BAB III BIOGRAFI ALI BIN ABI THALIB
A. Riwayat Hidup Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib adalah putera dari Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murroh bin Ka’b bin Luay bin Ghalib bin
Fihr bin Malik bin Nadhar bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Iyah bin Mudhar bin Nizar bin Ma’d bin Adnan. Sedangkan Ibunya Fathimah binti Asad bin Hasyim
bin Abdi Manaf. Ali dilahirkan di Mekkah, 13 Rajab berarti 10 tahun sebelum Rasul menerima wahyu.
Saat Abu Thalib mengalami krisis ekonomi karena kekeringan yang melanda, seperti yang dialami oleh orang-orang Quraisy, Rasulullah saw
menyarankan kepada kedua pamannya, Hamzah dan Abbas untuk turut membantu meringnkan beban hidup Abu Thalib, dengan menanggung biaya hidup anaknya.
Maka keduanya pun memenuhi permintaaan tersebut. Maka Abbas mengambil Thalib, Hamzah mengambil ja’far, dan Rasulullah saw mengambil Ali.
1
Ai bin Abi Thalib telah tumbuh sebagai seorang pemuda di tengah-tengah kelaurga Nabi, dan hidup dibawah asuhan beliau. Sayyidina Ali banyak
mengambil tabi’at Nabi Saw dan beliau adalah orang terdekat hubungannya dengan Nabi, dan yang paling dicintai oleh Rasulullah Saw. Beliau hidup dengan
budi yang luhur dan dengan jiwa yang takwa serta hidup dalam kesederhanaan.
1
Sayyid Ahmad Asy-Syulaimi, kumpulan Khotbah Ali bin Abi Thalib, jakarta: Gema Insani Press, 2001, h.15
22
Beliau hampir tidak pernah terpisah sejengkal pun dari Rasulullah Saw baik di waktu suka maupun duka.
2
Ali tergolong pada keturunan keluarga Hasyimiyah, sama dengan garis keturunan Nabi Muhammad. Garis keturunan inilah yang menduduki kekuasaan
tertinggi atas ka’bah dan sekitarnya sebelum Nabi lahir. Nabi menikahkannya dengan Fatimah, putri Nabi, pada tahun ke 2 Hijrah, Ali tergolong generasi
pertama yang mempercayai dan mengikuti seruan Muhammad, dalam usia 9 tahun beliau sudah masuk Islam.
3
Ali dikenal sangat sederhana dan zahid dalam kehidupan sehari-hari. Tidak tampak perbedaan dalam kehidupan rumah tangganya antara sebelum dan
sesudah diangkat sebagai khalifah. Kehidupan sederhana ini bukan hanya diterapkan kepada diirnya, melainkan kepada putra-putrinya.
Beliau tinggal dalam rumah yang amat sederhana dan tidak berbeda dari rumah kaum miskin di kalangan umatnya, makan gandum yang beliau tumbuk
sendiri atau ditumbuk oleh isterinya, baik sebelum maupun sesudah menjadi khalifah. Sebab beliau menyerahkan seluruh kekayaan negara yang diperoleh dari
barat dan timur kepada Baitul Mal yang terbentuk pada masa pemerintahan beliau.
4
Telah berkali-kali Fatimah binti Nabi, Isteri Ali menekan dada kaena kesusahan, dan menuntut untuk lebih memperhatikan walaupun tidak berlebihan.
Namun ia selalu saja berhadapan dengan Rasulullah Saw, dan Ali R.a, suaminya,
2
Haji Sjech Marhaban, Tokoh-tokohIslam di Zaman Nabi, Singapura: Pustaka Nasional, 2004, h.3
3
K. Ali, Sejarah Islam Tarikh Pramodern, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008, h.135
4
Ahsin Muhammad dan Afif Muhammad, Para pemuka Ahlu Bayt nabi, Jakarta: Pustaka Hidayah, 2003 h.34
yang selalu menyebut-nyebut kebahagiaan di dunia akhirat, yakni kehidupan yang lebih baik dan lebih kekal. Untuk itu bersabarlah jiwa Fatimah.
