R2W1b.202-204hal 5. “…aku kayaknya udah berkuranglah, 1 minggu ini aku nggak ada makai apa-
apa, ya baguslah kalau gitu. Terus semakin hari, semakin hari, semakin banyak perubahannya. Aku nggak makai lagilah, udah inilah, udah cukuplah itu..”
R2W1b.241-247hal 6. “…Aku cuma punya batas waktu kalau memang kau serius, kalau kau
memang mau ini, segala macamnya, 1 tahun ini aja. Dan dia betul-betul kayak gini, betul-betul berubah baik-baik. Ya udahlah dibawanya aku ke tempat
keluarganya…” R2W1b.283-289hal 7.
“Ya udah kita jalani setahun, nikahnya di kampung itu. Ya itulah sampai sekarang ini.”
R2W1b.310-312hal 7-8. Dinda ketika mengetahui suaminya mengidap HIV, Dinda sempat
menanyakan kepada suaminya apakah suaminya pernah melakukan hubungan seksual dengan wanita lain selain dirinya dan suami Dinda mengatakan kalau
istrinya, Dinda sajalah yang pernah melakukan hubungan seksual dengan dirinya, “…aku mikir kok sampai kena sakit kayak gini? Di situ aja terus aku
mikirnya. Aku tanya sama dia, kau pernah nggak main perempuan, aku tanya jujur sejujur-jujurnya. Aku nggak pernah bergaul sama perempuan cuma sama kau
walaupun masih muda kayak gini.” R2W1b.1124-1130hal 25.
“Berhubungan suami istri cuma sama kau, sama yang lain-lainnya nggak ada. Demi Tuhan, dicabut Tuhan pun sekarang nyawa aku ini, aku bersedia.”
R2W1b.1140-1143hal 26.
b. Gambaran Masalah Psikologis pada Partisipan II Dinda
Saat pertama kali Dinda mengetahui kalau suaminya mengidap HIV, Dinda sangat terkejut. Suami Dinda sakit semenjak bulan 11 tahun 2008 dan Dinda tidak
Stefani Anastasia : Kepuasan Perkawinan Pada SuamiIstri Yang Pasangannya Odha, 2008 USU Repository © 2008
menyangka sama sekali kalau sakit suaminya sampai separah itu. Dinda juga tidak mengetahui sejak awal bagaimana ciri-ciri orang terkena HIV dan tidak ada
berpikir mengenai HIV karena Dinda pun tidak mengetahui kalau suaminya pernah memakai narkoba yang digunakan dengan jarum suntik.
“…kondisinya seperti ini, semakin lemah, semakin lemah. Yah aku juga ciri- ciri orang kena HIV aku juga belum tahu, ya kan, kan nggak kita pikirin kan.
Ha…itu, dan aku nyangka, ntah nggak tahu tadinya dia ini pernah makai-makai suntik gitu, nggak pernah tahu.”
R2W1b.40-47hal 2. “Ya aku terkejutlah gitu. Kok bisa sampai segini parahnya dan ini juga
kayaknya kondisinya udah terlalu lemah kali…” R2W1b.315-318hal 8
Dinda tidak marah sama sekali dengan suami Dinda tetapi keluarga suami
Dinda yang marah kepada suami Dinda. Dinda tidak ingin keluarga suaminya marah karena menurut Dinda, seharusnya Dinda yang berhak marah dan menyesal
menikahi suaminya karena virus yang menyerang suaminya tersebut. Dinda menahan semua yang seharusnya ia rasakan karena Dinda hanya mau suaminya
sembuh dan tidak membuatnya stress yang dapat mengakibatkan kondisi suaminya tersebut semakin memburuk. Dinda selalu memberi dukungan kepada
suaminya agar dapat kembali pulih. “Marah-marah sama dia. terus aku bilang sama dia, itu yang seharusnya
marah-marah itu aku bukan keluargamu. Keluargaku yang seharusnya marah- marah sama kau kalau tahu kayak gini mending nggak usah dikawinkan sama kau,
bilang itu sama bapak itu nggak ada gunanya marah-marah gitu.” R2W1b.559-567hal 13.
“…aku dukung kau. Kasih semangat kau bukan untuk dimarah-marahi yang orang sakit kayak gini.”
R2W1.b.569-571hal 13.
c. Gambaran Kepuasan Perkawinan pada Partisipan II Dinda