku marahin, kadang aku pukul kakinya. Itulah pikiran itu kalau lagi emosi. Itulah, mukul anak- anak juga aku akhirnya kalau udah nggak bisa diatur, kadang-kadang nggak bisa diatur ya. Bukan gara-gara pikiran aku ini tapi karena nggak bisa diatur anak ini. Ha…itu kadang-kadang aku mukul anak-anak ya kan tapi mukulnya bukan berlebihan.” R2W1b.1157-1170hal 26 “Abang itu jadi yang marah sama aku. Dia marah kalau aku marah sama anak- anak ini. Kalau salah dimarahin tapi jangan sampai dipukul.” R2W1b.1174-1177hal 26 Partisipan belum merasakan kepuasan pada perkawinannya. Perkawinan antara partisipan dan suami partisipan baru berlangsung selama lima tahun dan kemudian suami partisipan sudah mengidap HIV. “Belum puaslah. Masih 5 tahun kami nikah langsung sakit pula abang ini kayak gini.” R2W1b.1202-1204hal 27

4. Interpretasi Data Partisipan II Dinda

Stefani Anastasia : Kepuasan Perkawinan Pada SuamiIstri Yang Pasangannya Odha, 2008 USU Repository © 2008 Perkawinan adalah persetujuan masyarakat atas penyatuan suami dan istri dengan harapan mereka akan menerima tanggung jawab dan melakukan peran sebagai pasangan suami istri dalam kehidupan perkawinan Duvall, 1985. Menurut Walgito, perkawinan manusia dapat memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan religius Domikus, 1999. Perkawinan merupakan aktivitas sentral dari manusia yang bertujuan untuk memperoleh suatu kehidupan yang bahagia Domikus, 1999. Partisipan merasakan perubahan dalam perkawinannya semenjak suami partisipan mengidap HIV yang dikarenakan jarum suntik yang digunakan secara bergantian untuk mengkonsumsi narkoba sebelum suami partisipan menikah dengan partisipan. Suami partisipan menggunakan narkoba saat suami partisipan masih duduk di bangku SMA Sederajat dan berdomisili di Jakarta. Perubahan yang dirasakan partisipan sangat membuatnya terkejut. Partisipan sama sekali tidak menyangka kalau suaminya akan mengalami hal tersebut. Kondisi suaminya yang mengidap HIV mempengaruhi aktivitas dan perasaan partisipan. Kondisi fisik suami partisipan mempengaruhi partisipan dalam mengurus anak-anaknya, mengerjakan pekerjaan rumah dan membantu suami dalam mencari nafkah dengan menerima pesanan rantangan bagi anak sekolah dan rumah tangga. Semua kegiatan yang biasa dilakukan partisipan dihentikan olehnya hanya untuk merawat suaminya yang sedang sakit. Suami partisipan dirawat di rumah sakit selama beberapa hari dan partisipan harus merawatnya pada siang hari, sedangkan pada malam hari yang merawat suami partisipan adalah bapak dari suami partisipan itu sendiri. Partisipan harus memfokuskan diri Stefani Anastasia : Kepuasan Perkawinan Pada SuamiIstri Yang Pasangannya Odha, 2008 USU Repository © 2008 dalam perawatan suaminya baik di rumah, di rumah sakit maupun membawanya untuk berobat jalan ke rumah sakit. Saat pertama kali partisipan mengetahui kalau suaminya mengidap HIV, partisipan merasa terkejut. Suami partisipan sudah sakit semenjak bulan November tahun 2008 dan pada bulan Januari tahun 2009 diketahui kalau suaminya mengidap HIV, partisipan tidak menyangka kalau penyakit yang diderita suaminya bisa sampai separah itu. Partisipan juga sangat ketakutan kalau ia juga mengidap HIV karena ketularan dari suaminya. Partisipan mengetahui kalau suaminya mengidap HIV karena penggunaan jarum suntik secara bergantian yang telah diberitahukan oleh dokter dan partisipan mempercayainya. Ketika keadaan suami partisipan sudah semakin membaik, partisipan menanyakan kepada suaminya apakah suaminya pernah melakukan hubungan seksual dengan wanita lain selain dirinya. Suami partisipan bersumpah kepada partisipan bahwa ia tidak pernah melakukan hubungan itu selain dengan istrinya