5
Salah satu contoh kezuhudan beliau yakni ketika saudaranya, Aqil bin Abi Thalib, meminta kepadanya sesuatu dari baitul maal, ia menolak dan berkata
kepadanya: “Adakah engkau menghendaki Allah membakar diriku di neraka jahannm karena memberimu sesuatu dari harta milik kaum muslimin ”.
Kezuhudan beliau juga dapat dilihat ketika Imam Ali R.A terbunuh, ia hanya meninggalkan sebanyak enam ratus dirham, jumlah yang tidak berarti apa-apa
bagi seorang khalifah.
6
Ali r.a juga memperoleh gaji sama dengan yang diperoleh Abu bkar dan Umar r.a. Ia mengenakan pakaian yang hanya sampai separuh kakinya atau batang
kakinya, dna seringkali bajunya itu penuh dengan tambalan. Belum pernah, sepanjang hidupnya, ia menyimpan sesuatu harta. Beliau juga tidak pernah mau
membeli sesuatu dari seseorang yang mengenalnya, agar orang tersebut tidak mengurangi harga untuknya disebabkan Ali adalah Amirul Mukminin.
7
Ketika Hasan dan Husein ditimpa sakit, maka kedua orang tuanya merasa susah, dan kemudian bernazar bila keduanya sembuh akan berpuasa tiga hari
karena Allah. Maka ketika Allah telah menyembuhkan kedua anaknya, mereka menepati nazarnya. Pada hai pertama, kedua dan ketiga puasa, beliau didatangi
orang miskin, mereka pun memberikan makanan kepada orang miskin tersebut,
5
Abdul Halim ‘Uweis Mushafa ‘Asyur, Sayyidina Ali Khalifah keempat yang dideskriditkan, Jakarta: Yayasan Alumni Timur Tengah Indonesia, h.102
6
Abdul Halim ‘Uweis Mushafa ‘Asyur, Sayyidina Ali Khalifah keempat yang dideskriditkan, Jakarta: Yayasan Alumni Timur Tengah Indonesia, h.106
7
Abul ‘Ala al-Maududi, Khalifah dan Kerajaan, Bandung: Penerbit Mizan Anggota IKAPI, 1992, h. 119
ssehingga tatkala berbuka puasa selama tiga hari, Ia hanya minum air, karena mendahulukan orang-orang yang mempunyai hajat daripada dirinya.
8
Ali bin Abi Thalib telah menunjukkan selama hidupnya sebagai orang yang zuhud. Yang lebih penting lagi adalah ia jujur dalam kezuhudannya. Hal
sama ketika ia ujur dalam semua apa yang dilakukan atau yang terlintas dalam hatinya, bahkan yang diucapkannya. Ali mempraktekkan hidup zuhud dari dunia,
gemerlapan kekayaan khas Negara dan kekuatan seorang penguasa serta hal-hal apa saja yang menurut orang lani dapat mengangkat derajat mereka. Sesuatu yang
dilihat leh mereka sebagai tolok ukur derajat seseorang. Ali bin Abi Thalib berkata di akhir hayatnya kepada Al-Hasan dan Al-
Husein, “Tahanlah tawanan ini. Berilah dia makan, minum, dan perlakukan dengan baik. Kalau aku bias sembuh, mka akulah orang yang paling berhak
melakukan sesuatu yang berkaitan dengan apa yang dilakukannya terhadap diriku. Kalau aku mau, aku bias membalasnya, tapi bias pula aku berbuat baik
terhadapnya. Sedangkan bila aku mati, maka yang demikian itu menadi urusan kalian. Kalaupun menurut pendapat kalia lebih baik dibunuh, maka kupesankan
agar tidak kalian potong-potong tubuhnya jangan disiksa.”
9
Adapun sifat fisik Ali, berperawakan sedang, antara tinggi dan pendek. Perutnya agak menonjol, pundaknya lebar, kedua lengannya berotot seakan edang
mengendarai singa. Lehernya berisi, bulu jenggotnya lebat, kepalanya botak dan bermbut di pinggir kepala. Matanya besar, wajahnya tampan, kulitnya gelap.
