Metode-metode dakwah Pengertian Dakwah 1. Etimologi dan Terminologi

Dari beberapa definisi di atas, maka dakwah dapat diartikan sebagai suatu usaha, kegiatan, aktivitas dalam menyampaikan, menyeru, mengajak, mendorong manusia untuk melakukan amal kebaikan sesuai perintah Allah SWT dan tidak melakukan perbuatan mungkar amar ma’ruf nahi munkar dilakukan dalam bentuk lisan, tulisan, perbuatan dan sebagainya dengan sadar dan terencana yang disampaikan secara hikmah kebijaksanaan dengan tujuan memperoleh kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat.

2. Metode-metode dakwah

Metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’I komunikator kepada mad’u objek dakwah untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang. 17 Metode dakwah mencakup seluruh aktifitas kehidupan, karena kaum muslimin dengan kemampuan yang ada pada dirinya bisa menjadikan setiap amal yang diperbuat dan setiap aktivitas yang dilaksanakan sebagai jalan untuk berdakwah menunjukkan manusia ke jalan yang lurus. 18 Banyak metode dakwah yang disebutkan dalam al-Quran dan hadits akan tetapi pedoman pokok dari keseluruhan metode tersebut adalah merujuk pada Firman Allah Surat an-Nahl QS. 16:125: ْدا ع إ ﱢر ْ ﻰ ﻚ ْا ﺔﻈﻋْﻮﻤْاو ﺔﻤْﻜ ْﺎ ﺔﻨ ْﻢﻬْدﺎﺟو ﱠﺎ ﺘ ه ﻰ أ ْ ْﻦ ﻢ ْﻋأ ﻮه ﻚﱠر ﱠنإ ﻦْﺪﺘْﻬﻤْﺎ ﻢ ْﻋأ ﻮه و ﻪ ْ ْﻦﻋ ﱠ ﺿ ْﻦﻤ 17 Toto tasmara, Komunikasi Dakwah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997, h.43 18 Sayid Muhammad Nuh, Diterjemahkan Oleh: Ashfa Afkarina, Dakwah FArdiyah: Pendekatan Personal dalam dakwah, Solo: Era Intermedia, 2000, h.26 Artinya: Serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. 19 Dari ayat tersebut secara garis besar ada tiga pokok metode dakwah, yaitu: 1. Bi al Hikmah Dalam beberapa kamus, kata al-Hikmah diartikan; al-adl keadilan, al hilm kesabaran dan ketabahan, al nubuwwah kenabian, al ilm ilmu pengetahuan, al-Quran, Faslasah, kebijakan, pemikiran atau pendapat yang baik. Al-Haq kebenaran meletakkan sesuatu pada tempatnya, kebenaran sesuatu, mengetahui sesuatu yang paling utama dengan ilmu yang paling utama. 20 Dalam bahasa komunikasi hikmah menyangkut apa yang disebut sebagai frame of reference, field of reference dan field of experience, yaitu situasi total yang mempengaruhi sikap terhadap pihak komunikan objek dakwah. 21 Beberapa Ilmiuan Islam memberi makna bi al hhikmah sebagai berikut: a. Al-Maraghi memberi maknma bi al hikmah dengan lebih luas, yakni dengan wahyu Allah yang telah diberikan epada manusia. 22 b. M. Abduh berpendapat bahwa hikmah adalah mengetahui rahasia dan faedah di dalam tiap-tiap hal. Hikmah juga digunakan dalam arti ucapan yang sedikit lafadzh akan tetapi banyak makna. Ataupun diartikan meletakkan sesuatu pada tempatnya. 19 Yayasan Penyelenggaraan PenerjemahPenafsir al-Quran, al-Quran dan terjemahnya, Lembaga percetakan Raja Fahd, tt, h.93. 20 Asep Muhiddin, Agus Ahmad Syafe’I, Metode Pengembangan Dakwah Bandung, CV. Pustaka Setia, 2002, h. 78 21 Toto Tasmono, Komunikasi Dakwah Jakarta: Gaya Media Pratama, 1987, h. 37 22 Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz. 5, h. 161 c. Al- Zamakhsari memberikan makna bi al hikmah sebagai perkataan yang pasti benar, yakn dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghhilangkan keraguan atau kesamaran. Kemudian ia uga mengartikan dengan Al- Quran, yakni “Serulah mereka mengikuti kitab yang memuat al- Hikmah. ” 23 d. Wahbah Al-Juhali memberikan makna bi al hikmah sebagai perkataan yang jelas dengan dalil yang terang, yang dapat mengantarkan pada kebenaran dan menyingkap keraguan. 