sendiri. Terdapat sedikit perubahan pada salah satu dari sepuluh area kepuasan perkawinan yang telah dikemukakan oleh Olson dan Fowers dalam Saragih, 2003, yaitu komunikasi. Komunikasi antara partisipan dan suami partisipan masih baik-baik saja, seperti biasa mereka bekomunikasi sehari-hari. Perubahan komunikasi dalam perkawinan partisipan dengan suami partisipan, yaitu bahwa suami partisipan lebih banyak memilih untuk diam. Suami partisipan kurang percaya kepada dirinya sendiri dan suami partisipan tidak mau berbicara kepada anak-anaknya karena suami partisipan takut kalau anak-anaknya akan terkena HIV juga. Stefani Anastasia : Kepuasan Perkawinan Pada SuamiIstri Yang Pasangannya Odha, 2008 USU Repository © 2008 Waktu luang yang dirasakan partisipan juga sedikit berubah. Partisipan biasanya menghabiskan waktu luang dengan bersama anak-anaknya dan memasak untuk pesanan rantang. Setelah suami partisipan mengidap HIV, partisipan tidak memiliki waktu luang dan waktu yang ada hanya untuk mengurus suaminya saja serta sesekali mengurusi anak-anaknya. Ketika suami partisipan dirawat di rumah sakit, waktu yang diberikan oleh partisipan kepada anak-anaknya semakin sedikit yaitu hanya pada malam hari saja karena pada siang hari partisipan harus menjaga suaminya di rumah sakit. Saat rawat jalan yang harus dijalani suami partisipan selama empat hari dalam seminggu, partisipan tidak dapat mengurus anak- anaknya karena suaminya sangat membutuhkannya. Pada pertengahan bulan Februari 2009, keadaan suami partisipan sudah semakin membaik dan waktu luang yang dimiliki partisipan dihabiskan untuk mencari uang karena suami partisipan sudah tidak dapat mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Orientasi keagamaan yang dialami oleh partisipan terdapat perubahan. Partisipan yang biasa pergi ke gereja setiap hari Minggu dan selalu berdoa saat partisipan akan makan atau ketika hendak mau tidur. Partisipan dan suaminya tidak pernah lupa untuk berdoa saat memulai kegiatan mereka. Perubahan yang terjadi pada orientasi keagamaan partisipan dan suaminya adalah mereka semakin mendekatkan diri dengan Tuhan. Partisipan tetap pergi ke gereja setian minggunya, tetapi sekarang ini partisipan dan suami partisipan selalu berdoa bersama-sama saat akan memulai suatu kegiatan yang dipimpin oleh partisipan. Suami partisipan tidak dapat berdoa sendiri atau untuk memimpin doa karena Stefani Anastasia : Kepuasan Perkawinan Pada SuamiIstri Yang Pasangannya Odha, 2008 USU Repository © 2008 suami partisipan sangat susah untuk berbicara panjang, seperti jika suami partisipan diminta untuk memimpin doa. Suami partisipan akan batuk-batuk dan mengalami sesak nafas jika berbicara panjang. Penyelesaian konflik dalam perkawinan partisipan juga mengalami perubahan, dimana partisipan biasanya menyelesaikan permasalahan dalam rumah tangganya bersama-sama dengan suaminya. Partisipan dan suami partisipan biasa menyelesaikan permasalah keluarga mereka hanya berdua saja. Semenjak suami partisipan mengidap HIV, terjadi perubahan yang signifikan pada penyelesaian konflik yang sedang dihadapi oleh partisipan. Partisipan sangat jarang bercerita atau mau menyelesaikan permasalahannya dengan suaminya karena partisipan takut kalau permasalahan yang sedang mereka hadapi menjadi memperburuk kondisi suaminya dan mengakibatkan stress pada suami partisipan. Semenjak suami partisipan mengidap HIV, partisipan mengadukan semua permasalahannya kepada Tuhan dengan berdoa dan sering kali partisipan menangis di dalam doanya. Partisipan jika ingin menceritakan permasalahan dalam rumah tangga mereka, partisipan melihat kondisi suami partisipan terlebih dahulu. Permasalahan-permasalahan