Postur tubuhnya tegap dan proporsional. Bangun tubuhnya kokoh, seakan-akan dari baja, berisi. Jika berjalan, seakan-akan sedang turun dari ketinggian, seperti
berjalannya Rasulullah Saw.
10
8
Muhammad Ali al-Quthub, Sepuluh sahabat dijaminn Ahli Surga, Semarang: CV. Toha Putera, 2005, h.100
9
Ahsin Muhammad dan Afif Muhammad, Para pemuka Ahlu Bayt nabi, Jakarta: Pustaka Hidayah, 2000, h. 73
10
Sayyid Ahmad AsSyulaimi, Kumpulan khutbah Ali bin Abi Thalib, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, h. 16
Pada saat Nabi sedang hebat-hebatnya pada hari-hari pertama memanggil orang untuk masuk Islam di kota Mekkah, dan penduduk Mekkah masih segan
untuk mendukungnya, maka Ali kecil berteriak di tengah-tengah para hadirin, dan mengatakan: “Akulah wahai nabi, selain aku menerima panggilan suci itu, aku
bersedia menjadi pembantu utama bagi tuan.” Demikian Sayyidina Ali menjadi seornag laki-laki yang pertama memeluk Agama Islam sesudah Siti Khodijah
Ummul Mu’minin.
11
Pada malam menjelang Hijrah ketika kafir Quraisy berkumpul di Darun nadwah dan bersepakat untuk membunuh Nabi, Nabi membuat siasat dengan
menyuruh Ali menggantikan tidur di tempat beliau. Ali seara ikhlas dan berani menerima perintah yang pebuh resiko tersebut. Sehingga pada saat subuh tiba, yag
pasukan kafir dapati bukan Nabi melainkan Ali.
12
Itulah Ali, ia menyerahkan nyawanya untuk orang yang dicintainya, ini merupakan salah satu bentuk kecintaan sejati, Ia siap dengan resiko apa pun,
termasuk kemungkinan dibunuh, Ali bersedia menanggung akibatnya. Dengan cara itu, Rasulullah dan Abu Bakar aman bersembunyi di Gua Tsur selama
beberapa hari, dan selanjutnya meneruskan hijrah ke Madinah. Ali mengikuti seluruh peperangan, kecuali perang Tabuk. Setiap kali
terjadi peperangan besar yang diikuti Nabi, Ali selalu terlibat didalamnya. Terkadang ia membawa bendera, memorak porandakan musuh, atau menaklukkan
benteng pertahanan musuh.
11
Hadji Sjech Marhaban, Tokoh-tokoh Islam di Zaman Nabi, Singapura: Pustaka Nasional, 2000, h.4
12
Said bin Ali bin Wahif Al-Qahthani, Dakwah Islam Dakwah Bijak, Jakarta: Penerbit Gema Insani Press, 1994, h.177
Ketika umat Islam menghadapi kafir Quraisy dalam perng badar, tiba-tiba tiga orang dari pihak musyrikin Syaibah bin Rabiah, Atabah bin rabiah, dan
Walid bin Atabah maju ke medan menantang orang-orang Islam untuk berperang tanding. Kemudian Nabi menyuruh Ubaidah bin Harits, Hamzah dan Ali bin Abi
Thalib. Lalu terjadilah perang tanding Ubaidah melawan Atabah, Hamzah melawan Syaibah, Ali melawan Walid bin Atabah. Pasukan muslimin
mengakhirinya dengan kemenangan. Sedangkan di perang Uhud, dimana Musuh Islam dipimpin oleh Abu
Sufyan dari keluarga Umayah yang sangat memusuhi Nabi, Imam Ali as kembali memerankan peran yang sangat penting, yaitu ketika sebagian sahabat tidak lagi
mendengarkan wasiat Rasulullah saw agar tidak turun dari gunung, namun mereka justru turun sehingga orang kafir Quraisy mengambil posisi mereka. Dalam
keadaan kritis tersebut, Imam Ali bin Abi Thalib as segera dating untuk menyelamatkan Nabi saw dan sekaligus menghalau serangan itu.