24 Dari pemaknaan al-hikmah tersebut, penulis menyimpulkan bahwa dakwah bi al hikmah dakwah yang dilakukan dengan penuh kebijaksanaan, kesabaran, keadilan, ketabahan, argumentative, dan filosofis, yang sesuai dengan risalah kenbian an-nubuwwah dan ketentuan-ketentauan di dalam al-Quran Wahyu Allah, dalam rangka mengungkapkan al-haq kebenaran0, menghilangkan keraguan, dan memposisikan sesuatu pada tempatnya secara proporsional berdasarkan ilmu yang paling utama dan ma’rifat. Dakwah bi al hikmah yang berarti dakwah bijak, mempunyai makna selalu memperhatikan suasana, situasi, dan kondisi mad’u muqtadha al-hal. Hal ini berarti menggunakan metode yang relevan dan realistis sebagaimana tantangan dan kebutuhan, dengan selalu memperhatikan kadar pemikiran dan intelektual, suasana psikologis, dan situasi social cultural mad’u. 25 23 Asep Muhiddin, Dakwah dalam perspektif Al-Quran: Studi Kritis atas Visi, Misi dan Wawasan, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002, h.163 24 Wahbah Al-Juhali, At-Tafsir Al-Munir, Juz. 13-14, h.267. 25 Asep Muhiddin, Dakwah dalam Perspektif Al-Quran: Studi Kritis ata Visi, Misi dan WAwasan, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002, h.163 Dengan demikian dakwah bi al hikmah yang merupakan metode dakwah bijak, akan selalu memperhatikan kondisi mad’u dalam hal: a. Kadar pemikiran, tingkat pendidikan dan intelektualitas mad’u. b. Keadaan psikologis mad’u yag menjadi obek dakwah, dan c. Suasana serta situasi social cultural mad’u. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sayyid Quthub. Ia menyatakan bahwa untuk mewujudkan metode dakwah bi al hikmah harus memperhatikan tiga factor, yaitu: a. Keadaan dan situasi orang yang didakwahi. b. Kadar atau ukuran materi dakwah yang disampaikan agar mereka tidak merasakan keberatan dengan beban materi tersebut. c. Meode penyampaian materi dakwah dengan membuat variasi sedemikian rupa yang sesuai dengan kondisi pada saat itu. 26 Prinsip-prinsip metode dakwah bi al hikmah ini ditujukan terhadap mad’u yang kapasitas intelektual pemikirannya terkategorikan khawas, cendekiawan atau ilmuan. 27 2. Mauidzatil Hasanah Nasehat yang Baik Secara bahasa, mauidzhah hasanah berasal dari kata wa’adza-ya’idzu- wa’dzan-I’dzatan yang bersifat nasihat, bimbingan, pendidikan, dan peringatan. Sementara hasanah artinya kebaikan. 28 26 Sayyid Quthub, Fi Dzila Qal-Quran Jilid VII, Beirut, Ihya’ At-Turas Al-arabi, tt 27 Asep Muhiddin, ibid 28 Lois Ma’lub, Munjid Fi al-Lughah wa A’lam. Beirut: Dar Fikr, 1990, h.466 Dakwah dengan metode ini ditunjukkan pada manusia jenis kedua, yaitu mereka yang memiliki fitrah terhadap kebenaran, tetapi ragu untuk memilih mengikuti kebenaran yang disampain kepada mereka atau justeru mengikuti kebatilan yang tumbuh disekelilingnya. Adapun pengertian secara istilah ada beberapa pendapat antara lain: a. Ali Mustafa Ya’qub menyatakan bahwa Mauidzah al Hasanah adalah ucapan yang berisi nasihat-nasihat yang baik dimana ia dapat bermanfaat bagi orang yang mendengarkannya, atau argumen-argumen yang memuaskan sehingga pihak audience dapat membenarkan apa yang disampaikan oleh subyek dakwah. 29 b. Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi, Mauidzatil hasanah adalah perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau denan al-Quran. 