yang ingin dia ceritakan pada seseorang, partisipan ceritakan pada kakak dan adik partisipan yang tinggal satu rumah dengan partisipan. Partisipan juga mau menceritakan permasalahannya kepada adik iparnya, yaitu istri dari adik kandung partisipan sendiri. Partisipan menceritakan permasalahan keluarganya karena partisipan tidak dapat menanggung permasalahannya sendiri dan takut jikalau ia menanggung semua permasalahannya sendiri, partisipan akan mengalami stress. Stefani Anastasia : Kepuasan Perkawinan Pada SuamiIstri Yang Pasangannya Odha, 2008 USU Repository © 2008 Perubahan yang dirasakan partisipan cukup besar yaitu dari segi aspek pengelolaan keuangan. Keuangan yang biasa diterima partisipan sangat mencukupi kebutuhan keluarga mereka sehari-hari bahkan partisipan bisa membelikan barang-barang berharga bagi anak-anak mereka. Sebelum suami partisipan mengidap HIV, suami partisipan mencari nafkah dengan menjadi tukang becak yang penghasilannya bisa didapatkan setiap harinya. Semenjak suami partisipan mengidap HIV, penghasilan keluarga mereka menjadi kekurangan. Barang-barang yang berharga dijual termasuk becak yang digunakan suami partisipan untuk mencari uang untuk pembayaran perawatan suami partisipan. Partisipan bahkan sempat meminjam uang untuk memabayar pengobatan suami partisipan. Partisipan mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebuthan kelaurga mereka serta membayar biaya pengobatan suaminya. Hasil yang didapatkan oleh partisipan sangat tidak mencukupi, sehingga partisipan harus mengeluarkan uang sesedikit mungkin untuk keperluan-keperluan mereka terutama untuk hal-hal yang dianggap partisipan kurang penting. Kebutuhan keluarga partisipan dapat terpenuhi setiap harinya karena partisipan selalu saja mendapat rejeki dari tempat lain yang tidak pernah bisa diduganya. Hubungan seksual dalam perkawinan partisipan bukan merupakan suatu permasalahan. Partisipan sudah tidak melakukan hubungan seksual semenjak lima bulan sebelum suami partisipan didiagnosa mengidap HIV. Partisipan tidak tahu mengapa tapi keinginannya untuk melakukan hubungan seksual sudah tidak ada. Ketidak-inginan melakukan hubungan seksual dirasa partisipan karena usianya yang sudah cukup tua. Partisipan bahkan merasakan hubungan seksual itu Stefani Anastasia : Kepuasan Perkawinan Pada SuamiIstri Yang Pasangannya Odha, 2008 USU Repository © 2008 merupakan beban baginya semenjak partisipan dan suaminya dikaruniai tiga orang anak. Jikalau suami partisipan tidak menyentuh partisipan, partisipan merasa sedikit lega. Partisipan tidak ingin melakukan hubungan seksual dengan suami partisipan, tetapi partisipan tetap mau melayani suami partisipan jika suaminya ingin melakukan hubungan seksual karena partisipan takut kalau suaminya menjadi curiga kepadanya. Partisipan tetap mau melakukan hubungan seksual bersama suaminya jika suaminya meminta karena partisipan juga mengerti kalau seusia suaminya, masih ingin melakukan hubungan seksual. Semenjak suami mengidap HIV, partisipan belum ada melakukan hubungan seksual dengan suaminya hingga saat ini dan hal itu bukan merupakan suatu permasalahan bagi partisipan. Keluarga dan teman Anak-anak partisipan mendapat sedikit perhatian dari partisipan dan terutama dari suami partisipan semenjak suami partisipan sakit. Perhatian yang didapat anak-anak partisipan yaitu dari keponakan partisipan dan kakak kandung partisipan. Sebelum suami partisipan mengidap HIV, anak-anak partisipan diurus oleh partisipan sendiri, tetapi jika partisipan sedang mengerjakan pekerjaan rumah, atau sedang sibuk melakukan suatu kegiatan, keponakan partisipanlah yang memberikan perhatian dan mengurus anak-anak partisipan. Anak-anak