13
Pada waktu perang Khandaq, keluarlah Amru bin Wuud dari barisan kaum musyrikin dan mengucapkan tantangan : “Siapakah yang mau melawan?” maka
keluarlah Ali. Selanjutnya Amru berkata pada imam Ali : “Pulanglah engkau wahai putera saudaraku Saya tidak berkehendak membunuh engkau” Maka Ali
berkata “Namun saya, demi Allah, berkehendak membunuh engkau”.
14
Tantangan Ali membangkkitka semangat jahiliah Amru bin Wuud. Ia menikam kudanya dengan pedangnya dan menyerang Ali dengan bengis. Tapi Ali
13
Syeikh Abdul Husain Al-Amini, Ali bin Abi Thalib sang putera ka’bah, Jakarta: Penerbit Al- Huda, 2003, h. 23
14
Muhammad Ali Al-Quthub, Sepuluh sahabat dijamin masuk surga, Semarang: CV. Toha Putera, 1997, h.97
menagkis dengan sekuat tenaga dan menikamkan pedangnya ke tubuh Amru. Tak lama kemudian tubuh AMru roboh bermandikan darah. Kemudian, Ali ra kembali
kepada barisan muslimin. Maka tidak mengherankan bila Ali dikenal sebagai orang yang tidak dapat dikalahkan.
15
Pada perang khaibar, Ali bin Abi Thalib maju ke medan perang sambil membawa bendera. Dari pihak musuh, muncul marhab dan berkata, “Penduduk
Khaibar sudah tahu bahwa aku Marhab, pejuang gagah berani yang selalu siap bertarung.” Ali menimpalinya “Aku diberi nama oleh Ibuku “Singa Hutan” yang
menakutkan. Aku selalu siap menghilangkan nyawa musuh-musuh Allah.”
16
Pada perang Hunain yakni peperangan yang menghancurkan pasukan Malik bin Auf yang terdiri dari Qabilah Hawazin dan Tsaqif. Rasulullah
memimpin pasukan terdiri dari 12.000 orang. Berkat keberanian Ali dan para sahabat lainnya dalam memukul tiap serangan yang ditujukan terhadap asulullah
saw, akhirnya kaum muslimin dapat dikendalikan dan diarahkan untuk melancarkan serangan balasan.
17
Ketika Rasulullah wafat, Ali menunggui jenazahnya dan mengurus pemakamannya. Sementara sahabat-sahabat lainnya sibuk memikirkan soal
pengganti NAbi saw. Setelah Abu Bakar terpilih menjadi khalifah, Ali tidak segera membaiatnya. Ia baru membaiatnya beberapa bulan kemudian.
Ali adalah tolak ukur dalam masalah-masalah peradilan dan fatwa da;am kehidupan masyarakat Islam, mulai dari peradilan, social dna manajemen,
15
Abdullatif Ahmad ‘Aasyur, 10 Orang Dijamin Ke Surga, Jakarta: Gema Insani Press, 1994, h.87
16
Said bin Ali bin Wahif Al-Qahthani, Dakwah Islam Dakwah bijak, Jakarta: Penerbit Gema Insani Press,1994, h.182
17
Roeslan Abdulgani, Sejarah Kehidupan Rasulullah, Jakarta: Pustaka Hidayah,1997, h.277
dizaman Abu Bakar, Umar dan Ustman. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Ustman, ia terus menyertai tiga khalifah itu meneruskan dakwah
Rasulullah. Kesederhanaan, kerendah hatian, ketenangan dan kecerdasan dari
kehidupan Ali yang bersumber dari Al-Quran dan wawasan yang luas, membuatnya menempati posisi istimewa diantara para sahabat Rasulullah yang
lain. Abu Bakar ash-Shiddiq, khalifha pertama, mencintai Ali bin Abi Thalib,
dan ia telah menugaskan Ali untuk menjaga Madinah saat terjadi peperangan melawan gerakan murtad. Demikian juga Umar bin Khattab mencintai Ali. Setiap
ada masalah hokum, pasti Umar akan meminta pendapat Ali bin Abi Thalib, sehingga ia pernah berkata, “Setiap ada masalah hokum, Abul Hasan Ali bin Abi
Thalib harus dimintakan pendapatnya”
18
Sebagi sal;ah satu contoh yakni pada masa Ustman pernah terjadi perzinahan antara shafiyah dengan seorang lelaki tawanan. Kemudian, dia
melahirkan seorang anak yang diperebutkan oleh lelaki pezina itu dengan Yohanes, keduanya mengadu kepada Ustman, maka Ustman mengalihkan
masalah ini kepada Ali bin Abi Thalib hingga dapat terselesaikan.