30 Dari uraian di atas dapatlah diambil kesimpulan dari Mauizhatil hasanah mengandung arti kata-kata yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih saying dank e dlam perasaan dengan penuh kelembutan, tidak membongkar atau membeberkan kesalahan ornag lain sebab kelemah-lembutan dlam menasihati seringkali dapat melulukan hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan daripada larangan dan ancaman. 29 Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi Jakarta: Pustaka Firdaus,1997,h.121 30 Hasanuddin, Hukum Dakwah, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996, h.37 3. Mujadalah Dari segi etimologi bahasa lafadzh mujadalah terambil dari kata “jadala” yang bermakna memintal, melilit. Apabila ditambahkan alif pada huruf jim yang mengikuti wazan faala, “Jaadala” dapat bermakna berdebat, dan “Mujadalah” Perdebatan. 31 Metode dakwah yang ketiga ini juga disebutkan dalam al-Quran surat an- Nahl ayat 125, yakni wa jaadilhum bi al-lati hiya ahsan. Metode ini merupakan upaya dakwah melalui jalan bantahan, diskusi, atau berdebat dengan cara yang terbaik, sopan santun, saling menghargai, dan tidka arogan. 32 Dalam hal ini, Syaikh Yusuf al-Qardawi menuturkan bahwa dalam diskusi ada dua metode, yaitu metode yang baik hasan dan metode yang lebih baik ahsan. Al-Quran menggariskan bahwa salah satu pendekatan adalah dengan menggunakan diskusi yang lebih baik. Diskusi dengna metode ahsan ini adalah dengan menyebutkan segi-segi persamaan antara pihak-pihak yang berdiskusi, kemudian dari situ dibahas masalah-masalah perbedaaan dari kedua belah pihak, sehingga diharapkan mereka akan mencapai segi-segi persamaan pula. 33 Dari segi istilah terminologi terdapat beberapa pengertian mujadalah al- Hiwar antara lain berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak 31 Ahmad Warson al-Munawwir, h.175 32 Asep Muhiddin, ibid h.163 33 Syeikh Yusuf al-Qardhawi, al Shahwah al Islam baina al-Juhud wa al-Tatarruf, Risalah al mahakim al-Syar’iyyah wa al syuut al-Diniyah, Qatar, 1402 H, h. 203 secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan diantara keduanya. 34 Menurut Dr. Sayyid Muhammad Thantawi, al-Mujadalah ialah suatu upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara mengajukan argumentasi dan bukti yang kuat. 35 Dalam aplikasi metode ini, ada watak dan suasana yang khas, yakni bersifat terbuka atau transfaran, konfrontatif dan kadang-kadang reaksioner. Namun, juru dakwah harus tetap memegang teguh pada prinsip-prinsip umum dari watak dan karakteristik dakwah yang berinti pikiran dan penyejukan jiwa. 36 Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa: a. Al-Hikmah, yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya baik berupa ucapan maupun perbuatan selama tidak melanggar hokum islam. b. Mauidzatil Hasanah, Yaitu memberi nasihat yang dapat diterima orang lain dalam mengajak manusia untuk melaksanakan ajaran Islam. c. Al-Mujadalah bi al-Lati Hiya Ahsan, Yaitu bertukar fikiran dengna menggunakan dalil atau alsan yang sesuai dengan kemampuan berfikirnya yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan dapat menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. 34 World Assembly of Muslim Yaouth WAMY, Fil Ushulil Hiwar, Maktabah WAhbah Cairo, Mesir, diterjemahkan oleh Abdus Salam M dan Muhil Dhafir, dengan judul terjemahan “Etika Diskusi”, Jakarta: Era Inter Media, 2001, h.21 35 Sayyid Muhammad Thantawi, Adab al-Khiwar Fil Islam, Dar al-Nahdhah, Mesir diterjemahkan oleh Zaenuri Misrawi dan Zumroni Kamal, Jakarta: Azan, 2001, h.4 36 Asep Muhiddin, h.163

BAB III BIOGRAFI ALI BIN ABI THALIB