Aksesibilitas Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

14 BAB II LANDASAN TEORITIS

A. Aksesibilitas

Aksesibilitas accessibility didefinisikan oleh Warpani sebagai tingkat kemampuan untuk mencapai atau mendapatkan barang dan jasa yang diperlukan. Menurut Parkesit, akses adalah tingkat kesulitan atau kemudahan penduduk untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan. Peluso dan Ribot mendefinisikan akses sebagai kemampuan menghasilkan keuntungan dari sesuatu, termasuk diantaranya objek material, perorangan, institusi dan simbol.Dengan memfokuskan pada kemampuan dibandingkan dengan kepemilikan yang ada dalam teori properti, formulasi ini memberikan perhatian pada wilayah yang lebih luas pada hubungan sosial yang mendesak dan memungkinkan orang untuk mendapatkan keuntungan dari sumber daya tanpa memfokuskan diri pada hubungan properti semata. 6 Singkatnya, aksesibilitas adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan sejauh mana produk, perangkat, layanan atau lingkungan yang tersedia untuk orang sebanyak mungkin. Aksesibilitas juga dapat dilihat sebagai “kemampuan untuk mengakses”. 6 Jesse C. Ribot dan Nancy Lee Peluso, A Theory of Access: Rural Sociology Vol. 68 Number 22003, h. 153. 15

B. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UMKM merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Selain itu, kelompok ini terbukti tahan terhadap berbagai macam guncangan krisis ekonomi. Kriteria usaha yang termasuk dalam Usaha Mikro, Kecil dan Menengah telah diatur sesuai dengan Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Kecil, Mikro dan Menengah: 7

a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan danatau

badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.Usaha Mikro memiliki kriteria asset maksimal sebesar 50 juta rupiah dan omzet sebesar 300 juta rupiah.

b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Usaha Kecil memiliki kriteria asset sebesar 50 juta rupiah sampai dengan 500 juta rupiah dan omzet sebesar 300 juta rupiah sampaidengan 2,5 miliar rupiah. 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Kecil, Mikro dan Menengah. 16

c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri

sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha Menengah memiliki kriteria asset sebesar 500 juta rupiah sampai dengan 10 miliar rupiah dan omzet sebesar 2,5 miliar rupiah sampai dengan 50 miliar rupiah. Tambunan dalam bukunya menyebutkan bahwa UMKM memiliki karakteristik yang berbeda-beda dari masing-masing usahanya, baik itu dari usaha mikro, kecil ataupun menengah. Beberapa perbedaan karakteristik dari usaha tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.1Karakteristik Utama Dari UMKM di Negara Sedang Berkembang 8 No. Aspek Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah 1. Formalitas Beroperasi di sektor informal; usaha tidak terdaftar; tidakjarang bayar pajak. Beberapa beroperasi di sektor formal; beberapa tidak terdaftar; sedikit yang bayar pajak. Semua di sektor formal; terdaftar dan bayar pajak. 2. Organisasi manajemen Dijalankan oleh pemilik; tidak menerapkan pembagian tenaga kerja internal ILD, manajemen struktur organisasi formal Dijalankan oleh pemilik; tidak ada ILD, MOF dan ACS. Banyak yang mempekerjakan manajer profesional; menerapkan ILD, MOF dan ACS. 8 Tulus T. H. Tambunan, UMKM di Indonesia Bogor: Ghalia Indonesia, 2009, h.5. 17 MOF dan sistem pembukuan formal ACS. 3. Sifat dari kesempatan kerja Kebanyakan menggunakan anggota-anggota keluarga. Beberapa memakai Tenaga Kerja TK yang digaji. Semua memakai TK yang digaji dan memiliki sistem perekrutan formal. 4. Polasifat dari proses produksi Derajat mekanisme sangat rendah umumnya manual; tingkat teknologi sangat rendah. Beberapa memakai mesin-mesin terbaru. Banyak yang mempunyai derajat mekanisme yang tinggi. 5. Orientasi pasar Umumnya menjual ke pasar lokal untuk kelompok berpendapatan rendah. Banyak yang menjual ke pasar domestik dan ekspor, dan melayani kelas menengah ke atas. Semua menjual ke pasar domestik dan banyak yang mengekspor, dan melayani kelas menengah ke atas. 6. Profil ekonomi sosial dari pemilik usaha Pendidikan rendah dari rumah tangga RT miskin; motivasi utama: survisal. Banyak berpendidikan baik dari RT nonmiskin; banyak yang bermotivasi bisnisprofit oriented. Sebagian besar berpendidikan baik dan dari RT makmur; motivasi utama: profit. 7. Sumber- sumber bahan baku Kebanyakan pakai bahan baku lokal dan uang sendiri. Beberapa memakai bahan baku impor dan punya akses ke kredit formal. Banyak yang memakai bahan baku impor dan punya akses ke kredit formal. 8. Hubungan- hubungan eksternal Kebanyakan tidak punya akses ke program-program pemerintah dan tidak punya hubungan bisnis dengan Usaha Besar UB. Banyak yang punya akses ke program- program pemerintah dan punya hubungan bisnis dengan UB termasuk PMA. Sebagian besar punya akses ke program- program pemerintah dan banyak yang punya hubungan bisnis dengan UB termasuk PMA. 9. Wanita pengusaha Rasio dari wanita terhadap pria sebagai pengusaha sangat tinggi. Rasio dari wanita terhadap pria sebagai pengusaha cukup tinggi. Rasio dari wanita terhadap pria sebagai pengusaha sangat rendah. 18 Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah Menurut Asia Development Bank, Lembaga Keuangan Mikro micro finance adalah lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan, kredit, pembayaran berbagai transaksi jasa serta transfer uang yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil. Lembaga keuangan mikro di Indonesia menurut Bank Indonesia dibagi menjadi dua kategori, yaitu: 9 a. Lembaga keuangan mikro yang berbentuk bank, seperti BRI unit desa, BPR dan BKD Badan Kredit Desa. b. Lembaga keuangan mikro yang berbentuk non-bank, seperti Koperasi Simpan Pinjam, Unit Simpan Pinjam, Lembaga Dana Kredit Pedesaan, Lembaga Swadaya Masyarakat, Credit Union dan Baitul Maal wat Tamwil BMT. Karena penelitian ini mengambil BMT sebagai tempat penelitian, maka dibawah ini akan diuraikan mengenai BMT. BMT atau padanan kata Balai Usaha Mandiri Terpadu adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil, dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi, yaitu: a. Baitul Maal, yaitu menerima titipan dana zakat, infaq dan shodaqoh, serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya. 9 Ani Murwani Muhar, “Kebijakan dan Stratejik Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro,” Inovasi, Vol. 6 No. 4 Desember 2009, h. 237. 19 b. Baitut Tamwil, yaitu melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Secara kelembagaan, BMT didampingi atau didukung oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil PINBUK.PINBUK sebagai lembaga primer karena mengemban misi yang lebih luas, yakni menetaskan usaha kecil.Dalam praktiknya, PINBUK menetaskan BMT, dan pada gilirannya BMT menetaskan usaha kecil. 10

C. Teori Bauran Pemasaran