19
Semasa hidupnya setelah Fatimah Az-Zahra binti Muhammad wafat, Ali memiliki beberapa Istri diantaranya: Amamh binti Abul’Ash, Ummul Banin binti
Haram bin Darin Al-Kilabiyyah, Laila binti Mas’ud bin Khalid bin An- Nahsyaliyyah At-Tamimiyah Ad-Daramiyah, Asma binti ‘Umais Al-
18
Sayyid Ahmad Asy-Syulaimi, Kumpulan Khotbah bin Abi Thalib, Jakarta: Gema Insani Press,2001, h.28
19
Mahdi Faqih Imani, Mengapa Mesti Ali, Jakarta: Citra, 2006, h.149
Khats’amiyyah, Ummum sa’id binti ‘Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafiyyah, Makhba’ah binti Umru’ul Qais bin ‘Adiy Al-Kalbiyyah.
20
Anak-anaknya bernama Hasan, Husein, Zainab, Ummu Kultsum, Muhsin, Muhammad al-Akbar, Abdullah al-Akbar, Abu Bakar, Abbas, Ustman, Ja’far,
Abdullah al-Ashsgar, Yahya, Aun, Umar, Muhammad al-Ausath, Ummu Hani, Maimunah, Ramlah As-Sugra, Zainab as-Shugra, Ummu Salmah, Ummu Ja’far,
Jumamah dan Taqiyyah.
21
Setelah Ustman bin Affan wafat, kaum muslimin melihat bahwa masalah pengangkatan khalifah baru sulit dipecahkan. Banyak sahabat nabi, seperi Ali bin
Abi Thalib, Abdullah bin Umar, Sa’ad bin Abi Waqqash, dna Zubai bin Awwam, menolak menjadi khalifah. Oleh Krena itu, orang-orang berkumpul di Madinah
untuk mendiskusikan siapa yang pantas menjadi khalifah. Namun, mereka tidak menemukan oran gyang lebih pantas daripada Ali bin Abi Thalib.
22
Penduduk Madinah, didukung oleh ketiga pasukan yang dating dari Mesir, Basrah dan Kufah, memilih Ali bin Abi Thalib untuk menjabat khalifah. Konon
pada mulanya Ali menolak, akan tetapi atas desakan itu, ia pun menerima jabatan tersebut. Baiat berlangsung di Mesid Nabawi. Zubair bin Awwam dan Thahah bin
Ubaidillah konon menangkat baiat dengan terpaksa, dan justeru keduanya mengajukan syarat di dalam baiat itu, bahwa khalifah Ali akan menegakkan
keadilan terhadap para pembunuh Khalifah ustman.
23
20
M.H Al Hamid Al Husaini, Imamul Muhtadin Sayidina Ali bin Abi Thalib, Bogor: Yayasan Al- Hamidi, 2009, h.30
21
Sayyid Ahmad Asy-Syulaimi, Kumpulan Khotbah Ali bin Abi Thalib, Jakarta: Gema Insai Press, 2001, h. 14
22
‘Abdul Hakim al-‘Afifi, 1000 Peristiwa Dalam Islam, Jakarta: Pustaka Hidayah,2002, h.93
23
Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, Jakarta: Bulan Bintang, 1979, h.462
Dalam pidato pertamanya seusai pengukuhan terhadapnya sebagai khalifah, antara lain menekankan bahwa Allah telah menurunkan Al-Quan yang
menjelaskan hal-hal yang baik dan buruk, dan dia mengajak rakyat untuk mengambil mana yang baik dan meninggalkan mna yang buruk. Dia juga
mengemukakan bahwa diantara banyak macam perlindungan yang dijamin oleh Allah, yang paling utama adalah perlindungan atas umat Islam, dan haram
hukumnya melukai atau merugikan sesame Islam tanpa alas an yang dibenarkan oleh hukum.
