Pesan Komunikasi Verbal dan Non Verbal KH. M. Chaedar terhadap

BAB IV ANALISIS PESAN

KOMUNIKASI VERBAL DAN NONVERBAL DALAM PEMBINAAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN NURUL FALAH

A. Pesan Komunikasi Verbal dan Non Verbal KH. M. Chaedar terhadap

santri Berdasarkan pengamatan selama berlangsungnya penelitian di pondok pesantren Nurul Falah, KH. M.Chaedar selaku pimpinan dan pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Nurul Falah, dalam membina santrinya KH. M. Chaedar lebih cenderung menerapkan pesan komunikasi verbal, non verbal dan proses komunikasi atau model sirkular. Dalam rangka menerangkan proses komunikasi verbal dan non verbal yang berlangsung selama berlangsungnya kegiatan belajar mengajar di pondok pesantren Nurul Falah. Dalam Komunikasi, bahasa sebagai lambang verbal paling banyak dan paling sering digunakan, oleh sebab itu hanya bahasa yang mampu mengungkapkan pikiran komunikator mengenai hal atau peristiwa. Sedangkan lambang nonverbal adalah lambang yang dipergunakan dalam komunikasi, yang bukan bahasa, misalnya kial, isyarat dengan anggota tubuh, antara lain kepala,mata, bibir, tangan, dan jari. 1 1 Onong Uchana Effendy. Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi.bandung: PT. Citra Aditya bakti.2003.Cet Ke-3 h. 33-34. 56 Hal ini terjadi ketika KH. M.Chaidar melakukan aktifitas dan rutinitas harian dalam bentuk pengajian kitab kuning atau kitab gundul pada hari selasa jam 14.00 wib sd jam 16.30 di sebuah Madrasah Diniyah tempat berkumpulnya para santri melakukan aktiftas pengajian kitab kuning berlangsung. KH. M. Chaedar selaku pembaca kitab memulai pengajian dengan membaca kitab Tafsir Munir di baca kemudian ditranslasikan diterjemahkan menggunakan kode verbal yaitu bahasa Sunda sebagai lambang bahasa keseharian yang digunakan di desa Kaung Caang yang mampu mengungkapkan pikiran KH. M. Chaedar selaku komunikator menyampaikan isi pesan dari kitab kuning Tafsir Munir dan para santri selaku komunikan mendengarkan, mengartikan dan menyimak isi bahasa kitab dengan cara nyoret kitab gundul. Sedangkan lambang non verbal yang dilakukan oleh KH. M.Chaedar dalm membina para santrinya menggunakan “ketukan meja” dengan sebatang kayu ketika beliau mengintruksikan untuk membaca halaman kitab, dan mengakhiri dengan ketukan pula, ketika salah satu santri diperintahkan untuk membaca sebagian dari isi kitab agar para santri terbiasa membaca dan memahami isi kandungan dari kitab yang di baca, setelah itu para santri diperkenankan untuk bertanya mengenai persoalan isi kitab dan hukum- hukum bacaannya baik isi kitab, etika membaca kitab secara ilmu alat cara membaca kitab, maupun hukum-hukum yang terkandung dalam isi kitab. Hal ini yang membedakan suasana belajar mengajar di pondok pesantren Nurul Falah dengan pondok pesantren lainnya. Dimana kiai sebagai tokoh sentral dalam pembinaan dan pembelajaran terhadap santri-santrinya, sehingga terjalin hubungan yang sangat erat antara kiai dan santri, dengan pendapat Osgood dan Schramm 1954, model ini menggambarkan komunikasi sebagai proses yang dinamis, dimana pesan ditransmit melalui proses encoding dan decoding, encoding adalah translasi yang dilakukan oleh sumber atas sebuah pesan, dan decoding adalah translasi yang dilakukan oleh penerima terhadap pesan yang berasal dari sumber. Hubungan encoding dan decoding merupakan hubungan antara sumber dan sipenerima secara simultan dengan saling mempengaruhi satu sama lain. 2 Dari gambar model proses komunikasi diatas, diilustrasikan bahwa model sirkular ini menggambarkan komunikasi yang disampaikan oleh KH. M. Chaedar sebagai proses yang dinamis, di mana pesan yang berisikan pengajian, pedoman, dan rujukan berprilaku sesuai dengan tuntunan syariat Islam di transmit diterjemahkan dari bahasa arab gundul ke bahasa sunda dengan cara dialihkan dari bahasa arab ke bahasa sunda, atau dengan istilah ngelugot , menyoret kitab melalui proses encoding adalah proses salinan, terjemahan, penterjemah, pergeseran bahasa arab gundul ke bahasa sunda yang dibaca kemudian diterjemahkan oleh KH. M. Chaedar selaku encoder atau sumber, atas sebuah pesan. Dan decoder adalah translasi yang dilakukan oleh sipenerima terhadap pesan yang berasal dari sumber, artinya hubungan antara Kiai sebagai Encoder dan santri sebagai decoder adalah hubungan 2 Prof.Dr.H. Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, h. 44 antara sumber dan penerima secara simultan dan saling mempengaruhi satu samalain. Melakukan rutinitas pengajaran dengan menggunakan nyoret istilah bahasa sunda yang lazim di gunakan oleh para santri Nurul falah yang mengkaji kitab gundulkitab klasik seperti kitab Tafsir Munir, Tafsir Jalalaein, Ryadhissalihin, Kifayatul Akhyar, Naso’ihul ‘Ibad dan kitab-kitab lain yang diajikan setriap hari, dari hari sabtu hingga hari kamis pukul 14.00 sd pukul 16.30 wib, terkecuali hari jum’at merupakan hari libur santri. Dalam keadaan inilah dapat dikatakan proses komunikasi berlangsung secara dinamis dan simultan karna proses komunikasi ini dapat dimulai dan diamana dan kapan saja. Penafsiran pesan dalam bentuk proses komunikasi yang dilakukan oleh KH. M.Chaedar dalam Pembinaan Santri Pondok Pesantren Nurul Falah dituangkan dalam bentuk belajar mengajar dari pengajian kitab kuning klasik memiliki pesan yang disampaikan melaluai kegiatan rutinitas. Adapun pesan yang disampaikan melalui proses penafsiran ilmu pengetehuan, hal ini sesuai dengan penuturan yang disampaikan oleh KH. M.Chaedar diantaranya:

