keluarganya. Istri Sahrul juga berperan sebagai istri yang mengurus rumah tangga mereka. Istri Sahrul pergi ke LSM untuk mengisi aktivitasnya, tetapi ia juga tidak
pernah melepaskan tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga. “Derajat saya menjadi suami itu tetap. Posisi saya itu jadi kepala keluarga itu,
tetaplah, nggak ada perubahan.” R1W1b.1075-1078hal 24
Menurut Sahrul kesetaraan peran dalam rumah tangga benar-benar penting.
Sahrul ingin ia dan istrinya menjalankan peran sesuai dengan perannya masing- masing, tetapi tidak membuat Sahrul tidak mau membantu istrinya dalam
mengurusi rumah. Sahrul ikut membantu istrinya jika ia mempunyai waktu terutama jika istrinya sedang sakit.
“…posisi dia kalau dia kalau dia lagi sakitlah baru saya yang gantikan…” R1W1b.1085-1086hal 24
“Boleh kita mengerjakan pekerjaan rumah apabila istri kita itu sakit, nggak bisa apa-apa kan gitu.”
R1W1b.1089-1092hal 24 “Tapi kalau posisi dia itu sehat waalfiat, bugar seperti biasa kan nggak
mungkin kalau kita yang ngerjakan kan gitu kan. Namanya kita kepala rumah tangga kan. Posisi kita itu udah ada sendiri ya kan. Itu kan bukan pekerjaan kita
walaupun kita bisa. Tapi kalau dia repot, kita tolong kan nggak salah kalau kita bantu. Kalau lagi duduk-duduk nganggur kan gitu, ya kan.”
R1W1b.1101-1111hal 25
4. Interpretasi Data Partisipan I Sahrul
Perkawinan adalah salah satu aktivitas sentral dari manusia yang bertujuan untuk memperoleh suatu kehidupan yang bahagia Domikus, 1999. Menurut
Stefani Anastasia : Kepuasan Perkawinan Pada SuamiIstri Yang Pasangannya Odha, 2008 USU Repository © 2008
Walgito, perkawinan manusia dapat memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan religius Domikus, 1999. Perkawinan selalu dianggap sebagai hal yang
memuaskan dan berharga Rini, 2001. Partisipan merasakan perubahan dalam perkawinannya karena istri partisipan
mengidap HIV yang disebabkan oleh penggunaan narkoba jarum suntik sebelum istrinya menikah dengannya. Perubahan yang dirasakan partisipan bukan
perubahan yang semakin memburuk melainkan perubahan yang mengarah ke lebih baik. Tidak semua area dari kepuasan perkawinan yang dikemukakan oleh
Olson Fowers dalam Saragih, 2003 semakin membaik, tetapi kebanyakan dari area-area tersebut menuju ke arah yang lebih baik.
Kondisi fisik istri partisipan berpengaruh bagi partisipan karena partisipan mengurus istrinya dan juga harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya. Kondisi fisik istri partisipan yang menurun membuat partisipan megerjakan pekerjaan rumah untuk membantu istrinya.
Partisipan yang memiliki istri pengidap HIV saat pertama kali mengetahui bahwa istrinya mengidap HIV merasa terkejut dan tidak percaya. Partisipan tidak
mengetahui darimana penularan HIV tersebut sedangkan partisipan sendiri tidak mengidap HIV. Partisipan akhirnya dapat menerima hal yang terjadi pada istrinya
karena partisipan mengetahui kalau istrinya tertular HIV disebabkan oleh pemakaian jarum suntik yang bergantian.
Terdapat perubahan komunikasi semenjak istri partisipan mengidap HIV, dimana saat ini istri partisipan memiliki pemikiran negatif jika partisipan
berbicara kasar kepada istri partisipan. Komunikasi yang terjadi antara partisipan
Stefani Anastasia : Kepuasan Perkawinan Pada SuamiIstri Yang Pasangannya Odha, 2008 USU Repository © 2008
dengan istri partisipan semakin membaik. Partisipan jarang berbicara kasar kepada istri partisipan. Jika partisipan berbicara kasar kepada istri partisipan, istri
partisipan merasa kalau partisipan sedang memojokkannya karena istri partisipan sedang mengidap HIV. Partisipan sesekali secara tidak sengaja berbicara kasar
kepada istri partisipan dan partisipan meminta maaf karena partisipan tidak berniat untuk berbicara kasar kepada istrinya.