24
Diriwayatkan oleh Thabari bahwa Ali berkata: “Baiatku tidak akan terjadi secara rahasia dan tidak akan berlangsung kecuai aqtas dasar kerelaan kaum
muslimin”
25
“Wahai manusia, kamu telah membaiat saya sebagaimana yang telah kamu lakukan kepada khalifah-khalifah yang dulu daripadaku. Saya hanya boleh
menolak sebelum jatuh pilihan, apabila ppilihan telah jatuh, menolak tidak boleh lagi. Imam harus teguh dan rakyat harus patuh menurut. Baiat kepada diriku ini
adalah baiat yang rata, yang umum. Barang siapa yang mungkir daripadanya terpisahlah dia daripada agama islam ”.
26
Sesudah beliau di baiaat menjadi khalifah, Ali mengeluarkan dua kebijakan. Pertama, Memecat Gubernur-gubernur yang diangkat Ustman. Kedua,
Mengambil kembali tanah-tanah yang dibagi-bagikan Ustman kepada famili- famili dan kaum kerabatnya tanpa jalan yang syah. Demikian juga hibah atau
pemberian Ustman kepada siapapun yang tidak beralasan, diambil Ali kembali.
27
24
Munawir Sadzali, Islam dan tata Negara: ajaran, sejarah dan pemikiran, Jakarta: Universitas Indonesia, 1993, h.29
25
Abul ‘Ala al-Maududi, Khalifah dan Kerajaan, Bandung: Mizan Anggota Ikapi, 2000, h.114
26
Hamka, Sejarah Umat Islam, Singapura, Kerjaya Printing Isdustries Pte Ltd, 1994, h.237
27
Ahmad Shalaby, Sebuah Buku Kajian Mengenai Sejarah Islam Sejarah dan Kebudayaan Islam, Singapura: Pustaka Nasional,1996, h.318
Menghadapi kebijakan yang pertama, ada beberapa sahabat yang dengan legowo mengundurkan diri dari pentas politik, seperti Sa’ad bin Abi Waqqash dan
Abdullah bin Umar. Namun, ada juga di antara mereka yang tetap bersiukuh meminta Ali untuk mendahulukan penuntasan kasus pembunuh Ustman. Suatu
keharusan yang saat itu sangat sulit dilakukan oleh Ali lantaran di antara para pembunuh itu justru masih bercokol di kota Madinah.
28
Kepemimpinannya sebagai khalifah menempati posisi yang rumit, bukan saja pemberontakan belum reda seluruhnya, tetapi juga Muawiyah yang
memperoleh kekuasaan semakin kuat di Utara dan Timur Laut Madinah, dan tidak berkenan menjadi sub ordinat atau pemerintah Daerah dari pemerintahan Islam
Madinah tetapi seakan-akan menjadikan daerahnya sebagai suatu state yang merdeka dan berdiri sendiri.
29
Baru saja Ali menjadi khalifah keadaan menunjukkan semakin parah karena Aisyah Istri Rasulullah Saw bersama Thalhah dan Zubair meminta Ali
agar menuntut balas atas kematian Khalifah Ustman bin Affan. Tuntutan Aisyah itu disertai ancaman, jika Ali tidak bertindak, maka akan mendapat perlawanan
dari Aisyah dan kawan-kawannya. Akhirnya Ali memutuskan untukmeninggalkan Madinah dan berangkat
bersama pasukan untuk mematahkan perlawanan Aisyah, Zubeir dan Thalhah. Akan tetapi, yang dijaga benar oleh ali, kendati perang saudara seagama itu betul
terjadi, ia harus tetap menjaga keselamatan Aisyah, Ummul mukminin.