a. Pesan Aqidah: Iman kepada Allah Tuhan sekalian alam dan Rasulnya

salaku utusan Allah. Pesan yang dimaksud oleh KH. M. Chaedar terhadap santrinya ialah selalu menekankan agar senantiasa mampu melaksanakan dan mengamalkan perintah Allah dan Rasulnya dalam aktifitas keseharian. Iman kepada Allah dan Rasulnya dengan keyakinan hati dengan yakin sepenuh hati tanpa ada keraguan sedikit pun, di ucapkan dengan lisan ialah dengan ikrar mengucapkan dua kalimat syahadat, direalisasikan dengan perbuatan dalam bentuk aktifitas keseharian. b. Pesan Sosial: memberi manfaat kepada sesama muslim dalam beberapa hal yang bermanfaat: 1. Ucapan: saling nasehat menasehati terhadap sesama muslim dalam segala hal. 2. Ilmu pengetahuan: mampu mengamalkan ilmu yang didapat dari pengetahuan ilmu agama yang telah diperoleh di pondok Pesantren Nurul Falah sedikit maupun banyaknya ilmu pengetahuan minimal mampu mengamalkan untuk pribadi santri secara khusus, maksimal mampu mengamalkan untuk sesama muslim secara umum. 3 Kekuasaan: Memegang tanggung jawab terhadap amanah untuk sesama muslim, jangan khianat jika diberi kepercayaan, kekuasaan, jabatan oleh seseorang terhadap kita, sebab itu ciri-ciri orang yang munafik. 4. Harta benda: mempunyai niat untuk ibadah dalam mengucurkan hasil keringat yang didapat dalam bentuk harta dan benda berupa zakat dan sedekah kepada orang-orang fakir dan miskin 5. Maupun tenaga dalam hal kebaikan untuk mengabdi kepada masyarakat. 3 Keberhasilan kegiatan pembinaan KH. M. Chaedar terlihat jelas, bahwa tidak ada jarak antara seorang pemimpin dan para santri. Hal ini akan menimbulkan sikap saling percaya antara komunikator KH. M. Chaedar dengan Komunikan santri sehingga melahirkan suatu sikap simpatik santri terhadap masyarakat sekitar. Seperti penuturan salah satu Ustadz di pondok pesantren Nurul Falah yaitu ustadz Khosy’in bahwa : 3 Wanancara Pribadi dengan KH. M. Chaedar, Pandeglang, 26 November 2008 “Hubungan santri dengan Kiai ibarat anak itik ayam terhadap induknya yang butuh bimbingan dan pembinaan dari induknya perumpamaan ini sesuai dengan pembinaan yang di lakukan oleh KH. M. Chaedar terhadap santri Nurul Falah, nasehatnya merupakan ciri seorang pemimpin sekaligus kiai yang memberikan pesan ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam membina santri sehingga santri memiliki pedoman dari pengajian yang dilakukan sesuai dengan ilmu yang beliau curahkan dalam aktifitas pengajian harian yang dilaksanakan pada hari selasa jam 14.00-16.00 wib merupakan bentuk pesan kiai terhadap santri.” 4

B. Pesan Komunikasi yang Diterapkan pengurus Pondok Pesantren Nurul