partisipan menjadi sangat kurang perhatian dari orang tua mereka karena partisipan sibuk mengurus suaminya yang sedang sakit. Partisipan mengantar suaminya ke rumah sakit untuk rawat jalan dan menjaga suaminya pada siang hari ketika suami partisipan sedang dirawat di rumah sakit. Suami Stefani Anastasia : Kepuasan Perkawinan Pada SuamiIstri Yang Pasangannya Odha, 2008 USU Repository © 2008 partisipan juga tidak memberikan perhatian kepada anak-anak mereka. Suami partisipan tidak mau menyentuh anak-anak mereka ataupun berbicara kepada anak-anaknya karena suami partisipan takut anak-anaknya ketularan HIV darinya. Anak-anak sangat sering menangis jika ditinggal oleh partisipan dan jika partisipan tidak mau menggendong mereka karena partisipan sedang mengurus suaminya yang sedang sakit. Partisipan sempat mengurus anak-anak mereka jika partisipan memiliki waktu luang terutama di malam hari saat suami partisipan sedang tidur. Partisipan tidur bersama anak-anak mereka dan suami partisipan tidur sendiri, sehingga pada saat- saat seperti itulah partisipan dapat memberikan perhatian kepada anak-anak mereka. Terdapat perubahan dalam kepribadian suami partisipan. Suami partisipan sebelum mengidap HIV merupakan orang yang pendiam dan sangat menyayangi kelaurganya. Semenjak suami partisipan mengidap HIV, suami partisipan mengalami perubahan kepribadian. Suami partisipan menjadi orang yang putus asa. Partisipan memberikan semangat kepada suami partisipan dan tidak marah sama sekali kepada suaminya, hanya saja partisipan sangat takut ketularan HIV dari suaminya ketika mengetahui suaminya mengidap HIV. Suami partisipan juga sering marah-marah jika mendengar hal-hal yang tidak disukainya dan pelampiasan emosinya kepada istrinya, partisipan. Suami partisipan memarahi partisipan, partisipan merupakan orang yang sangat sabar, partisipan meninggalkan suaminya dan mendatanginya kembali jika emosi suaminya sudah mereda dan berbicara kembali dengan suaminya secara baik-baik. Stefani Anastasia : Kepuasan Perkawinan Pada SuamiIstri Yang Pasangannya Odha, 2008 USU Repository © 2008 Peran dalam perkawinan partisipan mengalami perubahan dimana suami partisipan yang biasa mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka tidak dapat mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka karena kondisi kesehatannya yang tidak baik. Suami partisipan tidak sanggup Untuk membawa becak. Partisipan sendirilah yang sekarang ini mencari uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Partisipan menjalankan peran sebagai suami yang mencari nafkah dan sebagai istri yang mengurus seluruh keperluan rumah tangga. Partisipan harus menjaga dan memberi perhatian kepada anak-anaknya. Partisipan sangat kelelahan hingga berat badannya turun sampai 10kg. Partisipan merasa bahwa kesetaraan peran dalam perkawinan sangat penting. Tabel 7. Gambaran Masalah Psikologis Partisipan II No Aspek Kesimpulan 1. Gejala Psikologis Terkejut: partisipan merasa terkejut dan tidak menyangka kalau penyakit pasangannya sampai separah ini saat mengetahui pasangannya mengidap HIV. Tabel 8. Gambaran Area-area Kepuasan Perkawinan pada Partisipan II No Aspek Kesimpulan 1. Komunikasi Komunikasi yang terjadi antara partisipan dengan pasangannya sangat jarang karena pasangan partisipan susah bebicara yang diakibatkan oleh sesak nafasnya. Pasangan partisipan juga memilih untuk lebih banyak diam. 2. Kegiatan di Waktu Luang Partisipan sangat sedikit memiliki waktu luang karena merawat pasangannya. Jika partisipan memiliki waktu luang, partisipan menghabiskannya dengan mengurus anak- anaknya. Stefani Anastasia : Kepuasan Perkawinan Pada SuamiIstri Yang Pasangannya Odha, 2008 USU Repository © 2008 3. Orientasi Keagamaan Keagamaan partisipan semakin baik. Partisipan selalu pergi ke gereja setiap Minggu. Semenjak pasangan partisipan mengidap HIV, mereka sering berdoa bersama-sama yang sebelumnya selalu berdoa sendiri-sendiri. 