Waktu luang yang dirasakan partisipan juga berubah dimana partisipan dan istri partisipan sekarang ini lebih menghabiskan waktu luang bersama-sama.
Kondisi istri partisipan membuat partisipan lebih mau menghabiskan waktu luang dengan bekerja sama. Partisipan dan istri partisipan lebih menginginkan
kebersamaan. Partisipan juga membawa istri partisipan jikalau mereka mempunyai uang untuk mengunjungi teman-teman mereka agar menghilangkan
suntuk istri partisipan dan dapat menghibur istri partisipan. Orientasi keagamaan yang dirasakan partisipan juga berubah semenjak istri
partisipan mengidap HIV. Partisipan mejadi lebih sering berdoa walaupun sholat lima waktu tidak selalu terpenuhi, tetapi setiap harinya partisipan dan istri
partisipan selalu berdoa. Partisipan dan istri partisipan selalu memenuhi setidaknya sewaktu ataupun dua waktu dalam satu hari. Partisipan dan istri
partisipan lebih banyak berdoa untuk meminta bantuan pada Tuhan agar mereka dapat menjalankan kehidupan mereka dengan baik dan istri partisipan mempunyai
kondisi fisik yang sehat. Partisipan menemukan agama sebagai sumber kebahagiaan yang diperoleh dibandingkan dengan apa yang diperolehnya
sebelumnya yang sejalan dengan pernyataan Hurlock 1999.
Stefani Anastasia : Kepuasan Perkawinan Pada SuamiIstri Yang Pasangannya Odha, 2008 USU Repository © 2008
Partisipan menyelesaikan masalahnya dengan lebih baik semenjak istri partisipan mengidap HIV. Partisipan lebih banyak bersabar untuk menghadapi
istri partisipan yang sekarang ini lebih mempunyai pemikiran negatif terhadap orang lain kepada dirinya sendiri. Partisipan lebih banyak untuk lebih menerima
jika istri partisipan sedang marah-marah. Partisipan berpikir kalau istri partisipan marah-marak karena sudah merupakan kebiasaannya dan merupakan kebiasaan
kebanyakan wanita. Pengelolaan keuangan juga mengalami perubahan karena sebelum istri
partisipan mengidap HIV, istri partisipan berjualan sayur di pajak yang dapat menambah penghasilan bagi rumah tangga mereka. Setelah istri partisipan
mengidap HIV, istri partisipan berhenti berjualan dan menjadi sukarelawan di sutau LSM di kota Medan. Penghasilan yang dihasilkan oleh partisipan sangat
sesuai dengan kebutuhan rumah tangga mereka sehari-hari, sehingga pada saat ini, partisipan dan istri partisipan tidak memiliki rumah ataupun kendaraan bermotor
bahkan tidak memiliki tabungan untuk masa depan mereka. Terjadi perubahan dalam hubungan seksual antara partisipan dengan istri
partisipan semenjak istri partisipan mengidap HIV. Hubungan seksual merupakan salat satu aspek dalam kepuasan perkawinan. Partisipan merasakan kepuasan
walaupun perubahan dalam melakukan hubungan seksual terjadi. Partisipan dan istri partisipan melakukan hubungan seksual dengan menggunakan alat
kontrasepsi, tetapi partisipan tetap merasakan kepuasan. Partisipan mengatakan kalau kepuasan itu terletak pada hubungan suami dengan istri, bukan karena
penggunaan alat kontrasepsi. Jikalau suami dan istri melakukan hubungan seksual,
Stefani Anastasia : Kepuasan Perkawinan Pada SuamiIstri Yang Pasangannya Odha, 2008 USU Repository © 2008
tetapi suami dan istrinya sedang ada masalah, kepuasan tersebut tidak didapatkan walaupun tidak menggunakan alat kontrasepsi.
