19. Hilangnya Batasan-batasan Budaya popular menolak segala perbedaan dan batasan yang mutlak antara
budaya klasik dan budaya salon, antara seni dan hiburan, yang ada antara budaya tinggi dan budaya rendah, iklan dan hiburan, hal yang bermoral
dan yang tidak bermoral, yang bermutu dan tidak bermutu, yang baik dan jahat, batasan antara yang nyata dan semu, batasan waktu, dan sebagainya.
II.6 Imperialisme MediaBudaya
Teori komunikasi massa diklasifikasikan 3 bagian besar, yaitu: 1. Teori mikro, dimana memfokuskan pada kehidupan sehari-hari manusia
yang memiliki kemampuan untuk memproses informasi. 2. Teori menengah, dimana teori ini mendukung perspektif efek media yang
terbatas. 3. Teori makro, dimana teori ini memberi perhatian pada peranan sosial
media dan berpengaruh pada budaya dan masyarakat. Dalam klasifikasi teori massa ini, imperialisme budaya berada pada
kategori teori makro yang memberikan penjelasan tentang peranan media dalam pertukaran informasi antar negara dan pengaruh media terhadap kebudayaan asli
masyarakat di setiap negara. Kita sedang hidup dalam tatanan dunia baru, setelah datangnya dominasi
politik, ekonomi, dan kekuatan budaya. Tantangan dunia baru yang sedang kita jalani adalah tatanan dunia baru setelah runtuhnya Soviet, dimana gaya hidup dan
simbol peradaban berkiblat pada Barat. Ada tiga hal yang dapat dibedakan untuk
Universitas Sumatera Utara
melihat tatanan dunia baru saat ini. Pertama, munculnya globalisasi ditandai dengan kemenangan kapitalisme dan pasar bebas. Kedua, revolusi informasi
ditandai dengan lahirnya revolusi TV, internet, dan ponsel. Ketiga, adanya imperialisme media.
Imperialisme media ini merupakan bentuk baru penajajahan melalui media. Imperialisme baru dalam bidang ekonomi, kebudayaan, dan politik adalah
“sesuatu yang menyeramkan”, yang kini tengah mengincar jiwa kita. Nilai-nilai hidup, sesuatu yang kita makan, pakaian yang kita pakai, buku yang kita baca, dan
tontonan yang kita lihat adalah bukti hadirnya imperialisme. Imperialisme berarti hegemoni politik, ekonomi, dan budaya yang
dijalankan suatu bangsa atas bangsa lain. Kata ini biasanya mengacu pada imperialisme budaya atau imperialisme media yang mencerminkan keprihatinan
mengenai bagaimana perangkat keras dan perangkat lunak komunikasi digunakan oleh negara-negara adikuasa untuk memaksakan nilai dan agenda politik,
ekonomi, dan budaya mereka pada bangsa dan budaya yang kalah kuat. Imperialisme media merupakan salah satu istilah yang berhubungan dengan
imperialisme budaya. Media memainkan peranan penting dalam menghasilkan kebudayaan dan mempunyai peranan yang besar sekali dalam proses imperialisme
budaya. Teori imperialisme budaya ini pertama kali dikemukakan oleh ekonom
politik dari Amerika, Herbert Schiller pada tahun 1969. Gagasan yang mendasari teori ini adalah peranan media dalam pembangunan nasional. Media dapat
membantu modernisasi dengan memperkenalkan nilai-nilai barat yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
dengan cara mengorbankan nilai-nilai tradisional sehingga mengakibatkan hilangnya keaslian budaya lokal. Nilai-nilai yang diperkenalkan itu adalah nilai-
nilai kapitalisme dan karenanya proses imperialistik dilakukan secara sengaja, atau disadari dan sistematis, yang menempatkan negara yang sedang berkembang
dan lebih kecil dibawah kepentingan kapitalistik yang lebih dominan khususnya Amerika Serikat McQuail, 1994: 99.
Beberapa gejala yang menandakan keadaan suatu negara yang telah terkena imperialisme budaya:
1. Pengalaman negara-negara maju dalam bidang ilmu dan teknologi tentang media massa selama puluhan tahun telah menyebabkan anggapan bahwa
hanya ada satu macam arus informasi yang sudah dianggap normal dan yang hanya satu-satunya membawa yang tidak pernah berubah yang
diproduksi oleh segelintir orang namun diterima oleh semua khalayak, yang dimaksud dengan munculnya upaya-upaya seperti memperbanyak
jumlah koran, pesawat televisi, radio, atau bioskop terutama pada negara- negara berkembang tanpa menyadarinya.
2. Adanya arus satu arah dalam komunikasi pada dasarnya adalah pencerminan struktur ekonomi dan politik dunia yang cenderung untuk
memelihara dan memperkuat ketergantungan negara miskin kepada negara kaya.
3. Hegemoni dan dominasi tersebut terbukti pada ketidakpedulian media negara maju terutama barat terhadap keluhan dan keinginan negara
berkembang. Dasarnya adalah kekuatan teknologi, kultural, industri, dan
Universitas Sumatera Utara
keuangan yang mengakibatkan hampir semua negara berkembang jatuh menjadi konsumen informasi Purba, Amir, 2006: 88-89.
Berdasarkan garis besar dari dalil Schiller 1976, ada beberapa konsep pokok dari imperialisme budaya, yaitu:
1. Sistem dunia modern Merupakan konsep sederhana yang menunjukkan kapitalisme.
2. Masyarakat Konsep sederhana yang menunjukkan beberapa negara atau masyarakat
dalam batas geografi tertentu yang akan dikembangkan. 3. Sistem pusat yang mendominasi
Menunjukkan negara-negara maju atau dalam diskursus arus informasi internasional disebut sebagai negara pusat atau kekuatan barat.
4. Struktur dan nilai Menunjukkan kebudayaan atau organisasi dari negara yang berkuasa ke
negara yang sedang berkembang Yohana, 2009: 36. Setelah meninjau seluruh penafsiran yang berbeda dari imperialisme
budaya. Maka jelas terlihat bahwa intisari dari imperialisme budaya adalah dominasi oleh suatu negara kepada negara lainnya. Hubungannya bisa tak
langsung atau langsung berdasarkan pengawasan ekonomi politik. Pertukaran informasi antara bangsa-bangsa merupakan manifestasi dari imperialisme budaya.
Walaupun dari teori-teori dan penjelasan yang telah dipaparkan di atas lebih tampak bahwa Amerika Serikat sebagai negara adidaya melakukan
imperialisme budaya ke negara-negara dunia ketiga tetapi tak dapat dipungkiri
Universitas Sumatera Utara
budaya Asia yang saat ini lebih banyak condong ke budaya Korea juga secara langsung dan tidak langsung juga terpengaruh dari budaya barat, tetapi tentu saja
dengan pemodofikasian yang sesuai dengan ciri anak muda Asia.
II.7 Perilaku Manusia