4. Resolusi Konflik Partisipan menyelesaikan permasalahannya dengan berdoa dan tekadang menceritakannya pada kakak, adik dan iparnya karena tidak sanggup untuk menanggungnya sendiri. Partisipan jarang menceritakan permasalahannya kepada pasangannya karena takut pasanganya stress yang dapat mengakibatkan kondisi suaminya yang semakin buruk. 5. Manajemen Keuangan Partisipan merasa kekurangan dalam hal keuangan dan mengeluarkan uang sesedikit mungkin terutama untuk hal yang tidak penting menurut partisipan. Partisipan dapat memenuhi seluruh kebutuhan keluarga melalui rejeki yang selalu didapatkannya dari luar. 6. Hubungan Seksual Partisipan sudah tidak melakukan hubungan seksual lima bulan sebelum pasangannya diketahui mengidap HIV dan hal itu bukan merupakan masalah bagi partisipan. 7. Keluarga dan Teman Keluarga partisipan memberikan dukungan kepada partisipan dan pasangan partisipan. Teman-teman partisipan ada sebagian yang memberikan dukungan, namun ada juga yang ingin mengusir mereka dari tempat tinggal mereka dan meminta mereka untuk pindah ke kampung. 8. Anak dan Pengasuhan Anak Partisipan sangat jarang memberikan perhatian kepada anak-anaknya karena sibuk mencari uang dan mengurus pasangannya. Pasangan partisipan juga tidak pernah lagi berbicara dan menyentuh anak-anaknya karena takut anak-anaknya ketularan HIV. 9. Kepribadian Kepribadian pasangan partisipan berubah menjadi tidak percaya diri dan mudah marah jika mendengar hal-hal yang tidak disukainya. Partisipan hanya dapat bersabar dan menunggu sampai kemarahan pasangannya meredam. 10. Kesetaraan Peran Partisipan mengerjakan pekerjaan rumah dan juga mencari uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan biaya pengobatan pasangannya. Partisipan merasa pembagian peran dalam perkawinannya tidak seimbang semenjak Stefani Anastasia : Kepuasan Perkawinan Pada SuamiIstri Yang Pasangannya Odha, 2008 USU Repository © 2008 pasangannya mengidap HIV dan tidak dapat mencari uang lagi.

C. Analisa Banding Antar Partisipan Tabel 9. Analisa Banding Antar Partisipan

No. Analisa Data Partisipan I Partisipan II I Gambaran Penderitaan 1. Gejala psikologis Terkejut dan tidak percaya. Terkejut dan tidak menyangka. II Gambaran Area-area Kepuasan Perkawinan Partisipan 1. Komunikasi Komunikasi antara partisipan dengan pasangannya menjadi lebih baik. Partisipan jarang berbicara keras kepada pasangannya untuk menjaga perasaan pasangannya. Partisipan takut kalau kondisi pasangannya menjadi buruk jika mendengar suara partisipan yang keras. Komunikasi antara partisipan dengan pasangannya jarang terjadi karena pasangan partisipan tidak mau banyak berbicara, lebih memilih untuk diam. 2. Kegiatan di waktu luang Partisipan mengisi waktu luang dengan bersama-sama pasangannya. Mereka menghabiskan waktu luang dengan membersihkan rumah atau berjalan-jalan ke tempat teman-teman mereka. Partisipan sangat jarang memiliki waktu luang karena sibuk bekerja dan merawat pasangannya. Waktu luang dihabiskan partisipan dengan mengurus anak-anaknya. 3. Orientasi keagamaan Keagamaan partisipan semakin baik karena partisipan semakin rajin sholat. Keagamaan partisipan semakin baik. Partisipan yang biasanya berdoa masing-masing dalam keluarganya menjadi berdoa bersama-sama yang dipimpin oleh partisipan karena pasangan partisipan tidak sanggup untuk berbicara Stefani Anastasia : Kepuasan Perkawinan Pada SuamiIstri Yang Pasangannya Odha, 2008 USU Repository © 2008