Hubungan antara partisipan dengan keluarga partisipan sendiri masih baik-baik saja, dimana keluarga partisipan juga tidak mengetahui kalau istri partisipan
sedang mengidap HIV. Hubungan partisipan dengan keluarga istri partisipan tidak berjalan denga baik. Keluarga istri partisipan tidak ada yang mau memberikan
dukungan kepada partisipan dan istri partisipan. Tidak hanya mau memberikan dukungan, tetapi juga keluarga istri partisipan tidak mau menjenguk istri
partisipan ketika istri partisipan sedang dirawat di rumah sakit. Bapak dari istri partisipan sajalah yang pernah mengantarkan istri partisipan ketika akan dirawat
di rumah sakit. Bapak dari istri partisipan mau mengantarkan istri partisipan ke rumah sakit karena diminta oleh bibi istri partisipan agar bapaknya tersebut ikut
mengantar istri partisipan ke rumah sakit. Dukungan yang didapatkan oleh partisipan dan istri partisipan dalam bentuk
materi berasal dari paman dan bibi istri partisipan ketika partisipan dan istri partisipan meminta bantuan kepada mereka. Menurut Hurlock 1999, hubungan
yang baik dengan keluarga dan teman akan menimbulkan perasaan bahagia. Teman-teman dari partisipan tidak ada yang mengetahui istri partisipan mengidap
HIBV, tetapi teman-teman dari istri partisipan ada yang mengetahui kalau istri partisipan sedang mengidap HIV. Teman-teman dari istri partisipan baik teman
dari LSM maupun dari luar LSM yang mengetahui istri partisipan mengidap HIV memberikan dukungan moral dengan memberikan semangat kepada istri
Stefani Anastasia : Kepuasan Perkawinan Pada SuamiIstri Yang Pasangannya Odha, 2008 USU Repository © 2008
partisipan agar terus brjuang dalam hidup dan jangan menyerah apalagi berpikiran akan meninggal dunia.
Kehadiran anak merupakan aspek penting dalam perkawinan seseorang. Partisipan tidak mengasuh anat tirinya yang merupakan hasil perkawinan istri
partisipan yang pertama. Anak tiri partisipan diasuh oleh keluarga dari pihak istri partisipan yaitu bapak dan ibunya. Partisipan dan istri partisipan ingin mengasuh
anak tersebut, tetapi tidak diijinkan oleh keluarga istri partisipan. Keluarga istri partisipan akan memberikan pengasuhan anak kepada partisipan dan istri
partisipan jika mereka mau membayar sebesar 17 juta rupiah kepada keluarga istri partisipan.
Keluarga istri partisipan tidak memberikan hak asuh kepada partisipan dan istri partisipan, tetapi keluarga istri partisipan tidak mau mengeluarkanbiaya untuk
anak tersebut. Seluruh biaya anak tersebut didapatkan dari partisipan, tetapi uang yang diberikan partisipan tdak dimanfaatkan dengan baik karena ketika akhir
sekolah partisipan dipanggil oleh pihak sekolah untuk melunasi tunggakan uang sekolah. Partisipan pada akhirnya tidak mau lagi menanggulangi biaya kebutuhan
anak tirinya tersebut. Partisipan mau keluarga istri partisipan yang membiayai kebutuhan anak tersebut jika mereka memang sanggup untuk mengasuhnya.
Kepribadian yang dirasakan partisipan terhadap istri partisipan semakin membaik karena istri partisipan lebih banyak menghibur dirinya sendiri bersama
teman-temannya ataupun bersama denga partisipan. Istri partisipan dari dulu semenjak belum mengidap HIV memang adalah orang yang terbuka, tetapi
Stefani Anastasia : Kepuasan Perkawinan Pada SuamiIstri Yang Pasangannya Odha, 2008 USU Repository © 2008
semenjak mengidap HIV, perubahan yang dirasakan partisipan terhadap istrinya lebih baik.