28
Hepi Andi Bustomi, Sejarah Para Khalifah, Bandung: Pustaka al-Kautsar, 2008, h.23
29
Inu Kencana Syafi’I, Al-Quran Politik, Jakarta: PT Rineka Cipta,1994, h.443
Bagaimanapun dia tetap isteri Rasulullah Saw. Dan ibu kaum muslimin. Ali dan pasukannya tetap memandang Aisyah sebagai ibu yang layak dihormati.
30
Maka, terjadilah sebuah tragedy kelam, Perang Jamal Perang Onta. Dinamakan demikian karena Aisyah mengendarai Onta. Peperangan berakhir
dengan kemenangan di pihak Ali. Thalhah bin Ubaidillah yang berada di pihak Aisyah berhasil meloloskan diri ke Basrah, tetapi akibat luka parah yang
dideritanya, ia pun meninggal. Zubair bin Awwam yang juga berada di pihak Aisyah gugur. Sedangkan Aisyah tertawan, dan hanya satu hari kemudian ia
dibebaskan dna dikembalikan ke Mekkah dengan diantar langsung oleh saudaranya, Muhammad bin Abu Bakar.
31
Sebetulnya, sikap Ali sangat hormat kepada Aisyah mendapat kecaman keras dari kelompok ekstrem yang ada dalam pasukannya. Mereka menuntut agar
Ali memperlakukan Aisyah sepeti layaknya tawanan perang. Namun, untunglah Ali pemimpin yArif sanggup meyakinkan bahwa Aisyah wajib diperlakukan
dengan hormat. Untuk mencari ketenangan dalam menjalankan pemerintahan, Ali
memindahkan pusat pemerintahan ke Kufah. KEmudian memecat semua gubernur yang telah diangkat oleh Khalifah Ustman diantaranya Mu’awiyah bin Abi
Sufyan, gubernur damaskus. Muawiyah tidka menerima pemberhentian itu. Pertentangan antara Ali dan Muawiyah makin lama berlanjut hingga menjadi
30
Anshori Fachmi, kisah-Kisah di zaman khalifah, Surabaya: Sinar Baru Alcensindo,1993, h.82
31
Hepi Andi Bustomi, Sejarah Para Khalifah, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008, h.24
pertentangan antara Bani hasyim dengan Bani Umaiyah dan puncaknya pecahlah perang Siffin.
32
Pasukan Ali yang berjumlah 95.000 orang melawan 85.000 orang pasukan Muawiyah. Ketika peperangan hamper berakhir, pasukan Ali berhasil mendesak
lawannya. Namun, sebelum peperangan dimenangkan, muncul Amr bin Ash mengangkat mushaf menyatakan damai. “Mari kita bertahkim dengan kitab
Allah”. Seru Amr Lantang.
33
Khalifah Ali tidak bias berkutik, dan terpaksa menghentikan peperangan, Ali bin Abi Thalib memang seorang militer sejati. Ia berhasil menenangkan
perang jamal, Ia juga berhasil mengatasi pasukan Muawiyah dalam perang Shiffin. Tetapi, ia bukanlah seorang negarawan seperti Rasulullah dan para
khalifah pendahulunya. Kemampuannya dalam berdiplomasi, kadang kala tak sebanding dengan apa yang dimiliki Amr bin Ash, kedigdayaan Muawiyah dalam
berpolitik kadang juga tak sanggup ia taklukan. Pertempuran menyisakan luka yang dalam pada diri kau muslim yang
mulai saling berperang di antara sesame mereka, teutama bagi penduduk Basrah dan Kufah. Akibatnya, banyak orang dari pasukan Ali r.a kembali ke desa-desa
mereka di Irak dan menolak berperang melawan Muawiyah. Sikap itulah yang membuat Ali marah besar, lalu ia membatalkan peperangan ke Syam untuk
menundukkan Muawiyah dan balatentaranya untuk m,enundukkan Mesir. Lalu, ia membentuk sebuah pasukan yang terdiri dari 6.000 prajurit yang dipimpin Amr
bin Ash. Ia membawa mereka masuk ke Fusthah pada bula Rabiul Awal 38 H.