Kesetaraan peran menurut partisipan merupakan hal yang penting. Partisipan tetap menjalankan perannya sebagai kepala rumah tangga yang mencari nafkah
dan istrinya sebagai ibu rumah tangga. Partisipan tidak mengerjakan perkerjaan rumah jika istri partisipan sedang dalam keadaan baik, tetapi jika kondisi istri
partisipan sedang tidak sehat, partisipan maumengerjakan pekerjaan rumah. Partisipan juga mau membantu istri partisipan mengerjakan pekerjaan rumah jika
partisipan sedang tidak ada kerjaan dan istri partisipan sedang sangat sibuk mengerjakan pekerjaan rumah tersebut.
Tabel 3. Gambaran Masalah Psikologis Partisipan I No Aspek
Kesimpulan
1. Gejala Psikologis
Terkejut: partisipan merasa terkejut dan tidak percaya saat mengetahui pasangannya mengidap
HIV.
Tabel 4. Gambaran Area-area Kepuasan Perkawinan pada Partisipan I No Aspek
Kesimpulan
1. Komunikasi Partisipan berbicara semakin baik dengan
pasangannya karena pasangannya gampang tersinggung bila partisipan berbicara sedikit
keras kepadanya.
2. Kegiatan di Waktu
Luang Partisipan dan pasangannya lebih banyak
menghabiskan waktu bersama-sama dengan membersihkan rumah atau berjalan-jalan ke
rumah teman jika memiliki cukup uang untuk rekreasi.
3. Orientasi Keagamaan
Keagamaan partisipan semakin baik. Partisipan biasanya jarang sholat, tetapi semenjak
pasangannya mengidap HIV, partisipan menjadi lebih sering sholat walaupun sholat lima waktu
tidak selalu terpenuhi, namun setiap harinya
Stefani Anastasia : Kepuasan Perkawinan Pada SuamiIstri Yang Pasangannya Odha, 2008 USU Repository © 2008
partisipan pasti sholat.
4. Resolusi Konflik
Partisipan dan pasangannya jarang sekali memiliki masalah. Jika partisipan memiliki
masalah, partisipan menyelesaikannya dengan sabar karena pasangan partisipan cepat
tersinggung kalau partisipan memarahinya sedikit saja.
5. Manajemen Keuangan
Keuangan dalam perkawinan partisipan sangat mencukupi. Penghasilan partisipan dan
pasangannya dapat menutupi seluruh kebutuhan keluarga sehari-hari, tetapi mereka tidak dapat
mempunyai tabungan karena uang yang ada sangat seimbang dengan pengeluaran keluarga
partisipan.
6. Hubungan Seksual
Partisipan melakukan hubungan seksual dengan pasangannya dengan menggunakan kondom.
Partisipan merasakan kepuasan pada hubungan seksual yang dilakukannya walaupun
menggunakan kondom karena partisipan dan pasangannya tidak memiliki masalah.
7. Keluarga dan Teman
Keluarga partisipan belum mengetahui hingga kini kalau pasangan partisipan mengidap HIV.
Keluarga pasangan partisipan tidak mau memberikan dukungan kepada partisipan dan
pasangannya. Teman-teman yang telah mengetahui kalau pasangan partisipan mengidap
HIV memberikan dukungan moral kepada pasangan partisipan.
8. Anak dan Pengasuhan
Anak Partisipan belum memiliki anak kandung, tetapi
memiliki anak tiri. Hubungan partisipan dengan anak tirinya baik-baik saja, tetapi bukan
partisipan yang mengasuh anak tirinya karena tidak diijinkan oleh mertua partisipan.
9. Kepribadian Kepribadian pasangan partisipan berubah kearah
yang lebih baik karena pasangan partisipan lebih semangat untuk hidup dan suka menghibur
dirinya sendiri dengan bergurau dengan teman- teman dan partisipan.
10. Kesetaraan Peran
Peran yang dijalankan partisipan dan pasangan partisipan dalam perkawinan mereka sudah
sesuai.
B. PARTISIPAN II DINDA
Stefani Anastasia : Kepuasan Perkawinan Pada SuamiIstri Yang Pasangannya Odha, 2008 USU Repository © 2008