32
M. Yusran Asmuni, Pengantar Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran Dirasah Islamiyah II, Jakasrta: Pustaka al-Kautsar,2008, h.24
33
Hepi Andi Bustomi, Sejarah Para Khalifah, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008, h.24
Sejak saat itu, Amr menjadi gubernur Mesir dibawah pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan.
Masuknya seluruh wilayah Mesir ke dalam kekuasaan Muawiyah memperbesar posisi tawarnya di hadapan Ali di Irak yang mulai dilanda fitnah
dan berabagai pemberontakan disebabkan ulah Khawarij. Itulah yang menyebabkan lemahnya kekhalifahan Ali dan mendekati saat kehancuran.
34
Tidaklah Aneh jika ada kelompok menentang arbitrasedamai itu, bahkan menolaknya secara prinsipil. Bukan hanya demikian, tapi kelompok ini berlebih-
lebihan mempertahankan pendapatnya dan mengkafirkan kedua utusan itu. Mereka keluar dari ijma ummat dan tidak lagi taat kepada Ali. Mereka disebut
dengan “Kaum Khawarij” artinya orang-orang yang keluar.
35
Akibat tindakn Ali menghentikan serangan pada preng Siffin, pasukannya pecah menjadi tiga bagian. Yaitu, kelompok Syiah, Murjiah dan Khawarij.
Kelompok ketiga inilah yang menyatakan ketidak setujuannya dengan Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abi Sufyan dan Amr bin Ash. Kelompok Khawarij
berencana membunuh ketiga pemimpin itu dalam waktu bersamaan, yaitu 17 Ramadhan 40 H. Muawiyah dan Amr bin Ash selamat namun AAli bin Abi
Thalib meninggal pada 19 Ramadhan 40 H dalam usia 63 tahun ditikan oleh Abdurrahman bin Muljam.
36
Ali adalah khalifah terakhir dari para khalifah yang saleh pengganti Nabi Saw, yang mengantarkan umat pada suasana Islam sebagai kekuatan hidup sejati.
34
Abdul Hakim al-Afifi, 1000 Peristiwa dalam Islam, Bandung: Pustaka HIdayah, Cet-1, h.98
35
Abdul Halim Uweis Mustafa Asyur, Sayyidina Ali khalifah yang dideskriditkan, Jakarta: Yayasan Alumni Timur Tengah Indonesia, 2008, h.88
36
Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah, Jakarta: al-Kautsar, 2008, Cet-1, h.25
Di dalam sebuah sunatullah, Ali melengkapi kebenaran sebuah hokum sejarah tetnang siklus peradaban muslim abad silam: Abu baker dengan naiknya
peradaban. Umar dengan puncak peradaban, Ustman dengan menurunnya peradaban, dan Ali dengan berakhirnya sebuah siklus peradaban.
37
Khalifah Ali benar-benar dihadapkan pada permasalahan besar. Yang ia hadapi saat itu bukan musuh kuat yang bisa dikalahkan dengan tajamnya pedang.
Bukan juga pasukan besar yang bisa ditaklukkan dengan strategi jitu. Tetapi, benar-benar permasalahan pelik. Di tengah segala permasalahan itu, akhirnya Ali
memutuskan untuk memulai penataan pemerintahan baru yang bermasa depan cerah. Namun, usahanya membuat penyegaran di pemerintahan malzah memicu
konflik baru. Selama lima tahun dari usianya tersebut, ia isi dengan menjabat sebagai
khalifah bagi kaum muslimin, dan menghabiskan sekitar masa setengah abad sebagai mujahid Islam. Menanggung beban yang sangat berat dan
mempertaruhkan nyawanya untuk membela agama Islam. Alangkah agungnya apa yang ia lakukan, maka pantaslah jika surga Allah diberikan kepadanya.
C. Prestasi yang dicapai Ali bin Abi Thalib 1. Penafsir al-Quran